"Kak, apa kau sudah menemui ayah?" Seru Fadli.
"Aku belum mengatakan apapun. Entahlah, apa bisa melawan kemauan ayah sedangkan apa beliau harus kita turuti. Aku bingung sendiri dan lagi nanti malam gadis yang akan dijodohkan denganku akan datang ke rumah"
"Apa kau punya solusi untukku?" Lanjut Ammar memijat pelipisnya yang mendadak berdenyut nyeri.
"Aku... Kak, apapun keputusanmu aku akan mendukungmu. Pikirkanlah dengan baik aku tak mau kau kecewa untuk kedua kalinya" ujar Fadli menepuk bahu sang kakak sebelum akhirnya keluar dari ruangan Ammar.
***
Kantor Ayana
"Mbak, kau datang lebih awal apa Aziz tidak ke sekolah?" Seru Rahma.
"Eoh, dia dijemput mas Ikhsan jadi aku bisa datang lebih awal. Apa kita jadi bertemu klien hari ini?" Seru Ayana menatap tumpukan gambar sketsa gaun pengantin.
"Iya, nanti siang Pak Ammar akan datang kesini. Aku harap dia tidak membatalkannya lagi seperti tempo hari" Rahma melirik pintu yang tiba-tiba terbuka.
"Mas, jika ingin masuk ke tempat orang ucapkanlah salam. Kebiasaan....!" Gerutu Ayana.
"Maaf, aku hanya sedang tergesa-gesa" sambar Ikhsan langsung duduk di sofa.
"Apa....? Jangan ngasal mas. Aku tahu kedatanganmu kesini pasti memiliki maksud katakan apa maumu jangan berbelit-belit!" Seru Ayana melotot.
"Eoh, jadi kau sudah mengetahuinya? Hebat sekali sepupuku ini seperti cenayang saja!" Ikhsan kesal karena tebakannya dengan Aziz meleset.
On the way
"Om...." Aziz melirik Ikhsan yang sedang fokus mengemudi. "Ada apa?" tanya Ikhsan tanpa melirik Aziz sedikitpun.
"Bisakah aku meminta tolong padamu?" seru Aziz penuh berharap.
"Hhmm" jawab Ikhsan singkat membuat Aziz memberengut kesal.
"Ayolah om aku serius" seru Aziz.
"Iya, baiklah ada apa hemm...?"
"Katakan padaku ada apa, apa sesuatu yang mengganggumu di sekolah. Atau ibu mu sedang jatuh cinta lagi? Eoh jangan jangan kau yang sedang jatuh cinta" Ikhsan menggoda Aziz dan terkekeh geli melihat keponakannya mulai kesal.
"Om hentikan, aku tidak sedang jatuh cinta. Aku baik baik saja, aku mau minta tolong soalan ibu. Bisakah kau Carikan dia suami lagi"
Ssrrtttt brugh!!!
"Aish, om aku bisa mati jika kau mengemudi seperti ini!" Protes Aziz dengan bibir manyunya kesal.
"Kau mau ibu mu menikah lagi? Apa kau sedang sakit?" seru Ikhsan telapak tangannya memegang dahi Aziz.
"Kau tidak demam tapi bicaramu seperti orang sakit!" Kesal Ikhsan
"Om dengarkan aku dulu, aku sering melihat ibu menangis tengah malam. Aku yakin ada yang sedang dia sembunyikan dariku entah apapun itu aku ingin dia bahagia Om tanpa ada air mata lagi di wajahnya" Aziz menunduk menyembunyikan air mata kesedihannya mengingat wajah ayu ibunya menangis.
"Aziz kau sungguh ingin membuat ibu kamu bahagia?" Ikhsan menghela nafas perlahan. "Jadilah anak yang baik untuk ibu kamu, buatlah dia bangga karna telah memilihmu. Mengerti..!" Lanjut Ikhsan menyemangati keponakan kesayangannya Aziz.
"Jadi... Anak itu mengatakan hal demikian padamu? Ayolah mas, aku sedang tidak ingin memikirkan apapun untuk saat ini. Tolong jangan menambahi pikirinku dengan hal demikian" seru Ayana.
