Beranda / Urban / Mengapa Kau Membenciku? / Part 5 : Lamaran Fero

Share

Part 5 : Lamaran Fero

Penulis: Ekta Naura
last update Terakhir Diperbarui: 2021-07-08 13:44:55

Akhir-akhir ini, Fero sering berkunjung ke rumah Sinta. Semula Sinta ragu akan hubungannya dengan Fero karena status sosial mereka yang jauh berbeda. Ia merasa tak pantas dicintai oleh Fero. Karena Selain memiliki paras yang tampan, Fero juga memiliki postur yang gagah, serta materi yang berlimpah. Dengan memiliki segudang kelebihan inilah mustahil jika Fero tak digandrungi gadis-gadis cantik di luar sana.

 

***

Malam ini Sinta sedang mengerjakan tugas kuliah di dalam kamar. Sudah 50 Menit Sinta berkutat dengan laptop dan buku-bukunya. Ia tidak boleh menunda lagi mengerjakan semua tugas karena ia sudah tertinggal 1 semester, ini merupakan efek dari mengajukan cuti kuliah sementara beberapa waktu yang lalu.

"Tok..tok...tok...!"

Suara ketukan berbunyi dari pintu depan. Tanpa menunggu ketukan berikutnya, Sinta segera membukakan pintu. Setelah pintu ruang tamu terbuka. Ternyata sudah berdiri sopir Fero dengan membawa sebuah kado di tangannya.

"Permisi non, saya disuruh memberikan ini kepada anda oleh pak Fero!" ucap sang sopir

"Tapi dalam rangka apa ya pak?" tanya Sinta keheranan.

"Pak Fero bilang, beliau sendiri nanti yang akan menjelaskan kepada non Sinta, tolong diterima ya non!"

"Eemmm...baiklah kalau begitu pak, saya terima ya kadonya!" ucap Sinta sambil menerima kado tersebut dari tangan Pak Sopir.

"Kalau begitu saya undur diri dulu ya non!"

"Apa Bapak tidak masuk dulu?" tanya Sinta

"Tidak non, saya masih ada urusan pekerjaan!"

"Terima kasih ya pak!"

"Iya non sama-sama."

Setelah Pak Sopir berlalu pergi, Sinta pun menutup pintu, dibawanya kado tersebut ke dalam kamarnya. Lalu dibukanya bungkus kado yang berwarna pink itu.

"Waaahhh, ternyata sebuah gaun yang sangat indah, gaun warna putih dengan motif bintik-bintik, dengan bagian lengan berwarna putih transparan." ucap Sinta sambil tersenyum bahagia. Kemudian ditempelkan gaun itu di tubuhnya sambil menghadap ke cermin. Tak lama kemudian handphone Sinta berbunyi, tertera di layar HP nama Fero sedang melakukan panggilan, Sinta pun menjawab panggilan masuk tersebut.

"Hallo...!" sapa Fero

"Hallo..!" jawab Sinta

"Bagaimana dengan gaunnya?, apa kamu suka?" tanya Fero

"Gaunnya sangat indah lalu ukurannya juga sangat pas, bagaimana bisa aku tidak menyukainya?!"

"He..he..he..syukurlah kalau begitu, senang sekali aku mendengarnya!"

"Tapi bagaimana kamu tahu kalau aku suka dengan warna putih serta tahu ukuran gaunku?"

"Itu sangat mudah, apa yang tidak aku tau tentang kamu?!, jika aku sudah mencintai seseorang, aku akan mencari informasi apapun yang berhubungan dengannya."

"Oh ya...?!" jawab Sinta malu-malu sekaligus bahagia.

"Sekarang bersiap- siaplah, 1 jam lagi aku akan menjemputmu, karena aku akan mengajakmu dinner di luar!"

"Tapi kalau aku menolak ajakan itu bagaimana?" jawab Sinta sambil tersenyum menggoda Fero.

"Kalau kamu sampai berani menolak ajakanku untuk dinner, aku akan pergi ke rumahmu, akan kubopong kamu dengan paksa sampai restoran, biar semua orang yang ada di sana melihatnya!"

"Hahahaha...!" mendengar jawaban dari Fero tersebut membuat Sinta tertawa.

"Baiklah kalau begitu aku akan menutup telfonnya, karena aku  juga mau bersiap-siap!"

"Okey!" jawab Sinta.

Setelah mengakhiri panggilan masuk di HP nya, dengan segera Sinta memakai make up, kemudian dipakainya gaun berwarna putih yang telah di antar oleh Pak Sopir barusan, seperti gadis pada umumnya sebelum pergi, disempatkannya dulu berselfie ria. Entah sudah berapa kali jepret sudah ia lakukan dengan berganti-ganti gaya pula.

