"Rasya, apa masih ada penerbangan ke London hari ini?" tanya Jay
"Masih!" jawab Rasya.
"Pesankan aku tiket. Aku harus menemui Istriku."
"Pekerjaan?"
"Ada kau, semua pasti beres."
"Aku?" seru Rasya.
"Kau tinggallah di sini. Aku harus menjelaskannya pada Istriku sebelum semuanya semakin kacau."
"Ke Jepang?" tanya Rasya.
"Setelah menjelaskannya, aku akan segera kembali ke sini."
"Cih, kekuatan cinta!" batin Rasya menggerutu.
***
LONDON...
Jay sampai di rumah sekitar tengah malam. Semua orang sudah tertidur termasuk Kaira. Jay melihat mobil Tuan Alrecha masih terparkir di rumahnya.
"Papa dan Mama masih menginap rupanya," batin Jay.
Jay berjalan dengan mengendap-endap di tengah-tengah ruangan rumahnya yang sudah gelap.
Jay berusaha sebisa mungkin untuk tidak menimbulkan suara sedikitpun supaya tidak membangunkan Kaira.
Jay membelai pipi Kaira. Di pandangnya wajah Kaira yang seperti kelelahan.
"Apa pekerjaan di kantor sangat banyak? Kau terlihat begitu lelah," gumam Jay.
"Kalau aku menjelaskannya padamu, apa kau akan percaya padaku?" batin Jay.
BUKKK... BUKKK... BUKKK
Seseorang memukul Jay berulang kali dari belakang. Kamar yang gelap, membuat Jay tidak bisa melihat dengan jelas.
"Aduhhhh... Sakit...." teriak Jay.
Jay berlarian memutari isi kamar. Kaira langsung terbangun saat melihat keributan.
KLEK
Kaira menyalakan lampu kamar. Pemandangan yang mengejutkan, dimana suaminya tengah di pukul habis-habisan oleh Ibunya sendiri.
"Dasar penguntit! Cabul! Mesum! Berani-beraninya kau masuk diam-diam ke dalam kamar Menantuku!" teriak Nyonya Luna sembari tetap memukul Jay bertubi-tubi.
"Mama, dia Jay!" ucap Kaira sembari menahan tangan Nyonya Luna.
"Jay?" Nyonya Luna melihat Jay meringkuk kesakitan sembari melindungi kepalanya.
"Ma, aku Jay!" ucap Jay.
"Beraninya kamu pulang setelah membuat malu keluarga. Kenapa kau tidak membusuk bersama wanita itu? Apa kau sudah lupa, bagaimana wanita itu menghinamu?" teriak Nyonya Luna.
"Ma, semua ini salah paham. Aku sengaja pulang untuk menjelaskan hal ini supaya tidak berlarut-larut," jelas Jay.
"Ma, ayo kita ke kamar. Biar Kaira dan Jay menyelesaikannya," ucap Tuan Alrecha yang baru saja menyusul setelah mendengar kegaduhan.
Nyonya Luna tidak ikut campur dan pergi keluar dari kamar Kaira.
Kaira duduk diam, menunggu Jay mengucapkan sepatah ataupun dua patah kata. Kaira ingin mendengar, penjelasan apa yang akan di katakan Jay padanya.
"Kai!" panggil Jay.
"Iya!" jawab Kaira.
Jay berlutut di atas lantai tepat di hadapan Kaira yang tengah duduk di ranjang. Jay memegang kedua telinganya seperti menghukum dirinya sendiri.
"Istriku, aku minta maaf! Aku bersalah sudah mengecewakanmu. Baru dua hari kita berjauhan, tapi sudah ada berita tidak senonoh. Aku tidak sengaja bertemu dengan Grace di bandara. Saat itu..." Jay menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.
Kaira memegang pundak Jay lalu meminta Jay untuk berdiri.
"Buka!" pinta Kaira.
"Apanya, sayang?" tanya Jay.
"Celananya!"
"Ha? Sayang sejak kapan kamu agresif begitu?" tanya Jay.
"Buka!" Jay akhirnya membuka celananya dengan malu-malu karena cahaya lampu di kamar begitu terang.
"Berbaring!" pinta Kaira.
"Sayang, tapi aku ingin yang gerak dan kamu yang berbaring," ucap Jay manja.
"Mau atau tidak?" seru Kaira dengan galak.
Jay berbaring, mengikuti kemauan Istrinya. Perlahan, tangan Kaira mulai menyentuh dan menelusuri kaki Jay hingga ke paha.
