"Benarkah, nanti biar papa tanyakan pada Om Robert." sahut Bram.
"Bener ya Pa?" Dinda meyakinkan ucapan Bram.
"Tentu saja, kapan papa bohong sama anak sendiri?" Bram menatap lekat lekat pada Dinda.
"Papa memang yang terbaik." Dinda mengacungkan dua jempolnya pada Bram. "Best lah pokonya." tambah Dinda.
****
"Nak, kau sudah bangun?" Salma menata sarapan di meja makan apartemen Ammar.
"Ibu kapan kesini? Kok aku ga tahu?" Ammar menyeruput kopi buatan Salma.
"Sudah dari jam tujuh ibu di sini kak, beliau khawatir tentang keadaan kakak apalagi dengan kejadian semalam. Ibu terus kepikiran makanya nyuruh aku nganter ke sini." ngomel Fadli.
"Memangnya ada apa semalam Bu? Perang dunia ke tiga atau keempat?" Ammar terkekeh.
"Kau ini kak, ibu khawatir karena ayah bersikeras mau jodohin kakak sama Dinda." terang Fadli.
"Serius Bu? Kok Ammar ga dikasih tahu sama sekali atau setidaknya nanyain ke Ammar apa Ammar mau atau tidak nikah sama Dinda. Kalau sudah begini saja siapa yang rugi lagian Ammar juga belum tentu setuju. Jika Ammar menyukai seseorang apa Dinda ga terluka. Ayah benar benar." seru Ammar.
Membuat Salma dan Fadli melongo karna tidak biasanya kakaknya itu bicara banyak.
"Apa kak, kau sedang menyukai seseorang? Apa kau lagi jatuh cinta dan wanita itu..."
Dengan cepat Ammar menutup mulut Fadli namun Fadli berusaha menarik tangan Ammar.
"Siapa wanita itu Ammar apa ibu boleh mengenalnya?" Sahut Salma membuat Ammar melepaskan telapak tangannya dari bibir Fadli.
"Eh itu... Anu Bu itu ibu pasti salah denger iya kan Fad?" Ammar melotot pada Fadli namun tak digubris olehnya.
"Jawab jujur Ammar, siapa wanita itu? Ibu ingin tahu." Salma menekan Ammar.
"Dia pemilik sebuah butik Bu. Orangnya cantik, tapi..." Fadli melirik ke arah Ammar sekilas.
"Dia seorang janda dengan satu orang anak laki laki Bu."
Salma terperangah dengan penjelasan Fadli. "Benarkah itu nak?" Salma meminta penjelasan pada Ammar.
"Benar Bu.." Ammar mendudukkan diri di sofa sebelah Salma duduk.
"Maafin Ammar Bu, entah darimana perasaan itu hadir. Tapi Ammar yakin kalau ini adalah cinta laki laki pada wanita. Aku jatuh cinta padanya saat pertama kali melihatnya. Ammar merasa wajahnya tak asing. Tapi entahlah ada rasa ingin melindunginya padahal baru sekali bertemu."
"Sekali lagi maafin Ammar ya Bu." lanjut Ammar.
"Kau tak perlu minta maaf karena itu. Ibu malah bahagia jika kau sudah menemukan seseorang yang tepat untukmu."
"Lalu bagaimana dengan ayah Bu, beliau pasti marah jika mengetahuinya. Ibu tahu bagaimana sifat ayah." tanya Fadli.
"Soal ayah biar urusan ibu yang nangani cukup selama ini ibu yang jadi korban. Kalian harus bahagia."
Mereka bertiga berpelukan.
"Jika kau memang mencintai wanita itu maka perjuangkan lah nak kau faham?!"
"Lalu kapan ibu kau ajak menemuinya nak? Ibu juga ingin mengenalnya." pinta Salma.
"Nanti ibu jika dia sudah sehat dan kembali dari rumah sakit." ucap Ammar.
"Apa dia di rumah sakit? Dia sedang sakit?" Salma menatap Ammar meminta penjelasan.
