Home / Urban / Mengapa Kau Membenciku? / Part 11 : Penelusuran Altara

Share

Part 11 : Penelusuran Altara

Author: Ekta Naura
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

                          

"Jadi kamu sama sekali tidak pernah mengenal Fadli?" tanya Al keheranan.

"Jangankan mengenal, bagaimana wajahnya saja aku tidak pernah tau, aku baru tau setelah Fero memberikan sebuah surat kabar kepadaku, dalam surat kabar itu aku baru tau berita meninggalnya Fadli serta gambarnya."

"Tapi bagaimana bisa kalung milikmu ada di tempat kejadian?"

"Kak sarah meminjam kalung itu kepadaku, dia bilang cuma meminjamnya sebentar saja, tapi nyatanya sebulan lebih kalungku baru ketemu, Fero yang memberikannya kepadaku!"

"Apa kamu tidak pernah cerita ke Fero, kalau sebenarnya kakakmu yang sudah meminjam kalung itu?"

"Saat Fero marah dan menuduhku bahwa akulah yang menyebabkan kakaknya bunuh diri, aku sudah berusaha menjelaskan yang sebenarnya, tapi dia sedikitpun tidak mau mempercayaiku, tapi aku yakin waktulah yang yang akan menjawab semuanya, biar saja dia menuduhku apapun itu yang penting aku tidak seperti yang ia tuduhkan!"

"Iya kamu benar, tapi kenapa kamu sangat terbuka sekali? apa kamu tidak takut aku akan mengadukannya pada Fero?"

"Di sini aku sendirian, suami yang aku kira bisa menyayangi, melindungi serta mencintaiku ternyata malah membenciku, aku pendam sendiri segala kepedihan, kecewa serta sakit hati ini, kalaupun kamu akan mengadukan pada Fero semua yang aku katakan ini, sedikitpun aku tidak takut, karena aku mengatakan yang sebenar-benarnya, tidak ada lagi yang bisa ku lakukan selain pasrah serta menjalani takdir Allah dengan tegar dan ikhlas."

"Mengapa kamu begitu pasrah seperti ini? harusnya kamu bisa mengumpulkan bukti, tunjukkan kepada Fero bahwa kamu sama sekali tidak bersalah, itu yang seharusnya kamu lakukan!"

"Jika aku memiliki bukti pasti sudah aku lakukan saat itu juga, masalahnya aku tidak punya bukti apapun, ditambah semua bukti mengarah kepadaku, sudah jelas pihak keluarga Almarhum pasti akan mencari informasi siapa pemilik kalung itu yang sudah pasti jawabannya adalah aku!"

"Tidak ada yang bisa aku katakan lagi selain bilang sabar kepadamu! yang terpenting kamu harus yakin bahwa Allah tidak pernah tidur, cepat atau lambat kebenarannya akan terbongkar!"

"Hemmm, yah...!" sahut Sinta singkat sambil menghela nafas serta menganggukkan kepalanya.

~ Keesokan Hari ~

Pagi itu Sinta membantu Mang Inyong menyirami bunga-bunga di taman sambil memangkas batang dan daun yang sudah kering. Ia juga memberikan pupuk yang sudah disiapkan Mang Inyong sebelumnya pada semua tanaman agar tumbuh subur dan berbunga lebat. Sinta sangat menikmati kegiatannya itu sampai ia tidak menyadari bahwa Fero sedang mengamatinya dari atas balkon, Iya Fero sedang mengamati Sinta sambil mengayunkan barbel di kedua tangannya.

"Lumayan juga ternyata joging mengitari rumah ini!" celetuk Al berdiri di sebelah Fero sambil berkacak pinggang.

"Memangnya kamu sudah mengitari berapa kali?" tanya Fero.

"Sudah 3 X, tapi nafas sudah ngos-ngosan seperti ini, he..he..he…!" jawab Al sambil mengatur nafasnya yang terengah-engah.

"Ya juga sih, rumah ini kan memang jumbo, pantes aja kalau kamu ngos-ngosan seperti itu!"

"Enak juga nih... main barbel sambil lihatin cewek cantik, sambil menyelam minum air, alias dapat dua-duanya dalam waktu yang bersamaan!" goda Al

"Maksud kamu?"

"Ya pasti asyik lah mengayun barbel sambil lihatin istri yang sedang bercocok tanam di kebun!"

"Maksud kamu Sinta?"

"Ya iyalah... masak bik Ijah??? "

"Huuu…mulai ngaco aja kamu!" protes Fero sambil menggasak wajah Al dengan  pelan.

