Home / Urban / Mengapa Kau Membenciku? / Part 13 : Penculikan Sinta

Share

Part 13 : Penculikan Sinta

Author: Ekta Naura
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Sore itu Sinta pergi ke sungai ia begitu merindukan suara gemercik air yang mengalir, segarnya air sungai, serta hembusan angin yang sepoi-sepoi. Beberapa hari ini ia tidak bisa pergi ke tempat favoritnya itu, dikarenakan ia disibukkan dengan aktifitas kuliah yang sangat padat, tanpa sepengetahuan Sinta seseorang telah meneropongnya dari jarak 60 meter, sosok itu telah mengamati aktifitas Sinta selama beberapa hari ini.

"Roy… Roy….!"

Seorang pemuda tampan, berkulit putih dan berhidung mancung sedang memanggil sang asisten untuk segera datang kepadanya.

"Iya Tuan!" jawab sang asisten.

"ini kamu lihat, siapa gadis itu? beberapa hari ini aku melihat dia sedang berada di area Fero?" ujar Devano sambil memberikan teropong yang baru saja ia pakai kepada asistennya tersebut.

"Oow.. gadis cantik itu Tuan, iya Tuan saya tau siapa dia!" jawab Roy.

"Siapa?"

"Berdasarkan info dari salah seorang pekerja perkebunan dia adalah istri Fero Ardinata Prayuda Tuan!"

"Bagus… berarti sekarang kita sudah mengetahui titik kelemahan dari Fero Ardinata Prayuda, besok aku ada misi untuk kamu dan aku tidak mau kamu gagal dalam misi itu, karena kalau sampai gagal, kamu tau apa itu konsekuensinya?!"

"Baik Tuan, saya berjanji saya tidak akan gagal dalam misi yang Tuan tugaskan!"

"Oke, sekarang pergilah!" perintah Devano sembari kembali meneropong Sinta dari jarak puluhan meter dari tempatnya berada saat ini.

Sementara Sinta sedang menyingkap gaunnya yang panjang menjuntai itu supaya pada saat kakinya dicelupkan ke dalam air sungai, maka gaunnya tersebut tidak basah terkena air.

"Hemm... ternyata si Fero itu sudah menikah, aneh sekali mengapa tidak di publish di halaman surat kabar atau televisi ya? ini sangat aneh sekali, pasti ada yang disembunyikan Fero aku yakin itu!"

~ Ke esokan Hari ~

Hari ini Sinta ada kuliah pagi, selesai mandi dan sholat subuh ia dengan cepat segera berganti baju, memakai kaos kaki, kemudian turun ke lantai bawah, lalu diambilnya sepatu di lemari yang berada di belakang pintu. Setelah memakai tas ransel segera saja Sinta pergi meninggalkan rumah. Sesampainya di kampus dengan serius Sinta mengikuti semua mata kuliah dengan konsentrasi penuh, karena memang visi misinya harus selesai skripsi tahun ini. Tanpa terasa saat itu waktu telah menunjukkan pukul 20.00 WIB. Karena hari sudah larut sangat tidak memungkinkan baginya untuk naik angkutan umum, maka ia memutuskan untuk naik Grab yang ia pesan secara online. Karena seharian penuh Sinta beraktifitas, rasa lelah mulai ia rasakan, dengan menahan rasa kantuk sebisa mungkin ia berusaha untuk tidak memejamkan mata, karena sudah beberapa kali ia menguap. hingga akhirnya kurang beberapa meter lagi Sinta akan sampai di pintu gerbang rumah suaminya.

"Stop pak, berhenti di sini saja!" ucap Sinta.

"Baik Non!" jawab pak sopir.

Setelah memberikan uang kepada pak sopir Sinta melanjutkan berjalan kaki, karena sebentar lagi ia akan sampai di rumah, maka dengan perlahan Sinta menyusuri jalan beraspal tersebut, namun tanpa ia sadari 3 orang telah mengintainya dari dalam mobil yang terparkir di sudut kiri persimpangan jalan. Mungkin karena sangat lelah Sinta tidak menyadari bahwa saat ini 2 orang sedang membuntutinya dari belakang, semakin dekat dan semakin dekat. Dengan segera salah seorang dari mereka membekap hidung Sinta dengan sebuah sapu tangan yang sudah diberi obat bius, sontak saja Sinta melakukan perlawanan dengan cara menyikut perut salah seorang dari mereka, meski raut wajah orang tersebut terlihat meringis menahan rasa sakit, namun apa yang dilakukan Sinta menjadi sia-sia karena dalam hitungan beberapa detik saja obat bius itu sudah bereaksi dan membuatnya tak sadarkan diri.

Sementara Al di teras sedang membaca sebuah buku, sembari sesekali ia menengok ke arah pintu gerbang karena baginya mungkin saja Sinta saat ini sudah pulang dan sedang berjalan menuju ke arah rumah, namun saat ia melihatnya masih tetap sunyi karena sosok yang ditunggunya itu belum juga muncul. Hingga jarum jam dinding terus berputar, menit demi menit detik demi detik kian berlalu, tak terasa akhirnya waktu telah menunjukkan pukul 00.05 WIB.

