Meskipun dengan susah payah dan menahan nyeri di bagian ujung pahanya, Kaira tetap mengantar Jay ke bandara. Jay akan dinas paling cepat 2 hari dan paling lambat 10 hari.
Pasangan yang baru saja di penuhi dengan cinta, harus terpisah oleh sebuah jarak. Saling percaya adalah sumber kekuatan yang pertama.
Kaira di berikan cuty 3 hari oleh atasannya karena identitas Kaira sebagai Istri Jay masih di sembunyikan dan menjadi sebuah rahasia.
"Sayang, aku harus ke Prancis dulu baru ke Jepang."
"Iya. Jangan lupa memberiku kabar dan jaga kesehatan," ucap Kaira sebelum Jay masuk ke ruang tunggu.
Tuan dan Nyonya Alrecha menemani Kaira selama Jay dinas. Mereka memberikan perhatian pada Kaira bukan hanya sebatas menantu melainkan sudah seperti anak kandung.
Kaira masih merasa canggung, tapi Nyonya Luna selalu memberikan dukungan dan meminta Kaira untuk tidak menganggapnya orang lain.
Setelah sampai di rumah, Kaira hanya berdiam diri di dalam kamar sembari menatap foto pernikahannya dengan Jay.
"Jay, apa semalam kita terlalu gegabah? Harusnya kita saling menguatkan cinta, baru melebur menjadi satu. Apa aku salah kalau aku takut kau meninggalkanku? Bagaimana nasibku kalau Keysana kembali? Harusnya aku tahu diri dan menjauh darimu, bukan?" gumam Kaira.
"Kaira, Mama buatkan jamu untuk menambah stamina," ucap Nyonya Luna yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar Kaira.
"Terimakasih, Ma!" jawab Kaira dengan mata yang memerah.
"Kaira sedang memikirkan apa?"
"Ma, apa Mama akan baik padaku kalau Menantu asli Mama kembali? Lalu, bagaimana denganku Ma?" akhirnya, kegelisahan hati terucap juga dari bibir Kaira.
"Menantu yang akan Mama akui hanya kamu," Nyonya Luna memeluk Kaira seperti seorang Ibu yang tengah menenangkan Putrinya.
***
PARIS CHARLES DE GAULLE AIRPORT
"TIDAK! LEPASKAN AKU! AKU TIDAK SUDI IKUT KALIAN."
"AKU BUKAN NYONYA KALIAN LAGI. AKU SUDAH BERCERAI DENGAN TUAN KALIN."
Jay menoleh pada sumber suara keributan. Seorang wanita yang bertubuh lemah, di biarkan begitu saja menghadapi para pria yang bertubuh besar.
BRUKKKKK
Jay tidak ingin ikut campur, tapi wanita itu berusaha berlari dan melepaskan diri lalu menabrak Jay yang sedang berjalan ke arah pintu keluar.
"Nona, apa kau tidak apa-apa?" Jay membantu wanita muda itu untuk berdiri.
Jay terkejut saat wanita itu menatap ke arahnya. Wajah yang sama sekali tidak ingin dia temui. Wajah yang sangat ingin dia hindari.
"Jay!" wanita itu memeluk Jay dengan erat. "Jay, bantu aku untuk menjauh dari orang-orang itu. Aku ingin kembali ke London," imbuhnya.
"Grace!" Jay tidak membalas pelukannya dan membiarkan Grace berbicara sesuka hatinya.
Tiba-tiba, Grace tidak sadarkan diri setelah mengucapkan beberapa untaian kata maaf.
"Grace, kau kenapa?" Jay langsung menggendongnya dan meminta Rasya cepat menyiapkan mobil.
Pertemuan yang sudah di jadwal dengan Tuan Dron, gagal. Jay memilih untuk membawa Grace ke rumah sakit.
"Tuan, biarkan saya yang menunggu Nona Grace. Anda harus menjaga rumor," Rasya memperingati Jay.
"Aku akan jelaskan pada Kaira," jawab Jay.
Rasya tidak memiliki wewenang untuk berbicara lebih jauh lagi. Soal pribadi, bukanlah menjadi tanggungjawabnya.
"Jay!" panggil Grace yang sudah sadar kembali.
"Iya, Grace," jawab Jay dengan dingin.
"Apa kau marah padaku?" tanya Grace.
"Grace, kau sudah sadar. Aku juga sangat sibuk. Kau bisa mengurus dirimu sendiri."