"Ha..ha..ha…begini ini kalau terlampau benci, lihat aja sendiri ntar lama-lama jadi cinta, aauwww…!"

"Kalau mulut kamu nyinyir terus mending pergi sono! jangan gangguin aku fitness!"

"Ah…Fitness cuma buat modus aja, sebenernya itu lagi cuci mata huaahaaaa…!"

"Bisa diem gak? atau barbel ini melayang ke muka kamu nih?! "

"Wiikk, sadis amat sih?! bisa bonyok muka ku yang tampan bak aktor turki ini kalau sampai kena lemparan barbel kamu!"

"Hadeww, mimpi apa ya aku tadi malam?! pagi-pagi sekali sudah ketemu orang narsis kayak gini, bikin makin ilfil aja!"

****

Haripun berangsur terik, setelah menyiram bunga di halaman Sinta pun masuk ke dalam rumah, kemudian mandi. Setelah itu diambilnya celana strit panjang berwarna hitam serta dipakainya pula rok pendek untuk menutupi bagian pantat agar tidak terlihat mencolok, sedangkan pada bagian atas ia memakai kaos berwarna putih dengan bagian leher yang terbuka dikombinasi dengan dalaman berwarna hitam yang terdapat tali panjang dibelakangnya sehingga bisa ditalikan cantik dengan model kupu-kupu pada bagian belakang leher, dan pada bagian rambut ia sanggul mungil dengan posisi persis di atas ubun-ubun, kemudian dipakainya sepatu balet berwarna putih tulang. Setelah semua dirasa siap dengan perlahan tapi pasti Sinta berjalan menuju balkon.

"Hemm..sudah lama sekali aku tidak menari balet, masih lentur gak ya ini otot?! lebih baik latihan di sini saja mumpung suasananya sepi!" bisik Sinta dalam hati. Sementara Fero yang tanpa sengaja lewat tiba-tiba melihat Sinta sedang bersiap melakukan aksinya dibuat bertanya-tanya sendiri.

"Lagi ngapain nih orang, sejak kapan dia suka berolah raga? karena setahuku dia kan suka kelayapan ke sungai dan juga keluyuran gak jelas, lagi kesurupan apa dia ya?!" ujar Fero lirih sambil mengintip Sinta dari balik tirai.

Sedangkan Sinta yang tak menyadari bahwa ada sosok yang memperhatikannya, segera melakukan pemanasan terlebih dahulu untuk melemaskan otot-ototnya yang kaku karena sudah lama sekali ia tidak pernah lagi menari balet. Dulu semasa sekolah sedari SD sampai SMA dia selalu mengikuti kegiatan Ekskul balet dan hampir tidak pernah absen. Entah hari ini tiba-tiba ia ingin sekali mengulangi menari balet seperti saat-saat itu lagi, tentunya tanpa diiringi musik, hanya berdasarkan hitungan dalam hati saja. Dengan gemulai Sinta melakukan aksinya, Fero yang melihatnya dibuat membelalakkan mata tidak percaya, karena Sinta melakukannya dengan sangat apik. Andai Fero menyaksikan Sinta di atas panggung mungkin ia tidak akan berhenti untuk bertepuk tangan. Gerakan demi gerakan Sinta lakukan secara berurutan, dengan memainkan ujung jari-jari kakinya yang lentik yang menopang seluruh anggota tubuhnya seirama dengan gerakan tangannya yang lincah. Dengan perlahan punggungnya sedikit demi sedikit ia condongkan ke arah belakang dengan posisi salah satu kaki ia julurkan tegak lurus ke arah depan seolah membentuk sudut siku-siku, dengan sangat percaya diri ia mengulang-ngulang gerakan tersebut sampai beberapa kali, maksud Sinta adalah untuk melenturkan otot-otot bagian belakang, namun tanpa disadarinya tiba-tiba tubuhnya oleng,

"Upsss…!" dengan sigap Fero menangkap tubuh Sinta yang hampir saja jatuh ke lantai, untuk yang kesekian kali kedua mata itu saling bertatapan, tanpa mereka sadari hal itu berlangsung hingga beberapa detik lamanya, setelah tersadar dengan apa yang terjadi Sinta memalingkan muka ke arah yang berbeda,

"Kamu… apa yang sedang kamu lakukan di sini, perasaan tadi di sini sepi tidak ada siapa-siapa?" tanya Sinta kaget

"Ya suka-suka akulah ini rumah-rumah aku, mau aku disini atau di manapun itu ya terserah aku, napa jadi kamu yang ngatur-ngatur?" jawab Fero sewot.

