Ayana mempercepat langkahnya menuju parkiran basement kantornya, dia sudah terlambat menjemput anak lelakinya Aziz. Anak lelaki yang sangat manja dengan Ayana, anak laki laki kebanggaan Ayana. Karena hanya Aziz lah yang selalu menemaninya selama ini. Obat dari segala kegundahannya semenjak kepergian suaminya Daniyal zhacry. Laki laki yang menikahinya slama ini.
"Hallo, Assalamualaikum..." Ayana membuka mobilnya dengan kesusahan karena di tangan kirinya memegang berkas rancangan butiknya sembari mengapit ponselnya.
"Waalaikumussalam,... Dimana Ibu sekarang? Kenapa belum juga sampai? Aku sudah lelah Ibu" rengek Aziz di seberang sana.
"Tunggulah sebentar Ibu baru akan kesana, maaf tadi ada rapat mendadak" sesal Ayana karena tak bisa memberi tahukan putranya perihal rapat dadakan untuk acara pemotretan produk Khimar terbarunya.
"Aku tunggu disini Ibu jangan lama - lama. Assalamualaikum" klik Aziz dengan cepat mematikan sambungan teleponnya tanpa menunggu jawaban dari Ayana.
"Aish.... Anak itu tak sopan dengan orang tua" gumam Ayana seketika langsung memasang selt beltnya dan menyalakan mesin mobilnya menelusuri terik panasnya kota Jakarta.
Di lain tempat.
"Kak, kau bilang tak enak badan sehingga kau menyuruhku datang menggantikanmu untuk rapat. Tapi lihatlah, kau malah enak enakan duduk di kursi bermain ponsel" Fadli memberengut protes dengan kelakuan kakaknya Ammar.
"Maaf, tapi kepalaku sedang benar benar sakit. Kau tahu alasannya kan?" ujar Ammar.
Fadli menganggukan kepalanya dia tahu benar keadaan kakaknya yang akan dijodohkan dengan anak dari sahabat ayahnya.
"Lantas apakah kau punya ide? bantulah kakakmu ini, setidaknya itu akan meringankan sedikit bebanku" lanjut Ammar tangannya masih saja bermain ponsel tapi tatapan matanya menampakan kegelisahan yang mendalam.
"Coba bicarakan baik baik dengan ayah, siapa tahu beliau berubah pikiran!" celetuk Fadli.
"Tidak buruk, tapi apakah akan berhasil?" Ammar berfikir sejenak tangannya berganti dari ponsel ke alat tulisnya yg dia ketuk ketukan di atas mejanya.
"Baiklah nanti malam aku akan menemui ayah di rumah. Kau akan pulang bukan hari ini?" Tanya Ammar pada sang adik kesayangannya.
"Hhmm, tapi aku belum pasti pulang jam berapa karena aku ada janji dengan seseorang. Ibu pasti bahagia jika kakak pulang percayalah" ucap Fadli senyum manisnya terlihat jelas dia juga bahagia karena sudah lama kakaknya tidak pulang ke rumah.
"Sampai ketemu nanti malam" lanjut Fadli beranjak keluar dari ruangan sang kakak.
Ammar hanya bisa menghembuskan nafasnya sembari mengusap wajahnya kasar.
"Ibu...." Seru Aziz
"Kau sudah lama menungguku? Maaf tadi ada rap..."
"Tak perlu dilanjut Ibu aku sudah tahu, tadi Ibu sudah bilang kan alasannya" seru Aziz.
"Kenapa Ibu tak menikah lagi, aku senang jika melihat Ibu bahagia. Ibu.... Ibu masih muda & cantik pasti banyak laki laki yang mau denganmu kenapa Ibu menolaknya?" Ujar Aziz ketus kali ini dia benar benar ingin protes dengan seorang Ayana yang notabene Ibunya yang selalu menjadi tempat bermanja untuknya.
"Maafkan aku Ibu, aku hanya sedikit kesal denganmu" lanjut Aziz, terdengar seperti penyesalan karena sudah keterlaluan dengan ibunya.
