Saat dalam kondisi terpuruknya, Arya tiba-tiba datang dan menawarkan diri untuk bertanggungjawab atas kehamilan yang tidak laki-laki itu perbuat. Sheyra yang saat itu tak memiliki pilihan, akhirnya setuju menikah dengan Arya serta mengesampingkan kenyataan bahwa Arya adalah sahabat Kafka, kekasihnya. Seiring berjalannya waktu, cinta tumbuh di antara Sheyra dan Arya. Namun, badai bernama Kafka tentu tak bisa dicegah karena dia bisa datang kapan saja dan menuntut haknya. Karena Kafka yang sedang menjalani studi di luar negeri itu tidak tahu bahwa Sheyra hamil anaknya. Bagaimana kelanjutan kisahnya? Yuk, simak terus di setiap babnya^^
View More"Pumping ASI-nya yang banyak sekalian, Shey."Mendengar itu, Sheyra pun sontak menggelengkan kepala sambil terkekeh pelan. "Aku nggak lama kok, Ma. Habis dari makam rencananya mau langsung pulang. Sekalian biar Arya bisa istirahat di rumah. Mumpung lagi hari Minggu," ujarnya menjelaskan. Bu Hanum yang sedang menimang-nimang Aksa di dekat pintu balkon kamarnya pun sontak berjalan mendekat dengan bibir beliau yang terlihat mencebik. "Lama juga nggak papa, Shey. Udah lama juga kamu nggak pergi jalan sama Arya. Soal Aksa, kamu tenang aja. Mama akan jaga cucu Mama dengan baik. Makanya, Mama suruh kamu untuk pumping ASI lebih banyak, takutnya Aksa lahap banget minumnya." Sheyra mendongak kaget. Kedua matanya pun berkedip-kedip lama dengan kondisi bibir yang terbuka. Dalam benaknya pun bertanya-tanya mengenai, hal baik apa yang sudah dia lakukan di masa lalu hingga di masa kini dia mendapatkan seorang ibu dan ayah mertua yang selayaknya orang tua kandung? "Mama ... Nggak papa aku titipin
Sheyra baru keluar dari kamar mandi dengan kondisi tubuh yang lebih segar. Dia masih mengenakan bathrobe untuk menutupi tubuhnya serta sebuah handuk kecil yang melilit di atas kepala, guna mengeringkan rambutnya yang basah karena baru saja keramas. Ketika melirik pada ranjang bayi, putranya itu masih terlelap. Mungkin karena pukul tiga pagi tadi Aksa terbangun dan sempat bermain sebentar dengan Arya. Setelah itu, baik Aksa maupun Arya, keduanya sama-sama kembali tidur hingga membuat keduanya belum juga bangun padahal waktu sudah menunjukkan pukul tujuh lewat lima menit. Pandangannya pun beralih pada Arya yang masih bergelung fi bawah selimut tebalnya. Bibirnya seketika mengulas senyum manis sedangkan kakinya memutuskan berjalan mendekat dan berakhir duduk di pinggiran ranjang. "Arya? Bangun. Udah siang. Nanti kamu telat ke kantor loh," pinta Sheyra dengan suara lembutnya. Namun, hal itu tidak sedikit pun mengganggu tidur nyenyak suaminya karena dia hanya menggeliat sambil membalik
Sudah tiga hari ini Arya masih mendiamkan Sheyra. Bahkan, selama tiga hari itu juga Arya tidur di kamar yang berbeda. Dia hanya akan masuk ke kamarnya ketika butuh mengambil pakaian ganti dan barang-barang pribadi yang dibutuhkan untuk bekerja. Atau, sesekali akan masuk ketika mendengar Aksa menangis karena Arya selalu berhasil menenangkan sang Putra dan membuatnya kembali tertidur pulas. Malam ini, Sheyra tidak akan membiarkan Arya tidur di kamar lain lagi. Dia akan berusaha untuk membujuk suaminya itu agar mau berbaikan lagi. Karena mendapati sikap Arya yang seperti itu, justru sangat tidak nyaman dan membuat Sheyra ketakutan. Entahlah. Semenjak Arya bersikap cuek dan tak peduli padanya, sejak itu juga Sheyra merasa telah kehilangan sosok yang selalu menjaganya. Namun karena hal itu juga, Sheyra menjadi sadar bahwa kehadiran Arya di sisinya yang akan selalu memberikan dukungan serta mau mendengar segala keluh kesahnya itu adalah hal yang sangat dirinya butuhkan. Dan bisa dikataka