Tak lama kemudian Fero sudah sampai di rumah Sinta, untuk kesekian kalinya, Fero dibuat terpukau oleh penampilan Sinta. Bagaiman tidak?!, Sinta sangat cantik dengan mengenakan gaun yang dipakainya itu. Gaun tersebut sangat pas di badan juga sangat cocok dengan postur Sinta yang mungil, ditambah kulit Sinta yang putih bersih dengan memakai make up tipis-tipis, serta model rambut yang sedikit pada bagian kiri disisir kebelakang kemudian dipasangkan jepit berwarna putih yang senada dengan warna gaun yang ia kenakan. Saat itu penampilan Sinta simple tapi anggun dan cantik. Setelah berpamitan pada Sarah, kemudian Fero dan Sinta memasuki mobil, dan sesampainya di dalam mobil tangan kiri Fero menggenggam tangan kanan Sinta sambil berucap,

"Kamu sangat cantik Sinta, belum pernah aku bertemu dengan gadis secantik kamu sebelumnya, kecantikan mu ini sangat alami dan juga sangat memikat hingga aku tidak bisa berkata apa-apa lagi."

"Wah..wah kamu paling jago ya kalau urusan ngegombal gini!"

"Hehehehe...!" Fero merespon jawaban Sinta dengan tersenyum lebar.

Beberapa menit kemudian Fero dan Sinta telah sampai di sebuah restoran. Setelah duduk di kursi yang sebelumnya dipesan dulu oleh Fero, lalu dipanggilnya seorang pelayan untuk membawakannya daftar menu.

"Kamu mau makan apa Sinta, pilihlah menu apa saja yang kamu suka!"

"Aku belum pernah ke sini sebelumnya, jadi kamu saja yang memilihkan menunya ya!, kalau minumnya aku mau lime Citrus soda!"

"Oke..!" jawab Fero sambil melihat-lihat daftar menu.

"Saya pesan citrus soda satu, matcha green tea latte satu, sup salmon dua, Brownies ice cream dua, sama Beef steak black pepper sauce, dua!."

"Baik Pak!"  jawab pelayan tersebut sambil mencatat pesanan Fero kemudian bergegas pergi.

"Kamu sudah sering ya datang kemari Fero?, dengan pacarmu mungkin?" tanya Sinta menyelidik.

"Hehehe...pacar..! seumur hidup selain dengan Alrmahum mama, aku hanya dekat dengan seorang teman wanita namanya Nindy. Sedari kecil dia terkadang main ke rumah, karena keluargaku dan keluarganya adalah rekan bisnis. Tapi sekarang dia masih di London, keluarganya punya bisnis di sana, Semasa aku di Harvard, beberapa kali juga dia mengunjungi ku. Namanya juga sudah kenal dari kecil, jadi hal-hal yang disukai ataupun tidak disukai, hoby, makanan favorit, kami saling tahu satu sama lain." melihat gestur Fero menceritakan sosok yang bernama Nindy, tersirat jelas bahwa Fero mengagumi wanita itu, dan jujur saja hal itu membuat Sinta terbakar api cemburu, namun Sinta tidak mau memperlihatkan kecemburuannya itu kepada Fero.

"Lalu kenapa kamu tidak berpacaran dengannya?"

"Kalau orang melihat kami sedang bersama pasti mengira kami adalah sepasang kekasih. Karena Nindy selain piawai dalam karir, dia juga memiliki sisi manja. Dia suka sekali menyandarkan kepalanya saat kami sedang duduk-duduk bareng seperti ini!"

"Apakah kamu mencintai Nindy?"

"Aku juga tidak tahu perasaan apa yang aku rasakan kepadanya, yang pasti saat bersamanya aku merasa nyaman!"

"Kalau kamu memiliki perasaan seperti itu, kenapa kalian tidak bersama?"

"Dia adalah Pebisnis, aku juga Pebisnis, seorang Pebisnis itu meletakkan bisnis di atas urusan yang lainnya, urusan asmara pun bukanlah prioritas, bisnisnyapun ada di beberapa Negara seperti Inggris, Australia, Singapura bahkan di Jepang, sehingga waktu bertemupun sangat sulit bagi kami."

"Permisi.....!" Pelayan memotong pembicaraan mereka, karena makanan yang telah dipesan sudah siap sehingga tiba waktunya untuk dihidangkan di atas meja. Setelah selesai pelayan tersebut kembali pergi. Tak lupa Fero dan Sinta mengucapkan terima kasih kepadanya.

"Kalau kamu memang mencintainya, kejarlah cintamu itu Fero, susul dia ke London, katakan perasaanmu yang sebenarnya biar dia mengetahuinya!"

Meski terlihat tegar sambil mengatakan itu kepada Fero, namun hati Sinta terasa perih, karena semakin hari perasaan cintanya kepada Fero kian bertambah.

"Tidak semudah itu Sinta, bagi wanita yang serius dalam berkarir, urusan asmara itu tidak begitu penting, dia baru ingat masalah cinta dan lainnya kalau dia sedang berlibur saja, jikalau ada waktu santai, baru dia memikirkan hal-hal semacam itu, sedangkan laki-laki itu diciptakan sebagai pemimpin juga makhluk egois. Lelaki yang memiliki integritas tidak akan mau bila di nomor sekiankan, apa lagi karir pasangannya lebih melesat darinya, sifat laki-laki itu tidak jauh beda dengan wanita, dia juga suka diperhatikan, bercengkrama satu sama lain, berkomunikasi secara langsung dan intens. Kalau tiap hari sudah jarang bertemu apalagi juga jarang bercengkrama, sulit bagi seorang laki-laki untuk menjalin hubungan yang seperti itu, tidak terkecuali aku!, ayoo Sinta!, yang aku pesan ini adalah menu favorit, Ayo kita nikmati segera hidangannya!, kalau sudah dingin bisa berkurang nanti tingkat kelezatannya!"