"Ibu mengerti masuklah, kita makan siang dulu bagaimana?" Ajak Ayana mencoba mengalihkan pembicaraan karena memang hatinya juga ikut merasakan sakit jika teringat masa lalu.
"Kau pilih sendiri yang kau mau bagaimana?" Lanjutnya.
"Aku sedang tak ingin makan diluar ibu, masih banyak tugas dari sekolah yang belum terselesaikan. Bisakah kau masak makanan kesukaanku, aku ingin memakan masakan eomma saja" Aziz menatap Ayana mengiba.
"Baiklah, kita mampir ke supermaket dulu membeli bahan yang kurang. Stock di rumah juga hampir habis" seru Ayana. Dia segera menyalakan mesin mobilnya meluncur ke supermaket terdekat dengan apartemennya.
Brugh....!
"Eoh, bibi kau tidak apa apa...? Sepertinya kau sedang tidak sehat wajahmu nampak pucat sekali" Ayana menatap khawatir wanita paruh baya di depannya.
"Aku baik-baik saja, terima kasih sudah membantuku" ujar Salma tersenyum tulus pada Ayana.
"Dimana rumah bibi akan aku sampai rumah?"
"Tidak usah, rumahku dekat sini saja nanti biar aku telpon orang dirumah untuk menjemput ku" ucap Salma
"Sungguh....?" Ayana memastikan ucapan wanita paruh baya itu dan Salma yang memahami pikiran Ayana pun mengangguk dan tersenyum.
"Sepertinya adikmu sedang menunggumu di sana" ujar Salma menunjuk keberadaan Aziz berdiri di depan pintu masuk supermaket.
"Eoh, baiklah bibi. Hati hati yaa, sampai jumpa" seru Ayana dan segera berlalu menghampiri Aziz.
"Siapa dia Bu, apa kau mengenalnya?" Tanya Aziz.
"Tidak, ibu hanya mau menolongnya saja. Ayo masuk kita harus belanja" seru Ayana tangan kanannya dengan gesit menarik troly belanjaan. Aziz pun dengan lihainya memasukkan beberapa camilan kesukaannya.
"Apa kau sudah selesai?" Seru Ayana menatap trolly yang hampir penuh.
"Sudah ibu, ayo kita ke kasir dulu!" Ajak Aziz semangat.
Selesai melakukan pembayaran Ayana dan Aziz segera pulang ke apartemen.
"Ziz, bisakah bantu ibu bawakan kantong putih itu?" Seru Ayana dengan cekatan mengambil beberapa kantong dari bagasi mobilnya.
"Baiklah ibu" dengan lesu Aziz mengangkat dua kantong plastik putih.
"Dilarang cemberut, jika tak ikhlas tak ada pahala didapatkan kau mengerti?" Seru Ayana.
"Faham ibu... Ibu, kapan kita ke rumah Om Ikhsan?" Ujar Aziz.
"Kau rindu padanya? Mmm, akan Ibu pikirkan?" Ayana berlalu dengan mengacak rambut Aziz membuat si empunya kesal.
"Aisah, ibu jadi berantakan rambutku" gerutu Aziz. Ayana yang mendengar Aziz bergumam pun berbalik dan terkekeh melihat kelakuan anaknya.
***
"Assalamualaikum... Ibu aku pulang..." Ammar tersenyum melihat ibunya sedang sibuk di dapur dengan peralatan masaknya.
"Waalaikumussalam, kau kembali nak, kenapa tidak memberi kabar dulu. Setidaknya aku bisa masak makanan kesukaanmu eoh...!" Seru Salma memeluk anaknya yang lama tidak kembali.
"Maafkan aku ibu, aku benar benar sibuk saat ini" ucap Ammar dengan wajah melasnya.
"Anak ini selalu saja seperti ini. Kapan kau akan mengenalkan ku dengan calon pengantinmu eoh...?" Ingatlah kau tak lagi muda Ammar. Ibu ingin kau mendapatkan pasangan hidup yang tepat" seru Salma penuh harap.
