"TAPI DIMATAKU, KAU SAMA SEKALI TIDAK MEMILIKI SEBUAH HARGA!"
"..."
"..."
Kaira maupun Vanka menoleh ke arah sumber suara yang tegas dan juga terdengar begitu gagah.
"Sayang!" Jay menyambut Kaira dengan merentangkan tangan lalu memeluknya dengan hangat.
"Apa dia sedang membelaku?" batin Kaira sembari membalas pelukan Jay.
"Apa yang di katakan Grace benar, kalau pria ini sudah menikah?" batin Vanka.
Kaira meletakkan telapak tangannya di kening Jay untuk memastikan suhu tubuhnya.
"Menunduk!" pinta Kaira.
Jay menunduk sesuai arah, lalu Kaira menempelkan keningnya di kening Jay karena setelah memeriksa dengan telapak tangan, suhu tubuh Jay normal.
"Aneh... Kata Mama sakit, tapi kenapa dia terlihat segar dan sangat tampan?" batin Kaira.
"Apa ini tidak terlalu dekat?" batin Jay dengan wajah yang memerah.
Jay menarik tangan Kaira menuju kamar, supaya Kaira bisa istirahat. Vanka yang merasa kehadirannya di abaikan, mengepalkan tangannya dan otaknya berputar-putar mencari sebuah ide.
"Presdir!" panggil Vanka sebelum langkah Jay semakin jauh.
"Iya! Ada apa?" jawab Jay ketus.
"Maaf, Presdir. Tapi, setidaknya berikan saya waktu untuk memperkenalkan diri," seru Vanka tanpa rasa malu.
"Oh. Saya tahu namamu, dan kau sadar aku adalah atasmu, itu sudah cukup!" jawab Jay.
"Tapi..."
"Tugasmu mengurus pekerjaan, bukan mengurusku. Satu lagi, kau harus menjaga sikapmu kalau ingin bekerja denganku!" tatapan mata Jay seperti menebas langsung harapan Vanka.
"Rasya, dari mana kau mendapatkan wanita jadi-jadian ini? Tidak masalah kalau Sekretarisku wanita, tapi kenapa yang model seperti ini?" batin Jay.
Jay melanjutkan langkahnya masuk ke dalam kamar bersama Kaira. Rasya merasakan telinganya berdengung dan dadanya berdebar.
"Apa sebentar lagi akan ada badai?" batin Rasya.
Rasya sibuk membawakan koper Kaira dan juga membawa koper Vanka di kamar atas, sehingga Jay tidak bisa langsung mengomelinya.
"Rapi begini, apa Suamiku mau pergi? Bukankah kata Mama sakit? Apa tidak bisa istirahat dulu?" tanya Kaira khawatir.
"Sakit? Haaa... Mama yang mengatakan kalau aku sakit?" tanya Jay.
Jay merebahkan tubuhnya dan meletakkan kepalanya di pangkuan Kaira. Tangan Kaira membelai lembut rambut Jay.
"Bagian mana yang sakit?" tanya Kaira.
Jay menunjuk pada menaranya yang tertutup oleh celana. Kaira terkejut melihat Jay yang begitu iseng menggodanya.
"Haaaa?"
"Sakit terhimpit celana," gumam Jay dengan suara yang begitu lirih.
"Apa yang ada di pikiran pria ini hanya itu... Ha? Itu?" batin Kaira sembari ingatannya tentang malam itu terpampang jelas.
"Kenapa wajahnya memerah? Apa yang di bayangkannya?" batin Jay.
Jay merubah posisinya menjadi duduk, lalu kedua tangannya mendorong pundak Kaira hingga tergeletak di atas ranjang.
"Jay!" pekik Kaira.
"Bukankah Istriku ingin tahu, aku sakit atau tidak?"
"Tentu saja!" jawab Kaira.
"Apa yang pria liar ini rencanakan?" batin Kaira penuh dengan curiga.
"Bukankah harus di lihat dari stamina? Istriku yang harus menilainya, apa tenagaku berkurang dari kemarin atau malah semakin bertambah," bisik Jay sembari meniup telinga Kaira yang sangat sensitif.