"Ayo antar ibu sekarang ke rumah sakit ibu ingin menjenguknya. Kenapa baru bilang sekarang Ammar..."
"Ibu, dia baru saja mengalami kecelakaan. Jadi ga mungkin juga jika Ammar bawa ibu kesana kan? Tunggu ya Bu sampai Ammar benar benar siap. Ammar akan ajak ibu menemuinya." lanjut Ammar.
"Bener ya..." Salma menatap lekat lekat anak sulungnya penuh harap.
"Hhmm..." sahut Ammar.
"Om ibu kemana kenapa sudah tak lagi di kamarnya bukankah masih butuh pengobatan?" Sahut Aziz.
"Ibumu sedang di taman dengan Om Ammar, mungkin ibumu bosan di kamar terus biarkan dia jalan jalan sebentar." ujar Ikhsan.
Aziz pun berdecak kesal.
"Om sejak kapan ibu dekat seorang laki laki? Tampaknya Om Ammar memang seperti sengaja mau mendekati Ibu."
"Loh.. bukannya kamu ingin ibumu menikah lagi ya bagus dong kalau ibumu dekat dengan Om Ammar sepertinya dia juga orang baik. Jadi keinginanmu terwujud ibumu menikah lagi dan kau punya ayah baru." sahut Ikhsan terkekeh.
"Kurangnya apa Om Ammar itu, excellent man. Dah pengusaha mapan, tampan lagi. Trus maunya kamu yang seperti apa?" Lanjut Ikhsan.
"Tapi ya ga harus langsung diterima gitu aja Om harus dites dulu kali." celetuk Aziz.
"Dites apanya nak?" Tiba tiba Ayana masuk di bantu Ammar yang mendorong kursi rodanya.
"Aziz kamu mau ujian kok g ke sekolah? Apa ga kangen sama temennya terkhusus..."
"Ibu jangan buka buka rahasiaku di depan orang lain ya cukup ibu saja yang tahu." Aziz kesal.
"Baiklah ibu jaga rahasianya." janji Ayana.
"Jadi kau sudah punya cewek di sekolah, siapa Ziz kenalin sama Om. Jangan jangan Ara juga tahu. Kalau g kasih tahu biar nanti Om langsung nanyain sama Ara atau Raka saja." tertawa mengejek Aziz.
"Om diem bisa ga bikin Aziz bad mood aja." sahut Aziz kesal.
"Loh ga boleh gitu sama orang tua Ziz pamali dosa." ujar Ayana.
Ammar yang mendengar percakapan itu pun ikut tersenyum bahagia.
"Om Ammar, jangan deket deket sama ibuku ya kalau ga mau Aziz rontokkan wajahnya." sahut Aziz melotot ke arah Ammar.
"Loh kok saya memangnya saya mau ngapain ke ibumu?" Tanya Ammar.
"Udahlah Om jangan pura pura ga tahu Aziz faham kok kenapa Om Ammar sering kesini njenguk ibu. Kita sama sama laki laki Om jadi Aziz faham yang terjadi. Dan lagian baru kali ini kok ibu Deket sama laki laki selain ayah, kakek sama Om Ikhsan. Makanya Aziz tahu." sahut Aziz membuat semua yang ada di dalam ruangan melongo.
"Kamu ngomong apa Ziz bikin malu ibumu saja." Ayana kesal karna Aziz anaknya ceplas ceplos ngasal bicara.
"Ga papa, kalaupun iya juga. Lagi pula kamu juga dah lama sendiri Ay, kalau memang Ammar mau kakak setuju saja pikirkan juga kebahagianmu sendiri. Kamu pantes kok bahagia." sambung Ikhsan.
"Wah Om sama ponakan sekongkol ini. Udah Pak Ammar mohon jangan didengerin ya." ujar Ayana.
Ammar pun tersenyum, "Ya jika beneran juga ga masalah kok." sahut Ammar.
"Apa Pak....?" Ayana melongo.