"Maafkan aku ibu untuk saat ini aku belum memiliki calonnya. Tapi akan kuusahakan segera" seru Ammar tersenyum.
"Tak perlu kau menyiapkannya karna ayah akan menjodohkanmu dengan anak dari sahabat ayah. Jadi persiapkan saja dirimu. Ok" ujar Robert.
"Tapi yah, aku ingin mencarinya sendiri bukan karna hasil perjodohan yang konyol seperti ini" protes Ammar.
"Konyol katamu, lihatlah ibu dan ayah juga menikah dari hasil perjodohan nyatanya sampai detik ini tak ada masalah apapun" seru Robert.
"Belum ayah, lebih tepatnya belum karena setiap sesuatu itu pasti ada baik dan buruknya. Tapi syukurlah jika ayah dan ibu baik baik saja"
Salma yang mendengar penuturan anak pertamanya hanya menahan nafas berat, cukuplah dia yang tahu bagaimana perigai sang ayah.
"Sudahlah aku tak mau ada penolakan darimu. Besok malam pulanglah ke rumah ayah akan mempertemukan mu dengannya" seru Robert dan bergegas masuk ke dalam kamarnya.
"Ibu bagaimana ini....?" Gumam Ammar.
"Yang sabar nak, kau lihat saja dulu ya tidak ada salahnya bukan? Jika nanti tak sesuai dengan kata hatimu maka kau berhak menolaknya tapi kau juga harus mencari yang lebih baik dari yang ayahmu jodohkan, kau mengerti?" Salma berusaha bijak.
Ammar tersenyum lega karena bagaimanapun dia enggan untuk dijodohkan.
"Baiklah Bu, besok aku akan datang ke rumah melihatnya dulu" Ammar berusaha menenangkan dirinya.
"Yang sabar nak,kau pasti bisa. Ayo kita makan malam dulu" Salma mengajak anak kesayangannya ke ruang makan.
"Ibu jam berapa biasanya Fadli pulang? Kenapa jam segini belum sampai rumah?" Seru Ammar.
"Anak itu pasti sedang di rumah kekasihnya. Memangnya kau tak tahu kalau dia sudah punya kekasih?" Seru Salma membuat Ammar melotot dan tersedak.
"Pelan pelan saja, kenapa kau kaget. Apalagi ibu. Anak itu memang suka sekali bermain main dengan wanita ibu sudah memperingatinya agar memilih salah satu dari mereka dan segera menikahinya."
"Ibu tak marah?" Tanya Ammar penasaran dengan sikap ibunya yang terkesan cuek.
"Ibu... Kenapa harus marah kalian sudah dewasa dan tak mungkin melarang larang kalian lagi. Ibu tahu kalian bisa berfikir dengan baik, jadi untuk apa ibu melarang kalian" penjelasan Salma cukup melegakan bagi hati Ammar.
"Aku pulang....!" Suara Fadli nyaring di ruang tengah membuat Salma dan juga Ammar reflek menoleh ke arah sumber suara.
"Dia kenapa ada disini apa dia kekasihnya?" Batin Ammar.
Kak, apa kau sudah menemui ayah?" Seru Fadli
"Tidak, aku belum membicarakannya. Entahlah, apa bisa melawan kemauan ayah sedangkan apa beliau harus kita turuti. Aku bingung sendiri dan lagi nanti malam gadis yang akan dijodohkan denganku akan datang ke rumah"
"Apa kau punya solusi untukku?" Lanjut Ammar memijat pelipisnya yang mendadak berdenyut nyeri.
"Aku... Kak, apapun keputusanmu aku akan mendukungmu. Pikirkanlah dengan baik aku tak mau kau kecewa untuk kedua kalinya" ujar Fadli menepuk bahu sang kakak sebelum akhirnya keluar dari ruangan Ammar.
***
Kantor Ayana
"Mbak, kau datang lebih awal apa Aziz tidak ke sekolah?" Seru Rahma.
