Lagi-lagi, saat Kaira mulai menerima statusnya sebagai menantu dan Istri pengganti dari Jay, keputusannya patah, pecah menjadi puing-puing.
Kaira hanya menelan segala perasaan yang di rasakannya. Kaira hanya menekan hatinya, supaya tidak mencintai Jay, lebih dari saat ini.
"Dia baik, tampan. Dia juga terus memberikan perhatiannya untukku. Tapi, aku belum pernah mendengar ucapan cinta dari bibirnya," batin Kaira setelah menutup ruang kerja Jay.
Kaira segera menghapus airmatanya, setelah Jay membentaknya hanya karena sebuah bingkai foto yang tidak sengaja di rusak oleh Kaira. Kaira kembali mengerjakan pekerjaannya.
Setelah jam makan siang, Kaira tidak ikut Lily dan yang lain untuk makan siang di kantin. Kaira memilih sibuk mencari bingkai foto yang sama, dengan yang di rusaknya. Hingga jam istirahat selesai, Kaira belum menemukan apa yang dia cari.
"Duhhhh, kenapa begitu sulit? Desainnya memang jadul. Apa aku cari yang mirip saja?" gumam Kaira.
"Kai, kamu tidak makan siang? Ingat, kamu punya sakit lambung. Jangan di biasakan telat atau bahkan tidak makan," Lily yang melihat Kaira sibuk, memperingati Kaira untuk menjaga kesehatannya.
"Iya, Lily! Aku belum lapar, karena tadi aku sarapan setelah jamnya terlewati," jawab Kaira.
"Bagaimana mungkin aku bisa makan? Aku bahkan sama sekali tidak merasa lapar," batin Kaira.
"YA AMPUN..." pekik Kaira.
***
Hari ini jadwal begitu padat. Jay harus bekerja sesuai jadwal yang harus di selesaikannya supaya bisa cuty honeymoon bersama Kaira. Setelah pertengkaran kecil dengan Kaira, Jay memiliki jadwal di luar kantor.
Jay kembali ke kantor setelah jam istirahat usai. Jay sudah memiliki kontak pribadi Lily, sehingga bisa memantau kegiatan Kaira selama Jay sibuk. Bisa di katakan, cinta mereka terhalang oleh lantai yang berbeda.
Jay yang baru saja kembali dari meeting di luar kantor bersama Rasya, melihat Kaira yang keluar dari toilet karyawan dalam kondisi pakaiannya yang basah.
"Pakai ini," ucap Jay sembari memakaikan jas yang di pakainya untuk menutupi tubuh Kaira yang terlihat akibat pakaiannya yang basah.
"Tidak perlu!" Kaira menolaknya.
"Jangan menolaknya. Kau juga belum makan," Jay memberikan makanan yang sengaja di belinya untuk Kaira, Istri satu-satunya yang akan menemani Jay hingga di masa tua.
Kaira merasa kakinya lemas. Melihat kebaikan dan juga perhatian Jay padanya tanpa terlihat seperti sandiwara.
"Kenapa? Kenapa kau baik padaku? Kenapa kau lakukan hal yang membuat hatiku luluh?" batin Kaira.
***
HUFFFFFFFFTTTTTTTTT...
Jay menghela nafas... Seperti ada sesuatu yang membuat hatinya merasa begitu terbebani. Beban hati yang sulit untuk di singkirkan hanya dengan helaan nafas ringan.
"Rasya, kau periksa CCTV. Aku ingin tahu apa yang terjadi pada Istriku," Rasya langsung pergi ke ruang keamanan dan meminta rekaman untuk di jadikan sebagai bukti.
TUTTTT...
Jay menghubungi ketua divisi oemasaran tempat Kaira bekerja. Jay tidak bisa menunggu lama untuk menyelesaikan perasaan yang mengganggu pikiran dan kinerja tubuhnya.
"Suruh Kaira ke ruangan saya!" pinta Jay.
Jay menunggu, tapi Kaira tidak juga menemuinya. Jay juga sudah meminta Shinta, Sekretarinya, untuk membeli pakaian baru. Jay bekerja dengan konsentrasi yang hancur. Matanya menatap ke arah pakaian yang di belinya.
"Kenapa kau tidak mau menemuiku? Bukankah tadi pagi aku kita baik-baik saja? Apa karena foto itu, kau jadi marah padaku?" batin Jay.