TOK... TOK... TOK...
"Tuan muda!" suara Rasya terdengar dari luar kamar.
"Anu... Itu Pak Rasya manggul," ucap Kaira.
"Si pengganggu itu!" pekik Jay kesal.
Jay kemudian melepaskan Kaira dan turun dari ranjang untuk membuka pintu. Rasya terkejut dengan ekspresi wajah Jay yang seakan-akan ingin menelannya hidup-hidup.
"Tuan Muda..."
"Apa tidak bisa kalau tidak mengganggu yang pengantin baru ini?" ketus Jay.
"Ada Tuan Bran di depan."
"Kenapa tidak bisa menghargai aku yang masih jomblo?" batin Rasya.
"Sudah, temui dulu tamunya," seru Kaira.
Jay mengganti pakaiannya yang kusut karena sudah di pakai berbaring. Kaira menikmati pemandangan tubuh Jay dengan menahan air liurnya. Tanpa sadar, Kaira memeluk Jay dari belakang, tangannya meraba perut Jay yang seperti roti sobek dan juga dadanya yang keras berotot.
"Apa boleh kalau aku tidak menemui tamunya?" ucap Jay merajuk.
"Apa gara-gara aku menggodanya? Aku tidak bermaksud menggoda karena aku sendiri yang tergoda," batin Kaira.
Kaira memandang lekat bibir Jay. Lalu, kedua tangan Kaira menyentuh kedua pipi Jay dan menuntunnya untuk menunduk. Kaira menjinjitkan kakinya lalu setelah posisinya sudah pas, Kaira mulai mencium bibir Jay.
Awalnya, Jay terkejut dengan tindakan Kaira tapi Jay langsung membalas ciuman Kaira. Jay mengangkat tubuh Kaira tanpa melepaskan pagutan bibirnya. Jay membaringkan tubuh Kaira ke atas ranjang. Tangan Jay mulai membuka tali dress Kaira yang berada di pundak. Bibir Jay bergeser turun mencium leher dan juga menggigit pundak Kaira.
Sesuatu terasa menggelitik dan membuat darah berdesir penuh keinginan lebih. Ketika Jay hendak membuka kemejanya yang belum terkancing, suara langkah kaki terdengar menuju kamarnya.
TOK... TOK... TOK...
"Tuan! Tuan Bran membawa surat kontraknya," wajah Jay seketika kesal ketika Rasya mengganggu ritualnya.
"Nanti bisa di lanjutkan. Temui dulu tamunya," ujar Kaira sembari mencium pipi Jay.
"Baiklah, Istriku!" Jay membalas kecupan Kaira.
Jay sudah merapikan pakaiannya dan juga sudah keluar dari kamar. Kaira membuka ponselnya dan berusaha mencari sosial media milik Vanka.
"Mama bohong soal Jay yang sakit. Mama pasti sengaja mengirimku datang ke sisi Jay. Tapi kenapa ya?" batin Kaira.
***
Di sisi lain, Nyonya Luna tengah berada di sebuah pemakanan. Pemakaman itu tidak pernah tanpa taburan bunga. Bunganya selalu ganti setiap hari.
"Meisya, Mama datang lagi hari ini. Mama tidak akan tenang sebelum mereka di hukum. Sekarang, Kakakmu sudah menemukan seorang Istri yang akan membantu Kakakmu membuka mata," ucap Nyonya Luna.
"Meisya, Mama pulang dulu. Besok, Mama akan datang lagi."
Saat perusahaan milik Keluarga Jay masih kecil dan belum stabisl, Jay ingin menikahi Grace. Tapi, keluarga Grace ingin Grace menikah dengan pria kaya.
Jay hampir di buat gila supaya Jay tidak lagi mengganggu Grace. Grace menikah dengan orang kaya dan meninggalkan Jay yang saat itu bukan siapa-siapa.
Hal yang paling Nyonya Luna sesali adalah kejadian di hari pernikahan Grace. Keluarga Grace membakar rumah Jay, supaya Jay tidak memiliki waktu untuk mengacau.