Ikhsan terdiam sesaat.
"Baiklah jika itu maumu. Kapan kau akan ke rumah Ara pasti rindu denganmu, sudah lama kau tak mengunjunginya bukan?" seru Ikhsan menatap Ayana dan beralih pada Rahma.
"Ma, apa bosmu ini pernah cerita padamu jika dia sedang dekat dengan seorang pria? Jika iya katakan padaku siapa dia?" Ikhsan menatap tajam membuat Rahma bergidik ngeri.
"Tidak mas. Aku tak pernah bicara apapun padaku bukan begitukan Ma?" sambar Ayana.
"Ya, apa yang dikatakan mb Ayana benar mas jadi percayalah" seru Rahma.
Ikhsan mengernyitkan kedua alisnya bersamaan. "Baiklah untuk kali ini aku percaya pada kalian"
"Ayana jangan lupa ke rumah, aku tunggu" lanjut Ikhsan tanpa mendengar jawaban dari Ayana segera bergegas pergi meninggalkan butiknya Ayana.
Di tempat lain.
Raka dan Ara sedang makan es cream di tempat langganan Ara.
"Mas, kemarin kau mau mengenalkan ku pada temanmu bukan? Jika sekarang kita pergi apakah tidak apa apa?" Seru Ara sembari memakan es cream dalam gelas kecil.
"Hari ini aku sibuk, aku ada janji dengan Aziz untuk latihan basket sepulang sekolah lain kali saja oke?" Seru Raka.
"Baiklah kalau begitu, biar nanti aku minta tolong papa menjemput ku. Kau pergilah!" ucapan Ara malah membuat Raka salah faham.
"Kau mengusirku....?" Seru Raka melotot ke arah Ara.
"Tidak bukan begitu, lebih baik kau cepat pergi dan temui Aziz jika tidak dia pasti akan marah padamu karena aku tahu dia orangnya tepat waktu"
"Baiklah kalau begitu, memang tidak apa aku tinggal sendirian di sini?" Raka memastikan Ara dalam keadaan aman.
Ara menganggukkan kepalanya, "Pergilah nanti biar papa menjemput ku"
Ara mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang.
"Assalamualaikum, pa kau dimana sekarang bisakah menjemputku?"
"Waalaikumussalam... Papa sedang dalam perjalanan ke Bandung, dimana Raka bukankah tadi dia bersamamu?".
"Dia ada janji dengan mas Aziz latihan basket pa, jadi tidak bisa bersama. Baiklah aku akan naik taxi saja jika begitu. Assalamualaikum"
"Waalaikumussalam, hati hati oke"
Klik.
"Mbak ayo kita pergi sekarang, klien sudah menunggu di Cafe depan butik kita" ajak Rahma menata tumpukan berkas memasukannya ke dalam map.
"Baiklah ayo" Ayana mengambil tas segera keluar menyusul Rahma yang sudah lebih dulu keluar.
"Maaf kita terlambat" seru Ayana membuat Ammar yang sedang memilih menu makan siangnya segera menegakkan wajahnya.
"Eoh, tidak apa apa kami juga baru datang. Kenalkan ini CEO kita Mr. Ammar" Fadli memperkenalkan kakaknya pada Ayana dan Rahma.
"Saya Ayana, senang bisa bekerja sama dengan anda" Ayana memperkenalkan dirinya pada Ammar.
"Apa sudah makan siang. Maksudku bisakah kita makan siang terlebih dahulu baru kita selesaikan pekerjaannya!" Pinta Ammar.
"Eoh, baiklah" ujar Ayana.
Diam diam Ammar memperhatikan Ayana dan hal tersebut membuat Fadli yang menyadarinya tersenyum simpul.
"Sudah bisa ditebak kau jatuh hati padanya kak" gumam bathin Fadli.
"Kak, kau tahu pemilik butik The Best Choice dia itu wanita yang cantik & lembut. Kategori wanita yang baik dan aku rasa kau akan terpesona padanya" seru Fadli sebelum mereka berangkat ke cafe.
"Mwo... Mana mungkin aku jatuh cinta pada pada orang yang baru aku kenal yang benar saja, ck...!" Timpal Ammar protes dengan penilaian Fadli.