"Aduhhh... Kenapa geraknya sangat lambat? Aku jadi tidak sabar," batin Jay.
Setelah merasakan sentuhan jari jemari Kaira, tiba-tiba pahanya terasa dingin seperti ada sesuatu yang menempel.
"Apa itu bibirnya?" batin Jay.
Sensasi rasa dingin itu berpindah-pindah dari bawah hingga atas. Lalu, Kaira meghela nafasnya seperti merasakan sesuatu yang lega.
"Apa? Hanya segini saja?" batin Jay kecewa.
"Sudah selesai!" ucap Kaira.
"Selesai? Aku bahkan belum keluar," sungut Jay.
"Apa yang suami nakalku ini pikirkan?"
"Aduhhhh... Duhhh... Sakit, sayang!" pekik Jay ketika Kaira menjewer telinganya.
"Aku hanya mengoleskan obat memar. Bukan melakukan hal lain," ujarnya.
"Tapi, aku ingin yang lain," jawab Jay.
Jay mendorong tubuh Kaira, lalu Jay berada di atasnya. Kaira menghindari kontak mata di antara mereka, seperti masih ada sesuatu yang mengganjan di hatinya.
"Jay, aku gak mau kamu memiliki hubungan lagi dengannya. Apa itu salah?"
"Tidak! Aku yang sangat bersalah. Aku berjanji tidak akan menyakitimu, menduakanmu, apalagi aku memiliki hubungan dengan wanita yang pernah menjadi bagian dari masalaluku. Aku hanya menginginkanmu, tidak ingin wanita lain."
"Apa aku bisa mempercayaimu?" tanya Kaira.
"Lihat mataku! Kaira, apa ada sebuah kebohongan yang kau lihat?" tanya Jay.
"Aku akan percaya padamu, tapi tidak lain kali."
"Jadi..."
Tanpa mematikan lampu, Jay memulai semuanya. Dua hari tidak bertemu, rasanya seperti dua abad. Setiap sentuhan membuat tubuh bergelincangan. Sensasi geli dan menagih, membuat mereka terbuai dengan suasana malam yang sunyi.
"Aku mencintaimu, Kaira!"
***
Suasan di meja makan kembali mencengkam. Terlihat jelas bahwa Nyonya Luna sangat kesal dengan berita Jay yang berurusan dengan wanita yang dulu pernah menghinanya, mencoreng nama baiknya, bahkan hampir membuat Jay gila.
"Ma, aku ingin Istriku ikut ke Jepang," pinta Jay.
"Kenapa? Setelah melihat Mama marah, kau baru ingat pada Istrimu?" jawab Nyonya Luna.
"Ma, cukup! Masalalu biarkan jadi masalalu. Jangan di ungkit lagi," bisik Tuan Alrecha.
Jay kembali diam. Wajar jika Nyonya Luna begitu marah padanya setelah beberapa tahun yang lalu, sebuah insiden menimpa Adik Jay dan penyebabnya adalah keluarga Grace.
"Ma, Jay menolong Grace hanya karena rasa peduli sesama manusia," Kaira berusaha mencairkan suasana.
"Kaira, kamu memang menantu Mama!" Nyonya Luna memeluk Kaira dan menumpahkan segala kesedihannya.
"Jay, kau tidak perlu memikirkan hal ini. Mamamu hanya mengingat Olivia," bisik Tuan Alrecha.
Jay sudah tahu kesalahannya dan tahu bagaimana liciknya Grace untuk menjebaknya. Paparazi tidak mungkin kebetulan datang dan mengambil foto mereka begitu saja tanpa adanya informasi.
"Kaira, apapun yang akan aku lakukan, aku tidak akan mengkhianatimu. Aku berjanji padamu dan tolong, percayalah padaku," batin Jay.
***
Kaira harus mengantarkan Jay ke bandara, di tambah lagi dengan harus membuat hati Nyonya Luna pulih dari kesedihannya. Kaira berlari dengan sangat buru-buru dan sudah hampir terlambat untuk masuk kantor.
BRUKKKK
"Aduhhhhh..." ucap seorang wanita yang tidak sengaja di tabrak oleh Kaira.
"Maaf, Nona!" Kaira mengulurkan tangannya untuk membantu wanita muda yang memekik kesakitan.
Wajahnya tidak terlalu terlihat karena tertutup oleh rambutnya yang panjang.
"Aku belum pernah melihatnya. Apa dia karyawan baru?" batinm Kaira.