Naas, Adik Jay yang bernama Meisya baru kembali dari rumah sakit. Tenaganya yang belum pulih, harus menghirup asap yang tebal sehingga tenaganya habis. Jay masih di kantor dan tidak mengetahuinya. Nyonya Luna dan Tuan Alrecha tengah berbelanja di supermarket terdekat.
Meisya di jaga oleh Dokter dan juga Bibi Ning, pengasuh Jay dan juga Meisya. Api yang besar dan cepat merambat, membuat mereka bertiga terjebak. Ketika Dokter Weni akan mendorong Meisya supaya Meisya bisa selamat, tapi bangunan rumah sudah roboh. Mereka bertiga tidak bisa menyelamatkan diri dan terkubur dalam bangunan yang penuh dengan api.
Jay terpuruk, begitupun dengan dengan Nyonya Luna dan Tuan Alrecha. Karena uang, keluarga Grace selamat dari hukuman. Bersamaan dengan sebuah musibah, ada sebuah rezeki. Saham di perusahaan Jay melonjak tinggi.
Hal pertama yang Jay pikirkan adalah membalas rasa sakit keluarganya. Hanya saja, Jay belum tahu akan memulai dari mana.
"Mulailah dari Vanka. Kaira akan membantumu, Jay!" batin Nyonya Luna.
***
Vanka membuatkan minuman untuk para tamu, lalu duduk bersama untuk merangkum hasil meeting bersama Tuan Bran perihal kontrak.
Tuan Bran menatap Vanka seperti tidak menyukainya. Jay berbisik pada Rasya untuk meminta Rasya memanggil Kaira.
"Minta Nyonya untuk menemaniku meeting," bisik Jay.
Pintu kamar tidak terkunci dan Rasya melihat Kaira tengah fokus pada ponselnya. Rasya memilih untuk menunggu sebentar sampai Kaira menyadari kehadirannya.
"Hah? Bukaankah ini Grace dan..."
"Nyonya!"
"Eh, Pak Rasya! Ada apa?"
"Tuan meminta Nyonya untuk menemaninya meeting."
"Aku akan bersiap dulu."
Kaira melepas kacamata cupunya dan memoles sedikit wajahnya dengan make up tipis. Sebagai Istri dari orang ternama, Kaira harus pintar menempatka diri.
Dres ungu dan juga rambut yang di biarkan terurai, membuat Kaira semakin mempesona. Rasya menunjukan ruangan meeting pada Kiara.
Kedatangan Kaira di sambut hangat oleh Tuan Bran dan juga orang-orangnya. Tapi...
"Ha? Mereka bicara apa?" wajah cantik Kaira menjadi terlihat bodoh setelah mendengar bahasa asing.
"Haahahahaha...""Berhenti menertawakanku!" sungut Kaira."Istriku begitu lucu. Aku sampai tidak bisa berhenti tertawa," jawab Jay.BUKKKKK... Kaira melemparkan bantal pada wajah Jay. Sejak keluar dari ruang meeting, Jay tidak berhenti tertawa karena teringat ekspresi wajah Kaira yang seperti wanita bodoh. Kaira yang tidak panda berbahasa asing, hanya duduk diam dengan ekspresi wajah yang di buat setenang mungkin."Ap kau menganggapku bodoh?" Kiara mengeluarkan senjata yang paling ampuh, yaitu airmata."Aku bilang kalau Istriku lucu, bukan bodoh!""HUAAAAAAAA... Kau menindasku!""Sayang, jangan menangis! Aku minta, oke. Aku yang bodoh! Aku, bukan Istriku!" Jay kelabakan karena Kaira menangis di depan matanya."Coba mengaku sekali lagi, kalau kau bodoh da