"Ya, terserah kaulah aku hanya memberi tahuku saja. Jika itu benar benar terjadi maka jangan salahkan aku jika terpaksa kau harus pindah lagi dari apartementmu. Ok" tegas Fadli.
"Baiklah deal yaa. Terima kasih atas kepercayaan anda pada kami. In sya Allah kami akan berusaha memberikan yang terbaik untuk anda. Kalau begitu kami permisi dulu karena masih banyak pekerjaan lain yang menumpuk. Terima kasih untuk makan siangnya. Assalamualaikum" ucap Ayana beserta Rahma
Ammar dan Fadli pun tersenyum.
"Pak manager jangan lupa call me nanti sampai jumpa" seru Rahma dibarengi dengan kerlingan mata Rahma membuat Ammar tambah melongo.
"Kau kenal secara pribadi dengan sekretarisnya itu?"seru Ammar terperanjat dengan senyuman yang menghias di wajah adiknya itu.
"Jangan bilang kau menaruh hati pada wanita itu?" lanjut Ammar.
"Kenapa memang jika aku menyukainya bukankah tidak ada larangannya dan untuk apa tadi kakak mencuri pandang Ayana?" Ketus Fadli walau sebenarnya dia ingin sekali tertawa melihat kelakuan kakaknya itu.
"Terserah kau saja eoh" Ammar bergegas keluar dari cafe diikuti Fadli yang masih setia mengikutinya dari belakang.
***
"Mas, aku tidak bisa menjemputnya aku sedang sibuk sekali hari ini" seru Ayana
"Aku sedang perjalanan ke Bandung mungkin sore baru kembali" seru Ikhsan.
"Hhmm, begitu ya. Bagaimana jika Ara ke sekolah Aziz dulu biar nanti sekalian jemput di sana? Atau minta sopir buat menjemputnya? Bukankah di rumah kau memiliki sopir pribadi" ujar Ayana.
"Dia sedang bersama ku sekarang Ayana. Tolong ya kali ini saja"
"Baiklah aku segera kesana sekarang, aku tutup telponnya mas. Assalamualaikum"
Ayana menghela nafas berat.
"Kenapa mbak kok wajahnya jadi muram gitu?" Seru Rahma melihat atasanya terlihat lelah.
"Aku harus menjemput keponakanku, tolong jaga butik ya. Mungkin aku tak akan kembali jadi tolong kau handle semua" pinta Ayana.
"Baiklah, hati hati mbak nyetirnya" ucap Rahma dan Ayana hanya mengangguk lemah.
"Mas Aziz...." Ara berteriak lari ke arah Aziz
"Kamu kok ada disini Ra, dengan siapa?"seru Aziz melihat kesekeliling tak ada siapapun.
"Aku sendiri mas tadi Tante telpon suruh nunggu di sini sekalian bareng mas Aziz" ucap Ara.
"Ya baiklah kamu tunggu di sini dulu aku mau beresin tasku dulu" seru Aziz.
***
"Ya Allah, apa yang harus aku lakukan?" bathin Ayana bimbang.
Entahlah hati dan pikirannya sedang tidak sinkron mengingat perkataan anak dan juga kakaknya. Bolehkah dia memilih untuk tetap sendiri tapi bahagia daripada berdampingan dengan pasangan tapi ujungnya terlukai. Sungguh Ayana tak menginginkan semua ini tapi bukankah semua ini sudah takdir dariNya.
Apalagi mengingat dia tak lagi sendiri dia memiliki Aziz anaknya yang sangat dia sayangi tak mungkin dia egois dengan hanya memikirkan kebahagiannya sendiri tanpa memikirkan sang anak.
Saat pikiran tak menentu dengan berbagai macam pemikiran, Ayana tak menyadari sebuah mobil datang dari arah samping dan brakkk!!!!!
"Hallo, dengan saudara Aziz...?" seru salah seorang polisi.
"Iya, benar kenapa ponsel ibuku kau yang bawa? Siapa anda?"
"Ibumu mengalami kecelakaan sekarang ada di rumah sakit, tolong segera kemari"
"Ibu....."