"Aaaaarrrrrrhhhhh... Aku juga bukannya sengaja Kaira. Aku hanya memajang foto itu karena ada adikku di sebelahnya," Jay membuang semua barang yang ada di atas meja kerjanya.
TOK... TOK... TOK...
"Masuk!"
"Ini yang kau perlukan," Rasya memberikan rekaman yang sudah di play melalui ponselnya.
"Berikan Tania surat pemecatan dengan alasan tidak memiliki etika," Jay lebih marasa marah lagi pada Kaira karena Kaira tidak mengatakan apapun tentang apa yang terjadi padanya.
"Kau punya suami yang memiliki jabatan paling tinggi. Tapi kenapa kau tidak memanfaatkan itu? Apa aku begitu tidak bergunanya untukmu?" batin Jay.
***
Malam sudah menunjukan pukul 10, tapi Kaira belum juga pulang dari kantor. Penjaga kantor mengatakan, Kaira masih di ruang kerjanya seorang diri.
Jay menunggu di dalam kamar, dengan kekhawatiran. Tapi, rasa kecewanya pada Kaira yang tidak mempercayainya, membuat Jay mementingkan egonya.
KLOTAK... KLOTAK... KLOTAK...
Hati Jay merasa lega setelah mendengar suara langkah kaki Kaira yang masih menggunakan sepatu ke arah kamarnya.
Jay berdiri di sebelah pintu. Kaira membuka pintu lalu menutupnya kembali pintu dengan pelan.
"Jay?" ucap Kaira dengan terkejut. Karena lampu kamar tiba-tiba nyala dan Jay sudah berada di sampingnya, tengah berdiri tegap sembari melipat tangannya di dada.
"Aku menunggumu di jalan seperti biasanya. Apa kau tidak bisa membalas pesanku? Aku kau tidak bisa merespon saat aku menghubungimu?" secerca pertanyaan, sudah di layangkan untuk Kaira yang baru saja datang.
"Aku lembur!" jawab Kaira.
"Lembur? Apa kantor yang ku pimpin tidak memiliki batas waktu lembur?" teriak Jay.
"Sudahlah, Jay! Aku sedang tidak ingin berdebat denganmu," ucap Kaira.
"Aku bukannya ingin berdebat denganmu. Aku hanya mengkhawatirkanmu!" suara Jay terdengar lirih.
"Kenapa kau mengkhawatirkanku?"
"Karena kau adalah Istruku!"
"Benar! Bagaimana mungkin kau menjawab kalau kau tidak ingin kehilanganku? Ayolah Kaira, kau harus sadar diri. Dari awal, kau hanya sebuah pion," batin Kaira.
Kaira meletakkan tas yang di bawanya, lalu membersihkan diri dan siap untuk istirahat. Seharian, bahkan sampai hampir tengah malam, Kaira lembur hanya untuk mencari design bingkai yang mirip dengan yang di rusak olehnya.
Saat Kaira keluar dari kamar mandi, Jay masih duduk menunggunya. Dari tatapan matanya, Jay ingin membicarakan sesuatu yang begitu serius.
Kaira mengambil hairdryer dari laci untuk mengeringkan rambutnya yang basah.
"Biarkan aku membantumu!"
"Tidak perlu!" Kaira menghindari Jay yang menawarkan bantuan untuknya.
"Bagi pasangan, mungkin apa yang akan kau lakukan, adalah sesuatu yang manis. Tapi bagiku, adalah sebuah luka di suatu hari nanti saat kau menceraikanku," batin Kaira.
"Kita harus bicara!" ucap Jay setelah Kaira selesai selesai mengeringkan rambutnya.
"Iya! Ada juga yang ingin aku bicarakan padamu."
Kaira mengeluarkan bingkai foto yang terbungkus dengan rapi. Bingkai foto yang hampir sama dengan yangg di pecahkan Kaira di dalam ruangan Jay.
"Maaf, aku tidak bermaksud merusaknya. Meskipun ini tidak sama persis, tapi designnya hampir sama," Kaira memberikannya pada Jay.
BRAKKKKKK
"Jay?" bingkai yang susah payah di carinya, bahkan menghabiskan setengah dari gajinya, di banting begitu saja oleh Jay, tanpa menghargai usahanya.
