Jay langsung menurunkan Kaira, setelah Tuan dan Nyonya Alrecha memergokinya tengah memaksa Kaira untuk melakukan hal yang tidak senonoh di meja makan.
Kaira tidak tahu harus bicara apa. Jay yang melihat Kaira seperti takut, menggenggam erat tangan Kaira. Ketegangan dari suasana mulai mencair, saat Nyonya Luna mengusap lembut kepala Kaira.
"Kai, kalau anak ini memaksamu lagi, tendang saja!" ucap Nyonya Luna dengan pedas.
"Anak Mama sebenarnya siapa sih? Aku atau dia?" kesal Jay.
"Kaira itu baik, nurut. Kalau kamu? Buat Mama selalu pusing," jawan Nyonya Luna.
"Kai, sini!" pinta Tuan Alrecha dengan memberikan kode sebuah lambaian tangan.
Kaira menyelinap pergi, mengikuti langkah Tuan Alrecha. Nyonya Luna dan Jay, masih melanjutkan perseteruan mereka.
"Mama, dia itu istriku!" seru Jay saat Nyonya Luna melarangnya untuk memaksa Kaira melakukan hubungan yang sangat intim.
"Kalau bukan karena Mama, kamu pasti menikah dengan siapa itu namanya?" kepikunan Nyonya Luna sudah mulai menjalar.
"Keysana, Mama!" jawab Jay.
"Pokoknya, kamu gak boleh sakiti Menantu Mama!"
"Siapa juga yang mau menyakitinya?"
"Type-type seperti kamu ini, pasti seperti itu!"
"Jangan ngarang!"
***
Tuan Alrecha membawa Kaira untuk duduk di teras rumah, menikmati waktu dan udara segar di saat menjelang subuh.
Setelah menikah, Jay langsung membele rumah yang saat ini di tempatinya sesuai dengan kriteria yang Kaira inginkan. Karena sebelum menikah, Jay melihat seluruh data Kaira tanpa terkecuali.
Waktu yang sangat singkat, membuat Rasya harus memutar kepalanya menjadi kaki, dan kaki menjadi kepala. Mencari rumah yang sesuai dengan kriteria Kaira, dan sebelum pengantin kembali, rumah sudah harus siap.
Meskipun, setelah malam pertama, Jay dinas di luar selama satu minggu. Rasya terus mengantar kemanapun Kaira akan pergi. Komunikasi di antara mereka, belum terjalin dengan baik atau bisa di katakan, sama sekali tidak ada komunikasi.
Tuan Alrecha dan Nyonya Luna, menemani Kaira di rumah barunya. Hingga hari ke enam, Mertua Kaira ijin untuk pulang ke rumah mereka. Ada sesuatu yang harus mereka kerjakan.
Hari ke 7, Kaira seorang diri. Hari ke 8, Kaira bertemu lagi dengan pria yang menikahinya di dalam kantor, sebagai atasan dan karyawan rendahan.
Selama Jay tidak berada di rumah, Kaira menjalin hubungan sangat baik dengan Tuan dan Nyonya Alrecha, sehingga ketika mendengar sebuah keributan, Nyonya Luna langsung mengkhawatirkan Kaira.
Nyonya Luna menyadari, sebuah pernikahan tanpa sebuah perkenalan, apalagi sebuah cinta, bisa terjadi hal apa saja di dalamnya. Sehingga sebagai orangtua, Nyonya Luna ingin memberikan sebuah wawasan supaya anaknya tidak melakukan keputusan yang sewenang-wenang.
Nyonya Luna bersyukur, melihat Jay dan Kaira akur. Bahkan pondasi cinta d antara mereka sudah mulai terbangun.
"Apa Jay kasar padamu?" tanya Tuan Alrecha dengan ramah.
"Tidak, Pa!" jawab Kaira dengan sopan.
"Jangan sungkan. Kita adalah keluarga. Kalau ada apa-apa, laporkan saja pada Papa ataupun Mama. Coba kamu dengarkan suara Mamamu yang mengoceh tanpa jeda. Itu karena dia mengkhawatirkanmu!" ucap Tuan Alrecha.
"Benar! Mereka sangat baik, tapi... Kebahagiaan ini, apa yang aku nikmati, apa yang aku miliki, Suami, Mertua, semuanya bukan milikku tapi milik Keysana. Bagaimana kalau Keysana tiba-tiba kembali? Sedang aku sudah menikmati dan enggan lepas dari kebahagiaanku saat ini?" batin Kaira.