Seketika airmata Aziz luruh.
****
"Bagaimana keadaannya dok?"
"Anda siapanya pasien?"
"Kami temannya dok? Apa teman saya baik baik saja?"
"Lukanya cukup serius Alhamdulillah segera dibawa kemari jika tidak saya tidak tahu lagi dan saya harap dia bisa segera melewati masa kritisnya. Saya permisi dulu"
"Terima kasih dokter"
"Alhamdulillah mas kita segera membawanya kesini jika tidak kita tahu bagaimana jadinya"
"Om, Apa ibuku baik baik saja"
"Om, apa ibuku baik baik saja?"Ammar dan Fadli menoleh ke arah sumber suara."Om, apa ibuku baik baik saja?""Kau,....?""Aku Aziz om, anaknya ibu yang kecelakaan tadi? Bagaimana keadaan ibu ku om?""Dia ada di dalam sedang melewati masa kritisnya. Doakan yang terbaik untuknya ya!""Apa ibuku akan baik baik saja?""Tentu saja"Ara dan Raka datang menyusul Aziz lari tergopoh gopoh."Mas, Tante gimana? Apa sudah sadar?""Belum Ra, ibu belum sadar""Sabar Ziz, ibu mu pasti baik baik saja"Ammar menatap ketiga anak muda yang datang berbeda waktu itu bergantian."Di mana ayahmu? Kenapa tak datang bersamamu?" Seru Ammar menatap Aziz."Ayah ga ada om, sudah meninggal" ucap Aziz."Nanti Papa Ikhsan akan kesini buat nemenin. Sabarlah mas!"ucap Ara.&n
"Benarkah, nanti biar papa tanyakan pada Om Robert." sahut Bram."Bener ya Pa?" Dinda meyakinkan ucapan Bram."Tentu saja, kapan papa bohong sama anak sendiri?" Bram menatap lekat lekat pada Dinda."Papa memang yang terbaik." Dinda mengacungkan dua jempolnya pada Bram. "Best lah pokonya." tambah Dinda.****"Nak, kau sudah bangun?" Salma menata sarapan di meja makan apartemen Ammar."Ibu kapan kesini? Kok aku ga tahu?" Ammar menyeruput kopi buatan Salma."Sudah dari jam tujuh ibu di sini kak, beliau khawatir tentang keadaan kakak apalagi dengan kejadian semalam. Ibu terus kepikiran makanya nyuruh aku nganter ke sini." ngomel Fadli."Memangnya ada apa semalam Bu? Perang dunia ke tiga atau keempat?" Ammar terkekeh."Kau ini kak, ibu khawatir karena ayah bersikeras mau jodohin kakak sama Dinda.
"Raka... Tahu ga di mana Aziz dah hampir seminggu ga berangkat sekolah?" Tanya Husna setibanya di ruang kelas Aziz."Memang dia ga kasih tahu kamu kalau ibunya masuk rumah sakit?" Sahut Raka."Dia ga ngabarin soal itu hanya bilang dia lagi g pengen diganggu gitu aja sih" ucap Husna."Ya udah kalau itu pesennya jangan dihubungi untuk sementara waktu atau datang aja ke rumahnya nanti sore bareng aku. Ibunya siang ini dah balik kok dari rumah sakit""Beneran ya, nanti aku ditungguin loh jangan ditinggal" pinta Husna."Oke. Tapi jangan lupa uang bensinnya yaa!" Sahut Raka."Nah anak orang kaya kok g ada bensin ga modal banget" ketus Husna."Lah kan aku sopir kamu penumpang tetap bayar ongkos yaa...ya..!" Sahut Raka."Oke deh buat Aziz apa sih yang enggak buat dia" Husna tersenyum seketika wajahnya berbinar.&
Ayana apa boleh aku menanyakan sesuatu yang pribadi padamu?" Ucap Ammar hati hati."Boleh memangnya ada apa?" Ayana menatap Ammar sekilas."Apa kau tidak berencana untuk menikah lagi?" Suara Ammar pelan.Ayana tercengang mendengar pertanyaan Ammar namun dengan segera dia menguasai perasaannya."Menikah? Dengan siapa? Memangnya masih ada yang mau menerimaku dengan status janda beranak satu" Ayana terkekeh."Jika kau mau pastinya banyak yang mau sama kamu. Kamu masih cantik dan menarik" komentar Ammar membuat Ayana tercengang untuk kedua kalinya."Jangan melawak tidak lucu sama sekali" sahut Ayana menata perasaannya karna dalam hatinya pun tak menampik bahwa dia masih terlihat seperti gadis berusia dua delapan tahun padahal sudah kepala tiga."Kau tidak percaya dengan ucapanku?" Ammar menatap lekat wajah Ayana."Kau ada ada saja" gur