"Aku tahu kau begitu mencintainya. Tapi, bisakah kau menghargai niat baikku? Aku pulang hingga tengah malam, hanya untuk mencari itu," Kaira menunjuk pada puing-puing bingkai yang sudah hancur.
"Siapa yang mengatakan kalau aku mencintanya?" Jay menekan tubuh Kaira yang sudah berada di bawahnya.
"Terlihat dari ekspresimu!" jawab Kaira.
"Aku tidak mencintainya lagi!"
"Lalu, siapa wanita yang kau cintai?"
Kaira memalingkan wajahnya dari pandangan Jay yang masih berada di atasnya. Jay merubah posisinya dan duduk di sebelah Kaira. Jay tidak menjawab pertanyaan Kaira. Jay merasa dirinya belum pantas membicarakan hal cinta di saat hati Kaira belum sepenuhnya untuknya."Apa aku harus menjawabnya sekarang, kalau aku mencintaimu? Bagaimana kalau kau menolakku? Hatiku belum siap untuk itu," batin Jay. Kaira berjalan dan berjongkok di depan puing-puing pecahan bingkai yang telah menguras tenaganya. Kaira menyeka airmata yang sedari tadi mengalir keluar seperti hujan."Aku tahu kalau aku bersalah! Tapi, apa kau tidak bisa menghargai usahaku? Kalau kau tidak menerima bingkai ini sebagai pengganti, seharusnya kau letakkan saja tanpa harus merusaknya di depan mataku!" ucap Kaira."Kai...""Jay... Oh, maaf. Maksudku Tuan Jay, Anda juga harus ingat kalau aku
Saat pagi hari tiba, Kaira terbangun dalam dekapan hangat Jay. Kesalahpahaman yang sudah usai, membuat Jay dan Kaira bisa tidur dengan nyenyak dalam ranjang yang sama. Kaira dan Jay, akan memulai semuanya dari awal. Mengakhiri segala keegoisan. Kaira akan mempercayai Jay sepenuhnya selama 1 bulan ini.
Kaira memasukan rambut Tania yang panjang ke dalam kloset supaya kotor dan menjijikan, sama seperti dirinya yang di buat bau oleh Tania. Apalagi, Kaira mendengar Tania menyebut nama Grace secara terang-terangan. Kaira bukan type wanita yang kasar, baru kali ini Kaira membalas perbuatan orang yang merendahkannya."Kaira, cukup!" Jay mencegah Kaira untuk meneruskan balasannya. Jay memberikan jasnya untuk Tania, sedangkan pakaian yang basah adalah pakaian Kaira. Ada rasa yang sedikit menusuk di dada, membuat sesak, tapi Kaira kembali pada janji Jay yang akan membuatnya percaya."Kau benar-benar tidak mencintainya seperti yang kau katakan, bukan? Atau, ucapan Tania jauh lebih jujur dari pada yang kau ucapkan? Hatimu yang mana yang harus aku percaya?" batin Kaira. Jay mendekati Kaira, tapi Tania menarik tangan Jay dan memberikan ponselnya.
MALAM PERTAMA... Malam ini begitu sunyi. Rembulan dan bintang, menghiasi langit yang begitu cerah. Desisan angin seperti menyapa tubuh yang sedang merasakan gejolak asmara dan desiran gairah. Seorang wanita sudah menunggu pangerannya menghampiri dengan gejolak yang sama. Tirai kamar bergerak-gerak, seakan hembusan angin mengiringi sebuah cinta yang akan tersampaikan. Lampu kamar sudah di matikan. Di balik cahaya kamar yang remang-remang, Kaira sudah memakai gaun malam tanpa bra. Dengan wajah merah dan malu-malu, ekspresi seperti itu membuat Jay tidak bisa menahan lagi gairahnya yang sudah berada di puncak. Jay mulai jalan mendekat ke arah Kaira yang sudah duduk manis menunggunya. Jay menelan ludahnya, matanya menikmati lekuk tubuh Istrinya yang begitu sempurna. Suara kaki Jay terdengar begitu berirama. Jantung yang berdebar, seperti menambahkan nada.