"Apa?? sudah selarut ini, kenapa Sinta masih belum juga pulang, jangan-jangan telah terjadi sesuatu dengannya, aku harus segera memberi tahu Fero, aku takut Sinta kenapa-napa lagi!" gumam Al cemas. Dengan segera ia menutup pintu ruang tamu kemudian ia bergegas ke kamar Fero. Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu ia langsung masuk ke dalam kamar, dilihatnya Fero sedang terbaring nyenyak dengan memakai selimut menutupi tubuhnya. Tanpa banyak berfikir lagi Al segera membangunkan Fero dengan cara menepuk-nepuk lengan Fero.

"Fero…Fero..bangun!" bisik Al, namun karena Fero sudah tertidur pulas sehingga ia tidak merespon Al sama sekali, karena apa yang dilakukannya tersebut tidak mendapatkan reaksi, Al mengoncang-goncangkan tubuh Fero dengan keras.

"Fero bangun!"

"He…!" jawab Fero setengah sadar, namun ternyata ia pun tidur kembali.

"Ooeeyyy Fero cepet bangun!" Al berteriak sekencang-kencangnya persis di telinga Fero. Dan benar saja ternyata jurus yang ke 3 ini mampu membuat Fero bangun dari tidurnya.

"Apa’an sih, ganggu orang tidur saja!" protes Fero sambil menyalakan lampu kamar yang berada di atas meja persis di samping kanan tempat tidurnya.

"Lihat ini sudah jam 12 lebih istrimu masih belum juga pulang, jangan-jangan dia kenapa-napa lagi?!"

"Ah..biarin saja deh, palingan juga dia menginap di rumah temannya!"

"Aku tidak yakin seperti itu!"

"Ya sudah kamu kan punya telfon dia, telfon saja sono!"

"Iya-ya, kenapa gak kepikiran dari tadi ya?!"

atas saran Fero maka Al mengambil HP dari saku celananya kemudian segera ditelfonnya Sinta, namun ternyata Sinta sedang di luar jangkauan, kembali ia melakukan panggilan ulang dengan harapan Sinta bisa dihubungi, namun ternyata usahanya itu sia-sia. Kembali ia membangunkan Fero yang kembali tertidur,

"Fero... Fero bangun, ooeeyy Fero…!" teriak Al di telinga Fero.

"Aduh…! apa lagi sih?" jawab Fero jengkel.

"Hp Sinta gak bisa dihubungi, kamu kok tenang-tenang saja sih, jika dia dalam bahaya gimana?"

"Ah..jangan berfikir yang macam-macam kamu, makanya jangan kebanyakan nonton sinetron biar gak halu!"

"Iya Swear kenapa tiba-tiba perasaanku gak enak ya?! beneran deh jangan-jangan dia dalam bahaya, sebab meski larut dia kan selalu pulang ke rumah, belum pernah terjadi seperti ini sebelumnya!"

"Halah…kamu saja yang terlalu banyak berfikir, sudahlah...aku ngantuk kamu pergi sono! besok aku sudah harus berangkat pagi-pagi ke Perusahaan, karena aku ada meeting dengan klien, sudah sana aku mau tidur!" ujar Fero sambil mematikan lampu kemudian kembali ia melanjutkan tidurnya. Sedang Al hanya bisa menghela nafas melihat kelakuan Fero yang sangat santai meski mengetahui bahwa istrinya belum juga pulang, berbeda sekali dengan dirinya yang begitu mengkhawatirkan keadaan Sinta saat ini, karena baginya Sinta sudah dianggap seperti saudara sendiri tak kurang dan tak lebih karena Sinta adalah istri dari sepupunya itu. Dengan langkah berat akhirnya Al meninggalkan kamar Fero.

 

~ Ke esokan hari ~

Cahaya mentari yang menyelinap dari celah-celah ruangan membuat silau Sinta yang sedang duduk di kursi dengan kondisi tangan terikat oleh sebuah tali. Sontak Sinta meronta dan berteriak untuk dilepaskan.

"Lepaskan aku, apa yang kalian inginkan, aku mohon lepaskan?!" teriak Sinta sambil menggerak-gerakkan tangannya sambil berharap tali yang mengikatnya itu terlepas. Setelah mengetahui sosok yang disekap itu telah bangun salah seorang yang ditugaskan untuk menjaga di ruangan itu menelfon seseorang.

"Bos.... gadis yang kita sekap itu sudah sadar!" ucapnya pada Devano.

"Oke... sekarang juga saya ke situ!" jawab Devano.

Benar saja hanya dalam beberapa menit, Devano yang telah memakai penutup wajah itupun datang ke dalam ruangan tempat di mana Sinta disekap.

"Hai Nona cantik! bagaimana tidurmu semalam, apakah nyenyak?" tanya Devano.

"Mengapa kamu mengikatku seperti ini, sebenarnya apa tujuan kalian?" tanya Sinta

"He..he...tenang Nona jangan terburu-buru, sebentar lagi kau akan tahu apa tujuanku menyekapmu di sini!" Devano menimpali sambil tertawa sinis.

"Aku mohon lepaskan aku!" teriak Sinta, sedangkan Devano melangkahkan kakinya untuk mendekati Sinta, dengan perlahan dipegangnya janggut Sinta sambil diangkat wajah Sinta untuk diarahkan kepadanya. Maka terlihatlah wajah Sinta dengan jelas olehnya, sementara Sinta meski bertatapan dengan sosok yang saat ini sedang bertatap muka dengannya itu, tidak dapat mengenali wajahnya selain dari sorot tatapan matanya yang tajam.