Ibu, kapan sampai? Kok ga ngabarin Ammar kalau mau datang kan bisa Ammar jemput." Rengek Ammar khas manjanya anak kecil."Ibu telpon kamu ga diangkat ya sudah Fadli yang antar kesini tadi. Kok tumben pulang sore banget biasanya jam enam dah balik?" Salma menatap Ammar lekat-lekat."Kapan kamu mau nganter itu calon istri kamu? Mama ingin cepat-cepat ketemu.""Sabar Bu, Ammar lagi atur kembali jadwalnya biar bisa ketemu dengannya lebih lama jadi lebih puas ngobrol dengannya. Memangnya ada apa bu, kok Ibu buru-buru gitu?""Ayah kamu, sudah nentuin tanggal pernikahan kamu sama Dinda."Deg!"Secepat itu? Oke bu, besok aku bicara sama ayah agar tidak usah mengatur segala sesuatunya. Karena aku sudah memiliki calonnya."Ammar menyerahkan ponselnya pada Salma dan Salma pun terhenyak melihat siapa yang ada di ponsel anaknya itu.&
"Aku sangat bahagia hari ini, terima kasih." Ammar mencium kedua tangan Ayana berkali kali."Justru aku yang harusnya berterima kasih karena sudah menerima ku dengan segala kekuranganku." Ayana tersenyum simpul membuat Ammar semakin gemas terhadapnya."Apakah boleh aku memintanya?""Tentu saja, lakukanlah."Ammar mencium kening Ayana sembari berucap doa, Ayana memejamkan matanya saat kedua daging kenyal tersebut menyentuh bagian keningnya.Ammar melepaskan Khimar instan yang dipakai oleh Ayana."MasyaAllah kau cantik sekali."Ayana menunduk malu pada Ammar, dengan cepat Ammar meraih dagu Ayana dengan tangan kirinya dan melahap bibir tipisnya dengan lembut. Bibir inilah yang selalu menganggu pikiran Ammar membuatnya tak fokus saat bekerja di kantor.Tangan kanannya bebas mengekplor tubuh Ayana dengan bebasnya.
Ayana mempercepat langkahnya menuju parkiran basement kantornya, dia sudah terlambat menjemput anak lelakinya Aziz. Anak lelaki yang sangat manja dengan Ayana, anak laki laki kebanggaan Ayana. Karena hanya Aziz lah yang selalu menemaninya selama ini. Obat dari segala kegundahannya semenjak kepergian suaminya Daniyal zhacry. Laki laki yang menikahinya slama ini."Hallo, Assalamualaikum..." Ayana membuka mobilnya dengan kesusahan karena di tangan kirinya memegang berkas rancangan butiknya sembari mengapit ponselnya."Waalaikumussalam,... Dimana Ibu sekarang? Kenapa belum juga sampai? Aku sudah lelah Ibu" rengek Aziz di seberang sana."Tunggulah sebentar Ibu baru akan kesana, maaf tadi ada rapat mendadak" sesal Ayana karena tak bisa memberi tahukan putranya perihal rapat dadakan untuk acara pemotretan produk Khimar terbarunya."Aku tunggu disini Ibu jangan lama - lama. Assalamualaikum" klik Aziz dengan cepat mematikan sambungan teleponnya tanpa
"Aku sangat bahagia hari ini, terima kasih." Ammar mencium kedua tangan Ayana berkali kali."Justru aku yang harusnya berterima kasih karena sudah menerima ku dengan segala kekuranganku." Ayana tersenyum simpul membuat Ammar semakin gemas terhadapnya."Apakah boleh aku memintanya?""Tentu saja, lakukanlah."Ammar mencium kening Ayana sembari berucap doa, Ayana memejamkan matanya saat kedua daging kenyal tersebut menyentuh bagian keningnya.Ammar melepaskan Khimar instan yang dipakai oleh Ayana."MasyaAllah kau cantik sekali."Ayana menunduk malu pada Ammar, dengan cepat Ammar meraih dagu Ayana dengan tangan kirinya dan melahap bibir tipisnya dengan lembut. Bibir inilah yang selalu menganggu pikiran Ammar membuatnya tak fokus saat bekerja di kantor.Tangan kanannya bebas mengekplor tubuh Ayana dengan bebasnya.