"Eoh, dia dijemput mas Ikhsan jadi aku bisa datang lebih awal. Apa kita jadi bertemu klien hari ini?" Seru Ayana menatap tumpukan gambar sketsa gaun pengantin.
"Iya, nanti siang Pak Ammar akan datang kesini. Aku harap dia tidak membatalkannya lagi seperti tempo hari" Rahma melirik pintu yang tiba-tiba terbuka.
"Mas, jika ingin masuk ke tempat orang ucapkanlah salam. Kebiasaan....!" Gerutu Ayana.
"Maaf, aku hanya sedang tergesa-gesa" sambar Ikhsan langsung duduk di sofa.
"Apa....? Jangan ngasal mas. Aku tahu kedatanganmu kesini pasti memiliki maksud katakan apa maumu jangan berbelit-belit!" Seru Ayana melotot.
"Eoh, jadi kau sudah mengetahuinya? Hebat sekali sepupuku ini seperti cenayang saja!" Ikhsan kesal karena tebakannya dengan Aziz meleset.
On the way
"Om...." Aziz melirik Ikhsan yang sedang fokus mengemudi. "Ada apa?" tanya Ikhsan tanpa melirik Aziz sedikitpun.
"Bisakah aku meminta tolong padamu?" seru Aziz penuh berharap.
"Hhmm" jawab Ikhsan singkat membuat Aziz memberengut kesal.
"Ayolah om aku serius" seru Aziz
"Iya, baiklah ada apa hemm...?"
"Katakan padaku ada apa, apa sesuatu yang mengganggumu di sekolah. Atau ibu mu sedang jatuh cinta lagi? Eoh jangan jangan kau yang sedang jatuh cinta" Ikhsan menggoda Aziz dan terkekeh geli melihat keponakannya mulai kesal.
"Om hentikan, aku tidak sedang jatuh cinta. Aku baik baik saja, aku mau minta tolong soalan ibu. Bisakah kau Carikan dia suami lagi"
Ssrrtttt brugh!!!
"Aish, om aku bisa mati jika kau mengemudi seperti ini!" Protes Aziz dengan bibir manyunya kesal.
"Kau mau ibu mu menikah lagi? Apa kau sedang sakit?" seru Ikhsan telapak tangannya memegang dahi Aziz.
"Kau tidak demam tapi bicaramu seperti orang sakit!" Kesal Ikhsan
"Om dengarkan aku dulu, aku sering melihat ibu menangis tengah malam. Aku yakin ada yang sedang dia sembunyikan dariku entah apapun itu aku ingin dia bahagia Om tanpa ada air mata lagi di wajahnya" Aziz menunduk menyembunyikan air mata kesedihannya mengingat wajah ayu ibunya menangis.
"Aziz kau sungguh ingin membuat ibu kamu bahagia?" Ikhsan menghela nafas perlahan. "Jadilah anak yang baik untuk ibu kamu, buatlah dia bangga karna telah memilihmu. Mengerti..!" Lanjut Ikhsan menyemangati keponakan kesayangannya Aziz
"Jadi... Anak itu mengatakan hal demikian padamu? Ayolah mas, aku sedang tidak ingin memikirkan apapun untuk saat ini. Tolong jangan menambahi pikirinku dengan hal demikian" seru Ayana.
Ikhsan terdiam sesaat.
"Baiklah jika itu maumu. Kapan kau akan ke rumah Ara pasti rindu denganmu, sudah lama kau tak mengunjunginya bukan?" seru Ikhsan menatap Ayana dan beralih pada Rahma.
"Ma, apa bosmu ini pernah cerita padamu jika dia sedang dekat dengan seorang pria? Jika iya katakan padaku siapa dia?" Ikhsan menatap tajam membuat Rahma bergidik ngeri.
"Tidak mas. Aku tak pernah bicara apapun padaku bukan begitukan Ma?" sambar Ayana.