"Jadi ini gadis yang sudah dinikahi si Fero itu, waoww.. lumayan juga seleranya, benar-benar gadis yang cantik jelita!" ucap Devano dalam hati.

Tak lama kemudian ia mengeluarkan HP dari saku celananya, lalu di telfonnya seseorang serta diloudspeaker volume pada HP nya agar seisi ruangan mendengar percakapannya tersebut.

"Hallo..!" Si penerima telephone menjawab panggilan Devano

"Hallo Fero Ardinata Prayuda, apa kabar?" tanya Devano

"Siapa ini?" Fero balik bertanya.

"Kamu tidak perlu tau siapa aku, aku hanya ingin memberitahumu bahwa istrimu sekarang sedang aku sekap di suatu tempat!"

"Oh ya, lalu?"

"Kalau kamu memang menginginkan istri tercintamu ini kembali kepelukanmu, cepat datang kemari, aku akan memberikan alamatnya kepadamu!"

"He..he... kamu kira aku mau mengikuti permainan bodohmu itu, dengar baik-baik! kubur saja keinginanmu itu karena aku tidak ada waktu untuk meladenimu!"

"Oh ya, mari kita lihat apa yang bisa aku lakukan pada istrimu ini, bukankah dia sangat berharga sekali bagimu? aku akan menyiksanya sampai kau tak akan pernah melihatnya lagi!"

"Ha..ha..ha..! apa kau sedang bercanda? ha..ha..ha…!"

"Apa kamu masih bisa tertawa bila aku akan melakukan sesuatu pada istri tercintamu ini haa..?"

"Ha..ha..ha.. dengarkan aku baik-baik bajingan kaleng-kaleng! aku tidak perduli mau kau sekap istriku itu, ataupun kau lakukan apapun itu sesuka hatimu aku tidak peduli, mau dia ada ataupun tidak, itu tidak berpengaruh sama sekali bagiku, aku sama sekali tidak ada waktu untuk hal-hal yang tidak berguna seperti ini."

Mendengar kata-kata Fero kepada pria yang sedang menyekapnya itu membuat hati Sinta benar-benar sakit, hatinya saat itu bagai teriris sebilah pisau yang teramat tajam. Sinta tak mampu lagi menahan gejolak hatinya saat itu, ia pun menangis tersedu-sedu. Ia berusaha agar suara tangisannya itu tidak terdengar oleh para penyekap di hadapannya itu. Namun ternyata air mata Sinta yang mengalir deras tersebut terlihat jelas oleh Devano.

"Hiiks…hiks…hiks…!" tangis Sinta terdengar begitu lirih namun masih terdengar Devano meskipun itu samar-samar.

"Mengapa kamu menangis?" Tanya Devano menyelidik.

"Tidak, Hiiks..hiks..hiks…!" jawab Sinta sambil mengelengkan kepalanya.

"Bagaimana Boss?" tanya salah seorang anak buah Devano.

"Jangan gegabah, karena kita tidak pernah tahu apa rencana Fero setelah ini, apa ini hanya jebakannya saja?"

"Baik Bos!"

"Mau kamu percaya ataupun tidak terserah kamu, tapi apa yang aku katakan ini adalah yang sebenar-benarnya, dengarkan aku baik-baik! dengan menyekapku seperti ini tidak ada gunanya, karena sama seperti yang kamu dengar di telephone barusan itu benar adanya, suamiku tidak akan pernah mencariku, dia tidak akan pernah peduli aku masih hidup ataupun tidak..hiks..hiks…!" ucap Sinta sambil menangis tersedu-sedu.

"Maafkan aku Nona, dengan berat hati harus ku katakan kepadamu, dengarkan juga kata-kataku ini baik-baik! aku tetap pada pendirianku, aku tidak akan melepaskanmu begitu saja, aku akan tetap menyekapmu selama yang aku mau!" sahut Devano sambil tersenyum kecut.

"Baiklah terserah kamu, yang penting aku sudah mengatakan yang sebenarnya!" sahut Sinta dengan berlinang air mata.

"Hai nona, ini makananmu, aku akan melepaskan ikatan tanganmu ini supaya kamu bisa makan nasi kotak ini!" ujar salah seorang tangan kanan Devano sambil melepaskan tali yang mengikat tangan Sinta.

Meski belum sepenuhnya bebas, namun Sinta merasa lega karena pada akhirnya ia bisa bergerak dengan leluasa tanpa terikat lagi oleh sebuah tali yang begitu mengungkungnya, walaupun ia masih tetap terkurung dalam sebuah ruangan yang ia sendiri tak tau entah itu dimana?.

~ Sementara itu di rumah Fero ~

Tampak seperti hari-hari biasanya Fero sedang berada di ruang kerja untuk memeriksa beberapa document. Tak lama kemudian munculah Al yang sedang memasuki ruang kerja Fero.

"Gimana Fero, apa sudah ada perkembangan mengenai Sinta?" tanya Al

"Belum!" jawab Fero singkat

"Apa tidak sebaiknya kita lapor polisi saja Fero?"

"Tidak perlu!"

"Tapi kalau Sinta kenapa-napa gimana?" sela Al khawatir.

"Lantas apa peduliku?" ujar Fero ketus.

"Dia itu istrimu Fero, apa sedikitpun kamu tidak ada rasa khawatir?" tanya Al gusar.