Suasana semakin menegangkan setelah Kaira mendapatkan satu tamparan keras pada pipi kanannya. Kancing bajunya juga sudah berserakan di atas lantai. Kaira menutup dadanya menggunakan kedua tangannya karena Kaira sudah tidak menggunakan bra di saat malam hari tiba. Tenaga pria itu jauh lebih kuat dari bayangan Kaira. Kaira berusaha sebisa mungkin melepaskan diri supaya bisa lari. Lari sejauh yang dia bisa. Berulang kali pria itu menampar Kaira hingga wajahnya penuh dengan lebam. Naura membalasnya dengan mencakar wajah pria itu dengan kukunya."Wanita sialan!" bentaknya. Pria itu menancapkan pisau kecil di leher Kaira, supaya membuat Kaira tidak melawannya. Namun, Kaira memilih mati dengan cara tidak hormat, dibandingkan dengan menyerahkan segala kehormatannya."Kau benar-benar ingin mati ru
PLAKKK! Jay menyentuh pipinya yang terkena tamparan begitu keras oleh tangan lembut Nyonya Luna. Sorot mata kemarahan dan kecewa tak bisa lagi Jay hindari."Ma...""Mama mendatangkan Istrimu untuk menjagamu dari godaan, tapi kau menjaga Istrimu saja tidak becus. Jay, kau sama sekali tidak berguna menjadi seorang suami!" teriak Nyonya Luna. Jay terdiam. Jay tidak bisa membantah karena apa yang di katakan oleh Nyonya Luna adalah sebuah kenyataan."Mama benar. Aku seorang Suami yang tidak berguna," jawab Jay sembari menundukkan kepalanya."Sebelum Kaira bangun, Mama ingin kau sudah menemukan siapa orang yang ingin melukai Menantu Mama!""Jay tititp Kaira," ucap Jay. Jay meninggalkan Rumah Sakit dan langsung menuju villa, tempat dimana Kaira mendapatkan perlakuan yang sangat tidak
"Ma, Kaira istriku, tentu saja aku mencintainya!" jawab Jay."Menggunakan hatimu yang telah lama kosong?" Nyonya Luna terus mendesak Jay."Ma...""Jawab Jay!" ucap Nyonya Luna dengan nada yang cukup keras."Aku tidak tahu. Aku hanya tahu kalau aku mencintainya karena Kaira adalah istriku!""Lebih baik kau jangan menemui Kaira. Kaira biar Mama yang jaga. Aku sangat tidak rela, Kaira tersentuh oleh tangan tanpa cinta!" ucap Nyonya Luna dengan amarah yang di tahannya."Ma, Kaira istriku! Bagaimana bisa Mama menjauhkannya dariku?" tolak Jay."Jay, menjadi istri tanpa cinta, akan sulit. Kau hanya mencintainya karena statusmu suaminya, bukan?""Apa aku salah?""Jay, kalau kau mencintai Kaira dengan status, bagaimana jadinya kalau ada orang ketiga masuk yang akan membuatmu jatuh cinta dalam setiap hal?" jelas Nyonya L
Satu bulan telah berlalu sejak kejadian itu. Hubungan Jay dan Kaira juga baik-baik saja. Tapi, Kaira sedikit menjaga jarak bahkan sedikit sekali bicara. Kaira sudah kembali bekerja untuk mengisi waktu luangnya agar tidak terlalu memikirkan kejadian yang masih saja membuatnya ketakutan."Kaira!" teriak Lily."Bisakah kau kecilkan suaramu?" Luka di leher Kaira sudah sembuh tapi bekasnya tidak akan hilang. Sama halnya dengan perasaan. Kasus selesai, tapi trauma masih berjalan. Pernikahan Kaira dan Jay masih menjadi sebuah rahasia. Entah kapan, Jay akan mengungkapkan siapa sebenarnya Istrinya di depan publik."Kau, apa kau baik-baik saja?" tanya Lily khawatir. Sejak masuk kembali bekerja, Kaira bersikap dingin, banyak diam, tidak seperti dulu. A