"Aku cuma nanya aja kok, apa aku salah?!" jawab Sinta kalem sambil tersenyum semanis mungkin.

"Ya jelas salah lah, pakai sok senyum-senyum gitu kayak orang kesurupan lagi, hiiiii....!" sahut Fero sambil melepaskan tangannya hingga membuat Sinta jatuh ke lantai.

"Auuww… sakit tau..!"

"Rasain tuh! empuk banget kan lantainya?"

"Kamu tega banget ya ama aku!" rengek Sinta manja

"Ciih..mending pergi saja deh, sebelum ketularan..!" Ledek Fero sambil ibu jarinya dimiringkan ke jidatnya ( kode orang gila ).

"Dasar raja tega ya kamu!" teriak Sinta

"Loh ada apa ini, kamu kenapa Sinta?" Tanya Al yang tiba-tiba datang

"Tau, urus noh orang yang sering kamu bela itu!" jawab Fero sambil berlalu pergi

"Iihhh, Si Fero bener-bener nih, aku mau jatuh bukannya ditolong malah dilepasin sampai jatuh gini, aduh …!" rintih Sinta kesakitan

"Wah sepertinya kaki kamu terkilir nih, sebentar-sebentar aku ambilkan minyak gosok dulu ya?!"

Sinta menjawab Al dengan menganggukkan kepalanya, tak berapa lama kemudian Al kembali datang dengan membawa botol kecil yang berisi minyak gosok. Dengan pelan dan hati-hati ia menggosokkannya ke bagian kaki Sinta yang terkilir.

"Auww…!" teriak Sinta spontan karena merintih kesakitan.

"Tenang hanya sakit sedikit kok, kamu sabar dulu ya! aku urut dulu sebentar biar nantinya tidak cedera serius, aku sudah biasa mengurut teman jika salah satu dari mereka ada yang cedera ataupun terkilir saat bermain Futsal di Club! "

"Jadi kamu punya Club Futsal?"

"Iya sekedar untuk hobi saja, bukan untuk kompetisi secara professional!"

"Owww…begitu!"

Dengan pelan Al mengurut kaki Sinta, sedangkan Sinta kakinya yang di urut sesekali menahan sakit sambil memercingkan mata.

"Yup…, sudah selesai, tidak sakit kan? coba sekarang kamu berjalan pelan, masih sakit tidak?"

Atas instruksi Al dengan pelan Sinta mencoba berdiri, sambil sedikit demi sedikit ia mencoba untuk melangkahkan kakinya.

"Ayo aku antar kamu ke kamar! itupun kalau kamu tidak keberatan, biar tumpuan kaki yang terkilir itu tidak terlampau berat bebannya!"

"Oke!"

Dengan sangat hati-hati Al menuntun Sinta untuk berjalan, sampai pada akhirnya mereka telah sampai di dalam kamar Sinta. Sesampainya di matras Al membantu Sinta untuk duduk dengan perlahan. Dengan seksama Al mengamati seisi kamar Sinta, Ia sama sekali tidak percaya dengan apa yang dilihatnya saat itu, ia benar-benar kaget bagaimana bisa Sinta tinggal di kamar yang sempit, jelek dan pengap yang begitu jauh dari kata layak untuk bisa ditinggali oleh seorang istri pemilik Perusahaan dan Pemilik Perkebunan teh yang kaya raya di kotanya itu.

"Apa kamu tidak salah masuk ke sini?" tanya Al keheranan

"Iya benar... ini memang kamarku, memangnya kenapa gitu?"

"Yah heran saja, bagaimana bisa kamu tinggal di dalam kamar jelek seperti ini? kenapa kamu mau sih?"

"Terus aku harus tidur di mana kalau tidak di sini?"

"Ya di kamar Fero lah, dia kan suami kamu?!"

"Haaah…!" Sinta hanya bisa menghela nafas sembari menundukkan kepalanya lalu menatap jari-jemari tangannya begitu mendengar pertanyaan dari Al.

"Kenapa kamu tidak menjawab pertanyaan ku?"

"Kalau kamu menginginkan jawaban mengapa aku tidur di sini, aku hanya menuruti kemauan pemilik rumah ini, itu saja yang bisa aku jawab, tapi kamu tenang saja, aku tidak keberatan kok tidur di sini bahkan aku merasa nyaman, semua yang ada di ruangan ini sudah aku bersihkan dan rapikan kok, pokoknya kamu jangan berfikir yang berlebihan ya! stay woles oke!"

"Bultshit….! aku harus bicara sama Fero!" gerutu Al sambil berlalu pergi.

