"Saya Zia."Arawinda yang pagi menjelang siang itu tengah melukis mengangguk dan menerima kehadiran Zia dengan canggung.Zia memberesi penampilan sebelum kemudian, duduk di samping Arawinda. Dokter itu tidak membawa apa-apa, tidak seperti Atharya, yang selalu memberikan sebotol susu strawberry setiap mereka bertemu. Mencoba tak acuh, Arawinda pun kembali melukis dengan gerak yang sangat pelan."Bagaimana perasaan Anda akhir-akhir ini, Arawinda?""Umur Anda berapa?" tanya Arawinda tiba-tiba.Zia yang baru saja menghidupkan perekam di ponsel menoleh. Karena pertanyaan Arawinda barusan melampaui batas ekspektasinya."Ah umur saya." Zia menyelipkan rambutnya yang sering berantakan di daun telinga. "Untuk sekarang, saya berumur 33 tahun.""Apa Anda sudah menikah? Mempunyai anak?"Kenapa Arawinda tiba-tiba aneh?Zia sampai agak sulit untuk menjawab karena ia merasa pertanyaan Arawinda cukup mengusik hal-hal pribadi juga privasinya. Tapi dipikir-pikir ia harus terbuka agar bisa dekat denga
"Tentang perubahan yang akan kamu terapkan di pesta nanti, apa semuanya sudah dikonfirmasi oleh Kaivan?""Kaivan?" Arawinda berbalik, menatap Gio dengan kening yang kini mengerut. "Kenapa harus atas persetujuan Kaivan sedang, saya yang diberikan tanggung jawab. Sedang saya yang mengurus pesta ini dan bagaimanapun saya kan anak dari Rajendra Maheswara jadi, saya berhak mengatur pesta dengan keputusan sendiri.."Gio memutar bola mata. "Arawinda, konsep yang sudah tertulis di map yang kami berikan itu sudah final sebelumnya. Kami melalui rapat panjang dan berbagai pembahasan yang rumit—""Tapi konsep itu terlalu biasa-biasa saja. Tidak mewah, tidak wah dan monoton seperti tahun-tahun sebelumnya. Om Gio pasti termakan usia, sama dengan manager umum dan Kaivan. Om, sekarang tahun 2022, jadi Om Gio harus lebih mengikuti jaman. Bedakan dengan lima belas tahun lalu, saat pesta pertemuan kolega ini pertama kali terselenggara." Mobil berhenti di lampu merah, Arawinda membolak-balik halaman yang
Kaivan membasahi bibir bawah sebelum menyimpan kembali buku menu ke tempat semula. Bisa dilihat oleh mata kepalanya, Arawinda yang kini nampak tidak nyaman dan salah tingkah."Udah lama banget kita enggak ketemu.""Aku malah ngira kamu udah mati."Tawa sumbang menyebalkan terdengar."Tapi syukur deh kalau kamu masih hidup, aku seneng banget. Setahun terakhir loh kita enggak hangout.""Sumpah, bener banget, boleh gabung gak?"Kaivan mendengus, ia tak mengerti kenapa Arawinda tak sama sekali menjawab atau setidaknya membantah dua orang gila yang sudah memanfaatkan hidupnya. Sampai kini, mereka duduk di kursi kosong yang tersedia di bangku mereka.Dua parasit yang tidak tahu diri.Karena kesal, Kaivan pun berkata dengan dingin, "Kamu nemu dari mana satwa-satwa tidak tahu diri seperti mereka, Arawinda?"Dan lalu meja pun hening."Kamu itu manusia, Arawinda. Manusia. Tidak pantas untuk berada di lingkup satwa yang tidak tahu malu, yang tidak berattitude dan tukang minta-minta traktiran beg
"Apa?""Buka."Arawinda yang penasaran bergerak cepat membuka barang yang kini diangsurkan Kaivan. "Eh?"Melihat wajah kaget Arawinda, Kaivan pun mengalihkan pandangan."Beneran?" Sebuah ponsel canggih keluaran terbaru ada di tangan Arawinda yang kini nampak girang. Ia tak menyangka akan datang hari ini. Setelah setahun lebih Kaivan menyandra ponselnya. "Kenapa?"Karena semua perlakuan Kaivan tak pernah bisa Arawinda tebak dengan baik. Sejak awal selalu begitu. Kaivan selalu memutuskan hal yang tak masuk di otak mungilnya."Tentu, kamu pasti memerlukan barang itu.""Tapi kenapa?"Tangan Kaivan yang tadinya tersimpan di saku pun terangkat. Mengusap tengkuknya. "Saya rasa sudah waktunya, kamu bisa kembali hidup dengan baik, dengan nyaman. Setahun terakhir, saya merampas semua hak kamu bukan karena apa-apa. Pertama, saya tidak mau kamu lepas dari pengawasan mata saya, padahal kamu adalah amanat terbesar dari Pak Rajendra. Kedua, kamu terlalu labil, emosi-mu masih bergejolak, berlarut-laru