"Kaira..." panggil Tuan Alrecha.
"I... Iy, Pa!" jawab Kaira dengan gugup. Kaira sedang tenggelam dalam lamunan kekhawatiran.
"Ehemmmm... Jay, urus Istrimu!" ucap Nyonya Luna yang sudah muncul di belakang Tuan Alrecha.
"Mama juga, urus Papa!" balas Jay.
"Apa yang kamu lakukan?" bisik Kaira.
"Memeluk pinggang Istriku. Atau, kau mau yang lebih?" goda Jay.
"Jangan bicara sembarangan!" bisik Kaira.
"Aduhhhhh... Ma, aduhhhhhhh sakit!" teriak Tuan Alrecha ketika telinganya menjadi santapan hangat jari-jari Nyonya Luna. Nyonya Luna menjewer telinga Tuan Alrecha dan membawanya kembali masuk ke dalam kamar.
"Apa kau juga akan melakukan hal itu padaku?" Jay menunjuk pada Orangtuanya.
"Tentu saja!"
"Awwhhhhhhh..." Kaira mencubit pinggang Jay lalu berlari masuk ke dalam kamar.
Jay sedang bertelanjang dada, sehingga angin dan udara yang seharusnya terasa segar, seperti membekukan tubuhnya. Jay menyusul Kaira yang sudah masuk ke dalam selimut. Jay memeluk Kaira tanpa ada rasa canggung, sedangkan Kaira menahan diri karena debaran jantungnya seperti hendak meledak seketika.
"Apa dia akan mendengar suara detak jantungku seperti malam pertama yang kacau itu?" batin Kaira.
Jay menikmati aroma tubuh Kaira yang begitu wangi. Bibirnya sudah mengecup tengkuk Kaira. Kaira memejamkan matanya, menikmati sensasi yang baru saja di rasakannya. Bibirnya mengatup, menaha supaya tidak bersuara. Tangan Kaira mencengkram seprai yang di tidurinya.
Jay tersenyum, saat menyadari respon tubuh Kaira. Tapi Jay bukanlah pria yang tidak mementingkan moral. Jay harus bertanya terlebih dahulu sebelum melakukan apa yang ingin di lakukannya.
"Kaira, berbaliklah menghadapku!" pinta Jay dengan bisikan maut yang langsung meluluhkan Hati Kaira.
Kaira membalikkan tubuhnya untuk menghadap ke arah Jay. Tangan Jay menyentuh dagu Kaira karena Kaira hanya menundukkan kepalanya.
"Kaira, kau Istriku! Benar?"
"(Mengangguk)"
"Apa yang kau khawatirkan? Bukankah Suami dan Istri harus saling terbuka?"
"Kenapa kau menikahiku?" hal pertama yang Kaira tanyakan pada Jay adalah alasan kenapa Jay menikahi dirinya.
Kaira merasa takut dan ragu untuk membuat hidupnya nyaman setelah menikah dengan Jay, karena Keysana pasti akan kembali untuk mengambil apa yang seharusnya menjadi haknya.
"Karena sudah jodoh!" jawab Jay.
"Aduhhh Jay, apa kau bodoh? Bukankah tadi kau akan berterus terang kalau kau menikahinya karena tertarik padanya? Kenapa yang terucap beda? Dasar bodoh!" batin Jay, memaki dirinya sendiri.
"Oh!" respon Kaira begitu singkat sehingga Jay mulai bingung untuk mengawali kembali sebuah percakapan.
"Kai..." Kaira kembali tidur membelakangi Jay.
"Ini sudah hampir pagi. Kita harus tidur," jawab Kaira.
Kaira tidak bisa memejamkan matanya, karena Jay terus bolak balik, dari miring kiri, terus miring kanan, Jay terus bergerak-gerak hingga 1 jam lamanya.
Kaira merasa tidak bisa istirahat dengan baik. Telinganya sudah di tutupi dengan bantal, tapi tetap saja tidak bisa tenang. Jay seperti sengaja bergerak untuk membuat Kaira bertanya padanya.
"Aku sudah gerak-gerak dan tidak tidur, tapi dia sama sekali tidak bertanya kenapa. Apa dia bukan seorang wanita? Bukankah biasanya wanita itu begitu peka?" batin Jay menggerutu.
Kaira memeluk Jay sembari tidur dengan sengaja supaya Jay tidak lagi gerak-gerak tidak jelas.
"Kai..."