Wanita itu menerima uluran tangannya lalu berdiri dengan bantuan Kaira. Wanita dengan body yang sangat sexy dan juga kulisnya yang begitu mulus.
"Nona, apa Anda tidak apa-apa? Apa perlu aku membawa Anda ke Dokter?" tanya Kaira.
"Saya baik-baik saja!" jawabnya sembari menatap ke arah Kaira dan menunjukkan wajah cantiknya.
"Haaaaaa?"
Wanita itu langsung menemui Direktur Winny dan mengabaikan Kaira. Kaira juga wanita yang cuek, simple dan tidak suka dengan sesuatu yang berbelit."Aku sudah minta maaf, jadi semua sudah beres," batin Kaira sembari masuk ke dalam ruangannya. Lily memberika setumpuk kertas untuk Kaira periksa, bahkan sebelum duduk dengan benar. Kaira menghela nafas melihat setumpuk kertas yang membuat kepalanya langsung berdenyut."Aduhhh... Pinggangku sakit tapi aku harus duduk lama di kursi ini dan bersenandung dengan kertas-kertas ini," gumam Kaira."Hei, Kai!" bisik Lily."Lily, jangan bisik-bisik!" ucap Kaira sembari menyibakkan rambutnya. Lily menatap Kaira dengan pandangan curiga setelah melihat beberapa tanda merah di leher dan bawah telinga Kaira."Kai...""Apa?" Kaira belum menyadari
"TAPI DIMATAKU, KAU SAMA SEKALI TIDAK MEMILIKI SEBUAH HARGA!""...""..." Kaira maupun Vanka menoleh ke arah sumber suara yang tegas dan juga terdengar begitu gagah."Sayang!" Jay menyambut Kaira dengan merentangkan tangan lalu memeluknya dengan hangat."Apa dia sedang membelaku?" batin Kaira sembari membalas pelukan Jay."Apa yang di katakan Grace benar, kalau pria ini sudah menikah?" batin Vanka. Kaira meletakkan telapak tangannya di kening Jay untuk memastikan suhu tubuhnya."Menunduk!" pinta Kaira. Jay menunduk sesuai arah, lalu Kaira menempelkan keningnya di kening Jay karena setelah memeriksa dengan telapak tangan, suhu tubuh Jay normal."Aneh... Kata Mama sakit, tapi kenapa dia ter
"Haahahahaha...""Berhenti menertawakanku!" sungut Kaira."Istriku begitu lucu. Aku sampai tidak bisa berhenti tertawa," jawab Jay.BUKKKKK... Kaira melemparkan bantal pada wajah Jay. Sejak keluar dari ruang meeting, Jay tidak berhenti tertawa karena teringat ekspresi wajah Kaira yang seperti wanita bodoh. Kaira yang tidak panda berbahasa asing, hanya duduk diam dengan ekspresi wajah yang di buat setenang mungkin."Ap kau menganggapku bodoh?" Kiara mengeluarkan senjata yang paling ampuh, yaitu airmata."Aku bilang kalau Istriku lucu, bukan bodoh!""HUAAAAAAAA... Kau menindasku!""Sayang, jangan menangis! Aku minta, oke. Aku yang bodoh! Aku, bukan Istriku!" Jay kelabakan karena Kaira menangis di depan matanya."Coba mengaku sekali lagi, kalau kau bodoh da
Suasana semakin menegangkan setelah Kaira mendapatkan satu tamparan keras pada pipi kanannya. Kancing bajunya juga sudah berserakan di atas lantai. Kaira menutup dadanya menggunakan kedua tangannya karena Kaira sudah tidak menggunakan bra di saat malam hari tiba. Tenaga pria itu jauh lebih kuat dari bayangan Kaira. Kaira berusaha sebisa mungkin melepaskan diri supaya bisa lari. Lari sejauh yang dia bisa. Berulang kali pria itu menampar Kaira hingga wajahnya penuh dengan lebam. Naura membalasnya dengan mencakar wajah pria itu dengan kukunya."Wanita sialan!" bentaknya. Pria itu menancapkan pisau kecil di leher Kaira, supaya membuat Kaira tidak melawannya. Namun, Kaira memilih mati dengan cara tidak hormat, dibandingkan dengan menyerahkan segala kehormatannya."Kau benar-benar ingin mati ru