"Jangan Al, aku mohon nanti masalahnya makin runyam, Al.....!" panggil Sinta pada Al, namun Al yang terlanjur kesal tidak peduli dan tetap bergegas pergi meninggalkan Sinta.

***

Sementara di ruangan lain, Fero yang sedang serius berkutat dengan pekerjaannya untuk mengamati beberapa file di laptopnya dibuat kaget dengan kehadiran Al yang tiba-tiba nyelonong masuk ke ruang kerjanya tanpa permisi.

"Fero…! kamu itu punya hati apa gak sih?" ujar Al emosi

"Hey..hey! kamu itu ya! sudah masuk ruanganku nylonong gitu aja, pakai ngomong gak jelas lagi, maksud kamu itu apa sih?" tanya Fero tidak mengerti

"Kamu kok bisa-bisanya, nyuruh Sinta tinggal di gudang jelek dan kumuh itu? bagaimanapun juga dia itu istri sah kamu loh, dia itu nyonya di rumah ini!"

" Oooh… jadi ceritanya dia sudah ngadu nih sama kamu?"

"Kamu salah, Sinta sama sekali tidak bilang apa-apa, tapi justru aku sendiri yang baru saja menyaksikan dengan mata kepala sendiri kalau istrimu itu tidur di tempat yang amat sangat tidak layak!"

"And then, What’s wrong?"

"Ya jelas salah lah, memangnya kamu sendiri mau tinggal di gudang jelek dan kumuh seperti itu?"

"Mana mungkin aku yang notabene pemilik rumah ini mau-maunya tinggal di situ, huh enak aja!"

"Kalau kamu sendiri tidak mau tinggal di situ, kenapa kamu malah nyuruh istrimu yang tinggal di situ Fero, bukankah ini tidak adil?"

"Siapa yang bilang itu tidak adil? yang bilang tidak adil itu cuma kamu saja Al, bagaimana dengan keadilan untuk kakakku yang sudah disakiti? bagaimana dengan keadilan untuk kakakku yang sudah sangat menderita karena dicampakkan wanita itu? bagaimana keadilan untuk kakakku yang harus mati merenggang nyawa karena gantung diri? apa ada keadilan untuk kakak satu-satunya yang kumiliki itu? hanya dengan membuat wanita itu menderita, menangis, sakit hati yang teramat sangat itulah keadilan yang seharusnya wanita itu dapatkan, dia harus merasakan berlipat-lipat penderitaan yang sudah dia buat untuk kakakku! dan aku tidak akan berhenti sebelum aku melihatnya hancur berkeping-keping, ingat itu baik-baik!" ucap Fero penuh amarah kemudian berlalu pergi meninggalkan Al seorang diri.

"Aku sudah tidak mengenal Fero yang dulu lagi, peristiwa mengenai Fadli bunuh diri itu benar-benar merubah sifat aslinya, Fero yang ku kenal adalah sosok yang baik, penyayang, sangat menghormati wanita, selalu tidak tega bila menyaksikan penderitaan seseorang yang berada di depan matanya secara langsung, tapi Fero yang sekarang benar-benar berubah!" Desah Al dalam hati.

Altara segera bergegas keluar dari ruang kerja Fero, dengan perlahan ia menyusuri lorong rumah, dituruninya anak tangga yang berjejer di hadapannya, saat itu Al benar-benar merasa dilema, ia tidak tau apa yang harus ia lakukan dalam situasi seperti sekarang ini. Di satu sisi ia melihat trauma dan sakit hati dari saudara sepupunya itu karena harus kehilangan saudara satu-satunya yang teramat sangat disayanginya dengan cara yang tragis, tapi di sisi lain ia juga harus menyaksikan seorang istri yang teraniaya secara verbal dan mental. Al juga sanksi apa benar bahwa Sinta adalah orang yang dimaksud Fero sosok yang telah menyebabkan Fadli bunuh diri? entahlah Al benar-benar bingung dengan situasi ini, ia hanya terdiam membisu menatap alam di hadapannya itu dengan rasa tak enak hati.

                          

Comments (1)
goodnovel comment avatar
yenyen
sinta ga lanjutin kuliah?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 12 : Kemanakah Sinta?