"Raka... Tahu ga di mana Aziz dah hampir seminggu ga berangkat sekolah?" Tanya Husna setibanya di ruang kelas Aziz."Memang dia ga kasih tahu kamu kalau ibunya masuk rumah sakit?" Sahut Raka."Dia ga ngabarin soal itu hanya bilang dia lagi g pengen diganggu gitu aja sih" ucap Husna."Ya udah kalau itu pesennya jangan dihubungi untuk sementara waktu atau datang aja ke rumahnya nanti sore bareng aku. Ibunya siang ini dah balik kok dari rumah sakit""Beneran ya, nanti aku ditungguin loh jangan ditinggal" pinta Husna."Oke. Tapi jangan lupa uang bensinnya yaa!" Sahut Raka."Nah anak orang kaya kok g ada bensin ga modal banget" ketus Husna."Lah kan aku sopir kamu penumpang tetap bayar ongkos yaa...ya..!" Sahut Raka."Oke deh buat Aziz apa sih yang enggak buat dia" Husna tersenyum seketika wajahnya berbinar.&
Ayana apa boleh aku menanyakan sesuatu yang pribadi padamu?" Ucap Ammar hati hati."Boleh memangnya ada apa?" Ayana menatap Ammar sekilas."Apa kau tidak berencana untuk menikah lagi?" Suara Ammar pelan.Ayana tercengang mendengar pertanyaan Ammar namun dengan segera dia menguasai perasaannya."Menikah? Dengan siapa? Memangnya masih ada yang mau menerimaku dengan status janda beranak satu" Ayana terkekeh."Jika kau mau pastinya banyak yang mau sama kamu. Kamu masih cantik dan menarik" komentar Ammar membuat Ayana tercengang untuk kedua kalinya."Jangan melawak tidak lucu sama sekali" sahut Ayana menata perasaannya karna dalam hatinya pun tak menampik bahwa dia masih terlihat seperti gadis berusia dua delapan tahun padahal sudah kepala tiga."Kau tidak percaya dengan ucapanku?" Ammar menatap lekat wajah Ayana."Kau ada ada saja" gur
Ibu, kapan sampai? Kok ga ngabarin Ammar kalau mau datang kan bisa Ammar jemput." Rengek Ammar khas manjanya anak kecil."Ibu telpon kamu ga diangkat ya sudah Fadli yang antar kesini tadi. Kok tumben pulang sore banget biasanya jam enam dah balik?" Salma menatap Ammar lekat-lekat."Kapan kamu mau nganter itu calon istri kamu? Mama ingin cepat-cepat ketemu.""Sabar Bu, Ammar lagi atur kembali jadwalnya biar bisa ketemu dengannya lebih lama jadi lebih puas ngobrol dengannya. Memangnya ada apa bu, kok Ibu buru-buru gitu?""Ayah kamu, sudah nentuin tanggal pernikahan kamu sama Dinda."Deg!"Secepat itu? Oke bu, besok aku bicara sama ayah agar tidak usah mengatur segala sesuatunya. Karena aku sudah memiliki calonnya."Ammar menyerahkan ponselnya pada Salma dan Salma pun terhenyak melihat siapa yang ada di ponsel anaknya itu.&
"Aku sangat bahagia hari ini, terima kasih." Ammar mencium kedua tangan Ayana berkali kali."Justru aku yang harusnya berterima kasih karena sudah menerima ku dengan segala kekuranganku." Ayana tersenyum simpul membuat Ammar semakin gemas terhadapnya."Apakah boleh aku memintanya?""Tentu saja, lakukanlah."Ammar mencium kening Ayana sembari berucap doa, Ayana memejamkan matanya saat kedua daging kenyal tersebut menyentuh bagian keningnya.Ammar melepaskan Khimar instan yang dipakai oleh Ayana."MasyaAllah kau cantik sekali."Ayana menunduk malu pada Ammar, dengan cepat Ammar meraih dagu Ayana dengan tangan kirinya dan melahap bibir tipisnya dengan lembut. Bibir inilah yang selalu menganggu pikiran Ammar membuatnya tak fokus saat bekerja di kantor.Tangan kanannya bebas mengekplor tubuh Ayana dengan bebasnya.