Saat terbangun dari tidurnya di pagi hari, Kaira merasakan pinggangnya seperti cidera. Betapa buas dan tidak terkontrolnya Jay pada saat melakukannya dengan Kaira semalam. Jay menyadari kalau Kaira sudah terbangun dari mimpi indahnya. Jay mencium tengkuk Kaira dan Kaira merasakan sesuatu yang bergerak-gerak di pinggulnya."Apa yang akan aku katakan pada Jay? Aduhhhh, malunya aku!" batin Kaira. Kaira diam saja saat merasakan Jay sudah memberikan kode untuk mengulang lagi apa yang mereka lakukan semalam. Kaira pura-pura tidur kembali."Sayang, kenapa kau tidak memujiku?" tanya Jay dengan manja."Aduhhhhh... Apa aku memiliki Suami yang tidak tahu malu? Kenapa dia bersikap seperti tidak terjadi apa-apa semalam?" batin Kaira."Sayang, aku tahu kau sudah bangun. Jadi, jawab aku! Apa aku hebat semalam?""Iya!" akhirnya Kaira menjawab
Meskipun dengan susah payah dan menahan nyeri di bagian ujung pahanya, Kaira tetap mengantar Jay ke bandara. Jay akan dinas paling cepat 2 hari dan paling lambat 10 hari. Pasangan yang baru saja di penuhi dengan cinta, harus terpisah oleh sebuah jarak. Saling percaya adalah sumber kekuatan yang pertama. Kaira di berikan cuty 3 hari oleh atasannya karena identitas Kaira sebagai Istri Jay masih di sembunyikan dan menjadi sebuah rahasia."Sayang, aku harus ke Prancis dulu baru ke Jepang.""Iya. Jangan lupa memberiku kabar dan jaga kesehatan," ucap Kaira sebelum Jay masuk ke ruang tunggu. Tuan dan Nyonya Alrecha menemani Kaira selama Jay dinas. Mereka memberikan perhatian pada Kaira bukan hanya sebatas menantu melainkan sudah seperti anak kandung. Kaira masih merasa canggung, tapi Nyonya
"Rasya, apa masih ada penerbangan ke London hari ini?" tanya Jay"Masih!" jawab Rasya."Pesankan aku tiket. Aku harus menemui Istriku.""Pekerjaan?""Ada kau, semua pasti beres.""Aku?" seru Rasya."Kau tinggallah di sini. Aku harus menjelaskannya pada Istriku sebelum semuanya semakin kacau.""Ke Jepang?" tanya Rasya."Setelah menjelaskannya, aku akan segera kembali ke sini.""Cih, kekuatan cinta!" batin Rasya menggerutu.***LONDON... Jay sampai di rumah sekitar tengah malam. Semua orang sudah tertidur termasuk Kaira. Jay melihat mobil Tuan A
Wanita itu langsung menemui Direktur Winny dan mengabaikan Kaira. Kaira juga wanita yang cuek, simple dan tidak suka dengan sesuatu yang berbelit."Aku sudah minta maaf, jadi semua sudah beres," batin Kaira sembari masuk ke dalam ruangannya. Lily memberika setumpuk kertas untuk Kaira periksa, bahkan sebelum duduk dengan benar. Kaira menghela nafas melihat setumpuk kertas yang membuat kepalanya langsung berdenyut."Aduhhh... Pinggangku sakit tapi aku harus duduk lama di kursi ini dan bersenandung dengan kertas-kertas ini," gumam Kaira."Hei, Kai!" bisik Lily."Lily, jangan bisik-bisik!" ucap Kaira sembari menyibakkan rambutnya. Lily menatap Kaira dengan pandangan curiga setelah melihat beberapa tanda merah di leher dan bawah telinga Kaira."Kai...""Apa?" Kaira belum menyadari
Sebuah kesepakatan akhirnya terjalin setelah Jay dan Loreta saling berjabat tangan. Rasya bisa menghela napasnya sedikit lega membiarkan Tuannya itu pergi bersama Loreta.Perjanjian itu akan terpenuhi setelah Loreta mempertemukan Jay dan Kaira. Lalu, Jay melepaskan Orthela untuk kembali ke negara asalnya.Perseteruan sudah cukup membuat kacau. Loreta tidak ingin semuanya berlanjut semakin jauh karena banyak hal yang terbengkalai karena masalah yang tidak juga kunjung selesai.Loreta membawa Jay pergi ke tempat pemakaman. Pria tersebut menyipitkan matanya heran sembari melirik curiga ke arah Loreta.“Apa yang kau rencanakan dengan membawaku ke sini?” tanya Jay. Bariton suara yang tegas itu, membuat sekujur tubuh Loreta merinding.“Anda jangan salah paham, Tuan. Saya membawa Anda ke sini bukan tanpa sebab,” ujar Loreta.Dari pandangan yang cukup jauh, terlihat dua orang sedang menghadap ke salah satu makam yang tidak asing. Jay berlari tidak sabar ingin segera memeluk wanita yang be
