"Tentang perubahan yang akan kamu terapkan di pesta nanti, apa semuanya sudah dikonfirmasi oleh Kaivan?""Kaivan?" Arawinda berbalik, menatap Gio dengan kening yang kini mengerut. "Kenapa harus atas persetujuan Kaivan sedang, saya yang diberikan tanggung jawab. Sedang saya yang mengurus pesta ini dan bagaimanapun saya kan anak dari Rajendra Maheswara jadi, saya berhak mengatur pesta dengan keputusan sendiri.."Gio memutar bola mata. "Arawinda, konsep yang sudah tertulis di map yang kami berikan itu sudah final sebelumnya. Kami melalui rapat panjang dan berbagai pembahasan yang rumit—""Tapi konsep itu terlalu biasa-biasa saja. Tidak mewah, tidak wah dan monoton seperti tahun-tahun sebelumnya. Om Gio pasti termakan usia, sama dengan manager umum dan Kaivan. Om, sekarang tahun 2022, jadi Om Gio harus lebih mengikuti jaman. Bedakan dengan lima belas tahun lalu, saat pesta pertemuan kolega ini pertama kali terselenggara." Mobil berhenti di lampu merah, Arawinda membolak-balik halaman yang
Kaivan membasahi bibir bawah sebelum menyimpan kembali buku menu ke tempat semula. Bisa dilihat oleh mata kepalanya, Arawinda yang kini nampak tidak nyaman dan salah tingkah."Udah lama banget kita enggak ketemu.""Aku malah ngira kamu udah mati."Tawa sumbang menyebalkan terdengar."Tapi syukur deh kalau kamu masih hidup, aku seneng banget. Setahun terakhir loh kita enggak hangout.""Sumpah, bener banget, boleh gabung gak?"Kaivan mendengus, ia tak mengerti kenapa Arawinda tak sama sekali menjawab atau setidaknya membantah dua orang gila yang sudah memanfaatkan hidupnya. Sampai kini, mereka duduk di kursi kosong yang tersedia di bangku mereka.Dua parasit yang tidak tahu diri.Karena kesal, Kaivan pun berkata dengan dingin, "Kamu nemu dari mana satwa-satwa tidak tahu diri seperti mereka, Arawinda?"Dan lalu meja pun hening."Kamu itu manusia, Arawinda. Manusia. Tidak pantas untuk berada di lingkup satwa yang tidak tahu malu, yang tidak berattitude dan tukang minta-minta traktiran beg
"Apa?""Buka."Arawinda yang penasaran bergerak cepat membuka barang yang kini diangsurkan Kaivan. "Eh?"Melihat wajah kaget Arawinda, Kaivan pun mengalihkan pandangan."Beneran?" Sebuah ponsel canggih keluaran terbaru ada di tangan Arawinda yang kini nampak girang. Ia tak menyangka akan datang hari ini. Setelah setahun lebih Kaivan menyandra ponselnya. "Kenapa?"Karena semua perlakuan Kaivan tak pernah bisa Arawinda tebak dengan baik. Sejak awal selalu begitu. Kaivan selalu memutuskan hal yang tak masuk di otak mungilnya."Tentu, kamu pasti memerlukan barang itu.""Tapi kenapa?"Tangan Kaivan yang tadinya tersimpan di saku pun terangkat. Mengusap tengkuknya. "Saya rasa sudah waktunya, kamu bisa kembali hidup dengan baik, dengan nyaman. Setahun terakhir, saya merampas semua hak kamu bukan karena apa-apa. Pertama, saya tidak mau kamu lepas dari pengawasan mata saya, padahal kamu adalah amanat terbesar dari Pak Rajendra. Kedua, kamu terlalu labil, emosi-mu masih bergejolak, berlarut-laru