"Ya, apa yang dikatakan mb Ayana benar mas jadi percayalah" seru Rahma. Ikhsan mengernyitkan kedua alisnya bersamaan. "Baiklah untuk kali ini aku percaya pada kalian"
"Ayana jangan lupa ke rumah, aku tunggu" lanjut Ikhsan tanpa mendengar jawaban dari Ayana segera bergegas pergi meninggalkan butiknya Ayana.
"Kak, apa kau sudah menemui ayah?" Seru Fadli."Aku belum mengatakan apapun. Entahlah, apa bisa melawan kemauan ayah sedangkan apa beliau harus kita turuti. Aku bingung sendiri dan lagi nanti malam gadis yang akan dijodohkan denganku akan datang ke rumah""Apa kau punya solusi untukku?" Lanjut Ammar memijat pelipisnya yang mendadak berdenyut nyeri."Aku... Kak, apapun keputusanmu aku akan mendukungmu. Pikirkanlah dengan baik aku tak mau kau kecewa untuk kedua kalinya" ujar Fadli menepuk bahu sang kakak sebelum akhirnya keluar dari ruangan Ammar.***Kantor Ayana"Mbak, kau datang lebih awal apa Aziz tidak ke sekolah?" Seru Rahma."Eoh, dia dijemput mas Ikhsan jadi aku bisa datang lebih awal. Apa kita jadi bertemu klien hari ini?" Seru Ayana menatap tumpukan gambar sketsa gaun pengantin.
"Om, apa ibuku baik baik saja?"Ammar dan Fadli menoleh ke arah sumber suara."Om, apa ibuku baik baik saja?""Kau,....?""Aku Aziz om, anaknya ibu yang kecelakaan tadi? Bagaimana keadaan ibu ku om?""Dia ada di dalam sedang melewati masa kritisnya. Doakan yang terbaik untuknya ya!""Apa ibuku akan baik baik saja?""Tentu saja"Ara dan Raka datang menyusul Aziz lari tergopoh gopoh."Mas, Tante gimana? Apa sudah sadar?""Belum Ra, ibu belum sadar""Sabar Ziz, ibu mu pasti baik baik saja"Ammar menatap ketiga anak muda yang datang berbeda waktu itu bergantian."Di mana ayahmu? Kenapa tak datang bersamamu?" Seru Ammar menatap Aziz."Ayah ga ada om, sudah meninggal" ucap Aziz."Nanti Papa Ikhsan akan kesini buat nemenin. Sabarlah mas!"ucap Ara.&n
"Benarkah, nanti biar papa tanyakan pada Om Robert." sahut Bram."Bener ya Pa?" Dinda meyakinkan ucapan Bram."Tentu saja, kapan papa bohong sama anak sendiri?" Bram menatap lekat lekat pada Dinda."Papa memang yang terbaik." Dinda mengacungkan dua jempolnya pada Bram. "Best lah pokonya." tambah Dinda.****"Nak, kau sudah bangun?" Salma menata sarapan di meja makan apartemen Ammar."Ibu kapan kesini? Kok aku ga tahu?" Ammar menyeruput kopi buatan Salma."Sudah dari jam tujuh ibu di sini kak, beliau khawatir tentang keadaan kakak apalagi dengan kejadian semalam. Ibu terus kepikiran makanya nyuruh aku nganter ke sini." ngomel Fadli."Memangnya ada apa semalam Bu? Perang dunia ke tiga atau keempat?" Ammar terkekeh."Kau ini kak, ibu khawatir karena ayah bersikeras mau jodohin kakak sama Dinda.