"Tidak!" jawab Fero cuek, meski saat ini Al sedang berbicara dengannya dan sedang berada di hadapannya ia sama sekali enggan untuk menatap kedua netranya, ia lebih memilih untuk segera menyelesaikan beberapa document yang harus ia periksa dengan sangat teliti karena tidak boleh ada kesalahan sedikitpun di dalamnya. Maklum saja Fero memang dikenal sebagai Owner sekaligus CEO yang sangat detail, teliti dan juga perfeksionis, ia tak segan-segan untuk memberikan peringatan keras ataupun memarahi semua karyawannya jika diantara mereka ada yang melakukan kesalahan, hal ini ia lakukan supaya semua karyawannya terlebih para Staff nya harus bekerja dengan sungguh-sungguh dan berkonsentrasi tinggi, dimana semua itu sudah disesuaikan dengan fasilitas yang telah diberikan oleh Perusahaannya mulai dari mendapatkan fasilitas makan pagi dan siang di kantin dengan menu 4 sehat 5 sempurna serta berganti-ganti menu di setiap jam makannya, kemudian disediakan pula Mess dengan berbagai fasilitas di dalamnya supaya karyawan bisa beristirahat pada jam istirahat dengan santai dan nyaman. Dan yang lebih penting lagi semua karyawannya tanpa terkecuali mendapatkan gaji di atas UMK ditambah gaji premi dan bonus bagi semua karyawan yang berprestasi dan bekerja sebulan penuh tanpa absen.

Sementara Al yang sedari tadi menyaksikan Fero yang sangat serius dengan beberapa document di tangannya merasa begitu jengkel, bagaimana bisa ternyata document itu lebih menyita perhatiannya dari pada istrinya yang sudah beberapa hari tidak pulang ke rumah entah karena dalam kondisi bahaya atau apapun itu yang ia sendiri tidak tahu apa itu penyebabnya.

"Entahlah Fero, aku sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi, kali ini kamu benar-benar sudah sangat keterlaluan!" celoteh Al kemudian berlalu pergi meninggalkan ruangan kerja Fero.

~ 2 hari kemudian ~

Tampak Devano di sebuah ruangan sedang mengobrol dengan salah seorang anak buahnya.

"Bagaimana Cil apa sudah ada tanda-tanda kalau si Fero itu akan datang kemari, ini sudah 3 hari aku menyekap istrinya?" tanya Devano 

"Belum Bos?" jawab Acil sambil menatap akrab Bosnya, maklum saja ia memang sudah belasan tahun bekerja dengan keluarga Devano dan ia juga merupakan salah satu orang kepercayaan Devano selain Roy.

"Aneh sekali, bagaimana bisa seorang suami tidak bergeming sama sekali mengetahui istrinya diculik? ini benar-benar sangat aneh, aku juga sudah share lokasi untuk bertemu, dia juga sama sekali tidak merespon, jangan-jangan apa yang diucapkan istrinya itu benar bahwa Fero sama sekali tidak peduli dengannya?!"

"Bisa jadi seperti itu Bos!"

Karena rasa penasaran yang teramat sangat Devano mendatangi Sinta, namun Sinta terlihat sedang tertidur pulas di atas tumpukan jerami yang memenuhi seisi ruangan tempatnya disekap.

"Bagaimana apa dia mau makan selama kita menyekap dia?" tanya Devano kepada Badrun, ia merupakan salah satu orang yang ia tugaskan untuk menjaga gudang tempat Sinta disekap.

"Tidak Bos, dia sama sekali tidak mau makan sebutir nasipun." jawab Badun.

"Dasar bodoh, memberi makan gitu saja tidak becus, kalian bisanya apa haa?" tanya Devano gusar.

"Maafkan kami Bos!" sahut Badrun dengan nada rendah dan juga merasa bersalah.

Dengan perlahan Devano mendekati Sinta yang tengah tertidur pulas. Tampak sekali wajah Sinta yang sedang kelelahan, lalu disingkapnya rambut yang menutupi wajah Sinta yang terlihat sayu, kemudian ditatapnya kembali dengan seksama.

"Apa yang sudah terjadi denganmu hingga suamimu tidak memperdulikanmu, kesalahan apa yang sudah kamu perbuat hingga baginya kamu sama sekali tidak berarti apa-apa? apakah kamu telah melakukan sebuah kesalahan yang fatal?" bisik Devano dalam hati, kemudian berjalan pelan meninggalkan Sinta.

"Cil…!" panggil Devano kepada Acil

"Iya Bos! " sahut Acil

"Saat dia bangun, antarkan dia kembali ke tempat pertama dimana kamu menculiknya, awas jangan sakiti dia seujung jaripun! jika sampai aku tau kalian menyakitinya, maka aku akan memberi kalian pelajaran yang tak akan pernah kalian lupakan seumur hidup!" ancam Devano bersungut-sungut.

"Baik Bos, mana berani kami melanggar perintah anda!" jawab Acil tegas dan berusaha untuk meyakinkan Bosnya.