    Suara hand phone berbunyi nyaring mengalunkan musik alarm sebagai pengingat bahwa hari telah berganti pagi, namun sosok dibalik selimut rupanya enggan untuk membuka mata karena masih terkunci oleh rasa kantuk yang mendera, bunyi alarm masih saja terdengar begitu memekakkan telinga hingga si empunya menekan tombol off kemudian bunyi pun hilang dalam sekejap. Sinar mentari mulai menerangi celah-celah ruangan yang menembuspori-pori tirai jendela. Altara akhirnya bangkit dari tidur lelapnya, ia segera bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sementara itu di ruang makan Fero sedang

    Last Updated : 2024-10-29
  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 13 : Penculikan Sinta

    Sore itu Sinta pergi ke sungai ia begitu merindukan suara gemercik air yang mengalir, segarnya air sungai, serta hembusan angin yang sepoi-sepoi. Beberapa hari ini ia tidak bisa pergi ke tempat favoritnya itu, dikarenakan ia disibukkan dengan aktifitas kuliah yang sangat padat, tanpa sepengetahuan Sinta seseorang telah meneropongnya dari jarak 60 meter, sosok itu telah mengamati aktifitas Sinta selama beberapa hari ini. "Roy… Roy….!"Seorang pemuda tampan, berkulit putih dan berhidung mancung sedang memanggil sang asisten untuk segera datang kepadanya. "Iya Tuan!" jawab sang asisten. "ini kamu lihat, siapa gadis itu? beberapa hari ini aku melihat dia sedang berada di area Fero?" ujar Devano sambil memberikan teropong yang baru saja ia pakai kepada asistennya tersebut. "Oow.. gadis cantik itu Tuan, iya Tuan saya tau siapa dia!" jawab Roy. "Siapa?" "Berdasarkan info dari salah seorang pekerja perkebunan dia adalah istri Fero Ardinata

    Last Updated : 2024-10-29
  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 14 : Pesta Dansa

    Mendengar kabar bahwa dirinya akan diantarkan kembali pulang ke rumah, membuat Sinta mengucap syukur yang tak terhingga. Mereka akan membebaskannya dengan satu syarat, ia harus mau makan nasi kotak yang sudah disiapkan, sebenarnya enggan bagi Sinta untuk makan pemberian mereka, namun karena itu adalah satu-satunya syarat agar ia dibebaskan, maka mau tidak mau Sinta pun memakan nasi kotak tersebut meski hanya beberapa sendok saja. Sedih plus bahagia bahwa ia akan segera bebas dari para penculik, hal yang membuatnya sedih yaitu sebisa mungkin ia akan menjauh dari suami yang teramat sangat membencinya, hatinya begitu sedih bahwasanya Fero tak pernah menganggapnya ada. Hingga tiba jualah para penculik itu menepati janjinya, sesuai dengan instruksi dari tuannya, mereka mengantarkan Sinta sampai beberapa meter dari pintu gerbang rumah, sama seperti tempat dimana mereka beberapa hari yang lalu membiusnya kemudian membawanya pergi. Setelah Sinta turun dari mobil yang mengantarkannya

    Last Updated : 2024-10-29
  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 15 : Jatuh Ke Dasar Jurang

    Fero menyaksikan dengan jelas sedari Sinta terjerembab dipelukan Devano saat pertukaran pasangan dansa, jauh di lubuk hatinya yang teramat dalam, ia terbakar api cemburu menyaksikan istrinya bersentuhan dengan laki-laki lain, namun ia juga menyadari bahwa ia harus menerima konsekuensinya karena ia memang tidak mengajak istrinya untuk ikut bersamanya menghadiri undangan pesta ini, justru sepupunya lah yang mengajak istrinya itu. Sementara itu dari jarak beberapa meter dengan dirinya, Devano menatap dengan tatapan tajam dan sinis. Maklum saja sedari kecil Fero dan Devano merupakan 2 orang rival yang tidak dapat disatukan dalam berbagai ha

    Last Updated : 2024-10-29
  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 16 : Di Rumah Devano

    "Gimana Dok, apa ada yang serius?" tanya Devano pada Dokter pribadinya. "Tidak ada yang serius Pak, anda tenang saja! ini sudah saya tuliskan resep, jangan lupa untuk sementara luka yang di dahi jangan terkena air dulu sebelum benar-benar kering dan sembuh!" jawab Dokter Boby. "Syukurlah kalau begitu Dok, karena dia jatuh ke dasar jurang yang sangat curam, jadi saya khawatir sekali!" ungkap Devano cemas. "Saya yakin dia adalah gadis yang sangat kuat dan syukurlah Allah masih melindungi dia!" Dokter Boby memberikan semangat agar Devano tetap tenang. "Iya Dok!" "Baiklah kalau begitu saya permisi dulu, kalau ada apa-apa Pak Devano silahkan hubungi saya!" pam

    Last Updated : 2024-10-29
  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 17 : Perhatian Devano