"Raka... Tahu ga di mana Aziz dah hampir seminggu ga berangkat sekolah?" Tanya Husna setibanya di ruang kelas Aziz."Memang dia ga kasih tahu kamu kalau ibunya masuk rumah sakit?" Sahut Raka."Dia ga ngabarin soal itu hanya bilang dia lagi g pengen diganggu gitu aja sih" ucap Husna."Ya udah kalau itu pesennya jangan dihubungi untuk sementara waktu atau datang aja ke rumahnya nanti sore bareng aku. Ibunya siang ini dah balik kok dari rumah sakit""Beneran ya, nanti aku ditungguin loh jangan ditinggal" pinta Husna."Oke. Tapi jangan lupa uang bensinnya yaa!" Sahut Raka."Nah anak orang kaya kok g ada bensin ga modal banget" ketus Husna."Lah kan aku sopir kamu penumpang tetap bayar ongkos yaa...ya..!" Sahut Raka."Oke deh buat Aziz apa sih yang enggak buat dia" Husna tersenyum seketika wajahnya berbinar.&
Ayana apa boleh aku menanyakan sesuatu yang pribadi padamu?" Ucap Ammar hati hati."Boleh memangnya ada apa?" Ayana menatap Ammar sekilas."Apa kau tidak berencana untuk menikah lagi?" Suara Ammar pelan.Ayana tercengang mendengar pertanyaan Ammar namun dengan segera dia menguasai perasaannya."Menikah? Dengan siapa? Memangnya masih ada yang mau menerimaku dengan status janda beranak satu" Ayana terkekeh."Jika kau mau pastinya banyak yang mau sama kamu. Kamu masih cantik dan menarik" komentar Ammar membuat Ayana tercengang untuk kedua kalinya."Jangan melawak tidak lucu sama sekali" sahut Ayana menata perasaannya karna dalam hatinya pun tak menampik bahwa dia masih terlihat seperti gadis berusia dua delapan tahun padahal sudah kepala tiga."Kau tidak percaya dengan ucapanku?" Ammar menatap lekat wajah Ayana."Kau ada ada saja" gur
Ibu, kapan sampai? Kok ga ngabarin Ammar kalau mau datang kan bisa Ammar jemput." Rengek Ammar khas manjanya anak kecil."Ibu telpon kamu ga diangkat ya sudah Fadli yang antar kesini tadi. Kok tumben pulang sore banget biasanya jam enam dah balik?" Salma menatap Ammar lekat-lekat."Kapan kamu mau nganter itu calon istri kamu? Mama ingin cepat-cepat ketemu.""Sabar Bu, Ammar lagi atur kembali jadwalnya biar bisa ketemu dengannya lebih lama jadi lebih puas ngobrol dengannya. Memangnya ada apa bu, kok Ibu buru-buru gitu?""Ayah kamu, sudah nentuin tanggal pernikahan kamu sama Dinda."Deg!"Secepat itu? Oke bu, besok aku bicara sama ayah agar tidak usah mengatur segala sesuatunya. Karena aku sudah memiliki calonnya."Ammar menyerahkan ponselnya pada Salma dan Salma pun terhenyak melihat siapa yang ada di ponsel anaknya itu.&
"Aku sangat bahagia hari ini, terima kasih." Ammar mencium kedua tangan Ayana berkali kali."Justru aku yang harusnya berterima kasih karena sudah menerima ku dengan segala kekuranganku." Ayana tersenyum simpul membuat Ammar semakin gemas terhadapnya."Apakah boleh aku memintanya?""Tentu saja, lakukanlah."Ammar mencium kening Ayana sembari berucap doa, Ayana memejamkan matanya saat kedua daging kenyal tersebut menyentuh bagian keningnya.Ammar melepaskan Khimar instan yang dipakai oleh Ayana."MasyaAllah kau cantik sekali."Ayana menunduk malu pada Ammar, dengan cepat Ammar meraih dagu Ayana dengan tangan kirinya dan melahap bibir tipisnya dengan lembut. Bibir inilah yang selalu menganggu pikiran Ammar membuatnya tak fokus saat bekerja di kantor.Tangan kanannya bebas mengekplor tubuh Ayana dengan bebasnya.