"Bagus!" sahut Devano seraya menatap dalam- dalam dengan jarak beberapa meter dari tempatnya berdiri saat ini gadis yang tengah tertidur pulas itu, entahlah tiba-tiba saja ia merasa menyesal dan juga kasihan karena telah menculiknya, apalagi Fero sama sekali tidak ada niatan untuk melindungi apalagi menjemputnya sekalipun ia telah mengirimkan denah lokasi dengan begitu detail dan juga ssngat jelas. Devano melakukan penyekapan ini bukan karena dendam kesumatnya kepada Fero karena meskipun sedari duduk di bangku sekolah dia dan Fero adalah rival sejati akan tetapi ia tidak ada perasaan iri, dengki sedikitpun ataupun semacamnya kepada Fero, hal ini terbukti saat ini ia dan Fero sama-sama sukses dalam bidangnya masing-masing. Ia sengaja melakukan drama penyekapan ini semata-mata ingin mengetahui sedalam apakah cinta Fero kepada gadis yang sudah dinikahinya itu dan kini ia sudah tahu jawabannya dengan sangat jelas, Devano berjanji pada dirinya sendiri tak lama lagi ia juga akan mengetahui mengapa Fero mengabaikan istrinya? ia akan mengetahui alasan itu dengan caranya sendiri. Tak dapat dipungkiri olehnya bahwa perlakuan Fero itu teramat sangat ganjil, bagaimana tidak gadis yang saat ini tengah ia culik itu pastinya jika bertanya kepada semua laki-laki normal mereka pasti akan mengatakan kalau istri Fero tersebut adalah seorang gadis yang cantik, berkulit putih mulus, bertubuh langsing namun tetap berisi, rambutnya pun panjang menjuntai sepunggung dengan bentuk lurus dan begitu halus yang berwarna dark brown. Ia mengetahui sehalus apa rambut gadis itu pada saat ia memegang janggutnya kemudian mengajaknya berbicara sebelumnya, pada saat itu dengan spontan tersentuhlah pula rambutnya yang begitu halus dan lembut bak kain sutra dengan kualitas tinggi yang harganya begitu fantastis. Hampir tidak memiliki celah kekurangan sama sekali pada fisik gadis itu. Anehnya Fero sama sekali tak menghargai ataupun menunjukkan perasaannya seperti layaknya seorang suami kepada istrinya jika sedang disekap ataupun diculik oleh seseorang. Ini bagi Devano adalah suatu hal yang tak lumrah dan juga sangat aneh yang membuatnya begitu penasaran mengetahui apa itu penyebabnya? entahlah Devano yang aslinya memiliki karakter masa bodoh dan anti mencampuri urusan internal orang lain tiba-tiba hatinya begitu tergerak dan memiliki rasa ingin tahu yang begitu besar.

Related chapters

  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 14 : Pesta Dansa

    Mendengar kabar bahwa dirinya akan diantarkan kembali pulang ke rumah, membuat Sinta mengucap syukur yang tak terhingga. Mereka akan membebaskannya dengan satu syarat, ia harus mau makan nasi kotak yang sudah disiapkan, sebenarnya enggan bagi Sinta untuk makan pemberian mereka, namun karena itu adalah satu-satunya syarat agar ia dibebaskan, maka mau tidak mau Sinta pun memakan nasi kotak tersebut meski hanya beberapa sendok saja. Sedih plus bahagia bahwa ia akan segera bebas dari para penculik, hal yang membuatnya sedih yaitu sebisa mungkin ia akan menjauh dari suami yang teramat sangat membencinya, hatinya begitu sedih bahwasanya Fero tak pernah menganggapnya ada. Hingga tiba jualah para penculik itu menepati janjinya, sesuai dengan instruksi dari tuannya, mereka mengantarkan Sinta sampai beberapa meter dari pintu gerbang rumah, sama seperti tempat dimana mereka beberapa hari yang lalu membiusnya kemudian membawanya pergi. Setelah Sinta turun dari mobil yang mengantarkannya

    Last Updated : 2024-10-29
  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 15 : Jatuh Ke Dasar Jurang

    Fero menyaksikan dengan jelas sedari Sinta terjerembab dipelukan Devano saat pertukaran pasangan dansa, jauh di lubuk hatinya yang teramat dalam, ia terbakar api cemburu menyaksikan istrinya bersentuhan dengan laki-laki lain, namun ia juga menyadari bahwa ia harus menerima konsekuensinya karena ia memang tidak mengajak istrinya untuk ikut bersamanya menghadiri undangan pesta ini, justru sepupunya lah yang mengajak istrinya itu. Sementara itu dari jarak beberapa meter dengan dirinya, Devano menatap dengan tatapan tajam dan sinis. Maklum saja sedari kecil Fero dan Devano merupakan 2 orang rival yang tidak dapat disatukan dalam berbagai ha

    Last Updated : 2024-10-29
  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 16 : Di Rumah Devano

    "Gimana Dok, apa ada yang serius?" tanya Devano pada Dokter pribadinya. "Tidak ada yang serius Pak, anda tenang saja! ini sudah saya tuliskan resep, jangan lupa untuk sementara luka yang di dahi jangan terkena air dulu sebelum benar-benar kering dan sembuh!" jawab Dokter Boby. "Syukurlah kalau begitu Dok, karena dia jatuh ke dasar jurang yang sangat curam, jadi saya khawatir sekali!" ungkap Devano cemas. "Saya yakin dia adalah gadis yang sangat kuat dan syukurlah Allah masih melindungi dia!" Dokter Boby memberikan semangat agar Devano tetap tenang. "Iya Dok!" "Baiklah kalau begitu saya permisi dulu, kalau ada apa-apa Pak Devano silahkan hubungi saya!" pam

    Last Updated : 2024-10-29
  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 17 : Perhatian Devano