    "Ini semua gara-gara kamu Fero, kamu yang menyarankan agar kuda berwarna coklat terang itu ditunggangi oleh Sinta, dia jatuh ke dalam jurang jadinya, kamu bilang kuda itu jinak dan sudah terlatih tapi nyatanya apa? jangan-jangan kamu memang sengaja melakukannya kan? agar sesuatu terjadi pada Sinta sehingga kamu bisa meresmikan hubunganmu dengan Nindy ke jenjang yang lebih serius, iyakan Fero?!" Al mencoba mengintrogasi Fero "Aku bilang juga apa, jangan kebanyakan lihat sinetron biar kamu itu gak berhalusinasi, kalau aku sudah tidak ingin mempertahankan pernikahanku dengan dia, ngapain harus ribet-ribet seperti yang kamu pikirkan itu, aku tinggal hubungi pengacaraku lalu aku perintahkan dia untuk mengurus perceraian kami, gitu aja sudah beres, ngapain harus bikin drama yang seperti kamu pikirkan

    Last Updated : 2024-10-29
  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 18 : Hari Terakhir Di Rumah Devano

    Entah ini mimpi atau nyata, Sinta merasa ada seseorang di sampingnya saat ini, ia pun perlahan membuka mata, ternyata bukanlah mitos bahwa di dekatnya saat ini benar-benar ada sosok yang ia kenal sedang berusaha untuk membuatnya bangun dari mimpi indah. "Dev… !" ucapnya lirih sambil memercingkan mata. "Hemm…. sang putri tidur akhirnya bangun juga!" sahut Devano sambil tersenyum. "Apa kamu tadi bangunin aku?" "Yup betul sekali, begitu dibangunin bukannya membuka mata, malah main peluk-peluk aja!" "Apa peluk? maksudnya tadi aku peluk ka

    Last Updated : 2024-10-29
  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 19 : Persaingan Di Antara 2 Rival

    Dengan muka tanpa Ekspresi Fero sembari membalikkan badannya, "Aku ke sini untuk menjemput Sinta?" sahut Fero "Oh ya?! sejak kapan kamu peduli dengan istrimu?" tanya Devano sinis. "Itu bukan urusanmu!" jawab Fero serius "Siapa bilang itu bukan urusanku?! aku yang menyelamatkan nyawanya ketika dia butuh pertolongan, sedang kau yang suaminya sama sekali tidak bisa diandalkan, ingat baik-baik saat aku sudah menyelamatkan seseorang! maka kedepannya aku akan berusaha melindunginya apapun itu keadaannya, dan aku tidak peduli lagi dengan statusnya!" "Wow…! kenapa kau bisa sangat percaya diri sekali, kau itu bukan siapa-siapanya, baik di mata hukum ataupun di hatinya, sekali lagi kau bukan siapa-siapa baginya!" "Bukankah sudah aku bilang aku tidak peduli sekalipun secara hukum kau adalah suaminya, aku tau semuanya bahwa kau menikahinya hanya karena kau ingin menyakitinya kan? kau menikahinya hanya karena dendam bodoh mu itu!"

    Last Updated : 2024-10-29

Latest chapter

  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 71 : Video Bahagia

    Hari-hari Sinta semakin berwarna dengan hadirnya Fero di tengah kehidupannya saat ini. Fero telah membuktikan bahwa dia adalah suami yang baik, begitu mencintai keluarga serta bertanggung jawab. Fero sudah bertekad ia akan selalu membahagiakan keluarga kecilnya tersebut, apalagi ia begitu menyayangi Azka seperti putra kandungnya sendiri begitu pula sebaliknya. Sinta yang bukan single parent lagi tentunya benar-benar merasakan kebahagiaan seutuhnya. Setelah rentetan kejadian tragis yang telah ia alami di sepanjang hidupnya kini telah tergantikan dengan kehidupan yang tentram serta bergelimang kebahagiaan. Memiliki 2 buah rumah yang saling berhadapan yang hanya terpisah oleh sebuah jalan raya membuat Sinta lebih banyak tinggal di rumah yang dibeli oleh Fero. Sejak malam pertama ia sudah lebih banyak tinggal di rumah tersebut dan untungnya pula putranya sama sekali tidak mempermasalahkan itu karena selama ada Fero maka Azka akan meng-iyakan.