Grace turun dari tempatnya berbaring dan memeluk Jay yang sudah lama tidak di temuinya.
"Jay, aku takut. Tolong, bawa aku bersamamu."
"Grace, aku sudah menikah. Aku sangat mencintai Istriku. Aku akan membelikanmu tiket dan memastikan kau sampai di London dengan selamat. Aku hanya akan membantumu sebatas ini. Kau sudah bersuami dan aku sudah beristri," jawab Jay dengan tegas sembari melepaskan tangan Grace yang memeluknya.
"Bohong! Seharusnya kau tidak menolongku kalau kau mencintai Istrimu. Jay, aku sudah bercerai!" teriak Grace.
"Aku menolongmu, karena kau orang lain bagiku!"
Jay meninggalkan tiket untuk Grace di atas meja lalu pergi. Garce meremas tiket itu dengan rasa kesal yang membara. Darahnya seperti mendidih di bakar api cemburu.
"Tidak, Jay. Kau hanya boleh menjadi milikku! Kalau aku tidak bisa mendapatkanmu, maka dia juga tidak bisa," gumam Grace.
***
DUA HARI KEMUDIAN
Terdengar kasak kusuk sebuah gosip yang menyebar di kantor. Kaira yang seharusnya cuty 3 hari, hanya menjadi 2 hari karena adanya proyek baru yang membuat karyawan kantor sangat sibuk dan membutuhkan banyak tenaga.
"Wahhhhh... Presdir parah ya," bisik Lily pada Kaira.
"Parah apa?" tanya Kaira santai.
"Nih!" Lily memberikan sebuah majalah yang di dalamnya terdapat berita hot tentang Jay yang sedang bulan madu bersama Istri tercintanya yang tak lain adalah mantan kekasih Jay.
Ada sesuatu yang terasa sakit, berdenyut dan nyeri di dada Kaira. Kaira kembali menata kepercayaannya meskipun rasa sakitnya sangat terasa.
"Aku tidak boleh terpengaruh oleh sebuah rumor," batin Kaira.
"Kai, kenapa kamu diam saja?"
"LIly, ini hanyalah rumor. Kamu jangan terlalu mempercayainya," jawab Kaira.
(Berdering...)Ponsel Kaira berdering. Nomor Nyonya Luna terlihat jelas di layar ponselnya. Kaira langsung gugup seketika.
"Mama? Kenapa Mama menghubungiku?" batin Kaira.
"Kai, ada apa?" tanya Lily.
"Gak ada. Aku angkat telpon dulu sebentar ya!"
Kaira keluar ruangan dan mencari yang aman untuk berbicara pada Nyonya Luna. Nyonya Luna tidak akan menghubungi Kaira di waktu jam kerja jika bukan dikarenakan hal yang mendesak.
"Hallo, Ma!" dengan penuh keberanian, Kaira menerima telpon Nyonya Luna setelah 5 x panggilan tidak di jawabnya.
"KAIRA, KAMU BISA PULANG SEKARANG?"
"Ada apa, Ma? Soal majalah?" tanya Kaira to the point.
"IYA."
"Mama khawatir sama Kaira ya? Ma, itu hanya rumor. Mama jangan percaya itu," ucap Kaira.
"KAIRA, MASALAHNYA TIDAK SESEDERHANA ITU."
"Maksud, Mama?"
***
"Rasya, bagaimana perkembangannya? Apa semua pekerjaan sudah selesai?"
"Wahhhhh... Buru-buru sekali?"
"Aku ingin segera ke Jepang dan membereskan semua pekerjaan. Aku merindukan Istriku," seru Jay dengan wajah yang malu-malu.
"Apa kau sudah menghubungi Nyonya?"
"Belum!"
"Kau belum melihat majalah?" tanya Rasya.
"Apa kau pikir, aku memiliki banyak waktu untuk membaca majalah?"
"Tuanku yang tampan, coba Anda lihat dulu ini," Rasya memberikan majalah dan Jay menjadi sampul utama sembari menggendong Grace.
"Bagaimana bisa hal ini terjadi? Apa majalah ini juga tersebar di London?" tanya Jay dengan gusar.
"Tentu saja!"
"Sialan! Rasya, buat perhitungan dengan perusahaan yang sudah menerbitkan berita ini. Jangan memberikan mereka belas kasih sedikitpun!" teriak Jay sembari membuang majalah yag di berikan Rasya padanya.