Sebenarnya dengan mendengar cerita Fero yang membuatnya cemburu saja sudah mengurangi rasa hidangan yang ia kunyah. Namun Sinta tidak mau kalau sampai Fero tahu kalau di hatinya terselip perasaan cemburu pada sosok yang bernama Nindy itu. Selesai menikmati makan malam, Fero mengajak Sinta ke balkon restoran.

"Waaoow.....!, Indah sekali suasana malam di sini, cahaya lampu di mana-mana mirip seperti bintang di langit." ucap Sinta antusias.

"Benar sekali, di restoran ini selain menyajikan menu-menu handal, juga memanjakan mata pelanggannya untuk menikmati keindahan panorama di malam hari, makanya aku suka sekali makan malam di sini."

"Fero.....!" ujar Sinta sambil menoleh ke arah pemuda tampan dihadapannya itu. 

"Hemmm..!" sahut Fero. 

"Apakah kamu sungguh-sungguh dengan perasanmu kepadaku?, ataukah aku ini hanyalah sebagai pelarian atas cintamu kepada Nindy yang tak sampai?"

"Hahahhaa...!" Fero langsung tertawa keras mendengar ucapan Sinta.

"Loh kenapa kamu kok malah tertawa?, aku serius dengan pertanyaanku ini!"

"Jangan katakan kepadaku kalau kamu cemburu dengan Nindy?"

"Bagaimana bisa aku cemburu dengan Nindy, sedangkan ia lebih dulu mengenalmu, kalau boleh jujur Nindylah sosok yang lebih pantas denganmu Fero, karena kalian memiliki latar belakang yang sama, status sosial yang sama, banyak sekali kesamaan diantara kalian!"

"Dulu memang aku berfikir seperti itu, tapi sekarang sudah tidak lagi!"

"Tapi kenapa?"

"Karena sekarang aku sudah jatuh cinta denganmu, aku ingin selalu bersamamu, kamu mampu mengisi kesepianku, kau membuatku bergairah dan memberikanku banyak motivasi. Sinta.... maukah kau menikah denganku?" ucap Fero sambil membuka kotak cincin berwarna putih bening di hadapan Sinta.

"Tapi jika Nindy kembali dari London kemudian menyatakan perasaannya dan mengajakmu menikah, apakah kamu akan kembali kepadanya Fero?"

"Bagaimana mungkin aku kembali kepadanya sedangkan perasaan cintaku sekarang hanya untukmu, Nindy tak lebih hanyalah sebuah masa lalu yang harus di lupakan, iya Sinta..., kamulah satu-satunya gadis yang aku cintai sekarang dan selamanya!, aku ulangi lagi…., Maukah kau menikah denganku Sinta?"

Sinta tak mampu lagi membendung air matanya. Kini memang ia tak memiliki siapa-siapa lagi selain Sarah. Sinta berharap dengan menikah bersama Fero akan ada sosok pendamping yang mencintai, menyayangi dan melindunginya dengan tulus. Sedang masalah harta kekayaan Sinta tidak memperdulikan itu, karena sedari kecil ia sudah terbiasa hidup sederhana.

"Iya Fero aku bersedia...!" mendengar jawaban Sinta, dengan perlahan Fero mengambil cincin dari kotak, kemudian dipasangkannya sebuah cincin berlian tersebut ke jari manis Sinta. Lalu dikecupnya kening Sinta serta dipeluknya Sinta dengan erat.

"Hari sudah malam, bukankah besok kamu kuliah pagi?!, ayo kita pulang sekarang!" ajak Fero sambil menggandeng tangan Sinta sambil ke luar dari restoran.

Malam itu Sinta sangat bahagia, kini ia telah menemukan sosok yang mencintainya, menyayanginya dan melindunginya dengan tulus. Sudah beberapa kali Sinta menolak cinta Fero, karena ia merasa bukanlah dari status sosial yang sama. Namun Fero telah berhasil meyakinkannya sampai pada akhirnya Sinta mau menerima pernyataan cinta Fero.

 ****

Ke esokan harinya hampir saja Sinta telat pergi ke kampus, karena ia bangun kesiangan. Maklum saja selepas makan malam bersama Fero, jam 23.30 WIB ia baru sampai rumah. Di kampus berulang kali ia menguap ketika dosen memberikan materi kuliah. Seusai jam terakhir kuliah, Sinta mulai mengemasi buku-bukunya.

"Sin kamu ada yang nyari tuh ..!" panggil salah seorang teman Sinta. Kemudian masuklah seorang mahasiswa dari jurusan lain menuju ke tempat duduk Sinta.

"Kamu yang bernama Sinta ya?" tanyanya.