"Jangan mendekat!" teriak Kaira. Rasanya cukup mengerikan. Kaira menjadi ketakutan. Ia berusaha pergi meski cukup sulit, tapi Orthela sudah lebih dulu memegang kendali kursi rodanya."Kenapa kau tkut? Bukankah aku sudah cukup membuatmu tenang? Kau bahkan sudah melihat bagaimana aku sangat menyesal," kata Orthela. Ia bahkan tidak merubah ekspresinya. Tetap terlihat sangat menyedihkan."Pergi! Aku memiliki keluargaku sendiri, Orthela. Aku tidak akan pernah pergi denganmu. Tidak akan pernah!" teriak Kaira."Bagaimana kalau Ziel sudah bersamaku? Apa kau tetap akan menolakku?""Apa? Kau menyandera Ziel? Orthela, dia tidak tahu apapun. Ziel msih anak-anak." Pada dasarnya, Kaira bukan wanita yang pandai mengumpat atau berkata kasar. Ia hanya berteriak meluapkan emosinya dengan kata-kata yang masih tertata dengan lembut."Aku tahu kalau kau akan menolakku. Maafkan
Tiga hari Kaira menghilang. Orang yang paling tertekan dan hampir gila adalah Jay. Jay yang tidak pernah menggunakan kekuasaannya, sekarang menekan semua orang untuk mencari Kaira sampai Kaira ditemukan. Nyonya Luna membawa Ziel pergi. Ziel yang tidak tahu apa-apa, tidak boleh terkecoh dengan keadaan yang ada. Orthela tidak memiliki niatan buruk. Racun yang sudah masuk ke dalam tubuh Kaira adalah buatan dari orangnya. Meski sudah mendapatkan penawar, tapi masih ada satu penawaran lagi yang harus hati-hati dan perlahan disuntikan ke dalam tubuh Kaira."Ini di mana?" gumam Kaira. Kaira terbangun dari tidurnya yang cukup panjang. Kepalanya terasa berdenyut dan berkunang-kunang. Tempat itu sangat asing, apalagi seseorang yang menatapnya."Kau sudah sadar? Syukurlah. Aku bisa mengembalikanmu tanpa rasa bersalah," ucap Orthela."Kau!" pekik Kaira."Jangan terlalu banyak gerak dan bicar
Kaira belum sadar setelah pengobatan. Tapi, kondisinya berangsur-angsur membaik. Tuan Alrecha dan Nyonya Luna, akhirnya mengetahui kalau keadaan sedang kacau saat ini. Keysana menemani Kaira sembari mengasuh Ziel. Rasya sibuk mengurus gugatan untuk Orthela dan Jay sekeluarga, mengurus pemakaman Grace karena keluarga Grace, semuanya sudah mengakhiri hidupnya sendiri."Grace, sejauh ini..." Jay terdiam dengan kedua matanya yang sembab. "Sejauh ini, aku tidak membencimu. Kau menunjukkan perubahan yang sangat besar. Sebagai rasa terima kasihku, aku akan merawat rumah terakhirmu," lanjutnya. Nyonya Luna mengusap-usap punggung Jay. Jay yang sedang bersimpuh menaburkan bunga di atas gundukan tanah yang masih basah, tangannya terus saja gemetar. Tuan Alrecha tidak banyak bicara. Ia cukup paham dengan perasaa
Jay masuk ke dalam rumah Orthela. Dia menggendong Grace yang sudah tiada. Tidak hanya itu, Paul yang datang berniat membawa Grace tapi dia malah menjadi sasaran utama kemarahan Jay. Jay menarik kerah kemeja yang Paul kenakan. Jay sudah membuat wajah dan tubuh Paul memar, terluka, berdarah, kesakitan, merintih dan memohon.Srek! Srek! Srek! Suara tubuh Paul yang diseret paksa membuat Delon, Orthela dan Loreta terperanjat kaget. Mata mereka terbelalak lebar. Lantai yang Jay lewati, dibanjiri oleh darah yang mengalir dari Paul dan juga Grace. Wajah Jay suram. Sorot matanya begitu tajam. Delon menelan salivanya karena baru kali ini dia melihat ekspresi iblis dari aura Jay. Jay yang ia kenal sebagai suami yang sangat lembut dan hangat tapi kali ini, ekspresinya begitu kejam.“Menarik!” ujar Jay