Usai berenang, Arawinda memutuskan untuk mandi dan berganti baju di kamarnya. Cukup menyegarkan dan menyenangkan bisa berolahraga seperti tadi meski tentu saja, ia dan Kaivan banyak sekali bertengkar masalah hal-hal kecil yang sebenarnya tidak terlalu penting.Sesaat, dengan rambut yang masih basah, Arawinda duduk di meja rias. Bukan mengambil hair dryer, melainkan mengambil jurnal. Memutuskan untuk menulis progres pesta yang sudah ia lakukan, sesuai dengan arahan dari Kaivan dan Om Gio, jangan ada yang terlewat, meski itu detail terkecil sekalipun. Dua orang perfectsionis itu benar-benar memiliki banyak tuntutan terhadapnya.Sesaat kala Arawinda tengah sibuk, pintu kamar hotelnya terbuka. Kaivan masuk dengan stelan jas rapinya seperti biasa. "Kamu mau kemana?" tanya Arawinda.Kaivan melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Masih ada lima belas menit sebelum ia bertemu dengan salah satu kolega."Saya memiliki pertemuan yang penting, apa yang sedang kamu lakukan?"Dua bah
"Saya memberikan jurnal pesta yang sudah saya tulis kepada Bapak Kaivan sebelumnya. Dan saya juga sudah beberapa kali berkonsultasi menanyakan tentang langkah yang saya ambil ini, Pak Gio. Dan Pak Kaivan menyetujuinya. Anggap saja ini penyegaran, pembaharuan agar pesta tahunan ini tidak membosankan bagi orang-orang yang hadir." Arawinda tersenyum tipis setelah menjelaskan semua ucapan Gio. "Saya tidak akan mengacak-acak apapun di sini, saya melakukan yang terbaik, Anda tenang saja."Gio melirik Kaivan yang menganggukan kepala, sisi bibirnya sedikit terangkat dengan mata yang masih fokus mengawasi Arawinda. "Nah selanjutnya untuk undangan, sudah selesai dicetak. Saya sudah meminta bantuan kepada manager umum untuk mendata nama-nama yang terdaftar di pesta tahunan di jurnal sebelumnya. Ada beberapa yang baru ditambahkan dan dikurangi sesuai persetujuan Pak Kaivan juga. Akan mulai disebar beberapa hari lagi."Arawinda lalu membalik halaman buku yang ada di tangannya. "Untuk makanan, har
Arawinda menarik dan mengembuskan napasnya. Tahan mabuk katanya? Gadis itu terkekeh kecil sembari menggelengkan kepala. "Chef Arjuna, sesuai dengan pembicaraan dan pilihan saya barusan, tolong dilaksanakan dengan sangat baik ya. Semuanya. Saya tidak ingin ada celah dan komentar buruk di pesta nanti tentang makanan dan minuman yang tersaji. Semuanya harus sempurna.""Baik Nyonya Arawinda.""Kalau begitu, terimakasih banyak atas pertemuan hari ini, saya dan ... suami pamit. Sampai bertemu lagi.""Ya, sampai bertemu lagi."Arawinda lalu mengalungkan tangan Kaivan dipundaknya. Membawa sang suami untuk keluar dari dalam ruangan tersebut dengan susah payah. Langkahnya terhuyung-huyung sedang Kaivan masih meracau."Dinosaurus, dinosaurus dimakan pake saus.""Yang bener aja!" Arawinda hampir terkekeh andai saja ia tidak tengah memendam amarah pada sang suami. Sesampainya di mobil, Arawinda langsung mendudukan sang suami di kursi penumpang bagian depan dan memasangkan sealbelt. "Nyusahin tah
Kaivan terbangun dengan kepala yang sangat berat dan sakit. Lelaki itu meringis sembari memijati kening.Jam berapa sekarang? Kenapa ia bisa berada di sini?Kaivan memaksakan diri untuk sadar dan menatap sepenjuru ruangan. Kamar Arawinda? Bukannya barusan mereka ada pertemuan dengan Chef Arjuna?Desahan terdengar dari mulut Kaivan.Lelaki itu kemudian tersadar bahwa, pasti ia mabuk.Ia kira karena meminum sedikit tidak akan berefek sepatal itu. Kaivan melirik nakas dan mendapati sebuah minuman. Ia mengambilnya untuk menyegarkan diri. Sesaat setelah cairan tersebut masuk ke dalam tenggorokannya, Kaivan bisa merasakan asam yang sangat pekat. Pereda pengar mungkin.Usai menelan semua itu, Kaivan turun dari pembaringan dan memutuskan untuk mandi terlebih dahulu. Ada beberapa helai bajunya di lemari Arawinda. Ia tak kuat jika harus pergi ke kamarnya sendiri.Saat turun dengan kondisi yang sudah lebih sadar, Kaivan pun bertanya pada kepala pelayan, "Dimana Arawinda?""Nyonya Arawinda tadi