Rasya sibuk mencari informasi, sedangkan Jay sibuk menghubungi Kaira yang sedari tadi terus menolak panggilannya.
"Sayang, ayolah angkat. Aku ingin menjelaskan supaya tidak terjadi salah paham di antata kita."
"Rasya, apa masih ada penerbangan ke London hari ini?" tanya Jay"Masih!" jawab Rasya."Pesankan aku tiket. Aku harus menemui Istriku.""Pekerjaan?""Ada kau, semua pasti beres.""Aku?" seru Rasya."Kau tinggallah di sini. Aku harus menjelaskannya pada Istriku sebelum semuanya semakin kacau.""Ke Jepang?" tanya Rasya."Setelah menjelaskannya, aku akan segera kembali ke sini.""Cih, kekuatan cinta!" batin Rasya menggerutu.***LONDON... Jay sampai di rumah sekitar tengah malam. Semua orang sudah tertidur termasuk Kaira. Jay melihat mobil Tuan A
Wanita itu langsung menemui Direktur Winny dan mengabaikan Kaira. Kaira juga wanita yang cuek, simple dan tidak suka dengan sesuatu yang berbelit."Aku sudah minta maaf, jadi semua sudah beres," batin Kaira sembari masuk ke dalam ruangannya. Lily memberika setumpuk kertas untuk Kaira periksa, bahkan sebelum duduk dengan benar. Kaira menghela nafas melihat setumpuk kertas yang membuat kepalanya langsung berdenyut."Aduhhh... Pinggangku sakit tapi aku harus duduk lama di kursi ini dan bersenandung dengan kertas-kertas ini," gumam Kaira."Hei, Kai!" bisik Lily."Lily, jangan bisik-bisik!" ucap Kaira sembari menyibakkan rambutnya. Lily menatap Kaira dengan pandangan curiga setelah melihat beberapa tanda merah di leher dan bawah telinga Kaira."Kai...""Apa?" Kaira belum menyadari
"TAPI DIMATAKU, KAU SAMA SEKALI TIDAK MEMILIKI SEBUAH HARGA!""...""..." Kaira maupun Vanka menoleh ke arah sumber suara yang tegas dan juga terdengar begitu gagah."Sayang!" Jay menyambut Kaira dengan merentangkan tangan lalu memeluknya dengan hangat."Apa dia sedang membelaku?" batin Kaira sembari membalas pelukan Jay."Apa yang di katakan Grace benar, kalau pria ini sudah menikah?" batin Vanka. Kaira meletakkan telapak tangannya di kening Jay untuk memastikan suhu tubuhnya."Menunduk!" pinta Kaira. Jay menunduk sesuai arah, lalu Kaira menempelkan keningnya di kening Jay karena setelah memeriksa dengan telapak tangan, suhu tubuh Jay normal."Aneh... Kata Mama sakit, tapi kenapa dia ter
"Haahahahaha...""Berhenti menertawakanku!" sungut Kaira."Istriku begitu lucu. Aku sampai tidak bisa berhenti tertawa," jawab Jay.BUKKKKK... Kaira melemparkan bantal pada wajah Jay. Sejak keluar dari ruang meeting, Jay tidak berhenti tertawa karena teringat ekspresi wajah Kaira yang seperti wanita bodoh. Kaira yang tidak panda berbahasa asing, hanya duduk diam dengan ekspresi wajah yang di buat setenang mungkin."Ap kau menganggapku bodoh?" Kiara mengeluarkan senjata yang paling ampuh, yaitu airmata."Aku bilang kalau Istriku lucu, bukan bodoh!""HUAAAAAAAA... Kau menindasku!""Sayang, jangan menangis! Aku minta, oke. Aku yang bodoh! Aku, bukan Istriku!" Jay kelabakan karena Kaira menangis di depan matanya."Coba mengaku sekali lagi, kalau kau bodoh da
Suasana semakin menegangkan setelah Kaira mendapatkan satu tamparan keras pada pipi kanannya. Kancing bajunya juga sudah berserakan di atas lantai. Kaira menutup dadanya menggunakan kedua tangannya karena Kaira sudah tidak menggunakan bra di saat malam hari tiba. Tenaga pria itu jauh lebih kuat dari bayangan Kaira. Kaira berusaha sebisa mungkin melepaskan diri supaya bisa lari. Lari sejauh yang dia bisa. Berulang kali pria itu menampar Kaira hingga wajahnya penuh dengan lebam. Naura membalasnya dengan mencakar wajah pria itu dengan kukunya."Wanita sialan!" bentaknya. Pria itu menancapkan pisau kecil di leher Kaira, supaya membuat Kaira tidak melawannya. Namun, Kaira memilih mati dengan cara tidak hormat, dibandingkan dengan menyerahkan segala kehormatannya."Kau benar-benar ingin mati ru