Ayana mempercepat langkahnya menuju parkiran basement kantornya, dia sudah terlambat menjemput anak lelakinya Aziz. Anak lelaki yang sangat manja dengan Ayana, anak laki laki kebanggaan Ayana. Karena hanya Aziz lah yang selalu menemaninya selama ini. Obat dari segala kegundahannya semenjak kepergian suaminya Daniyal zhacry. Laki laki yang menikahinya slama ini."Hallo, Assalamualaikum..." Ayana membuka mobilnya dengan kesusahan karena di tangan kirinya memegang berkas rancangan butiknya sembari mengapit ponselnya."Waalaikumussalam,... Dimana Ibu sekarang? Kenapa belum juga sampai? Aku sudah lelah Ibu" rengek Aziz di seberang sana."Tunggulah sebentar Ibu baru akan kesana, maaf tadi ada rapat mendadak" sesal Ayana karena tak bisa memberi tahukan putranya perihal rapat dadakan untuk acara pemotretan produk Khimar terbarunya."Aku tunggu disini Ibu jangan lama - lama. Assalamualaikum" klik Aziz dengan cepat mematikan sambungan teleponnya tanpa
"Kak, apa kau sudah menemui ayah?" Seru Fadli."Aku belum mengatakan apapun. Entahlah, apa bisa melawan kemauan ayah sedangkan apa beliau harus kita turuti. Aku bingung sendiri dan lagi nanti malam gadis yang akan dijodohkan denganku akan datang ke rumah""Apa kau punya solusi untukku?" Lanjut Ammar memijat pelipisnya yang mendadak berdenyut nyeri."Aku... Kak, apapun keputusanmu aku akan mendukungmu. Pikirkanlah dengan baik aku tak mau kau kecewa untuk kedua kalinya" ujar Fadli menepuk bahu sang kakak sebelum akhirnya keluar dari ruangan Ammar.***Kantor Ayana"Mbak, kau datang lebih awal apa Aziz tidak ke sekolah?" Seru Rahma."Eoh, dia dijemput mas Ikhsan jadi aku bisa datang lebih awal. Apa kita jadi bertemu klien hari ini?" Seru Ayana menatap tumpukan gambar sketsa gaun pengantin.
"Om, apa ibuku baik baik saja?"Ammar dan Fadli menoleh ke arah sumber suara."Om, apa ibuku baik baik saja?""Kau,....?""Aku Aziz om, anaknya ibu yang kecelakaan tadi? Bagaimana keadaan ibu ku om?""Dia ada di dalam sedang melewati masa kritisnya. Doakan yang terbaik untuknya ya!""Apa ibuku akan baik baik saja?""Tentu saja"Ara dan Raka datang menyusul Aziz lari tergopoh gopoh."Mas, Tante gimana? Apa sudah sadar?""Belum Ra, ibu belum sadar""Sabar Ziz, ibu mu pasti baik baik saja"Ammar menatap ketiga anak muda yang datang berbeda waktu itu bergantian."Di mana ayahmu? Kenapa tak datang bersamamu?" Seru Ammar menatap Aziz."Ayah ga ada om, sudah meninggal" ucap Aziz."Nanti Papa Ikhsan akan kesini buat nemenin. Sabarlah mas!"ucap Ara.&n
"Aku sangat bahagia hari ini, terima kasih." Ammar mencium kedua tangan Ayana berkali kali."Justru aku yang harusnya berterima kasih karena sudah menerima ku dengan segala kekuranganku." Ayana tersenyum simpul membuat Ammar semakin gemas terhadapnya."Apakah boleh aku memintanya?""Tentu saja, lakukanlah."Ammar mencium kening Ayana sembari berucap doa, Ayana memejamkan matanya saat kedua daging kenyal tersebut menyentuh bagian keningnya.Ammar melepaskan Khimar instan yang dipakai oleh Ayana."MasyaAllah kau cantik sekali."Ayana menunduk malu pada Ammar, dengan cepat Ammar meraih dagu Ayana dengan tangan kirinya dan melahap bibir tipisnya dengan lembut. Bibir inilah yang selalu menganggu pikiran Ammar membuatnya tak fokus saat bekerja di kantor.Tangan kanannya bebas mengekplor tubuh Ayana dengan bebasnya.