"Iya betul!" jawab Sinta.

"Kamu ditunggu Pak Leon di ruang diskusi sebelah kiri laboratorium!"

"Oke terima kasih, sebentar lagi saya akan ke sana!"

Setelah itu Mahasiswa tersebut pun pergi. 

"Cie..Cie...!, lagi deket sama Pak Leon kok gak ngajak-ngajak kita sih?" goda Erna dan teman-teman yang lain.

"Kalian mau ngulang materi lagi?, kalau mau ayo barengan sama aku gih!"

"Asal pak Leon yang memberikan materi, kalau kami sih oke-oke saja, tapi masalahnya Pak Leonnya mau apa gak ya memberi teori ulang untuk kami?!, hahaha...!" goda yang lainnya.

" Sudah...ah!, aku sudah ditunggu beliau, aku duluan ya..!" pamit Sinta kepada mereka. Dengan segera Sinta melangkahkan kakinya menuju ruang diskusi, tak lama kemudian ia pun sampai, dan ternyata Pak Leon sudah berada di ruangan itu.

"Permisi pak..!" sapa Sinta sambil menganggukkan kepalanya untuk menghormati dosennya tersebut, kemudian ia duduk di bangku paling depan, lalu diletakkan tasnya di sandaran kursi. 

"Ini saya beri latihan soal-soal, kamu kerjakan di sini, sementara saya akan melanjutkan memberikan materi kuliah di ruangan lain." sahut Pak Leon dengan meletakkan beberapa lembar kertas yang berisi latihan soal itu di meja Sinta.

"Baik pak!" jawab Sinta lugas

Dengan berusaha sebisa mungkin untuk menahan rasa kantuknya, soal demi soal Sinta kerjakan dengan teliti, karena memang sore harinya ia sudah mempelajari materi tersebut dengan seksama. Setelah soal terakhir sudah dikerjakan, Sinta bermaksud menunggu Pak Leon sambil tiduran di meja, tanpa disengaja Sinta malah kebablasan tertidur pulas. Tak lama kemudian Pak Leon memasuki ruangan. Ia heran ternyata Sinta tertidur dengan posisi kepala di atas meja. Pak Leon pun mendekati Sinta, namun Sinta tak menyadari hal itu karena ia tidur pulas sekali. Lalu diamatinya sosok yang sedang tertidur itu dengan seksama.

"Cantik sekali dia, kulitnya putih bersih, hidungnya mancung, bibirnya mungil, juga terdapat tahi lalat di bawah bibirnya itu yang makin memancarkan kecantikan yang alami." bisik Pak Leon dalam hati.

"Heeyy... Sinta, ayo bangun...!" ucap pak Leon lirih. Sedangkan Sinta hanya mengganti posisi kepalanya miring ke kiri kemudian tidur lagi. Sementara itu pula terlihat jelas beberapa lembar latihan soal yang tertata rapi di atas meja, Pak Leon pun mengamati soal-soal yang sudah dikerjakan oleh Sinta. 

"Ternyata dia sudah menyelesaikan semua soal yang ku berikan dan jawabannya pun benar. Luar biasa..!, ternyata selain cantik dia juga cerdas." ucap Pak Leon senang.

"Sinta...Sinta..., ayo bangun, Sinta....!" Pak Leon makin mengeraskan suaranya agar Sinta bangun sambil menepuk-nepuk bahunya.

"Eemmmm...!" Sinta pun terbangun sambil mengucek- ngucek matanya.

"Heyyy Sinta ayo bangun!, langit sudah mulai gelap, sebentar lagi sudah adzan Maghrib."

"Iii..iyya Pak maaf saya ketiduran!" jawab Sinta sambil memasukkan bolpointnya ke dalam dompet tempat peralatan tulisnya.

"Kamu pulang naik apa?"

"Naik angkutan umum Pak!"

"Kalau begitu saya akan antar kamu pulang sampai rumah!"

"Tapi Pak....,"

"Tidak ada tapi-tapi, ini sudah hampir Maghrib, di jam-jam seperti ini sangat rentan terjadi kejahatan!"

"Apa tidak merepotkan Bapak?"

"Sama sekali tidak, ayo....!"

Sinta mengikuti Pak Leon dari belakang.

Setelah berada persis di dekat mobil Pajero Sports berwarna putih, Pak Leon membukakan pintu untuk Sinta, kemudian ia sendiri masuk dari pintu sebelah kanan kemudian duduk di kursi kemudi. Karena tidak terbiasa, Sinta merasa canggung saat duduk di samping dosennya itu.

"Apa tiap hari kamu pulang naik kendaraan umum?" tanya Pak Leon.

"Iya pak!" jawab Sinta.

"Lalu naik apa berangkatnya?"

"Naik ojek Pak."

"Gadis secantik kamu naik ojek?"

"Iya Pak, memangnya kenapa gitu Pak?"