"Disini ternyata."Arawinda mendapati Kaivan yang berjalan tenang ke arahnya. "Kenapa bisa?"Kaivan mengangkat ponselnya sembari tersenyum. "Saya bisa ngelacak keberadaan kamu dari ponsel yang sekarang lagi kamu mainin. Kenapa tadi enggak angkat panggilan saya?""Saya lagi mau ngehindar dari kamu, Kaivan! Saya itu marah. Marah sekali. Kamu ngerepotin tahu enggak? Bikin saya pusing sendiri!"Kekehan terdengar, Kaivan berjalan lebih dekat pada Arawinda. "Maaf, saya pikir tidak akan semabuk itu, toh hanya segelas. Lagi pula, alkohol yang saya cicipi tadi cukup enak dan nyaman di lidah saya.""Kalau memang tidak biasa minum, sebaiknya jangan seperti tadi." Arawinda menggerakan gelas berisi wine di tangannya lalu menghidu baunya dalam-dalam sebelum kemudian, meneguk dengan tenang."Siapa yang memberi kamu minuman itu?""Ini punya Papi, ada di kamar. Kenapa? Mau?" tanya Arawinda yang kini tengah duduk di kursi panjang depan kolam renang. Gio sudah tertidur. Rumah sudah sepi. Sedang ia masi
Sembari mengigit kuku dan berdiri di depan jendela kamar hotel, Arawinda pun menempelkan ponsel di salah satu telinga. Ia tengah mencoba menelepon Diajeng namun berulang kali, panggilan itu tidak terangkat karenanya, Arawinda pikir, Kaivan harus segera mengetahui kondisi Ibu.Ketika sambungan telepon terakhir Arawinda diabaikan, Arawinda berbalik dan memutuskan untuk mencari Kaivan di luar. Malam sudah menjemput tapi sang suami belum juga kembali. Entah kemana dia sekarang.Saat baru membuka pintu, Arawinda menemui Kaivan yang tengah berjalan ke arah kamarnya."Kenapa?" tanya Kaivan saat mendapati wajah cemas Arawinda. "Kamu lebih baik pulang aja, saya dilarang ngasih tahu ini sama Diajeng, tapi Ibu lagi di rumah sakit sekarang. Katanya, Ibu kena komplikasi dan saya khawatir karena Diajeng enggak angkat telepon-telepon saya."Wajah cerah Kaivan sebelumnya menjadi keruh saat mengetahui hal tersebut."Saya bakalan di sini, ngurusin hotel semampu saya dan mungkin atas arahan Om Gio dan
Arawinda mengikuti langkah cepat Kaivan untuk pergi ke ruang rapat menemui Manager Umum yang kini sudah menunggu mereka di sana. Saat datang, Kaivan langsung duduk di salah satu kursi sedang Arawinda mengisi kursi lain di sampingnya."Dokumen yang saya minta sudah Anda siapkan?""Sudah Tuan Kaivan. Ini laporan kerja operasional hotel, proposal acara tahunan, di tahun-tahun sebelumnya juga di tahun ini. Rating dan peringkat hotel dari berbagai asosiasi terkenal yang menjadi kiblat perbisnisan. Serta data pelanggan tahunan."Kaivan menganggukan kepala puas. Sedang Arawinda hanya bisa menganga melihat apa yang ada di depannya. Berbagai macam dokumen yang nampak tebal sudah ada dan meminta Arawinda baca."Begini." Arawinda mengintrupsi. "Saya gak harus baca semua buku ini kan?""Kamu harus baca semua, Arawinda." Kaivan menaikan bahu. "Ini dasar kamu, agar bisa mengerti dan menjalankan bisnis hotel secara perlahan. Saya dulu juga saat masuk harus membaca semua dokumen ini berhari-hari.""B