    "Ini semua gara-gara kamu Fero, kamu yang menyarankan agar kuda berwarna coklat terang itu ditunggangi oleh Sinta, dia jatuh ke dalam jurang jadinya, kamu bilang kuda itu jinak dan sudah terlatih tapi nyatanya apa? jangan-jangan kamu memang sengaja melakukannya kan? agar sesuatu terjadi pada Sinta sehingga kamu bisa meresmikan hubunganmu dengan Nindy ke jenjang yang lebih serius, iyakan Fero?!" Al mencoba mengintrogasi Fero "Aku bilang juga apa, jangan kebanyakan lihat sinetron biar kamu itu gak berhalusinasi, kalau aku sudah tidak ingin mempertahankan pernikahanku dengan dia, ngapain harus ribet-ribet seperti yang kamu pikirkan itu, aku tinggal hubungi pengacaraku lalu aku perintahkan dia untuk mengurus perceraian kami, gitu aja sudah beres, ngapain harus bikin drama yang seperti kamu pikirkan

    Last Updated : 2024-10-29
  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 18 : Hari Terakhir Di Rumah Devano

    Entah ini mimpi atau nyata, Sinta merasa ada seseorang di sampingnya saat ini, ia pun perlahan membuka mata, ternyata bukanlah mitos bahwa di dekatnya saat ini benar-benar ada sosok yang ia kenal sedang berusaha untuk membuatnya bangun dari mimpi indah. "Dev… !" ucapnya lirih sambil memercingkan mata. "Hemm…. sang putri tidur akhirnya bangun juga!" sahut Devano sambil tersenyum. "Apa kamu tadi bangunin aku?" "Yup betul sekali, begitu dibangunin bukannya membuka mata, malah main peluk-peluk aja!" "Apa peluk? maksudnya tadi aku peluk ka

    Last Updated : 2024-10-29
  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 19 : Persaingan Di Antara 2 Rival

    Dengan muka tanpa Ekspresi Fero sembari membalikkan badannya, "Aku ke sini untuk menjemput Sinta?" sahut Fero "Oh ya?! sejak kapan kamu peduli dengan istrimu?" tanya Devano sinis. "Itu bukan urusanmu!" jawab Fero serius "Siapa bilang itu bukan urusanku?! aku yang menyelamatkan nyawanya ketika dia butuh pertolongan, sedang kau yang suaminya sama sekali tidak bisa diandalkan, ingat baik-baik saat aku sudah menyelamatkan seseorang! maka kedepannya aku akan berusaha melindunginya apapun itu keadaannya, dan aku tidak peduli lagi dengan statusnya!" "Wow…! kenapa kau bisa sangat percaya diri sekali, kau itu bukan siapa-siapanya, baik di mata hukum ataupun di hatinya, sekali lagi kau bukan siapa-siapa baginya!" "Bukankah sudah aku bilang aku tidak peduli sekalipun secara hukum kau adalah suaminya, aku tau semuanya bahwa kau menikahinya hanya karena kau ingin menyakitinya kan? kau menikahinya hanya karena dendam bodoh mu itu!"

    Last Updated : 2024-10-29
  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 20 : Cemburu

    Tanpa jenuh dipandangi wajah suaminya itu, tak terasa jarum jam dinding terus berputar. Hingga akhirnya Sinta pun tertidur di samping wajah Fero, kejadian ini merupakan kejadian yang langka selama mereka menikah, bagaimana tidak ?! setelah mereka sah menjadi suami istri belum pernah sekalipun tidur dalam satu ranjang, apa lagi saat ini Sinta dan Fero sedang tertidur dengan wajah yang saling berdekatan satu sama lain, meskipun posisi kepala Sinta saja yang berada persis di samping suaminya itu, namun tubuh dan kakinya dengan posisi duduk di lantai yang dingin, Sinta sama sekali tak mempermasalahkan karena mendampingi suami yang sedang demam itu jauh lebih penting dari apapun. Hingga pagi menyingsing dan bunyi Alarm dari HP yang berasal dari kamarnya terdengar jelas hingga membuatnya terbangun dari tidur, Sinta memegang dahi suaminya untuk memastikan apakah demamnya sudah turun? dan puji syukur Alhamdulillah ternyata suhu panas tubuh Fero sudah kembali normal, terselip perasaan lega d

    Last Updated : 2024-10-29
  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 21 : Hati Yang Hancur

    Selepas sholat subuh sebagaimana biasanya Sinta memasak di dapur untuk membuat sarapan pagi. Beberapa saat kemudian setelah semuanya selesai maka disajikannya hidangan sarapan pagi di atas meja makan. Sinta pun bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri, setelah selesai mandi barulah ia mengaplikasikan make up di wajahnya dan kemudian berganti pakaian untuk menghadiri undangan Fero di Ballroom Hotel Cinaya, ia pun mengenakan gaun berwarna coksu (coklat susu) yang unik, karena satu gaun akan tetapi memiliki 2 model, yaitu bagian dalam dengan gaya Mini Skirt ( rok mini ), sedang bagian luarnya dibalut dengan kain transparan model Rok Maxi yang disertai dengan belahan di depannya. Untuk model rambut Sinta hanya sedikit memangkas rambutnya agar lebih terlihat lebih rapi, kemudian dipakainya headbands ( bando ) untuk menghiasai rambutnya, terlihat sebuah kombinasi yang sangat apik, karena apapun itu yang Sinta kenakan selalu membuatnya tampil cantik, anggun dan juga mempesona. Setel