"Ya..., salut aja!" Pak Leon dibuat senyum-senyum sendiri setelah mendengar jawaban Sinta yang polos itu. Beberapa saat kemudian mereka telah sampai di depan rumah Sinta, tak lupa pula ia mempersilahkan Pak Leon untuk mampir dan juga mengucapkan terima kasih. Namun karena hari sudah gelap Pak Leon menolak untuk mampir, beliaupun segera pamit undur diri.

🌹🌹 Hai... Hai...!, Pembacaku tersayang dan tercinta!!! Mudah-mudahan kalian suka dengan ceritanya ya! Jangan lupa dukung terus novel ini! Thank very much!!! 🙏🙏🙏

Bab terkait

  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 6 : Kenyataan Yang Menyakitkan

    Akhir-akhir ini Leon hampir tiap hari menjemput dan mengantar Sinta pulang kuliah. Jawaban tidak tak mampu terucap dari bibir Sinta. Sebab jikalau menciptakan argumen, Sinta takkan menang dari Leon. Meng-iyakan adalah salah satu cara untuk meredam perbedaan dari berbagai sudut pandang. Jika berkata Iya bisa membuat lawan bicara merasa senang, tentunya Sintapun tenang, itu pula yang dilakukan Sinta saat ini.Tepatnya pada jam 16.00 WIB Sinta sudah sampai di rumahnya, Leonpun berniat untuk singgah barang sejenak, dan Setelah sang Dosen dipersilahkan duduk di ruang tamu, kemudian Sintapun membuatkan segelas teh untuknya."Kamu sudah tinggal berapa lama di sini Sinta?" tanya Leon"Sejak saya masih kecil pak!" jawab Sinta"Kalau sudah di luar kampus tidak usah terlalu formal, cukup panggil saja aku Leon!""Saya akan canggung sekali kalau langsung panggil nama anda.""Itu karena belum terbiasa, jadi biasakanlah!""Baiklah, Le..L

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-10
  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 7 : Gudang Kumuh Dan Kotor

    "Apa kamu memiliki bukti Fero, hingga begitu yakinnya menuduhku untuk sesuatu yang sama sekali tidak aku perbuat?""Tentu saja aku punya cukup bukti bahwa kamu adalah orang yang telah menyebabkan kakakku mengambil keputusan untuk mengakhiri hidupnya!" teriak Fero lantang sambil menarik kalung dari leher Sinta, hingga membuat mulut Sinta ternganga karena kaget."Lihat ini baik-baik! ini adalah kalung yang aku temukan di tangan kakakku saat ia sudah tidak lagi bernyawa, kalung ini digenggamnya sangat erat, hingga sulit sekali untuk dilepaskan dari tangan kanannya, dan ini adalah Berita utama di sebuah surat kabar, lihat baik-baik kalung milikmu itu terlihat sangat jelas di gambar surat kabar sedang digenggam oleh kakakku!"Sontak Sinta semakin kaget dengan apa yang ia dengar dan lihat dengan mata kepalanya sendiri, ia tidak habis fikir bagaimana bisa kalungnya benar-benar berada di tangan orang yang tidak ia kenal dalam halaman utama di surat kabar itu. Secara ref

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-10
  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 8 : Perhatian Sinta Untuk Fero

    Selesai mencuci piring di dapur. Sinta beranjak pergi menuju gudang, namun saat sesampainya di tangga, ia berpapasan dengan Fero yang terlihat memakai jas seperti saat akan pergi ke kantor. Secara refleks Sinta terpukau melihat penampilan Fero dengan rambut klemis serta penampilannya yang rapi itu. Perlahan jarak mereka semakin dekat, tanpa berkedip sedikitpun Sinta memandangi Fero."Wah, benar-benar tampan dan gagah sekali suamiku ini, tak salah bila aku begitu mencintainya!" ucap Sinta dalam hati.Namun Fero yang meski berpapasan dengan Sinta hanya melihat sekilas ke arahnya tanpa ekspresi sedikitpun. Seketika itu pula Sinta sadar bahwa cintanya kepada Fero hanya bertepuk sebelah tangan, Fero sama sekali tidak memiliki perasaan sedikitpun kepadanya, hatinya begitu sakit, hatinya begitu perih. Dengan langkah perlahan ia terus menaiki anak tangga hingga sampai jualah ia di pintu gudang, lalu dibukanya pintu itu dengan pelan. Dan sesampainya di dalam gudang yang sekaran

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-10
  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 9 : Gerombolan Pemabuk

    "Apa sih yang kamu lakukan di sini? asal kamu tau ya! beberapa pekerja gak fokus kerjanya karena ngomongin kamu, ada juga yang bergerombol ninggalin pekerjaannya karena lihatin kamu kayak anak kecil main air di sini, mendingan kamu di rumah saja deh! dari pada bikin mereka gak fokus sama kerjaannya!" teriak Fero pada Sinta."Kamu ini napa sih, datang-datang kok marah-marah gitu? ganti hobi baru nih sekarang?" sahut Sinta balik bertanya."Hobi baru? hobi baru apa sih? kalau ngomong itu yang jelas?!""Kamu kan sekarang punya hobi baru marah-marah! padahal dulu waktu deketin aku, kamu itu baik, perhatian, meski cenderung tegas tapi sedikitpun kamu gak pernah marah-marah, tapi sekarang sedikit-sedikit marah, jadi aneh saja ngelihatnya!""Aneh?""Iya jadi aneh, berubah drastis 180 derajat!""Aku sendiri juga gak tau, kenapa kalau ketemu kamu bawaannya pingin marah-marah? kamu selalu bikin aku emosi, apa lagi lihat gaya kamu