Sesampainya di rumah sakit, Diajeng langsung melakukan prosedur agar Ibu bisa ditindak oleh dokter.Dan dengan cemas Diajeng menunggu tak jauh dari Ibu yang tengah diperiksa. Ah, ia harus memberitahukan Rama. Tapi masalahnya, Rama seringkali tidak membawa ponsel ketika pergi ke kebun.Sembari menarik dan mengembuskan napas panjang, Diajeng mencoba untuk tenang. Ia tak boleh berpikiran negatif. Benar, Ibu hanya sakit biasa. Karena terlalu lelah di kebun dan kurang beristirahat, beliau jadi begitu. Sesaat kemudian, Diajeng pun menganggukkan kepala. Hingga kemudian, dokter akhirnya keluar memberitahukan hal yang cukup membuat Diajeng sedih.Ibu hipertensi yang sudah tidak terkontrol. Hingga ada kemungkinan Ibu gagal ginjal dan stroke ringan sekarang. Bahkan kalau dibiarkan secara terus menerus Ibu bisa saja mengalami serangan jantung.Dan rasanya saat itu dunia Diajeng runtuh. Sebagai anak, ia merasa benar-benar gagal karena tak bisa mengurus Ibu dengan baik. Mengurus seorang wanita yang
Arawinda mengigit kuku sembari duduk di tengah pembaringan dengan lutut yang tertekuk. Matanya menatap tembok dan tak lepas dari sana sejak tadi. Mengingat semua kejadian semalam yang sudah ia lewati dengan Kaivan membuat ia tak mempercayai dirinya sendiri lagi. Bagaimana, Arawinda bisa mengeluarkan suara-suara erotis atas setiap sentuhan Kaivan. Bagaimana Arawinda yang seperti orang cabul yang ingin lagi dan lagi memangut bibir sang suami. Menelusuri dan menjambak tubuh Kaivan dengan ekspresi yang memancar menjijikan begitu.Arawinda berteriak tertahan sembari mengacak-acak rambut kepalanya. Ia terlalu malu, sangat amat malu dengan apa yang sudah terjadi.Kaivan sudah melihat tubuhnya. Hampir keseluruhan. Semuanya.Meski ya ... katanya sih, ia dan Kaivan sebelumnya sudah melakukan hal itu. Tapi beda! Kali ini Arawinda mengingat kegilaannya. Tak seperti malam saat ia mabuk dengan Atharya. Ia mengingat sampai tidak sadarkan diri di tempat. Lalu blank setelahnya.Daun pintu kamar nampak
"Eh." Arawinda keheranan kala mendapatkan buket bunga mawar putih dari manajer umum."Hadiah kecil dari saya atas kerja keras Nyonya Arawinda.""Kenapa harus sebegini?" Arawinda penuh senyum. Tiada yang lebih membahagiakan selain karena, apa yang telah ia kerjakan beberapa waktu terakhir banyak dipuji dan diapresiasi oleh orang lain. Apalagi sampai diberikan bunga begini."Bahkan saya rasa, belum cukup memberikan apresiasi untuk semua kerja keras Nyonya. Acara kemarin sukses dan gemerlap karena kerja keras Nyonya Arawinda.""Terima kasih banyak.""Sama-sama. Anda akan pergi kemana?""Saya turun untuk sarapan.""Tuan Kaivan?""Sudah langsung bertemu dengan Om Gio.""Ah iya, saya harus menyusul mereka berdua jadi, saya permisi.""Silahkan," dengan hati dan mood yang lebih baik, Arawinda pun berjalan ke arah restoran hotel. Sesaat dia duduk dan tanpa diminta, semua pegawai langsung siap siaga menghampirinya. Arawinda bertanya menu yang tersedia saat itu sebelum memilih beberapa. Teh hang
Kaivan mengembuskan napas saat Arawinda menjambak kembali rambut kepalanya entah untuk yang keberapa kali sembari menyerocos tak jelas."Pokoknya aku tuuuu benci banget banget sama Kaivan.""Iya, iyaaaa.""Dia nyuruh ini-itu ini-itu kayak bos aja. Padahal siaaaapa?" Arawinda sedikit mengeraskan tekanan suaranya di akhir kalimat. "Siapa pemilik dari hotel ini?!"Gio dan Kaivan secara bersamaan melihat Arawinda yang menepuk dadanya sendiri. "Akuuuuu!"Dan entah kenapa melihat tingkah itu, dua laki-laki itu malah tertawa.Di sisi lain Arawinda yang sudah hampir tak sadarkan diri mendorong kepala Kaivan sekenanya. "Aduh capek banget.""Kalau gitu kamu tidur dan istirahat aja sekarang," perintah Gio."Tapi yaaa!" Arawinda belum selesai berbicara ternyata. Kedua tangan kecilnya hinggap di rahang tegas Kaivan. "Untung dia ganteng banget. Jadi setidaknya walaupun nyebelin seenggaknya dia ganteng. Dan setidaknya, my first kiss—dskskskahdg."Kata yang selanjutnya keluar dari mulut Arawinda terde