Ibu, kapan sampai? Kok ga ngabarin Ammar kalau mau datang kan bisa Ammar jemput." Rengek Ammar khas manjanya anak kecil."Ibu telpon kamu ga diangkat ya sudah Fadli yang antar kesini tadi. Kok tumben pulang sore banget biasanya jam enam dah balik?" Salma menatap Ammar lekat-lekat."Kapan kamu mau nganter itu calon istri kamu? Mama ingin cepat-cepat ketemu.""Sabar Bu, Ammar lagi atur kembali jadwalnya biar bisa ketemu dengannya lebih lama jadi lebih puas ngobrol dengannya. Memangnya ada apa bu, kok Ibu buru-buru gitu?""Ayah kamu, sudah nentuin tanggal pernikahan kamu sama Dinda."Deg!"Secepat itu? Oke bu, besok aku bicara sama ayah agar tidak usah mengatur segala sesuatunya. Karena aku sudah memiliki calonnya."Ammar menyerahkan ponselnya pada Salma dan Salma pun terhenyak melihat siapa yang ada di ponsel anaknya itu.&
Ayana apa boleh aku menanyakan sesuatu yang pribadi padamu?" Ucap Ammar hati hati."Boleh memangnya ada apa?" Ayana menatap Ammar sekilas."Apa kau tidak berencana untuk menikah lagi?" Suara Ammar pelan.Ayana tercengang mendengar pertanyaan Ammar namun dengan segera dia menguasai perasaannya."Menikah? Dengan siapa? Memangnya masih ada yang mau menerimaku dengan status janda beranak satu" Ayana terkekeh."Jika kau mau pastinya banyak yang mau sama kamu. Kamu masih cantik dan menarik" komentar Ammar membuat Ayana tercengang untuk kedua kalinya."Jangan melawak tidak lucu sama sekali" sahut Ayana menata perasaannya karna dalam hatinya pun tak menampik bahwa dia masih terlihat seperti gadis berusia dua delapan tahun padahal sudah kepala tiga."Kau tidak percaya dengan ucapanku?" Ammar menatap lekat wajah Ayana."Kau ada ada saja" gur
"Raka... Tahu ga di mana Aziz dah hampir seminggu ga berangkat sekolah?" Tanya Husna setibanya di ruang kelas Aziz."Memang dia ga kasih tahu kamu kalau ibunya masuk rumah sakit?" Sahut Raka."Dia ga ngabarin soal itu hanya bilang dia lagi g pengen diganggu gitu aja sih" ucap Husna."Ya udah kalau itu pesennya jangan dihubungi untuk sementara waktu atau datang aja ke rumahnya nanti sore bareng aku. Ibunya siang ini dah balik kok dari rumah sakit""Beneran ya, nanti aku ditungguin loh jangan ditinggal" pinta Husna."Oke. Tapi jangan lupa uang bensinnya yaa!" Sahut Raka."Nah anak orang kaya kok g ada bensin ga modal banget" ketus Husna."Lah kan aku sopir kamu penumpang tetap bayar ongkos yaa...ya..!" Sahut Raka."Oke deh buat Aziz apa sih yang enggak buat dia" Husna tersenyum seketika wajahnya berbinar.&
"Benarkah, nanti biar papa tanyakan pada Om Robert." sahut Bram."Bener ya Pa?" Dinda meyakinkan ucapan Bram."Tentu saja, kapan papa bohong sama anak sendiri?" Bram menatap lekat lekat pada Dinda."Papa memang yang terbaik." Dinda mengacungkan dua jempolnya pada Bram. "Best lah pokonya." tambah Dinda.****"Nak, kau sudah bangun?" Salma menata sarapan di meja makan apartemen Ammar."Ibu kapan kesini? Kok aku ga tahu?" Ammar menyeruput kopi buatan Salma."Sudah dari jam tujuh ibu di sini kak, beliau khawatir tentang keadaan kakak apalagi dengan kejadian semalam. Ibu terus kepikiran makanya nyuruh aku nganter ke sini." ngomel Fadli."Memangnya ada apa semalam Bu? Perang dunia ke tiga atau keempat?" Ammar terkekeh."Kau ini kak, ibu khawatir karena ayah bersikeras mau jodohin kakak sama Dinda.