PLAKKK! Jay menyentuh pipinya yang terkena tamparan begitu keras oleh tangan lembut Nyonya Luna. Sorot mata kemarahan dan kecewa tak bisa lagi Jay hindari."Ma...""Mama mendatangkan Istrimu untuk menjagamu dari godaan, tapi kau menjaga Istrimu saja tidak becus. Jay, kau sama sekali tidak berguna menjadi seorang suami!" teriak Nyonya Luna. Jay terdiam. Jay tidak bisa membantah karena apa yang di katakan oleh Nyonya Luna adalah sebuah kenyataan."Mama benar. Aku seorang Suami yang tidak berguna," jawab Jay sembari menundukkan kepalanya."Sebelum Kaira bangun, Mama ingin kau sudah menemukan siapa orang yang ingin melukai Menantu Mama!""Jay tititp Kaira," ucap Jay. Jay meninggalkan Rumah Sakit dan langsung menuju villa, tempat dimana Kaira mendapatkan perlakuan yang sangat tidak
"Ma, Kaira istriku, tentu saja aku mencintainya!" jawab Jay."Menggunakan hatimu yang telah lama kosong?" Nyonya Luna terus mendesak Jay."Ma...""Jawab Jay!" ucap Nyonya Luna dengan nada yang cukup keras."Aku tidak tahu. Aku hanya tahu kalau aku mencintainya karena Kaira adalah istriku!""Lebih baik kau jangan menemui Kaira. Kaira biar Mama yang jaga. Aku sangat tidak rela, Kaira tersentuh oleh tangan tanpa cinta!" ucap Nyonya Luna dengan amarah yang di tahannya."Ma, Kaira istriku! Bagaimana bisa Mama menjauhkannya dariku?" tolak Jay."Jay, menjadi istri tanpa cinta, akan sulit. Kau hanya mencintainya karena statusmu suaminya, bukan?""Apa aku salah?""Jay, kalau kau mencintai Kaira dengan status, bagaimana jadinya kalau ada orang ketiga masuk yang akan membuatmu jatuh cinta dalam setiap hal?" jelas Nyonya L
Satu bulan telah berlalu sejak kejadian itu. Hubungan Jay dan Kaira juga baik-baik saja. Tapi, Kaira sedikit menjaga jarak bahkan sedikit sekali bicara. Kaira sudah kembali bekerja untuk mengisi waktu luangnya agar tidak terlalu memikirkan kejadian yang masih saja membuatnya ketakutan."Kaira!" teriak Lily."Bisakah kau kecilkan suaramu?" Luka di leher Kaira sudah sembuh tapi bekasnya tidak akan hilang. Sama halnya dengan perasaan. Kasus selesai, tapi trauma masih berjalan. Pernikahan Kaira dan Jay masih menjadi sebuah rahasia. Entah kapan, Jay akan mengungkapkan siapa sebenarnya Istrinya di depan publik."Kau, apa kau baik-baik saja?" tanya Lily khawatir. Sejak masuk kembali bekerja, Kaira bersikap dingin, banyak diam, tidak seperti dulu. A
Kaira tertidur dalam pelukan Jay di atas ranjang hotel yang sudah Jay siapkan untuk memperbaiki hubungan mereka. Sayangnya, semuanya tidak berjalan dengan lancar karena Kaira tiba-tiba ketakutan tanpa sebab."Sebenarnya, apa yang kau takutkan?" gumam Jay sembari memandangi wajah Kaira yang pucat.(TIGA JAM SEBELUMNYA)"Kaira, kau kenapa sayang?" tanya Jay panik."Jangan mendekat!" teriak Kaira bahkan tangan Jay di tepis begitu saja. Jay tahu sejak kejadian di Jepang Kaira menjadi takut dengan orang baru sehingga ketika menyiapkan makan malam, Jay meminta pelayan di rumahnya untuk menyiapkan semua tanpa adanya orang baru."Sayang, tenang! Ini aku," ucap Jay lembut. Dengan tangis pilu, mata yang memerah, Kaira menatap Jay yang berlutut di hadapan
Sebuah kesepakatan akhirnya terjalin setelah Jay dan Loreta saling berjabat tangan. Rasya bisa menghela napasnya sedikit lega membiarkan Tuannya itu pergi bersama Loreta.Perjanjian itu akan terpenuhi setelah Loreta mempertemukan Jay dan Kaira. Lalu, Jay melepaskan Orthela untuk kembali ke negara asalnya.Perseteruan sudah cukup membuat kacau. Loreta tidak ingin semuanya berlanjut semakin jauh karena banyak hal yang terbengkalai karena masalah yang tidak juga kunjung selesai.Loreta membawa Jay pergi ke tempat pemakaman. Pria tersebut menyipitkan matanya heran sembari melirik curiga ke arah Loreta.“Apa yang kau rencanakan dengan membawaku ke sini?” tanya Jay. Bariton suara yang tegas itu, membuat sekujur tubuh Loreta merinding.“Anda jangan salah paham, Tuan. Saya membawa Anda ke sini bukan tanpa sebab,” ujar Loreta.Dari pandangan yang cukup jauh, terlihat dua orang sedang menghadap ke salah satu makam yang tidak asing. Jay berlari tidak sabar ingin segera memeluk wanita yang be