"Aku sangat bahagia hari ini, terima kasih." Ammar mencium kedua tangan Ayana berkali kali."Justru aku yang harusnya berterima kasih karena sudah menerima ku dengan segala kekuranganku." Ayana tersenyum simpul membuat Ammar semakin gemas terhadapnya."Apakah boleh aku memintanya?""Tentu saja, lakukanlah."Ammar mencium kening Ayana sembari berucap doa, Ayana memejamkan matanya saat kedua daging kenyal tersebut menyentuh bagian keningnya.Ammar melepaskan Khimar instan yang dipakai oleh Ayana."MasyaAllah kau cantik sekali."Ayana menunduk malu pada Ammar, dengan cepat Ammar meraih dagu Ayana dengan tangan kirinya dan melahap bibir tipisnya dengan lembut. Bibir inilah yang selalu menganggu pikiran Ammar membuatnya tak fokus saat bekerja di kantor.Tangan kanannya bebas mengekplor tubuh Ayana dengan bebasnya.
Ibu, kapan sampai? Kok ga ngabarin Ammar kalau mau datang kan bisa Ammar jemput." Rengek Ammar khas manjanya anak kecil."Ibu telpon kamu ga diangkat ya sudah Fadli yang antar kesini tadi. Kok tumben pulang sore banget biasanya jam enam dah balik?" Salma menatap Ammar lekat-lekat."Kapan kamu mau nganter itu calon istri kamu? Mama ingin cepat-cepat ketemu.""Sabar Bu, Ammar lagi atur kembali jadwalnya biar bisa ketemu dengannya lebih lama jadi lebih puas ngobrol dengannya. Memangnya ada apa bu, kok Ibu buru-buru gitu?""Ayah kamu, sudah nentuin tanggal pernikahan kamu sama Dinda."Deg!"Secepat itu? Oke bu, besok aku bicara sama ayah agar tidak usah mengatur segala sesuatunya. Karena aku sudah memiliki calonnya."Ammar menyerahkan ponselnya pada Salma dan Salma pun terhenyak melihat siapa yang ada di ponsel anaknya itu.&
Ayana apa boleh aku menanyakan sesuatu yang pribadi padamu?" Ucap Ammar hati hati."Boleh memangnya ada apa?" Ayana menatap Ammar sekilas."Apa kau tidak berencana untuk menikah lagi?" Suara Ammar pelan.Ayana tercengang mendengar pertanyaan Ammar namun dengan segera dia menguasai perasaannya."Menikah? Dengan siapa? Memangnya masih ada yang mau menerimaku dengan status janda beranak satu" Ayana terkekeh."Jika kau mau pastinya banyak yang mau sama kamu. Kamu masih cantik dan menarik" komentar Ammar membuat Ayana tercengang untuk kedua kalinya."Jangan melawak tidak lucu sama sekali" sahut Ayana menata perasaannya karna dalam hatinya pun tak menampik bahwa dia masih terlihat seperti gadis berusia dua delapan tahun padahal sudah kepala tiga."Kau tidak percaya dengan ucapanku?" Ammar menatap lekat wajah Ayana."Kau ada ada saja" gur
"Raka... Tahu ga di mana Aziz dah hampir seminggu ga berangkat sekolah?" Tanya Husna setibanya di ruang kelas Aziz."Memang dia ga kasih tahu kamu kalau ibunya masuk rumah sakit?" Sahut Raka."Dia ga ngabarin soal itu hanya bilang dia lagi g pengen diganggu gitu aja sih" ucap Husna."Ya udah kalau itu pesennya jangan dihubungi untuk sementara waktu atau datang aja ke rumahnya nanti sore bareng aku. Ibunya siang ini dah balik kok dari rumah sakit""Beneran ya, nanti aku ditungguin loh jangan ditinggal" pinta Husna."Oke. Tapi jangan lupa uang bensinnya yaa!" Sahut Raka."Nah anak orang kaya kok g ada bensin ga modal banget" ketus Husna."Lah kan aku sopir kamu penumpang tetap bayar ongkos yaa...ya..!" Sahut Raka."Oke deh buat Aziz apa sih yang enggak buat dia" Husna tersenyum seketika wajahnya berbinar.&
"Benarkah, nanti biar papa tanyakan pada Om Robert." sahut Bram."Bener ya Pa?" Dinda meyakinkan ucapan Bram."Tentu saja, kapan papa bohong sama anak sendiri?" Bram menatap lekat lekat pada Dinda."Papa memang yang terbaik." Dinda mengacungkan dua jempolnya pada Bram. "Best lah pokonya." tambah Dinda.****"Nak, kau sudah bangun?" Salma menata sarapan di meja makan apartemen Ammar."Ibu kapan kesini? Kok aku ga tahu?" Ammar menyeruput kopi buatan Salma."Sudah dari jam tujuh ibu di sini kak, beliau khawatir tentang keadaan kakak apalagi dengan kejadian semalam. Ibu terus kepikiran makanya nyuruh aku nganter ke sini." ngomel Fadli."Memangnya ada apa semalam Bu? Perang dunia ke tiga atau keempat?" Ammar terkekeh."Kau ini kak, ibu khawatir karena ayah bersikeras mau jodohin kakak sama Dinda.