Kaira tertidur dalam pelukan Jay di atas ranjang hotel yang sudah Jay siapkan untuk memperbaiki hubungan mereka. Sayangnya, semuanya tidak berjalan dengan lancar karena Kaira tiba-tiba ketakutan tanpa sebab."Sebenarnya, apa yang kau takutkan?" gumam Jay sembari memandangi wajah Kaira yang pucat.(TIGA JAM SEBELUMNYA)"Kaira, kau kenapa sayang?" tanya Jay panik."Jangan mendekat!" teriak Kaira bahkan tangan Jay di tepis begitu saja. Jay tahu sejak kejadian di Jepang Kaira menjadi takut dengan orang baru sehingga ketika menyiapkan makan malam, Jay meminta pelayan di rumahnya untuk menyiapkan semua tanpa adanya orang baru."Sayang, tenang! Ini aku," ucap Jay lembut. Dengan tangis pilu, mata yang memerah, Kaira menatap Jay yang berlutut di hadapan
Tidak ada yang aneh dengan pertanyaan Nyonya Luna. Jay juga bisa menjawab dengan tegas. Respon Nyonya Luna yang membuat Jay sedikit heran atau lebih tepatnya tidak menyangka kalau Nyonya Luna begitu peduli dengan Kaira."Mama berharap, kau tidak berubah bagaimanapun keadaan Kaira. Bagi Mama, Kaira adalah pilihan sempurna," ucap Nyonya Luna tanpa ragu."Ma, aku bukan pria yang berfikiran sempit," jelas Jay."Kalau begitu, kalian tinggal di rumah Mama untuk sementara waktu.""Kenapa?" tolak Jay."Jay, kamu tidak bisa mendampingi Kaira. Apa kamu tidak ingat, jadwal dinas 2 tahun yang sudah kamu setujui?""Bisakah di batalkan? Aku ingin membawanya bersamamu," ucap Jay lesu."Tidak! Mama tidak akan membiarkanmu mengabaikan Kaira dan terjadi lagi insiden seperti kemarin," tolak Nyonya Luna dengan tegas.
"Tuan, apakah harus seperti ini? Baru saja 3 hari lalu bertemu dan sekarang ingin bertemu dengan Nona Grace?" tanya Rasya."Rencana harus di jalankan sesuai dengan baik. Full dan tidak setengah-setengah, bukan?""Benar, tapi Nyonya...""Kau jalani saja tugasmu. Nyonya akan menjadi urusanku," jawab Jay. Tidak ada yang bisa menerka ataupun mengira-ira isi kepala Jay. Semuanya seperti sebuah misteri. Jay begitu sensitif, dingin bahkan sangat tidak ramah setelah kondisi mental Kaira tergoncang. Jay terus menerus menyalahkan dirinya karena lalai. Wanita satu-satunya yang Jay cintai, harus menderita akibat sebuah trauma yang mendalam dalam hidupnya.BRUMMM... BRUMMM... BRUMMM... Mobil yang di kendarai Rasya untuk mengantar Jay menemui Grace sudah masuk ke dalam padatnya jalanan.
Sebuah kesepakatan akhirnya terjalin setelah Jay dan Loreta saling berjabat tangan. Rasya bisa menghela napasnya sedikit lega membiarkan Tuannya itu pergi bersama Loreta.Perjanjian itu akan terpenuhi setelah Loreta mempertemukan Jay dan Kaira. Lalu, Jay melepaskan Orthela untuk kembali ke negara asalnya.Perseteruan sudah cukup membuat kacau. Loreta tidak ingin semuanya berlanjut semakin jauh karena banyak hal yang terbengkalai karena masalah yang tidak juga kunjung selesai.Loreta membawa Jay pergi ke tempat pemakaman. Pria tersebut menyipitkan matanya heran sembari melirik curiga ke arah Loreta.“Apa yang kau rencanakan dengan membawaku ke sini?” tanya Jay. Bariton suara yang tegas itu, membuat sekujur tubuh Loreta merinding.“Anda jangan salah paham, Tuan. Saya membawa Anda ke sini bukan tanpa sebab,” ujar Loreta.Dari pandangan yang cukup jauh, terlihat dua orang sedang menghadap ke salah satu makam yang tidak asing. Jay berlari tidak sabar ingin segera memeluk wanita yang be