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-17
  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 10 : Kedatangan Nindy Kemudian Altara

    Sinta masih terus saja berjalan membuntuti Mang Inyong, namun setelah sampai di pintu gerbang tiba-tiba turun hujan begitu deras, Sinta pun berlari menuju rumah agar tidak basah kuyup, namun sesampainya di teras rumah, ia melihat Fero dengan seorang gadis cantik duduk saling berdekatan dengan posisi kepala si gadis bersandar pada bahu Fero. Mereka tampak akrab satu sama lain dan juga begitu mesra. Tentu saja Sinta yang melihat semua itu begitu kaget, karena sebelumnya ia tidak pernah bertemu apalagi mengenal gadis tersebut. Segala perasaan berkecamuk dalam hatinya saat itu, ia yang merasa setelah menikah saja tidak pernah diperlakukan mesra dan manja layaknya gadis itu oleh suaminya, maka dengan segera Sinta bergegas ke dalam rumah kemudian masuk ke dalam kamarnya, setelah itu ditutupnya pintu kamar dan ia pun bersandar pada pintu sambil terduduk lemas.2 kejadian sekaligus dalam kurun waktu yang hampir bersamaan seolah membuat jantungnya hampir lepas, baru saja ia diganggu o

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-22
  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 11 : Penelusuran Altara

    "Jadi kamu sama sekali tidak pernah mengenal Fadli?" tanya Al keheranan."Jangankan mengenal, bagaimana wajahnya saja aku tidak pernah tau, aku baru tau setelah Fero memberikan sebuah surat kabar kepadaku, dalam surat kabar itu aku baru tau berita meninggalnya Fadli serta gambarnya.""Tapi bagaimana bisa kalung milikmu ada di tempat kejadian?""Kak sarah meminjam kalung itu kepadaku, dia bilang cuma meminjamnya sebentar saja, tapi nyatanya sebulan lebih kalungku baru ketemu, Fero yang memberikannya kepadaku!""Apa kamu tidak pernah cerita ke Fero, kalau sebenarnya kakakmu yang sudah meminjam kalung itu?""Saat Fero marah dan menuduhku bahwa akulah yang menyebabkan kakaknya bunuh diri, aku sudah berusaha menjelaskan yang sebenarnya, tapi dia sedikitpun tidak mau mempercayaiku, tapi aku yakin waktulah yang yang akan menjawab semuanya,

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-25
  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 12 : Kemanakah Sinta?

    Suara hand phone berbunyi nyaring mengalunkan musik alarm sebagai pengingat bahwa hari telah berganti pagi, namun sosok dibalik selimut rupanya enggan untuk membuka mata karena masih terkunci oleh rasa kantuk yang mendera, bunyi alarm masih saja terdengar begitu memekakkan telinga hingga si empunya menekan tombol off kemudian bunyi pun hilang dalam sekejap. Sinar mentari mulai menerangi celah-celah ruangan yang menembuspori-pori tirai jendela. Altara akhirnya bangkit dari tidur lelapnya, ia segera bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sementara itu di ruang makan Fero sedang

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-29
  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 13 : Penculikan Sinta

    Sore itu Sinta pergi ke sungai ia begitu merindukan suara gemercik air yang mengalir, segarnya air sungai, serta hembusan angin yang sepoi-sepoi. Beberapa hari ini ia tidak bisa pergi ke tempat favoritnya itu, dikarenakan ia disibukkan dengan aktifitas kuliah yang sangat padat, tanpa sepengetahuan Sinta seseorang telah meneropongnya dari jarak 60 meter, sosok itu telah mengamati aktifitas Sinta selama beberapa hari ini. "Roy… Roy….!"Seorang pemuda tampan, berkulit putih dan berhidung mancung sedang memanggil sang asisten untuk segera datang kepadanya. "Iya Tuan!" jawab sang asisten. "ini kamu lihat, siapa gadis itu? beberapa hari ini aku melihat dia sedang berada di area Fero?" ujar Devano sambil memberikan teropong yang baru saja ia pakai kepada asistennya tersebut. "Oow.. gadis cantik itu Tuan, iya Tuan saya tau siapa dia!" jawab Roy. "Siapa?" "Berdasarkan info dari salah seorang pekerja perkebunan dia adalah istri Fero Ardinata

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-02

Bab terbaru

  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 71 : Video Bahagia

    Hari-hari Sinta semakin berwarna dengan hadirnya Fero di tengah kehidupannya saat ini. Fero telah membuktikan bahwa dia adalah suami yang baik, begitu mencintai keluarga serta bertanggung jawab. Fero sudah bertekad ia akan selalu membahagiakan keluarga kecilnya tersebut, apalagi ia begitu menyayangi Azka seperti putra kandungnya sendiri begitu pula sebaliknya. Sinta yang bukan single parent lagi tentunya benar-benar merasakan kebahagiaan seutuhnya. Setelah rentetan kejadian tragis yang telah ia alami di sepanjang hidupnya kini telah tergantikan dengan kehidupan yang tentram serta bergelimang kebahagiaan. Memiliki 2 buah rumah yang saling berhadapan yang hanya terpisah oleh sebuah jalan raya membuat Sinta lebih banyak tinggal di rumah yang dibeli oleh Fero. Sejak malam pertama ia sudah lebih banyak tinggal di rumah tersebut dan untungnya pula putranya sama sekali tidak mempermasalahkan itu karena selama ada Fero maka Azka akan meng-iyakan.