"Hsssstttttttt... Tidurlah! Apa kalau aku memelukmu seperti ini, kau bisa tidur?"
"Ada yang bangun!" ucap Jay. Kaira diam, tidak memberikan respon sama sekali. Matanya tetap terpenjam.
"Aku tahu kalau kau cuma pura-pura," batin Jay.
"Istriku, aku ingin melakukannya sekarang!"
Saat ini, Kaira sedang menjadi perbincangan hangat di forum kantor. Mereka mengira bahwa Kaira menjadi simpanan Jay, atau yang lebih keterlaluan lagi adalah, mereka mengatakan, Kaira menggoda Jay, yang statusnya adalah pemilik perusahaan yang baru. Seperti yang mereka tahu, rumor Jay sudah menikah telah menyebar. Jay menggendong Kaira, tepat di hari pertamanya masuk ke dalam kantor. Sehingga fakta-fakta seperti itu, menggiring opini buruk tanpa mereka tahu, siapa Istri Jay yang sebenarnya. Kaira tidak menanggapi hal semacam itu dengan serius, tapi sebaliknya, Jay menyelidiki sumber yang memulai untuk memecah belah beberapa pihak yang damai. Kaira masuk kerja seperti hari-hari biasanya, dan tidak menghiraukan pandangan orang lain yang melihatnya dengan tatapan jijik."Kalau aku, meskipun miskin sekalipun, tidak akan menggoda bos besar yang b
Jay bukan pria yang selalu terburu-buru dalam mengambil keputusan. Jay akan membiarkan Kaira untuk menenangkan diri sejenak karena mau bagaimanapun, hubungan Jay dan Kaira terjalin tanpa persetujuan Kaira terlebih dahulu. Jay bukan pria egois yang memaksa Kaira untuk tetap bersamanya. Meskipun sejak menikah, Jay selalu menunjukan rasa nyaman dan ketertarikannya pada Kaira. Biasanya, yang tidak peka dengan perasaan pasangan adalah pihak pria, tapi yang terjadi di dalam hubungan Kaira dan Jay malah sebaliknya. Jay peka dengan keinginan Kaira, tapi Kaira yang terlalu takut dengan posisinya yang hanyalah sebagai seorang pengganti, sangat mengganggu emosinya. Jay berangkat ke kantor seperti hari-hari biasanya. Jay sengaja tidak langsung naik ke lantai dimana ruangannya berada. Jay masuk ke divisi pemasaran tempat Kaira bertugas. Jay membawa sekotak makanan untuk Kaira tapi Jay tid
Lagi-lagi, saat Kaira mulai menerima statusnya sebagai menantu dan Istri pengganti dari Jay, keputusannya patah, pecah menjadi puing-puing. Kaira hanya menelan segala perasaan yang di rasakannya. Kaira hanya menekan hatinya, supaya tidak mencintai Jay, lebih dari saat ini."Dia baik, tampan. Dia juga terus memberikan perhatiannya untukku. Tapi, aku belum pernah mendengar ucapan cinta dari bibirnya," batin Kaira setelah menutup ruang kerja Jay. Kaira segera menghapus airmatanya, setelah Jay membentaknya hanya karena sebuah bingkai foto yang tidak sengaja di rusak oleh Kaira. Kaira kembali mengerjakan pekerjaannya. Setelah jam makan siang, Kaira tidak ikut Lily dan yang lain untuk makan siang di kantin. Kaira memilih sibuk mencari bingkai foto yang sama, dengan yang di rusaknya. Hingga jam istirahat selesai, Kaira belum menemukan apa yang dia cari."
Kaira memalingkan wajahnya dari pandangan Jay yang masih berada di atasnya. Jay merubah posisinya dan duduk di sebelah Kaira. Jay tidak menjawab pertanyaan Kaira. Jay merasa dirinya belum pantas membicarakan hal cinta di saat hati Kaira belum sepenuhnya untuknya."Apa aku harus menjawabnya sekarang, kalau aku mencintaimu? Bagaimana kalau kau menolakku? Hatiku belum siap untuk itu," batin Jay. Kaira berjalan dan berjongkok di depan puing-puing pecahan bingkai yang telah menguras tenaganya. Kaira menyeka airmata yang sedari tadi mengalir keluar seperti hujan."Aku tahu kalau aku bersalah! Tapi, apa kau tidak bisa menghargai usahaku? Kalau kau tidak menerima bingkai ini sebagai pengganti, seharusnya kau letakkan saja tanpa harus merusaknya di depan mataku!" ucap Kaira."Kai...""Jay... Oh, maaf. Maksudku Tuan Jay, Anda juga harus ingat kalau aku
Saat pagi hari tiba, Kaira terbangun dalam dekapan hangat Jay. Kesalahpahaman yang sudah usai, membuat Jay dan Kaira bisa tidur dengan nyenyak dalam ranjang yang sama. Kaira dan Jay, akan memulai semuanya dari awal. Mengakhiri segala keegoisan. Kaira akan mempercayai Jay sepenuhnya selama 1 bulan ini.