PLAKKK! Jay menyentuh pipinya yang terkena tamparan begitu keras oleh tangan lembut Nyonya Luna. Sorot mata kemarahan dan kecewa tak bisa lagi Jay hindari."Ma...""Mama mendatangkan Istrimu untuk menjagamu dari godaan, tapi kau menjaga Istrimu saja tidak becus. Jay, kau sama sekali tidak berguna menjadi seorang suami!" teriak Nyonya Luna. Jay terdiam. Jay tidak bisa membantah karena apa yang di katakan oleh Nyonya Luna adalah sebuah kenyataan."Mama benar. Aku seorang Suami yang tidak berguna," jawab Jay sembari menundukkan kepalanya."Sebelum Kaira bangun, Mama ingin kau sudah menemukan siapa orang yang ingin melukai Menantu Mama!""Jay tititp Kaira," ucap Jay. Jay meninggalkan Rumah Sakit dan langsung menuju villa, tempat dimana Kaira mendapatkan perlakuan yang sangat tidak
"Ma, Kaira istriku, tentu saja aku mencintainya!" jawab Jay."Menggunakan hatimu yang telah lama kosong?" Nyonya Luna terus mendesak Jay."Ma...""Jawab Jay!" ucap Nyonya Luna dengan nada yang cukup keras."Aku tidak tahu. Aku hanya tahu kalau aku mencintainya karena Kaira adalah istriku!""Lebih baik kau jangan menemui Kaira. Kaira biar Mama yang jaga. Aku sangat tidak rela, Kaira tersentuh oleh tangan tanpa cinta!" ucap Nyonya Luna dengan amarah yang di tahannya."Ma, Kaira istriku! Bagaimana bisa Mama menjauhkannya dariku?" tolak Jay."Jay, menjadi istri tanpa cinta, akan sulit. Kau hanya mencintainya karena statusmu suaminya, bukan?""Apa aku salah?""Jay, kalau kau mencintai Kaira dengan status, bagaimana jadinya kalau ada orang ketiga masuk yang akan membuatmu jatuh cinta dalam setiap hal?" jelas Nyonya L
Satu bulan telah berlalu sejak kejadian itu. Hubungan Jay dan Kaira juga baik-baik saja. Tapi, Kaira sedikit menjaga jarak bahkan sedikit sekali bicara. Kaira sudah kembali bekerja untuk mengisi waktu luangnya agar tidak terlalu memikirkan kejadian yang masih saja membuatnya ketakutan."Kaira!" teriak Lily."Bisakah kau kecilkan suaramu?" Luka di leher Kaira sudah sembuh tapi bekasnya tidak akan hilang. Sama halnya dengan perasaan. Kasus selesai, tapi trauma masih berjalan. Pernikahan Kaira dan Jay masih menjadi sebuah rahasia. Entah kapan, Jay akan mengungkapkan siapa sebenarnya Istrinya di depan publik."Kau, apa kau baik-baik saja?" tanya Lily khawatir. Sejak masuk kembali bekerja, Kaira bersikap dingin, banyak diam, tidak seperti dulu. A
Sebuah kesepakatan akhirnya terjalin setelah Jay dan Loreta saling berjabat tangan. Rasya bisa menghela napasnya sedikit lega membiarkan Tuannya itu pergi bersama Loreta.Perjanjian itu akan terpenuhi setelah Loreta mempertemukan Jay dan Kaira. Lalu, Jay melepaskan Orthela untuk kembali ke negara asalnya.Perseteruan sudah cukup membuat kacau. Loreta tidak ingin semuanya berlanjut semakin jauh karena banyak hal yang terbengkalai karena masalah yang tidak juga kunjung selesai.Loreta membawa Jay pergi ke tempat pemakaman. Pria tersebut menyipitkan matanya heran sembari melirik curiga ke arah Loreta.“Apa yang kau rencanakan dengan membawaku ke sini?” tanya Jay. Bariton suara yang tegas itu, membuat sekujur tubuh Loreta merinding.“Anda jangan salah paham, Tuan. Saya membawa Anda ke sini bukan tanpa sebab,” ujar Loreta.Dari pandangan yang cukup jauh, terlihat dua orang sedang menghadap ke salah satu makam yang tidak asing. Jay berlari tidak sabar ingin segera memeluk wanita yang be