"Jangan mendekat!" teriak Kaira. Rasanya cukup mengerikan. Kaira menjadi ketakutan. Ia berusaha pergi meski cukup sulit, tapi Orthela sudah lebih dulu memegang kendali kursi rodanya."Kenapa kau tkut? Bukankah aku sudah cukup membuatmu tenang? Kau bahkan sudah melihat bagaimana aku sangat menyesal," kata Orthela. Ia bahkan tidak merubah ekspresinya. Tetap terlihat sangat menyedihkan."Pergi! Aku memiliki keluargaku sendiri, Orthela. Aku tidak akan pernah pergi denganmu. Tidak akan pernah!" teriak Kaira."Bagaimana kalau Ziel sudah bersamaku? Apa kau tetap akan menolakku?""Apa? Kau menyandera Ziel? Orthela, dia tidak tahu apapun. Ziel msih anak-anak." Pada dasarnya, Kaira bukan wanita yang pandai mengumpat atau berkata kasar. Ia hanya berteriak meluapkan emosinya dengan kata-kata yang masih tertata dengan lembut."Aku tahu kalau kau akan menolakku. Maafkan
Tiga hari Kaira menghilang. Orang yang paling tertekan dan hampir gila adalah Jay. Jay yang tidak pernah menggunakan kekuasaannya, sekarang menekan semua orang untuk mencari Kaira sampai Kaira ditemukan. Nyonya Luna membawa Ziel pergi. Ziel yang tidak tahu apa-apa, tidak boleh terkecoh dengan keadaan yang ada. Orthela tidak memiliki niatan buruk. Racun yang sudah masuk ke dalam tubuh Kaira adalah buatan dari orangnya. Meski sudah mendapatkan penawar, tapi masih ada satu penawaran lagi yang harus hati-hati dan perlahan disuntikan ke dalam tubuh Kaira."Ini di mana?" gumam Kaira. Kaira terbangun dari tidurnya yang cukup panjang. Kepalanya terasa berdenyut dan berkunang-kunang. Tempat itu sangat asing, apalagi seseorang yang menatapnya."Kau sudah sadar? Syukurlah. Aku bisa mengembalikanmu tanpa rasa bersalah," ucap Orthela."Kau!" pekik Kaira."Jangan terlalu banyak gerak dan bicar
Kaira belum sadar setelah pengobatan. Tapi, kondisinya berangsur-angsur membaik. Tuan Alrecha dan Nyonya Luna, akhirnya mengetahui kalau keadaan sedang kacau saat ini. Keysana menemani Kaira sembari mengasuh Ziel. Rasya sibuk mengurus gugatan untuk Orthela dan Jay sekeluarga, mengurus pemakaman Grace karena keluarga Grace, semuanya sudah mengakhiri hidupnya sendiri."Grace, sejauh ini..." Jay terdiam dengan kedua matanya yang sembab. "Sejauh ini, aku tidak membencimu. Kau menunjukkan perubahan yang sangat besar. Sebagai rasa terima kasihku, aku akan merawat rumah terakhirmu," lanjutnya. Nyonya Luna mengusap-usap punggung Jay. Jay yang sedang bersimpuh menaburkan bunga di atas gundukan tanah yang masih basah, tangannya terus saja gemetar. Tuan Alrecha tidak banyak bicara. Ia cukup paham dengan perasaa
Jay masuk ke dalam rumah Orthela. Dia menggendong Grace yang sudah tiada. Tidak hanya itu, Paul yang datang berniat membawa Grace tapi dia malah menjadi sasaran utama kemarahan Jay. Jay menarik kerah kemeja yang Paul kenakan. Jay sudah membuat wajah dan tubuh Paul memar, terluka, berdarah, kesakitan, merintih dan memohon.Srek! Srek! Srek! Suara tubuh Paul yang diseret paksa membuat Delon, Orthela dan Loreta terperanjat kaget. Mata mereka terbelalak lebar. Lantai yang Jay lewati, dibanjiri oleh darah yang mengalir dari Paul dan juga Grace. Wajah Jay suram. Sorot matanya begitu tajam. Delon menelan salivanya karena baru kali ini dia melihat ekspresi iblis dari aura Jay. Jay yang ia kenal sebagai suami yang sangat lembut dan hangat tapi kali ini, ekspresinya begitu kejam.“Menarik!” ujar Jay