“Key, Rasya, aku titip Kaira dan Ziel,” ujar Jay.“Kau mau ke mana? Bukankah pengobatan Kaira hampir selesai?” tanya Keysana.“Ada sesuatu yang harus aku kerjakan. Setelah kembali nanti, aku sendiri yang akan menjelaskannya pada Kaira.” Rasya hanya diam saja. Jay meminta Rasya supaya tetap berada di rumah sakit untuk menjaga situasi di sana. Jay menggenggam erat surat dari Grace yang di dalamnya ternyata ada chip milik Orthela. Jay berfikir kalau ia tidak bisa sepenuhnya lepas tangan dalam masalah ini dan menyerahkannya pada Delon. Kenangan pahit Delon, tragedi, trauma, masih membekas jelas. Jay tidak ingin malah Delon yang terseret lebih dalam lagi. Langkah dan tindakan Jay cepat. Ia berharap kedatangannya jauh lebih dulu dibandingkan Delon di kediaman Orthela.“Delon, aku ber
Brak!“Akh! Uhuk... Uhuk... Uhuk...” Grace memegang perutnya yang ditendang Orthela. Dari mulutnya, keluar darah segar karena ia tempental dan menabrak sisi meja.Plak! Plak! Ortela menarik rambut Grace. Ia menamparnya berkali-kali. Tapi tidak ada rintihan sakit atau permohonan untuk sekedar meminta ampun.“Meski kau sudah menghilangkan semua jejak, apa kau pikir aku tidak tahu kalau kau sudah mengambilnya untuk sample?” gertak Orthela tanpa melepaskan rambut Grace.“Hahahaha... Aku juga sudah tahu akan berakhir seperti ini.”“Aku melepaskanmu, bukankah seharusnya kau membalas budi padaku?” Mata Orthela mendelik, menatap tajam seakan-akan ia akan menelan Grace hidup-hidup. Grace tidak merasa takut karena sejak awal, dia sudah siap.“Apa ini yang kau sebut sebagai kebebasan?&rd
Jay dihubungi oleh rumah sakit untuk segera datang. Ia langsung bergegas, padahal ia baru saja menemukan cara untuk menemukan penawarnya. Hanya saja, Jay lebih mementingkan untuk datang dan mendengarkan apa ucapan Dr. Crombe.“Dokter sudah menunggumu,” ucap Keysana.“Aku langsung ke sana.” Jay langsung berlari dan menuju ruang Dr. Crombe. Ternyata tidak hanya ada Dr. Crombe saja, tapi ada Dr. Sansan.“Anda sudah datang, Tuan. Silahkan duduk!” pinta Dr. Crombe.“Apa ada sesuatu yang—““Anda tenang dulu. Silahkan Anda minum terlebih dahulu.” Dr. Sansan menenangkan Jay yang sangat gelisah. Di atas meja sudah ada sebuah obat. Jay tidak mengetahui obat apa itu. Ia tidak bisa berfikir jernih. Mungkin karena ia belum siap menerima apa yang akan ia dengar.“Se
Grace kembali ke rumah Orthela. Alamat yang sudah Loreta berikan untuknya. Grace datang tanpa persiapan. Ia hanya datang dengan keyakinan sesuai alur yang akan Tuhan takdirkan.“Grace, bukankah ada satu minggu untukmu bebas?” tanya Loreta.“Tidak ada yang ingin aku nikmati,” jawab Grace. Tidak ada siapapun di rumah. Loreta, Paul dan juga Orthela pergi. Grace belum diberi tugas olehnya. Kesempatan bagi Grace untuk menemukan obat penawar. Ia tidak peduli kalau dirinya sedang dalam pengawasan atau Orthela sudah memasang jebakan.Tap... Tap... Tap... Kakinya melangkah cepat memasuki kamar Paul. Sebelum masuk ke dalam neraka, Grace sudah mengetahui keahlian setiap penghuninya. Di dalam kamar paul, Grace mulai mencari formula untuk menetralkan racun yang ada ditubuh Kaira. Grace men