Ibu, kapan sampai? Kok ga ngabarin Ammar kalau mau datang kan bisa Ammar jemput." Rengek Ammar khas manjanya anak kecil."Ibu telpon kamu ga diangkat ya sudah Fadli yang antar kesini tadi. Kok tumben pulang sore banget biasanya jam enam dah balik?" Salma menatap Ammar lekat-lekat."Kapan kamu mau nganter itu calon istri kamu? Mama ingin cepat-cepat ketemu.""Sabar Bu, Ammar lagi atur kembali jadwalnya biar bisa ketemu dengannya lebih lama jadi lebih puas ngobrol dengannya. Memangnya ada apa bu, kok Ibu buru-buru gitu?""Ayah kamu, sudah nentuin tanggal pernikahan kamu sama Dinda."Deg!"Secepat itu? Oke bu, besok aku bicara sama ayah agar tidak usah mengatur segala sesuatunya. Karena aku sudah memiliki calonnya."Ammar menyerahkan ponselnya pada Salma dan Salma pun terhenyak melihat siapa yang ada di ponsel anaknya itu.&
Ayana apa boleh aku menanyakan sesuatu yang pribadi padamu?" Ucap Ammar hati hati."Boleh memangnya ada apa?" Ayana menatap Ammar sekilas."Apa kau tidak berencana untuk menikah lagi?" Suara Ammar pelan.Ayana tercengang mendengar pertanyaan Ammar namun dengan segera dia menguasai perasaannya."Menikah? Dengan siapa? Memangnya masih ada yang mau menerimaku dengan status janda beranak satu" Ayana terkekeh."Jika kau mau pastinya banyak yang mau sama kamu. Kamu masih cantik dan menarik" komentar Ammar membuat Ayana tercengang untuk kedua kalinya."Jangan melawak tidak lucu sama sekali" sahut Ayana menata perasaannya karna dalam hatinya pun tak menampik bahwa dia masih terlihat seperti gadis berusia dua delapan tahun padahal sudah kepala tiga."Kau tidak percaya dengan ucapanku?" Ammar menatap lekat wajah Ayana."Kau ada ada saja" gur
"Raka... Tahu ga di mana Aziz dah hampir seminggu ga berangkat sekolah?" Tanya Husna setibanya di ruang kelas Aziz."Memang dia ga kasih tahu kamu kalau ibunya masuk rumah sakit?" Sahut Raka."Dia ga ngabarin soal itu hanya bilang dia lagi g pengen diganggu gitu aja sih" ucap Husna."Ya udah kalau itu pesennya jangan dihubungi untuk sementara waktu atau datang aja ke rumahnya nanti sore bareng aku. Ibunya siang ini dah balik kok dari rumah sakit""Beneran ya, nanti aku ditungguin loh jangan ditinggal" pinta Husna."Oke. Tapi jangan lupa uang bensinnya yaa!" Sahut Raka."Nah anak orang kaya kok g ada bensin ga modal banget" ketus Husna."Lah kan aku sopir kamu penumpang tetap bayar ongkos yaa...ya..!" Sahut Raka."Oke deh buat Aziz apa sih yang enggak buat dia" Husna tersenyum seketika wajahnya berbinar.&
"Benarkah, nanti biar papa tanyakan pada Om Robert." sahut Bram."Bener ya Pa?" Dinda meyakinkan ucapan Bram."Tentu saja, kapan papa bohong sama anak sendiri?" Bram menatap lekat lekat pada Dinda."Papa memang yang terbaik." Dinda mengacungkan dua jempolnya pada Bram. "Best lah pokonya." tambah Dinda.****"Nak, kau sudah bangun?" Salma menata sarapan di meja makan apartemen Ammar."Ibu kapan kesini? Kok aku ga tahu?" Ammar menyeruput kopi buatan Salma."Sudah dari jam tujuh ibu di sini kak, beliau khawatir tentang keadaan kakak apalagi dengan kejadian semalam. Ibu terus kepikiran makanya nyuruh aku nganter ke sini." ngomel Fadli."Memangnya ada apa semalam Bu? Perang dunia ke tiga atau keempat?" Ammar terkekeh."Kau ini kak, ibu khawatir karena ayah bersikeras mau jodohin kakak sama Dinda.