Mendengar dari Zia bahwa kini Arawinda tengah menghadapi sosok Agra Atmadeva yang tengah mengamuk di depannya, Kaivan langsung berlari menghampiri sang istri sekuat tenaga."Gadis bodoh, tidak berpendidikan, penyakitan! Lihat saja, banyak kolega yang tidak akan mau bergabung dengan Maheswara lagi.""Ya sudah, tinggal dilihat kalau begitu." Arawinda kembali menyuapkan sesuatu ke dalam mulutnya."Jangan hina istri saya." Kaivan datang dengan suara dinginnya. "Silahkan Anda pergi dari sini. Kita bicarakan baik-baik nanti.""Bicara baik-baik? Saya bahkan tidak sudi."Kaivan tahu bahwa setelah ini, hubungannya dengan Agra Atmadeva akan memasuki babak yang sangat memanas. Tapi, demi apapun, Kaivan tidak merasa gentar. Karena kini ia mempunyai penopang yang kuat. Perusahaan dengan citra baik, orang-orang berkuasa dan cerdas serta sang istri."Lalu apa yang Anda inginkan dengan membuat keributan begini?" tanya Kaivan. "Sikap Anda yang baru saja menghina istri saya dengan tidak senonoh akan te
Arawinda menatap Kaivan yang kini berdiri di atas panggung mempresentasikan gelaran proyek besar yang akan dilakukan oleh Maheswari Group ke depannya. Beberapa orang yang sudah ikut bergabung dalam proyek tersebut disebutkan secara gamblang oleh Kaivan, berterimakasih karena sudah banyak membantu mewujudkan rencana dan keinginan dari perkembangan bisnis Maheswara. Tak hanya itu, sepertinya, setelah mendengar apa yang bisa mereka dapat dari ikut pada proyek ini, banyak kolega-kolega yang akhirnya tertarik. Untuk berinvestasi atau malah membeli apa yang Kaivan tawarkan."Pantas saja Pak Rajendra menjadikan Kaivan taring terdepan bagi Maheswara Group. Cara memimpinnya sangat luar biasa. Dia juga mencoba mengembangkan perusahaan ke ranah lain yang lebih besar."Dengan jelas Arawinda bisa mendengar pembicaraan sosok yang duduk tidak jauh di sampingnya.Gio yang kemudian menjawab. "Dia memang anak yang hebat, anak yang sangat cerdas. Dan sebagai seorang pembisnis sejati, Pak Rajendra tahu d
"Gak bisa tidur ya?"Arawinda merasakan elusan lembut di kepalanya. "Iya.""Mau saya pijet?""Kenapa?""Biar kamu bisa tenang dan tidur. Besok acara besar. Kamu harus banyak beristirahat," ujar Kaivan. Kini mereka berdua tengah berada di kamar hotel. Hari berganti malam, Arawinda nampaknya gelisah. Meski sudah dipersiapkan sematang mungkin, tetap ada peluang tentang apa saja yang bisa terjadi besok hari. Kaivan tahu hal tersebut. Terlebih beberapa pihak yang akhirnya tidak diundang dalam pesta rutin tahunan ini mulai menunjukkan sikap menyebalkan mereka. Apalagi Atmadeva Group. Mereka mulai menyebarkan fitnah-fitnah dan ucapan-ucapan tidak benar pada beberapa rekan bisnis.Dunia perhotelan sebenarnya memiliki lingkup yang kecil. Mereka akan memiliki rekan yang itu lagi dan lagi. Saling kenal satu sama lain.Dan untung saja, karena reputasi Maheswara Group selalu baik sejak dulu. Alih-alih ikut membenci dan menyalahkan, justru orang-orang yang mencoba dihasut oleh Atmadeva Group malah