"Om, apa ibuku baik baik saja?"Ammar dan Fadli menoleh ke arah sumber suara."Om, apa ibuku baik baik saja?""Kau,....?""Aku Aziz om, anaknya ibu yang kecelakaan tadi? Bagaimana keadaan ibu ku om?""Dia ada di dalam sedang melewati masa kritisnya. Doakan yang terbaik untuknya ya!""Apa ibuku akan baik baik saja?""Tentu saja"Ara dan Raka datang menyusul Aziz lari tergopoh gopoh."Mas, Tante gimana? Apa sudah sadar?""Belum Ra, ibu belum sadar""Sabar Ziz, ibu mu pasti baik baik saja"Ammar menatap ketiga anak muda yang datang berbeda waktu itu bergantian."Di mana ayahmu? Kenapa tak datang bersamamu?" Seru Ammar menatap Aziz."Ayah ga ada om, sudah meninggal" ucap Aziz."Nanti Papa Ikhsan akan kesini buat nemenin. Sabarlah mas!"ucap Ara.&n
"Kak, apa kau sudah menemui ayah?" Seru Fadli."Aku belum mengatakan apapun. Entahlah, apa bisa melawan kemauan ayah sedangkan apa beliau harus kita turuti. Aku bingung sendiri dan lagi nanti malam gadis yang akan dijodohkan denganku akan datang ke rumah""Apa kau punya solusi untukku?" Lanjut Ammar memijat pelipisnya yang mendadak berdenyut nyeri."Aku... Kak, apapun keputusanmu aku akan mendukungmu. Pikirkanlah dengan baik aku tak mau kau kecewa untuk kedua kalinya" ujar Fadli menepuk bahu sang kakak sebelum akhirnya keluar dari ruangan Ammar.***Kantor Ayana"Mbak, kau datang lebih awal apa Aziz tidak ke sekolah?" Seru Rahma."Eoh, dia dijemput mas Ikhsan jadi aku bisa datang lebih awal. Apa kita jadi bertemu klien hari ini?" Seru Ayana menatap tumpukan gambar sketsa gaun pengantin.
Ayana mempercepat langkahnya menuju parkiran basement kantornya, dia sudah terlambat menjemput anak lelakinya Aziz. Anak lelaki yang sangat manja dengan Ayana, anak laki laki kebanggaan Ayana. Karena hanya Aziz lah yang selalu menemaninya selama ini. Obat dari segala kegundahannya semenjak kepergian suaminya Daniyal zhacry. Laki laki yang menikahinya slama ini."Hallo, Assalamualaikum..." Ayana membuka mobilnya dengan kesusahan karena di tangan kirinya memegang berkas rancangan butiknya sembari mengapit ponselnya."Waalaikumussalam,... Dimana Ibu sekarang? Kenapa belum juga sampai? Aku sudah lelah Ibu" rengek Aziz di seberang sana."Tunggulah sebentar Ibu baru akan kesana, maaf tadi ada rapat mendadak" sesal Ayana karena tak bisa memberi tahukan putranya perihal rapat dadakan untuk acara pemotretan produk Khimar terbarunya."Aku tunggu disini Ibu jangan lama - lama. Assalamualaikum" klik Aziz dengan cepat mematikan sambungan teleponnya tanpa