"Jangan mendekat!" teriak Kaira. Rasanya cukup mengerikan. Kaira menjadi ketakutan. Ia berusaha pergi meski cukup sulit, tapi Orthela sudah lebih dulu memegang kendali kursi rodanya."Kenapa kau tkut? Bukankah aku sudah cukup membuatmu tenang? Kau bahkan sudah melihat bagaimana aku sangat menyesal," kata Orthela. Ia bahkan tidak merubah ekspresinya. Tetap terlihat sangat menyedihkan."Pergi! Aku memiliki keluargaku sendiri, Orthela. Aku tidak akan pernah pergi denganmu. Tidak akan pernah!" teriak Kaira."Bagaimana kalau Ziel sudah bersamaku? Apa kau tetap akan menolakku?""Apa? Kau menyandera Ziel? Orthela, dia tidak tahu apapun. Ziel msih anak-anak." Pada dasarnya, Kaira bukan wanita yang pandai mengumpat atau berkata kasar. Ia hanya berteriak meluapkan emosinya dengan kata-kata yang masih tertata dengan lembut."Aku tahu kalau kau akan menolakku. Maafkan
Tiga hari Kaira menghilang. Orang yang paling tertekan dan hampir gila adalah Jay. Jay yang tidak pernah menggunakan kekuasaannya, sekarang menekan semua orang untuk mencari Kaira sampai Kaira ditemukan. Nyonya Luna membawa Ziel pergi. Ziel yang tidak tahu apa-apa, tidak boleh terkecoh dengan keadaan yang ada. Orthela tidak memiliki niatan buruk. Racun yang sudah masuk ke dalam tubuh Kaira adalah buatan dari orangnya. Meski sudah mendapatkan penawar, tapi masih ada satu penawaran lagi yang harus hati-hati dan perlahan disuntikan ke dalam tubuh Kaira."Ini di mana?" gumam Kaira. Kaira terbangun dari tidurnya yang cukup panjang. Kepalanya terasa berdenyut dan berkunang-kunang. Tempat itu sangat asing, apalagi seseorang yang menatapnya."Kau sudah sadar? Syukurlah. Aku bisa mengembalikanmu tanpa rasa bersalah," ucap Orthela."Kau!" pekik Kaira."Jangan terlalu banyak gerak dan bicar
Kaira belum sadar setelah pengobatan. Tapi, kondisinya berangsur-angsur membaik. Tuan Alrecha dan Nyonya Luna, akhirnya mengetahui kalau keadaan sedang kacau saat ini. Keysana menemani Kaira sembari mengasuh Ziel. Rasya sibuk mengurus gugatan untuk Orthela dan Jay sekeluarga, mengurus pemakaman Grace karena keluarga Grace, semuanya sudah mengakhiri hidupnya sendiri."Grace, sejauh ini..." Jay terdiam dengan kedua matanya yang sembab. "Sejauh ini, aku tidak membencimu. Kau menunjukkan perubahan yang sangat besar. Sebagai rasa terima kasihku, aku akan merawat rumah terakhirmu," lanjutnya. Nyonya Luna mengusap-usap punggung Jay. Jay yang sedang bersimpuh menaburkan bunga di atas gundukan tanah yang masih basah, tangannya terus saja gemetar. Tuan Alrecha tidak banyak bicara. Ia cukup paham dengan perasaa
Jay masuk ke dalam rumah Orthela. Dia menggendong Grace yang sudah tiada. Tidak hanya itu, Paul yang datang berniat membawa Grace tapi dia malah menjadi sasaran utama kemarahan Jay. Jay menarik kerah kemeja yang Paul kenakan. Jay sudah membuat wajah dan tubuh Paul memar, terluka, berdarah, kesakitan, merintih dan memohon.Srek! Srek! Srek! Suara tubuh Paul yang diseret paksa membuat Delon, Orthela dan Loreta terperanjat kaget. Mata mereka terbelalak lebar. Lantai yang Jay lewati, dibanjiri oleh darah yang mengalir dari Paul dan juga Grace. Wajah Jay suram. Sorot matanya begitu tajam. Delon menelan salivanya karena baru kali ini dia melihat ekspresi iblis dari aura Jay. Jay yang ia kenal sebagai suami yang sangat lembut dan hangat tapi kali ini, ekspresinya begitu kejam.“Menarik!” ujar Jay