  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 70 : Pernikahan

    Sekali lagi Sinta merasakan dilema yang teramat sangat dengan kejutan yang dibuat Fero bersama sang putra kali ini. Ia benar-benar tak tahu harus menjawab apa karena untuk saat ini ia masih belum memikirkan untuk menikah kembali karena jujur saja perasaannya kepada Devano masih sangat kuat karena bagaimanapun juga dialah laki-laki pertama yang banyak memberikannya cinta dengan penuh ketulusan dan kesungguhan tanpa adanya rekayasa, dusta serta pengkhianatan. Namun mengapa saat ini perasaan takut karena trauma yang pernah dialaminya kian membuatnya bimbang. “Mama…Om Ganteng telah menolong Aka dali bahaya, Om Ganteng hampil meninjal kalena tolonyin Aka apa itu maci belum cukup buat Mama?” protes Azka yang tiba-tiba mengagetkan Sinta, lagi-lagi ucapan sang putra makin membuatnya heran karena bagaimana bisa ia melontarkan kata-kata yang begitu menohok. “Azka tidak boleh berkata demikian sama Mama ya sayang! biarkan Mama mengamb

  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 69 : Kesempatan Ke Dua

    “Aka cayang banget cama Om ganteng, Aka pingin punya Papa cepelti teman-teman teyus Aka pingin Om Ganteng jadi Papanya Aka!” jelas Azka dengan berterus terang. “Seperti yang Om bilang sebelumnya, Om akan selalu ada buat Azka dan juga Mama, Om tinggal menunggu kesiapan Mamanya Azka, begitu Mama bilang setuju dan siap untuk menikah dengan Om maka secepatnya Om akan menikahi Mama Azka!” terang Fero dengan begitu jelas. “Om Ganteng gak bohonyin Aka kan?” “Apa yang Om ucapkan pada Azka baru saja itu semua benar, dalam berbicara Om tidak boleh berbohong nanti kalau berbohong Allah bisa marah!” Azka mendengarkan penjelasan Feri sambil menganggukkan kepalanya. “Ya sudah kalau begitu sekarang Om pingin lihat mana senyum manisnya buat Om pagi ini?” seru Fero yang kemudian dibalas dengan sebuah senyuman manis yang tersungging dari bocah lucu tersebut. Dengan segera dipeluknya Azka oleh Fero dengan begitu hangat.

  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 68 : Ada Hikmah

    Pintu kamar Sinta tidak ditutup rapat, hanya beberapa centimeter saja pintu tersebut sedikit terbuka, maka dengan langkah pelan Fero memasuki kamar Sinta. Cukup luas sekali ukuran kamarnya berkisar 6 x 6 meter. Tatapan netra pemuda tersebut menelisik ke setiap penjuru ruangan, karena baru pertama kalinya ia masuk dengan tatapan menelisik seperti ini meski sebelumnya karena kondisi mendesak ia pernah masuk untuk melihat kondisi Sinta yang sedang pingsan begitu mendengar berita kepergian suaminya. Saat itu ia mencari foto pernikahan mereka di kamar tersebut namun ternyata ia tak menemukannya, bukankah kebanyakan pasangan pada umumnya selain memajang foto mereka di ruang keluarga, maka mereka juga akan memajangnya di dalam kamar, namun sepertinya hal tersebut tidak berlaku bagi Sinta dan juga Devano. Terlihat Sinta yang sedang tertidur lelap menggunakan selimut wol dengan warna cerah. Fero masih saja berdiri menatap wajah cantik itu,

  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 67 : Kedekatan Fero Dan Azka

    Setelah dirawat di rumah sakit selama 2 minggu akhirnya Fero oleh Dokter diperbolehkan untuk pulang dengan catatan ia harus tetap rajin kontrol sesuai dengan jadwal yang sudah dibuat oleh Dokter di buku Kontrol. Tentu saja hal tersebut disambut dengan sangat antusias oleh Fero karena menurutnya berada di rumah sakit dengan durasi waktu selama itu berasa setahun lamanya dan untungnya ada Sinta yang selalu berada di sampingnya yang selalu setia menunggunya sedari awal dia terbaring tak sadarkan diri karena koma hingga sekarang kondisinya yang sudah berangsur pulih. Tak dipungkiri lagi bahwa Sinta adalah motivasinya selama ini untuk bisa berjuang melawan koma selama seminggu lamanya, dan itu juga merupakan keajaiban serta anugerah tak terhingga yang telah diberikan Sang Pencipta kepadanya. Ditambah dengan kehadiran Azka putra semata wayang dari wanita yang sangat dicintainya kian menambah nuansa suka cita yang ia rasakan selama ini. Kehadiran Azka