Kaira memasukan rambut Tania yang panjang ke dalam kloset supaya kotor dan menjijikan, sama seperti dirinya yang di buat bau oleh Tania. Apalagi, Kaira mendengar Tania menyebut nama Grace secara terang-terangan. Kaira bukan type wanita yang kasar, baru kali ini Kaira membalas perbuatan orang yang merendahkannya."Kaira, cukup!" Jay mencegah Kaira untuk meneruskan balasannya. Jay memberikan jasnya untuk Tania, sedangkan pakaian yang basah adalah pakaian Kaira. Ada rasa yang sedikit menusuk di dada, membuat sesak, tapi Kaira kembali pada janji Jay yang akan membuatnya percaya."Kau benar-benar tidak mencintainya seperti yang kau katakan, bukan? Atau, ucapan Tania jauh lebih jujur dari pada yang kau ucapkan? Hatimu yang mana yang harus aku percaya?" batin Kaira. Jay mendekati Kaira, tapi Tania menarik tangan Jay dan memberikan ponselnya.
MALAM PERTAMA... Malam ini begitu sunyi. Rembulan dan bintang, menghiasi langit yang begitu cerah. Desisan angin seperti menyapa tubuh yang sedang merasakan gejolak asmara dan desiran gairah. Seorang wanita sudah menunggu pangerannya menghampiri dengan gejolak yang sama. Tirai kamar bergerak-gerak, seakan hembusan angin mengiringi sebuah cinta yang akan tersampaikan. Lampu kamar sudah di matikan. Di balik cahaya kamar yang remang-remang, Kaira sudah memakai gaun malam tanpa bra. Dengan wajah merah dan malu-malu, ekspresi seperti itu membuat Jay tidak bisa menahan lagi gairahnya yang sudah berada di puncak. Jay mulai jalan mendekat ke arah Kaira yang sudah duduk manis menunggunya. Jay menelan ludahnya, matanya menikmati lekuk tubuh Istrinya yang begitu sempurna. Suara kaki Jay terdengar begitu berirama. Jantung yang berdebar, seperti menambahkan nada.
Saat terbangun dari tidurnya di pagi hari, Kaira merasakan pinggangnya seperti cidera. Betapa buas dan tidak terkontrolnya Jay pada saat melakukannya dengan Kaira semalam. Jay menyadari kalau Kaira sudah terbangun dari mimpi indahnya. Jay mencium tengkuk Kaira dan Kaira merasakan sesuatu yang bergerak-gerak di pinggulnya."Apa yang akan aku katakan pada Jay? Aduhhhh, malunya aku!" batin Kaira. Kaira diam saja saat merasakan Jay sudah memberikan kode untuk mengulang lagi apa yang mereka lakukan semalam. Kaira pura-pura tidur kembali."Sayang, kenapa kau tidak memujiku?" tanya Jay dengan manja."Aduhhhhh... Apa aku memiliki Suami yang tidak tahu malu? Kenapa dia bersikap seperti tidak terjadi apa-apa semalam?" batin Kaira."Sayang, aku tahu kau sudah bangun. Jadi, jawab aku! Apa aku hebat semalam?""Iya!" akhirnya Kaira menjawab
Sebuah kesepakatan akhirnya terjalin setelah Jay dan Loreta saling berjabat tangan. Rasya bisa menghela napasnya sedikit lega membiarkan Tuannya itu pergi bersama Loreta.Perjanjian itu akan terpenuhi setelah Loreta mempertemukan Jay dan Kaira. Lalu, Jay melepaskan Orthela untuk kembali ke negara asalnya.Perseteruan sudah cukup membuat kacau. Loreta tidak ingin semuanya berlanjut semakin jauh karena banyak hal yang terbengkalai karena masalah yang tidak juga kunjung selesai.Loreta membawa Jay pergi ke tempat pemakaman. Pria tersebut menyipitkan matanya heran sembari melirik curiga ke arah Loreta.“Apa yang kau rencanakan dengan membawaku ke sini?” tanya Jay. Bariton suara yang tegas itu, membuat sekujur tubuh Loreta merinding.“Anda jangan salah paham, Tuan. Saya membawa Anda ke sini bukan tanpa sebab,” ujar Loreta.Dari pandangan yang cukup jauh, terlihat dua orang sedang menghadap ke salah satu makam yang tidak asing. Jay berlari tidak sabar ingin segera memeluk wanita yang be