    Last Updated : 2024-10-29

Latest chapter

  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 71 : Video Bahagia

    Hari-hari Sinta semakin berwarna dengan hadirnya Fero di tengah kehidupannya saat ini. Fero telah membuktikan bahwa dia adalah suami yang baik, begitu mencintai keluarga serta bertanggung jawab. Fero sudah bertekad ia akan selalu membahagiakan keluarga kecilnya tersebut, apalagi ia begitu menyayangi Azka seperti putra kandungnya sendiri begitu pula sebaliknya. Sinta yang bukan single parent lagi tentunya benar-benar merasakan kebahagiaan seutuhnya. Setelah rentetan kejadian tragis yang telah ia alami di sepanjang hidupnya kini telah tergantikan dengan kehidupan yang tentram serta bergelimang kebahagiaan. Memiliki 2 buah rumah yang saling berhadapan yang hanya terpisah oleh sebuah jalan raya membuat Sinta lebih banyak tinggal di rumah yang dibeli oleh Fero. Sejak malam pertama ia sudah lebih banyak tinggal di rumah tersebut dan untungnya pula putranya sama sekali tidak mempermasalahkan itu karena selama ada Fero maka Azka akan meng-iyakan.

  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 70 : Pernikahan

    Sekali lagi Sinta merasakan dilema yang teramat sangat dengan kejutan yang dibuat Fero bersama sang putra kali ini. Ia benar-benar tak tahu harus menjawab apa karena untuk saat ini ia masih belum memikirkan untuk menikah kembali karena jujur saja perasaannya kepada Devano masih sangat kuat karena bagaimanapun juga dialah laki-laki pertama yang banyak memberikannya cinta dengan penuh ketulusan dan kesungguhan tanpa adanya rekayasa, dusta serta pengkhianatan. Namun mengapa saat ini perasaan takut karena trauma yang pernah dialaminya kian membuatnya bimbang. “Mama…Om Ganteng telah menolong Aka dali bahaya, Om Ganteng hampil meninjal kalena tolonyin Aka apa itu maci belum cukup buat Mama?” protes Azka yang tiba-tiba mengagetkan Sinta, lagi-lagi ucapan sang putra makin membuatnya heran karena bagaimana bisa ia melontarkan kata-kata yang begitu menohok. “Azka tidak boleh berkata demikian sama Mama ya sayang! biarkan Mama mengamb

  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 69 : Kesempatan Ke Dua

    “Aka cayang banget cama Om ganteng, Aka pingin punya Papa cepelti teman-teman teyus Aka pingin Om Ganteng jadi Papanya Aka!” jelas Azka dengan berterus terang. “Seperti yang Om bilang sebelumnya, Om akan selalu ada buat Azka dan juga Mama, Om tinggal menunggu kesiapan Mamanya Azka, begitu Mama bilang setuju dan siap untuk menikah dengan Om maka secepatnya Om akan menikahi Mama Azka!” terang Fero dengan begitu jelas. “Om Ganteng gak bohonyin Aka kan?” “Apa yang Om ucapkan pada Azka baru saja itu semua benar, dalam berbicara Om tidak boleh berbohong nanti kalau berbohong Allah bisa marah!” Azka mendengarkan penjelasan Feri sambil menganggukkan kepalanya. “Ya sudah kalau begitu sekarang Om pingin lihat mana senyum manisnya buat Om pagi ini?” seru Fero yang kemudian dibalas dengan sebuah senyuman manis yang tersungging dari bocah lucu tersebut. Dengan segera dipeluknya Azka oleh Fero dengan begitu hangat.

  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 68 : Ada Hikmah

    Pintu kamar Sinta tidak ditutup rapat, hanya beberapa centimeter saja pintu tersebut sedikit terbuka, maka dengan langkah pelan Fero memasuki kamar Sinta. Cukup luas sekali ukuran kamarnya berkisar 6 x 6 meter. Tatapan netra pemuda tersebut menelisik ke setiap penjuru ruangan, karena baru pertama kalinya ia masuk dengan tatapan menelisik seperti ini meski sebelumnya karena kondisi mendesak ia pernah masuk untuk melihat kondisi Sinta yang sedang pingsan begitu mendengar berita kepergian suaminya. Saat itu ia mencari foto pernikahan mereka di kamar tersebut namun ternyata ia tak menemukannya, bukankah kebanyakan pasangan pada umumnya selain memajang foto mereka di ruang keluarga, maka mereka juga akan memajangnya di dalam kamar, namun sepertinya hal tersebut tidak berlaku bagi Sinta dan juga Devano. Terlihat Sinta yang sedang tertidur lelap menggunakan selimut wol dengan warna cerah. Fero masih saja berdiri menatap wajah cantik itu,

  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 67 : Kedekatan Fero Dan Azka