  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 66 : Kejadian Luar Biasa

    Terlihat seorang Dokter sedang melakukan resusitasi ( CPR ), usaha tersebut dilakukan untuk mengembalikan irama jantung yang telah terhenti. Sinta yang mengetahui hal tersebut langsung meraih telapak tangan Fero kemudian digenggamnya dengan erat sambil berkata, “Ayo Fero kamu harus kuat, kamu harus bisa, jangan tinggalkan aku dengan perasaan bersalah seperti ini! bagaimana aku harus menjawab pertanyaan putraku jika dia bertanya tentangmu? Fero ayo bangun! Aku mohon jangan tinggalkan aku! bukankah kamu sering mengatakan kalau aku tidak boleh meninggalkan kamu, tapi mengapa justru kamu sendiri yang akan meninggalkan aku? aku sudah tidak mengharapkan apa-apa lagi Fero, yang aku mau hanya satu yaitu kamu tepati kata-katamu dan kamu buktikan kepadaku bahwa kamu….bahwa kamu tidak akan pergi meninggalkanku, maka aku juga akan buktikan kata-kataku dan aku berjanji untuk memaafkan semua kesalahanmu di masa lalu kepadaku maka aku juga tidak akan pernah me

  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 65 : Kritis

    “Sin..ta..Sin..ta…ma..af..kan a..ku!” Ucapan Fero yang di ulang-ulang pada saat itu membuat Sinta terbangun dari tidurnya, suaranya meski tidak keras namun masih terdengar jelas di pendengaran Sinta. Perlahan tapi pasti mata Sinta yang sedang tertutup rapat karena rasa kantuk yang hinggap kini terbuka. Di tatapnya Fero yang masih memejamkan mata dihadapannya. “Sin..ta…Si..nta...ma..af..kan a..ku! ja..ngan ting..gal..kan a..ku!” rintih Fero. Hal itu membuat Sinta kaget, ternyata ucapan Wika tadi sebelum pulang benar adanya bahwa ketika dalam kondisi yang tak sadarkan diri Fero masih mengingat dirinya. Seketika itu pula Sinta menutup bibir dengan kedua telapak tangannya tanpa disadarinya pula tetesan air mata bening mengalir dari sudut kedua netranya yang kian memerah. Semula ucapan Wika itu baginya hanyalah sekedar guyonan semata yang disematkan kepadanya, namun kali ini yang dikatakan Wika itu adalah fakta. “Sin..t

  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 64 : Koma

    Suara tangisan Azka yang begitu kencang terdengar hingga di dapur tempat Sinta berada, dengan segera Sinta berlari ke halaman rumah namun ia tidak menemukan keberadaan putranya di tempat yang baru saja ia lihat. Curiga dengan pintu gerbang yang kini sedang terbuka membuatnya semakin mempercepat lagi laju larinya ke luar rumah, saat ia tiba di sana terlihat dari jarak beberapa meter darinya nampak kerumunan orang yang berada di tengah jalan raya persis sekali dengan asal suara tangisan putra semata wayangnya. Jantungnya semakin berdetak kencang tak mampu membayangkan jika suatu hal terjadi kepada putranya tersebut. Kakinya kian terasa lemas nafasnya tak beraturan, rasa takut kian menghantuinya pada saat ini. Sinta semakin mempercepat pace larinya, ia juga harus berani menerima kenyataan apapun yang akan terjadi di hadapannya kini. Bibirnya hanya mampu terkatup namun batinnya sama sekali tak berhenti untuk terus berdo’a serta berharap agar t

  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 63 : Mempertaruhkan Nyawa

    Sinta begitu asyik menonton acara talk show di sebuah stasiun televisi yang ditayangkan secara live sambil ngemil keripik tempe kesukaannya. Sudah 15 menit sudah ia menonton acara tersebut tanpa beranjak sama sekali dari atas sofa yang ia duduki di ruang tengah, beberapa saat kemudian Azka ikut bergabung duduk di sofa untuk duduk di sampingnya. “Mama!” panggil Azka “Iya sayang!” sahut Sinta. “Tadi di cekolah Aka ketemu Om Ganteng!” pamer Azka kepada Mamanya. “Om ganteng? siapa itu sayang?” tanya Sinta. “Om yang pelnah ke cini caat Mama gak mau banyun, Mama di kamal teyus nangis gak mau belhenti!” ungkap Azka. “Oh ya? apa benar itu?” tanya Sinta. “Iya benel!” jawab Azka yakin. Tiba-tiba terdengar sebuah truk berhenti di seberang jalan, Sinta mengecilkan volume televisinya. Melihat apa yang terjadi dari balik tirai jendela ternyata sebuah truk kontainer sedang menurunkan barang-barang yang se

DMCA.com Protection Status