“Key, Rasya, aku titip Kaira dan Ziel,” ujar Jay.“Kau mau ke mana? Bukankah pengobatan Kaira hampir selesai?” tanya Keysana.“Ada sesuatu yang harus aku kerjakan. Setelah kembali nanti, aku sendiri yang akan menjelaskannya pada Kaira.” Rasya hanya diam saja. Jay meminta Rasya supaya tetap berada di rumah sakit untuk menjaga situasi di sana. Jay menggenggam erat surat dari Grace yang di dalamnya ternyata ada chip milik Orthela. Jay berfikir kalau ia tidak bisa sepenuhnya lepas tangan dalam masalah ini dan menyerahkannya pada Delon. Kenangan pahit Delon, tragedi, trauma, masih membekas jelas. Jay tidak ingin malah Delon yang terseret lebih dalam lagi. Langkah dan tindakan Jay cepat. Ia berharap kedatangannya jauh lebih dulu dibandingkan Delon di kediaman Orthela.“Delon, aku ber
Brak!“Akh! Uhuk... Uhuk... Uhuk...” Grace memegang perutnya yang ditendang Orthela. Dari mulutnya, keluar darah segar karena ia tempental dan menabrak sisi meja.Plak! Plak! Ortela menarik rambut Grace. Ia menamparnya berkali-kali. Tapi tidak ada rintihan sakit atau permohonan untuk sekedar meminta ampun.“Meski kau sudah menghilangkan semua jejak, apa kau pikir aku tidak tahu kalau kau sudah mengambilnya untuk sample?” gertak Orthela tanpa melepaskan rambut Grace.“Hahahaha... Aku juga sudah tahu akan berakhir seperti ini.”“Aku melepaskanmu, bukankah seharusnya kau membalas budi padaku?” Mata Orthela mendelik, menatap tajam seakan-akan ia akan menelan Grace hidup-hidup. Grace tidak merasa takut karena sejak awal, dia sudah siap.“Apa ini yang kau sebut sebagai kebebasan?&rd
Jay dihubungi oleh rumah sakit untuk segera datang. Ia langsung bergegas, padahal ia baru saja menemukan cara untuk menemukan penawarnya. Hanya saja, Jay lebih mementingkan untuk datang dan mendengarkan apa ucapan Dr. Crombe.“Dokter sudah menunggumu,” ucap Keysana.“Aku langsung ke sana.” Jay langsung berlari dan menuju ruang Dr. Crombe. Ternyata tidak hanya ada Dr. Crombe saja, tapi ada Dr. Sansan.“Anda sudah datang, Tuan. Silahkan duduk!” pinta Dr. Crombe.“Apa ada sesuatu yang—““Anda tenang dulu. Silahkan Anda minum terlebih dahulu.” Dr. Sansan menenangkan Jay yang sangat gelisah. Di atas meja sudah ada sebuah obat. Jay tidak mengetahui obat apa itu. Ia tidak bisa berfikir jernih. Mungkin karena ia belum siap menerima apa yang akan ia dengar.“Se
Grace kembali ke rumah Orthela. Alamat yang sudah Loreta berikan untuknya. Grace datang tanpa persiapan. Ia hanya datang dengan keyakinan sesuai alur yang akan Tuhan takdirkan.“Grace, bukankah ada satu minggu untukmu bebas?” tanya Loreta.“Tidak ada yang ingin aku nikmati,” jawab Grace. Tidak ada siapapun di rumah. Loreta, Paul dan juga Orthela pergi. Grace belum diberi tugas olehnya. Kesempatan bagi Grace untuk menemukan obat penawar. Ia tidak peduli kalau dirinya sedang dalam pengawasan atau Orthela sudah memasang jebakan.Tap... Tap... Tap... Kakinya melangkah cepat memasuki kamar Paul. Sebelum masuk ke dalam neraka, Grace sudah mengetahui keahlian setiap penghuninya. Di dalam kamar paul, Grace mulai mencari formula untuk menetralkan racun yang ada ditubuh Kaira. Grace men