"Jangan mendekat!" teriak Kaira. Rasanya cukup mengerikan. Kaira menjadi ketakutan. Ia berusaha pergi meski cukup sulit, tapi Orthela sudah lebih dulu memegang kendali kursi rodanya."Kenapa kau tkut? Bukankah aku sudah cukup membuatmu tenang? Kau bahkan sudah melihat bagaimana aku sangat menyesal," kata Orthela. Ia bahkan tidak merubah ekspresinya. Tetap terlihat sangat menyedihkan."Pergi! Aku memiliki keluargaku sendiri, Orthela. Aku tidak akan pernah pergi denganmu. Tidak akan pernah!" teriak Kaira."Bagaimana kalau Ziel sudah bersamaku? Apa kau tetap akan menolakku?""Apa? Kau menyandera Ziel? Orthela, dia tidak tahu apapun. Ziel msih anak-anak." Pada dasarnya, Kaira bukan wanita yang pandai mengumpat atau berkata kasar. Ia hanya berteriak meluapkan emosinya dengan kata-kata yang masih tertata dengan lembut."Aku tahu kalau kau akan menolakku. Maafkan
Tiga hari Kaira menghilang. Orang yang paling tertekan dan hampir gila adalah Jay. Jay yang tidak pernah menggunakan kekuasaannya, sekarang menekan semua orang untuk mencari Kaira sampai Kaira ditemukan. Nyonya Luna membawa Ziel pergi. Ziel yang tidak tahu apa-apa, tidak boleh terkecoh dengan keadaan yang ada. Orthela tidak memiliki niatan buruk. Racun yang sudah masuk ke dalam tubuh Kaira adalah buatan dari orangnya. Meski sudah mendapatkan penawar, tapi masih ada satu penawaran lagi yang harus hati-hati dan perlahan disuntikan ke dalam tubuh Kaira."Ini di mana?" gumam Kaira. Kaira terbangun dari tidurnya yang cukup panjang. Kepalanya terasa berdenyut dan berkunang-kunang. Tempat itu sangat asing, apalagi seseorang yang menatapnya."Kau sudah sadar? Syukurlah. Aku bisa mengembalikanmu tanpa rasa bersalah," ucap Orthela."Kau!" pekik Kaira."Jangan terlalu banyak gerak dan bicar
Kaira belum sadar setelah pengobatan. Tapi, kondisinya berangsur-angsur membaik. Tuan Alrecha dan Nyonya Luna, akhirnya mengetahui kalau keadaan sedang kacau saat ini. Keysana menemani Kaira sembari mengasuh Ziel. Rasya sibuk mengurus gugatan untuk Orthela dan Jay sekeluarga, mengurus pemakaman Grace karena keluarga Grace, semuanya sudah mengakhiri hidupnya sendiri."Grace, sejauh ini..." Jay terdiam dengan kedua matanya yang sembab. "Sejauh ini, aku tidak membencimu. Kau menunjukkan perubahan yang sangat besar. Sebagai rasa terima kasihku, aku akan merawat rumah terakhirmu," lanjutnya. Nyonya Luna mengusap-usap punggung Jay. Jay yang sedang bersimpuh menaburkan bunga di atas gundukan tanah yang masih basah, tangannya terus saja gemetar. Tuan Alrecha tidak banyak bicara. Ia cukup paham dengan perasaa
Jay masuk ke dalam rumah Orthela. Dia menggendong Grace yang sudah tiada. Tidak hanya itu, Paul yang datang berniat membawa Grace tapi dia malah menjadi sasaran utama kemarahan Jay. Jay menarik kerah kemeja yang Paul kenakan. Jay sudah membuat wajah dan tubuh Paul memar, terluka, berdarah, kesakitan, merintih dan memohon.Srek! Srek! Srek! Suara tubuh Paul yang diseret paksa membuat Delon, Orthela dan Loreta terperanjat kaget. Mata mereka terbelalak lebar. Lantai yang Jay lewati, dibanjiri oleh darah yang mengalir dari Paul dan juga Grace. Wajah Jay suram. Sorot matanya begitu tajam. Delon menelan salivanya karena baru kali ini dia melihat ekspresi iblis dari aura Jay. Jay yang ia kenal sebagai suami yang sangat lembut dan hangat tapi kali ini, ekspresinya begitu kejam.“Menarik!” ujar Jay