  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 70 : Pernikahan

    Sekali lagi Sinta merasakan dilema yang teramat sangat dengan kejutan yang dibuat Fero bersama sang putra kali ini. Ia benar-benar tak tahu harus menjawab apa karena untuk saat ini ia masih belum memikirkan untuk menikah kembali karena jujur saja perasaannya kepada Devano masih sangat kuat karena bagaimanapun juga dialah laki-laki pertama yang banyak memberikannya cinta dengan penuh ketulusan dan kesungguhan tanpa adanya rekayasa, dusta serta pengkhianatan. Namun mengapa saat ini perasaan takut karena trauma yang pernah dialaminya kian membuatnya bimbang. “Mama…Om Ganteng telah menolong Aka dali bahaya, Om Ganteng hampil meninjal kalena tolonyin Aka apa itu maci belum cukup buat Mama?” protes Azka yang tiba-tiba mengagetkan Sinta, lagi-lagi ucapan sang putra makin membuatnya heran karena bagaimana bisa ia melontarkan kata-kata yang begitu menohok. “Azka tidak boleh berkata demikian sama Mama ya sayang! biarkan Mama mengamb

  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 69 : Kesempatan Ke Dua

    “Aka cayang banget cama Om ganteng, Aka pingin punya Papa cepelti teman-teman teyus Aka pingin Om Ganteng jadi Papanya Aka!” jelas Azka dengan berterus terang. “Seperti yang Om bilang sebelumnya, Om akan selalu ada buat Azka dan juga Mama, Om tinggal menunggu kesiapan Mamanya Azka, begitu Mama bilang setuju dan siap untuk menikah dengan Om maka secepatnya Om akan menikahi Mama Azka!” terang Fero dengan begitu jelas. “Om Ganteng gak bohonyin Aka kan?” “Apa yang Om ucapkan pada Azka baru saja itu semua benar, dalam berbicara Om tidak boleh berbohong nanti kalau berbohong Allah bisa marah!” Azka mendengarkan penjelasan Feri sambil menganggukkan kepalanya. “Ya sudah kalau begitu sekarang Om pingin lihat mana senyum manisnya buat Om pagi ini?” seru Fero yang kemudian dibalas dengan sebuah senyuman manis yang tersungging dari bocah lucu tersebut. Dengan segera dipeluknya Azka oleh Fero dengan begitu hangat.

  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 68 : Ada Hikmah

    Pintu kamar Sinta tidak ditutup rapat, hanya beberapa centimeter saja pintu tersebut sedikit terbuka, maka dengan langkah pelan Fero memasuki kamar Sinta. Cukup luas sekali ukuran kamarnya berkisar 6 x 6 meter. Tatapan netra pemuda tersebut menelisik ke setiap penjuru ruangan, karena baru pertama kalinya ia masuk dengan tatapan menelisik seperti ini meski sebelumnya karena kondisi mendesak ia pernah masuk untuk melihat kondisi Sinta yang sedang pingsan begitu mendengar berita kepergian suaminya. Saat itu ia mencari foto pernikahan mereka di kamar tersebut namun ternyata ia tak menemukannya, bukankah kebanyakan pasangan pada umumnya selain memajang foto mereka di ruang keluarga, maka mereka juga akan memajangnya di dalam kamar, namun sepertinya hal tersebut tidak berlaku bagi Sinta dan juga Devano. Terlihat Sinta yang sedang tertidur lelap menggunakan selimut wol dengan warna cerah. Fero masih saja berdiri menatap wajah cantik itu,

  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 67 : Kedekatan Fero Dan Azka

    Setelah dirawat di rumah sakit selama 2 minggu akhirnya Fero oleh Dokter diperbolehkan untuk pulang dengan catatan ia harus tetap rajin kontrol sesuai dengan jadwal yang sudah dibuat oleh Dokter di buku Kontrol. Tentu saja hal tersebut disambut dengan sangat antusias oleh Fero karena menurutnya berada di rumah sakit dengan durasi waktu selama itu berasa setahun lamanya dan untungnya ada Sinta yang selalu berada di sampingnya yang selalu setia menunggunya sedari awal dia terbaring tak sadarkan diri karena koma hingga sekarang kondisinya yang sudah berangsur pulih. Tak dipungkiri lagi bahwa Sinta adalah motivasinya selama ini untuk bisa berjuang melawan koma selama seminggu lamanya, dan itu juga merupakan keajaiban serta anugerah tak terhingga yang telah diberikan Sang Pencipta kepadanya. Ditambah dengan kehadiran Azka putra semata wayang dari wanita yang sangat dicintainya kian menambah nuansa suka cita yang ia rasakan selama ini. Kehadiran Azka