"Jangan mendekat!" teriak Kaira. Rasanya cukup mengerikan. Kaira menjadi ketakutan. Ia berusaha pergi meski cukup sulit, tapi Orthela sudah lebih dulu memegang kendali kursi rodanya."Kenapa kau tkut? Bukankah aku sudah cukup membuatmu tenang? Kau bahkan sudah melihat bagaimana aku sangat menyesal," kata Orthela. Ia bahkan tidak merubah ekspresinya. Tetap terlihat sangat menyedihkan."Pergi! Aku memiliki keluargaku sendiri, Orthela. Aku tidak akan pernah pergi denganmu. Tidak akan pernah!" teriak Kaira."Bagaimana kalau Ziel sudah bersamaku? Apa kau tetap akan menolakku?""Apa? Kau menyandera Ziel? Orthela, dia tidak tahu apapun. Ziel msih anak-anak." Pada dasarnya, Kaira bukan wanita yang pandai mengumpat atau berkata kasar. Ia hanya berteriak meluapkan emosinya dengan kata-kata yang masih tertata dengan lembut."Aku tahu kalau kau akan menolakku. Maafkan
Tiga hari Kaira menghilang. Orang yang paling tertekan dan hampir gila adalah Jay. Jay yang tidak pernah menggunakan kekuasaannya, sekarang menekan semua orang untuk mencari Kaira sampai Kaira ditemukan. Nyonya Luna membawa Ziel pergi. Ziel yang tidak tahu apa-apa, tidak boleh terkecoh dengan keadaan yang ada. Orthela tidak memiliki niatan buruk. Racun yang sudah masuk ke dalam tubuh Kaira adalah buatan dari orangnya. Meski sudah mendapatkan penawar, tapi masih ada satu penawaran lagi yang harus hati-hati dan perlahan disuntikan ke dalam tubuh Kaira."Ini di mana?" gumam Kaira. Kaira terbangun dari tidurnya yang cukup panjang. Kepalanya terasa berdenyut dan berkunang-kunang. Tempat itu sangat asing, apalagi seseorang yang menatapnya."Kau sudah sadar? Syukurlah. Aku bisa mengembalikanmu tanpa rasa bersalah," ucap Orthela."Kau!" pekik Kaira."Jangan terlalu banyak gerak dan bicar
Kaira belum sadar setelah pengobatan. Tapi, kondisinya berangsur-angsur membaik. Tuan Alrecha dan Nyonya Luna, akhirnya mengetahui kalau keadaan sedang kacau saat ini. Keysana menemani Kaira sembari mengasuh Ziel. Rasya sibuk mengurus gugatan untuk Orthela dan Jay sekeluarga, mengurus pemakaman Grace karena keluarga Grace, semuanya sudah mengakhiri hidupnya sendiri."Grace, sejauh ini..." Jay terdiam dengan kedua matanya yang sembab. "Sejauh ini, aku tidak membencimu. Kau menunjukkan perubahan yang sangat besar. Sebagai rasa terima kasihku, aku akan merawat rumah terakhirmu," lanjutnya. Nyonya Luna mengusap-usap punggung Jay. Jay yang sedang bersimpuh menaburkan bunga di atas gundukan tanah yang masih basah, tangannya terus saja gemetar. Tuan Alrecha tidak banyak bicara. Ia cukup paham dengan perasaa
Jay masuk ke dalam rumah Orthela. Dia menggendong Grace yang sudah tiada. Tidak hanya itu, Paul yang datang berniat membawa Grace tapi dia malah menjadi sasaran utama kemarahan Jay. Jay menarik kerah kemeja yang Paul kenakan. Jay sudah membuat wajah dan tubuh Paul memar, terluka, berdarah, kesakitan, merintih dan memohon.Srek! Srek! Srek! Suara tubuh Paul yang diseret paksa membuat Delon, Orthela dan Loreta terperanjat kaget. Mata mereka terbelalak lebar. Lantai yang Jay lewati, dibanjiri oleh darah yang mengalir dari Paul dan juga Grace. Wajah Jay suram. Sorot matanya begitu tajam. Delon menelan salivanya karena baru kali ini dia melihat ekspresi iblis dari aura Jay. Jay yang ia kenal sebagai suami yang sangat lembut dan hangat tapi kali ini, ekspresinya begitu kejam.“Menarik!” ujar Jay