    Setelah dirawat di rumah sakit selama 2 minggu akhirnya Fero oleh Dokter diperbolehkan untuk pulang dengan catatan ia harus tetap rajin kontrol sesuai dengan jadwal yang sudah dibuat oleh Dokter di buku Kontrol. Tentu saja hal tersebut disambut dengan sangat antusias oleh Fero karena menurutnya berada di rumah sakit dengan durasi waktu selama itu berasa setahun lamanya dan untungnya ada Sinta yang selalu berada di sampingnya yang selalu setia menunggunya sedari awal dia terbaring tak sadarkan diri karena koma hingga sekarang kondisinya yang sudah berangsur pulih. Tak dipungkiri lagi bahwa Sinta adalah motivasinya selama ini untuk bisa berjuang melawan koma selama seminggu lamanya, dan itu juga merupakan keajaiban serta anugerah tak terhingga yang telah diberikan Sang Pencipta kepadanya. Ditambah dengan kehadiran Azka putra semata wayang dari wanita yang sangat dicintainya kian menambah nuansa suka cita yang ia rasakan selama ini. Kehadiran Azka

  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 66 : Kejadian Luar Biasa

    Terlihat seorang Dokter sedang melakukan resusitasi ( CPR ), usaha tersebut dilakukan untuk mengembalikan irama jantung yang telah terhenti. Sinta yang mengetahui hal tersebut langsung meraih telapak tangan Fero kemudian digenggamnya dengan erat sambil berkata, “Ayo Fero kamu harus kuat, kamu harus bisa, jangan tinggalkan aku dengan perasaan bersalah seperti ini! bagaimana aku harus menjawab pertanyaan putraku jika dia bertanya tentangmu? Fero ayo bangun! Aku mohon jangan tinggalkan aku! bukankah kamu sering mengatakan kalau aku tidak boleh meninggalkan kamu, tapi mengapa justru kamu sendiri yang akan meninggalkan aku? aku sudah tidak mengharapkan apa-apa lagi Fero, yang aku mau hanya satu yaitu kamu tepati kata-katamu dan kamu buktikan kepadaku bahwa kamu….bahwa kamu tidak akan pergi meninggalkanku, maka aku juga akan buktikan kata-kataku dan aku berjanji untuk memaafkan semua kesalahanmu di masa lalu kepadaku maka aku juga tidak akan pernah me

  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 65 : Kritis

    “Sin..ta..Sin..ta…ma..af..kan a..ku!” Ucapan Fero yang di ulang-ulang pada saat itu membuat Sinta terbangun dari tidurnya, suaranya meski tidak keras namun masih terdengar jelas di pendengaran Sinta. Perlahan tapi pasti mata Sinta yang sedang tertutup rapat karena rasa kantuk yang hinggap kini terbuka. Di tatapnya Fero yang masih memejamkan mata dihadapannya. “Sin..ta…Si..nta...ma..af..kan a..ku! ja..ngan ting..gal..kan a..ku!” rintih Fero. Hal itu membuat Sinta kaget, ternyata ucapan Wika tadi sebelum pulang benar adanya bahwa ketika dalam kondisi yang tak sadarkan diri Fero masih mengingat dirinya. Seketika itu pula Sinta menutup bibir dengan kedua telapak tangannya tanpa disadarinya pula tetesan air mata bening mengalir dari sudut kedua netranya yang kian memerah. Semula ucapan Wika itu baginya hanyalah sekedar guyonan semata yang disematkan kepadanya, namun kali ini yang dikatakan Wika itu adalah fakta. “Sin..t

  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 64 : Koma

    Suara tangisan Azka yang begitu kencang terdengar hingga di dapur tempat Sinta berada, dengan segera Sinta berlari ke halaman rumah namun ia tidak menemukan keberadaan putranya di tempat yang baru saja ia lihat. Curiga dengan pintu gerbang yang kini sedang terbuka membuatnya semakin mempercepat lagi laju larinya ke luar rumah, saat ia tiba di sana terlihat dari jarak beberapa meter darinya nampak kerumunan orang yang berada di tengah jalan raya persis sekali dengan asal suara tangisan putra semata wayangnya. Jantungnya semakin berdetak kencang tak mampu membayangkan jika suatu hal terjadi kepada putranya tersebut. Kakinya kian terasa lemas nafasnya tak beraturan, rasa takut kian menghantuinya pada saat ini. Sinta semakin mempercepat pace larinya, ia juga harus berani menerima kenyataan apapun yang akan terjadi di hadapannya kini. Bibirnya hanya mampu terkatup namun batinnya sama sekali tak berhenti untuk terus berdo’a serta berharap agar t

  • Mengapa Kau Membenciku?    Part 63 : Mempertaruhkan Nyawa

    Sinta begitu asyik menonton acara talk show di sebuah stasiun televisi yang ditayangkan secara live sambil ngemil keripik tempe kesukaannya. Sudah 15 menit sudah ia menonton acara tersebut tanpa beranjak sama sekali dari atas sofa yang ia duduki di ruang tengah, beberapa saat kemudian Azka ikut bergabung duduk di sofa untuk duduk di sampingnya. “Mama!” panggil Azka “Iya sayang!” sahut Sinta. “Tadi di cekolah Aka ketemu Om Ganteng!” pamer Azka kepada Mamanya. “Om ganteng? siapa itu sayang?” tanya Sinta. “Om yang pelnah ke cini caat Mama gak mau banyun, Mama di kamal teyus nangis gak mau belhenti!” ungkap Azka. “Oh ya? apa benar itu?” tanya Sinta. “Iya benel!” jawab Azka yakin. Tiba-tiba terdengar sebuah truk berhenti di seberang jalan, Sinta mengecilkan volume televisinya. Melihat apa yang terjadi dari balik tirai jendela ternyata sebuah truk kontainer sedang menurunkan barang-barang yang se

DMCA.com Protection Status