“Key, Rasya, aku titip Kaira dan Ziel,” ujar Jay.“Kau mau ke mana? Bukankah pengobatan Kaira hampir selesai?” tanya Keysana.“Ada sesuatu yang harus aku kerjakan. Setelah kembali nanti, aku sendiri yang akan menjelaskannya pada Kaira.” Rasya hanya diam saja. Jay meminta Rasya supaya tetap berada di rumah sakit untuk menjaga situasi di sana. Jay menggenggam erat surat dari Grace yang di dalamnya ternyata ada chip milik Orthela. Jay berfikir kalau ia tidak bisa sepenuhnya lepas tangan dalam masalah ini dan menyerahkannya pada Delon. Kenangan pahit Delon, tragedi, trauma, masih membekas jelas. Jay tidak ingin malah Delon yang terseret lebih dalam lagi. Langkah dan tindakan Jay cepat. Ia berharap kedatangannya jauh lebih dulu dibandingkan Delon di kediaman Orthela.“Delon, aku ber
Brak!“Akh! Uhuk... Uhuk... Uhuk...” Grace memegang perutnya yang ditendang Orthela. Dari mulutnya, keluar darah segar karena ia tempental dan menabrak sisi meja.Plak! Plak! Ortela menarik rambut Grace. Ia menamparnya berkali-kali. Tapi tidak ada rintihan sakit atau permohonan untuk sekedar meminta ampun.“Meski kau sudah menghilangkan semua jejak, apa kau pikir aku tidak tahu kalau kau sudah mengambilnya untuk sample?” gertak Orthela tanpa melepaskan rambut Grace.“Hahahaha... Aku juga sudah tahu akan berakhir seperti ini.”“Aku melepaskanmu, bukankah seharusnya kau membalas budi padaku?” Mata Orthela mendelik, menatap tajam seakan-akan ia akan menelan Grace hidup-hidup. Grace tidak merasa takut karena sejak awal, dia sudah siap.“Apa ini yang kau sebut sebagai kebebasan?&rd
Jay dihubungi oleh rumah sakit untuk segera datang. Ia langsung bergegas, padahal ia baru saja menemukan cara untuk menemukan penawarnya. Hanya saja, Jay lebih mementingkan untuk datang dan mendengarkan apa ucapan Dr. Crombe.“Dokter sudah menunggumu,” ucap Keysana.“Aku langsung ke sana.” Jay langsung berlari dan menuju ruang Dr. Crombe. Ternyata tidak hanya ada Dr. Crombe saja, tapi ada Dr. Sansan.“Anda sudah datang, Tuan. Silahkan duduk!” pinta Dr. Crombe.“Apa ada sesuatu yang—““Anda tenang dulu. Silahkan Anda minum terlebih dahulu.” Dr. Sansan menenangkan Jay yang sangat gelisah. Di atas meja sudah ada sebuah obat. Jay tidak mengetahui obat apa itu. Ia tidak bisa berfikir jernih. Mungkin karena ia belum siap menerima apa yang akan ia dengar.“Se
Grace kembali ke rumah Orthela. Alamat yang sudah Loreta berikan untuknya. Grace datang tanpa persiapan. Ia hanya datang dengan keyakinan sesuai alur yang akan Tuhan takdirkan.“Grace, bukankah ada satu minggu untukmu bebas?” tanya Loreta.“Tidak ada yang ingin aku nikmati,” jawab Grace. Tidak ada siapapun di rumah. Loreta, Paul dan juga Orthela pergi. Grace belum diberi tugas olehnya. Kesempatan bagi Grace untuk menemukan obat penawar. Ia tidak peduli kalau dirinya sedang dalam pengawasan atau Orthela sudah memasang jebakan.Tap... Tap... Tap... Kakinya melangkah cepat memasuki kamar Paul. Sebelum masuk ke dalam neraka, Grace sudah mengetahui keahlian setiap penghuninya. Di dalam kamar paul, Grace mulai mencari formula untuk menetralkan racun yang ada ditubuh Kaira. Grace men