“Key, Rasya, aku titip Kaira dan Ziel,” ujar Jay.“Kau mau ke mana? Bukankah pengobatan Kaira hampir selesai?” tanya Keysana.“Ada sesuatu yang harus aku kerjakan. Setelah kembali nanti, aku sendiri yang akan menjelaskannya pada Kaira.” Rasya hanya diam saja. Jay meminta Rasya supaya tetap berada di rumah sakit untuk menjaga situasi di sana. Jay menggenggam erat surat dari Grace yang di dalamnya ternyata ada chip milik Orthela. Jay berfikir kalau ia tidak bisa sepenuhnya lepas tangan dalam masalah ini dan menyerahkannya pada Delon. Kenangan pahit Delon, tragedi, trauma, masih membekas jelas. Jay tidak ingin malah Delon yang terseret lebih dalam lagi. Langkah dan tindakan Jay cepat. Ia berharap kedatangannya jauh lebih dulu dibandingkan Delon di kediaman Orthela.“Delon, aku ber
Brak!“Akh! Uhuk... Uhuk... Uhuk...” Grace memegang perutnya yang ditendang Orthela. Dari mulutnya, keluar darah segar karena ia tempental dan menabrak sisi meja.Plak! Plak! Ortela menarik rambut Grace. Ia menamparnya berkali-kali. Tapi tidak ada rintihan sakit atau permohonan untuk sekedar meminta ampun.“Meski kau sudah menghilangkan semua jejak, apa kau pikir aku tidak tahu kalau kau sudah mengambilnya untuk sample?” gertak Orthela tanpa melepaskan rambut Grace.“Hahahaha... Aku juga sudah tahu akan berakhir seperti ini.”“Aku melepaskanmu, bukankah seharusnya kau membalas budi padaku?” Mata Orthela mendelik, menatap tajam seakan-akan ia akan menelan Grace hidup-hidup. Grace tidak merasa takut karena sejak awal, dia sudah siap.“Apa ini yang kau sebut sebagai kebebasan?&rd
Jay dihubungi oleh rumah sakit untuk segera datang. Ia langsung bergegas, padahal ia baru saja menemukan cara untuk menemukan penawarnya. Hanya saja, Jay lebih mementingkan untuk datang dan mendengarkan apa ucapan Dr. Crombe.“Dokter sudah menunggumu,” ucap Keysana.“Aku langsung ke sana.” Jay langsung berlari dan menuju ruang Dr. Crombe. Ternyata tidak hanya ada Dr. Crombe saja, tapi ada Dr. Sansan.“Anda sudah datang, Tuan. Silahkan duduk!” pinta Dr. Crombe.“Apa ada sesuatu yang—““Anda tenang dulu. Silahkan Anda minum terlebih dahulu.” Dr. Sansan menenangkan Jay yang sangat gelisah. Di atas meja sudah ada sebuah obat. Jay tidak mengetahui obat apa itu. Ia tidak bisa berfikir jernih. Mungkin karena ia belum siap menerima apa yang akan ia dengar.“Se
Grace kembali ke rumah Orthela. Alamat yang sudah Loreta berikan untuknya. Grace datang tanpa persiapan. Ia hanya datang dengan keyakinan sesuai alur yang akan Tuhan takdirkan.“Grace, bukankah ada satu minggu untukmu bebas?” tanya Loreta.“Tidak ada yang ingin aku nikmati,” jawab Grace. Tidak ada siapapun di rumah. Loreta, Paul dan juga Orthela pergi. Grace belum diberi tugas olehnya. Kesempatan bagi Grace untuk menemukan obat penawar. Ia tidak peduli kalau dirinya sedang dalam pengawasan atau Orthela sudah memasang jebakan.Tap... Tap... Tap... Kakinya melangkah cepat memasuki kamar Paul. Sebelum masuk ke dalam neraka, Grace sudah mengetahui keahlian setiap penghuninya. Di dalam kamar paul, Grace mulai mencari formula untuk menetralkan racun yang ada ditubuh Kaira. Grace men