"Om, apa ibuku baik baik saja?"Ammar dan Fadli menoleh ke arah sumber suara."Om, apa ibuku baik baik saja?""Kau,....?""Aku Aziz om, anaknya ibu yang kecelakaan tadi? Bagaimana keadaan ibu ku om?""Dia ada di dalam sedang melewati masa kritisnya. Doakan yang terbaik untuknya ya!""Apa ibuku akan baik baik saja?""Tentu saja"Ara dan Raka datang menyusul Aziz lari tergopoh gopoh."Mas, Tante gimana? Apa sudah sadar?""Belum Ra, ibu belum sadar""Sabar Ziz, ibu mu pasti baik baik saja"Ammar menatap ketiga anak muda yang datang berbeda waktu itu bergantian."Di mana ayahmu? Kenapa tak datang bersamamu?" Seru Ammar menatap Aziz."Ayah ga ada om, sudah meninggal" ucap Aziz."Nanti Papa Ikhsan akan kesini buat nemenin. Sabarlah mas!"ucap Ara.&n
"Kak, apa kau sudah menemui ayah?" Seru Fadli."Aku belum mengatakan apapun. Entahlah, apa bisa melawan kemauan ayah sedangkan apa beliau harus kita turuti. Aku bingung sendiri dan lagi nanti malam gadis yang akan dijodohkan denganku akan datang ke rumah""Apa kau punya solusi untukku?" Lanjut Ammar memijat pelipisnya yang mendadak berdenyut nyeri."Aku... Kak, apapun keputusanmu aku akan mendukungmu. Pikirkanlah dengan baik aku tak mau kau kecewa untuk kedua kalinya" ujar Fadli menepuk bahu sang kakak sebelum akhirnya keluar dari ruangan Ammar.***Kantor Ayana"Mbak, kau datang lebih awal apa Aziz tidak ke sekolah?" Seru Rahma."Eoh, dia dijemput mas Ikhsan jadi aku bisa datang lebih awal. Apa kita jadi bertemu klien hari ini?" Seru Ayana menatap tumpukan gambar sketsa gaun pengantin.
Ayana mempercepat langkahnya menuju parkiran basement kantornya, dia sudah terlambat menjemput anak lelakinya Aziz. Anak lelaki yang sangat manja dengan Ayana, anak laki laki kebanggaan Ayana. Karena hanya Aziz lah yang selalu menemaninya selama ini. Obat dari segala kegundahannya semenjak kepergian suaminya Daniyal zhacry. Laki laki yang menikahinya slama ini."Hallo, Assalamualaikum..." Ayana membuka mobilnya dengan kesusahan karena di tangan kirinya memegang berkas rancangan butiknya sembari mengapit ponselnya."Waalaikumussalam,... Dimana Ibu sekarang? Kenapa belum juga sampai? Aku sudah lelah Ibu" rengek Aziz di seberang sana."Tunggulah sebentar Ibu baru akan kesana, maaf tadi ada rapat mendadak" sesal Ayana karena tak bisa memberi tahukan putranya perihal rapat dadakan untuk acara pemotretan produk Khimar terbarunya."Aku tunggu disini Ibu jangan lama - lama. Assalamualaikum" klik Aziz dengan cepat mematikan sambungan teleponnya tanpa