  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 66 : Kejadian Luar Biasa

    Terlihat seorang Dokter sedang melakukan resusitasi ( CPR ), usaha tersebut dilakukan untuk mengembalikan irama jantung yang telah terhenti. Sinta yang mengetahui hal tersebut langsung meraih telapak tangan Fero kemudian digenggamnya dengan erat sambil berkata, “Ayo Fero kamu harus kuat, kamu harus bisa, jangan tinggalkan aku dengan perasaan bersalah seperti ini! bagaimana aku harus menjawab pertanyaan putraku jika dia bertanya tentangmu? Fero ayo bangun! Aku mohon jangan tinggalkan aku! bukankah kamu sering mengatakan kalau aku tidak boleh meninggalkan kamu, tapi mengapa justru kamu sendiri yang akan meninggalkan aku? aku sudah tidak mengharapkan apa-apa lagi Fero, yang aku mau hanya satu yaitu kamu tepati kata-katamu dan kamu buktikan kepadaku bahwa kamu….bahwa kamu tidak akan pergi meninggalkanku, maka aku juga akan buktikan kata-kataku dan aku berjanji untuk memaafkan semua kesalahanmu di masa lalu kepadaku maka aku juga tidak akan pernah me

  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 65 : Kritis

    “Sin..ta..Sin..ta…ma..af..kan a..ku!” Ucapan Fero yang di ulang-ulang pada saat itu membuat Sinta terbangun dari tidurnya, suaranya meski tidak keras namun masih terdengar jelas di pendengaran Sinta. Perlahan tapi pasti mata Sinta yang sedang tertutup rapat karena rasa kantuk yang hinggap kini terbuka. Di tatapnya Fero yang masih memejamkan mata dihadapannya. “Sin..ta…Si..nta...ma..af..kan a..ku! ja..ngan ting..gal..kan a..ku!” rintih Fero. Hal itu membuat Sinta kaget, ternyata ucapan Wika tadi sebelum pulang benar adanya bahwa ketika dalam kondisi yang tak sadarkan diri Fero masih mengingat dirinya. Seketika itu pula Sinta menutup bibir dengan kedua telapak tangannya tanpa disadarinya pula tetesan air mata bening mengalir dari sudut kedua netranya yang kian memerah. Semula ucapan Wika itu baginya hanyalah sekedar guyonan semata yang disematkan kepadanya, namun kali ini yang dikatakan Wika itu adalah fakta. “Sin..t

  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 64 : Koma

    Suara tangisan Azka yang begitu kencang terdengar hingga di dapur tempat Sinta berada, dengan segera Sinta berlari ke halaman rumah namun ia tidak menemukan keberadaan putranya di tempat yang baru saja ia lihat. Curiga dengan pintu gerbang yang kini sedang terbuka membuatnya semakin mempercepat lagi laju larinya ke luar rumah, saat ia tiba di sana terlihat dari jarak beberapa meter darinya nampak kerumunan orang yang berada di tengah jalan raya persis sekali dengan asal suara tangisan putra semata wayangnya. Jantungnya semakin berdetak kencang tak mampu membayangkan jika suatu hal terjadi kepada putranya tersebut. Kakinya kian terasa lemas nafasnya tak beraturan, rasa takut kian menghantuinya pada saat ini. Sinta semakin mempercepat pace larinya, ia juga harus berani menerima kenyataan apapun yang akan terjadi di hadapannya kini. Bibirnya hanya mampu terkatup namun batinnya sama sekali tak berhenti untuk terus berdo’a serta berharap agar t

  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 63 : Mempertaruhkan Nyawa

    Sinta begitu asyik menonton acara talk show di sebuah stasiun televisi yang ditayangkan secara live sambil ngemil keripik tempe kesukaannya. Sudah 15 menit sudah ia menonton acara tersebut tanpa beranjak sama sekali dari atas sofa yang ia duduki di ruang tengah, beberapa saat kemudian Azka ikut bergabung duduk di sofa untuk duduk di sampingnya. “Mama!” panggil Azka “Iya sayang!” sahut Sinta. “Tadi di cekolah Aka ketemu Om Ganteng!” pamer Azka kepada Mamanya. “Om ganteng? siapa itu sayang?” tanya Sinta. “Om yang pelnah ke cini caat Mama gak mau banyun, Mama di kamal teyus nangis gak mau belhenti!” ungkap Azka. “Oh ya? apa benar itu?” tanya Sinta. “Iya benel!” jawab Azka yakin. Tiba-tiba terdengar sebuah truk berhenti di seberang jalan, Sinta mengecilkan volume televisinya. Melihat apa yang terjadi dari balik tirai jendela ternyata sebuah truk kontainer sedang menurunkan barang-barang yang se

DMCA.com Protection Status