“Key, Rasya, aku titip Kaira dan Ziel,” ujar Jay.“Kau mau ke mana? Bukankah pengobatan Kaira hampir selesai?” tanya Keysana.“Ada sesuatu yang harus aku kerjakan. Setelah kembali nanti, aku sendiri yang akan menjelaskannya pada Kaira.” Rasya hanya diam saja. Jay meminta Rasya supaya tetap berada di rumah sakit untuk menjaga situasi di sana. Jay menggenggam erat surat dari Grace yang di dalamnya ternyata ada chip milik Orthela. Jay berfikir kalau ia tidak bisa sepenuhnya lepas tangan dalam masalah ini dan menyerahkannya pada Delon. Kenangan pahit Delon, tragedi, trauma, masih membekas jelas. Jay tidak ingin malah Delon yang terseret lebih dalam lagi. Langkah dan tindakan Jay cepat. Ia berharap kedatangannya jauh lebih dulu dibandingkan Delon di kediaman Orthela.“Delon, aku ber
Brak!“Akh! Uhuk... Uhuk... Uhuk...” Grace memegang perutnya yang ditendang Orthela. Dari mulutnya, keluar darah segar karena ia tempental dan menabrak sisi meja.Plak! Plak! Ortela menarik rambut Grace. Ia menamparnya berkali-kali. Tapi tidak ada rintihan sakit atau permohonan untuk sekedar meminta ampun.“Meski kau sudah menghilangkan semua jejak, apa kau pikir aku tidak tahu kalau kau sudah mengambilnya untuk sample?” gertak Orthela tanpa melepaskan rambut Grace.“Hahahaha... Aku juga sudah tahu akan berakhir seperti ini.”“Aku melepaskanmu, bukankah seharusnya kau membalas budi padaku?” Mata Orthela mendelik, menatap tajam seakan-akan ia akan menelan Grace hidup-hidup. Grace tidak merasa takut karena sejak awal, dia sudah siap.“Apa ini yang kau sebut sebagai kebebasan?&rd
Jay dihubungi oleh rumah sakit untuk segera datang. Ia langsung bergegas, padahal ia baru saja menemukan cara untuk menemukan penawarnya. Hanya saja, Jay lebih mementingkan untuk datang dan mendengarkan apa ucapan Dr. Crombe.“Dokter sudah menunggumu,” ucap Keysana.“Aku langsung ke sana.” Jay langsung berlari dan menuju ruang Dr. Crombe. Ternyata tidak hanya ada Dr. Crombe saja, tapi ada Dr. Sansan.“Anda sudah datang, Tuan. Silahkan duduk!” pinta Dr. Crombe.“Apa ada sesuatu yang—““Anda tenang dulu. Silahkan Anda minum terlebih dahulu.” Dr. Sansan menenangkan Jay yang sangat gelisah. Di atas meja sudah ada sebuah obat. Jay tidak mengetahui obat apa itu. Ia tidak bisa berfikir jernih. Mungkin karena ia belum siap menerima apa yang akan ia dengar.“Se
Grace kembali ke rumah Orthela. Alamat yang sudah Loreta berikan untuknya. Grace datang tanpa persiapan. Ia hanya datang dengan keyakinan sesuai alur yang akan Tuhan takdirkan.“Grace, bukankah ada satu minggu untukmu bebas?” tanya Loreta.“Tidak ada yang ingin aku nikmati,” jawab Grace. Tidak ada siapapun di rumah. Loreta, Paul dan juga Orthela pergi. Grace belum diberi tugas olehnya. Kesempatan bagi Grace untuk menemukan obat penawar. Ia tidak peduli kalau dirinya sedang dalam pengawasan atau Orthela sudah memasang jebakan.Tap... Tap... Tap... Kakinya melangkah cepat memasuki kamar Paul. Sebelum masuk ke dalam neraka, Grace sudah mengetahui keahlian setiap penghuninya. Di dalam kamar paul, Grace mulai mencari formula untuk menetralkan racun yang ada ditubuh Kaira. Grace men