Usai berenang, Arawinda memutuskan untuk mandi dan berganti baju di kamarnya. Cukup menyegarkan dan menyenangkan bisa berolahraga seperti tadi meski tentu saja, ia dan Kaivan banyak sekali bertengkar masalah hal-hal kecil yang sebenarnya tidak terlalu penting.Sesaat, dengan rambut yang masih basah, Arawinda duduk di meja rias. Bukan mengambil hair dryer, melainkan mengambil jurnal. Memutuskan untuk menulis progres pesta yang sudah ia lakukan, sesuai dengan arahan dari Kaivan dan Om Gio, jangan ada yang terlewat, meski itu detail terkecil sekalipun. Dua orang perfectsionis itu benar-benar memiliki banyak tuntutan terhadapnya.Sesaat kala Arawinda tengah sibuk, pintu kamar hotelnya terbuka. Kaivan masuk dengan stelan jas rapinya seperti biasa. "Kamu mau kemana?" tanya Arawinda.Kaivan melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Masih ada lima belas menit sebelum ia bertemu dengan salah satu kolega."Saya memiliki pertemuan yang penting, apa yang sedang kamu lakukan?"Dua bah
"Saya memberikan jurnal pesta yang sudah saya tulis kepada Bapak Kaivan sebelumnya. Dan saya juga sudah beberapa kali berkonsultasi menanyakan tentang langkah yang saya ambil ini, Pak Gio. Dan Pak Kaivan menyetujuinya. Anggap saja ini penyegaran, pembaharuan agar pesta tahunan ini tidak membosankan bagi orang-orang yang hadir." Arawinda tersenyum tipis setelah menjelaskan semua ucapan Gio. "Saya tidak akan mengacak-acak apapun di sini, saya melakukan yang terbaik, Anda tenang saja."Gio melirik Kaivan yang menganggukan kepala, sisi bibirnya sedikit terangkat dengan mata yang masih fokus mengawasi Arawinda. "Nah selanjutnya untuk undangan, sudah selesai dicetak. Saya sudah meminta bantuan kepada manager umum untuk mendata nama-nama yang terdaftar di pesta tahunan di jurnal sebelumnya. Ada beberapa yang baru ditambahkan dan dikurangi sesuai persetujuan Pak Kaivan juga. Akan mulai disebar beberapa hari lagi."Arawinda lalu membalik halaman buku yang ada di tangannya. "Untuk makanan, har
Arawinda menarik dan mengembuskan napasnya. Tahan mabuk katanya? Gadis itu terkekeh kecil sembari menggelengkan kepala. "Chef Arjuna, sesuai dengan pembicaraan dan pilihan saya barusan, tolong dilaksanakan dengan sangat baik ya. Semuanya. Saya tidak ingin ada celah dan komentar buruk di pesta nanti tentang makanan dan minuman yang tersaji. Semuanya harus sempurna.""Baik Nyonya Arawinda.""Kalau begitu, terimakasih banyak atas pertemuan hari ini, saya dan ... suami pamit. Sampai bertemu lagi.""Ya, sampai bertemu lagi."Arawinda lalu mengalungkan tangan Kaivan dipundaknya. Membawa sang suami untuk keluar dari dalam ruangan tersebut dengan susah payah. Langkahnya terhuyung-huyung sedang Kaivan masih meracau."Dinosaurus, dinosaurus dimakan pake saus.""Yang bener aja!" Arawinda hampir terkekeh andai saja ia tidak tengah memendam amarah pada sang suami. Sesampainya di mobil, Arawinda langsung mendudukan sang suami di kursi penumpang bagian depan dan memasangkan sealbelt. "Nyusahin tah
Kaivan terbangun dengan kepala yang sangat berat dan sakit. Lelaki itu meringis sembari memijati kening.Jam berapa sekarang? Kenapa ia bisa berada di sini?Kaivan memaksakan diri untuk sadar dan menatap sepenjuru ruangan. Kamar Arawinda? Bukannya barusan mereka ada pertemuan dengan Chef Arjuna?Desahan terdengar dari mulut Kaivan.Lelaki itu kemudian tersadar bahwa, pasti ia mabuk.Ia kira karena meminum sedikit tidak akan berefek sepatal itu. Kaivan melirik nakas dan mendapati sebuah minuman. Ia mengambilnya untuk menyegarkan diri. Sesaat setelah cairan tersebut masuk ke dalam tenggorokannya, Kaivan bisa merasakan asam yang sangat pekat. Pereda pengar mungkin.Usai menelan semua itu, Kaivan turun dari pembaringan dan memutuskan untuk mandi terlebih dahulu. Ada beberapa helai bajunya di lemari Arawinda. Ia tak kuat jika harus pergi ke kamarnya sendiri.Saat turun dengan kondisi yang sudah lebih sadar, Kaivan pun bertanya pada kepala pelayan, "Dimana Arawinda?""Nyonya Arawinda tadi