"Om, apa ibuku baik baik saja?"Ammar dan Fadli menoleh ke arah sumber suara."Om, apa ibuku baik baik saja?""Kau,....?""Aku Aziz om, anaknya ibu yang kecelakaan tadi? Bagaimana keadaan ibu ku om?""Dia ada di dalam sedang melewati masa kritisnya. Doakan yang terbaik untuknya ya!""Apa ibuku akan baik baik saja?""Tentu saja"Ara dan Raka datang menyusul Aziz lari tergopoh gopoh."Mas, Tante gimana? Apa sudah sadar?""Belum Ra, ibu belum sadar""Sabar Ziz, ibu mu pasti baik baik saja"Ammar menatap ketiga anak muda yang datang berbeda waktu itu bergantian."Di mana ayahmu? Kenapa tak datang bersamamu?" Seru Ammar menatap Aziz."Ayah ga ada om, sudah meninggal" ucap Aziz."Nanti Papa Ikhsan akan kesini buat nemenin. Sabarlah mas!"ucap Ara.&n
"Kak, apa kau sudah menemui ayah?" Seru Fadli."Aku belum mengatakan apapun. Entahlah, apa bisa melawan kemauan ayah sedangkan apa beliau harus kita turuti. Aku bingung sendiri dan lagi nanti malam gadis yang akan dijodohkan denganku akan datang ke rumah""Apa kau punya solusi untukku?" Lanjut Ammar memijat pelipisnya yang mendadak berdenyut nyeri."Aku... Kak, apapun keputusanmu aku akan mendukungmu. Pikirkanlah dengan baik aku tak mau kau kecewa untuk kedua kalinya" ujar Fadli menepuk bahu sang kakak sebelum akhirnya keluar dari ruangan Ammar.***Kantor Ayana"Mbak, kau datang lebih awal apa Aziz tidak ke sekolah?" Seru Rahma."Eoh, dia dijemput mas Ikhsan jadi aku bisa datang lebih awal. Apa kita jadi bertemu klien hari ini?" Seru Ayana menatap tumpukan gambar sketsa gaun pengantin.
Ayana mempercepat langkahnya menuju parkiran basement kantornya, dia sudah terlambat menjemput anak lelakinya Aziz. Anak lelaki yang sangat manja dengan Ayana, anak laki laki kebanggaan Ayana. Karena hanya Aziz lah yang selalu menemaninya selama ini. Obat dari segala kegundahannya semenjak kepergian suaminya Daniyal zhacry. Laki laki yang menikahinya slama ini."Hallo, Assalamualaikum..." Ayana membuka mobilnya dengan kesusahan karena di tangan kirinya memegang berkas rancangan butiknya sembari mengapit ponselnya."Waalaikumussalam,... Dimana Ibu sekarang? Kenapa belum juga sampai? Aku sudah lelah Ibu" rengek Aziz di seberang sana."Tunggulah sebentar Ibu baru akan kesana, maaf tadi ada rapat mendadak" sesal Ayana karena tak bisa memberi tahukan putranya perihal rapat dadakan untuk acara pemotretan produk Khimar terbarunya."Aku tunggu disini Ibu jangan lama - lama. Assalamualaikum" klik Aziz dengan cepat mematikan sambungan teleponnya tanpa