Dua minggu kemudian, kondisi kesehatan Bu Diana sudah semakin membaik, dan saat Kafka berkonsultasi pada dokter mengenai kepulangan mamanya ke Indonesia, dokter pun mengizinkan. Dengan catatan, mamanya itu harus tetap meminum obat yang sudah diresepkan tanpa boleh terlambat satu jam pun. "Segera pesankan tiket, Ka. Mama udah nggak mau tinggal di negara ini lagi," pinta Bu Diana sambil menatap kosong pada pemandangan di luar jendela. Setelah kepulangan Bu Diana dari rumah sakit itu, Pak Hardy belum menemui beliau lagi yang saat ini memilih tinggal di apartemen Richelle untuk sementara waktu. Entahlah. Mengapa suaminya itu bisa melupakan dirinya dengan cepat. Padahal, Bu Diana tidak berharap demikian. Setidaknya, suaminya itu menemui beliau dan meminta maaf atas segala kesalahan serta berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Namun pada kenyataannya, sang Suami sepertinya benar-benar sudah melupakan cinta dan perjuangan Bu Diana selama lebih dari dua puluh tahun ini. Kafka yang menden
Setelah memungut buket bunga dan kotak beludru yang sudah terlanjur jatuh ke lantai, Arya pun langsung berjalan cepat meninggalkan kamar Aksa—untuk kemudian pergi dari rumah dan memutuskan untuk kembali ke kantor. Dia sudah menyempatkan waktu di saat pekerjaannya sedang menumpuk hanya demi memberikan kejutan pada Sheyra. Namun yang dia dapat setelahnya justru hanya perasaan kecewa. "Harusnya, aku nggak perlu sekecewa ini 'kan? Bukankah aku sudah tahu sejak awal lalu Sheyra memang nggak pernah cinta aku?" monolog Arya yang kemudian memukul stir mobilnya kencang sebagai bentuk pelampiasan. Berbeda halnya dengan Sheyra, perempatan itu justru malah mematung sambil memandangi ambang pintu kamar yang masih dalam kondisi terbuka. "Apa itu tadi? Apakah Arya berniat memberiku buket bunga dan..." Ucapannya tak selesai karena terlalu terkejut akan kehadiran Arya yang datang tiba-tiba, lalu pergi dengan tindakan yang sama. "Kenapa aku lihat ada kotak beludru yang jatuh?" gumamnya lagi yang k
Setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan, Bu Diana pun di vonis mengalami serangan jantung ringan. Mendengar itu, Kafka tentu saja terkejut sebab mamanya itu tidak memiliki riwayat penyakit jantung. Ketika Kafka bertanya dengan lebih lanjut, dokter pun menjelaskan bahwa hal itu bisa saja terjadi mengingat usia mamanya yang semakin bertambah tua. Sehingga ketika jantungnya mengalami kejutan, maka sistem kerjanya bisa terhenti secara mendadak. Beruntung, mamanya itu lekas siuman dan dokter bisa memeriksa lebih lanjut mengenai keadaan tubuh sang Mama saat ini. Katanya, tidak ada komplikasi apapun. Hanya gejala serangan jantung biasa. Namun, dokter tetap menyarankan agar mamanya itu selalu menjaga pola hidup sehat dan kurangi aktifitas berat. "Ma?" sapa Kafka ketika dokter dan perawat yang menangani Bu Diana sudah keluar dari ruangan. "Kenapa kamu sembunyikan hal sebesar itu dari Mama?" tanya Bu Diana dengan tatapan yang kosong dan lurus ke depan. "Kafka nggak bermaksud begitu, Ma. A
Beberapa hari yang lalu saat Kafka mengatakan bahwa suaminya bersama Aster telah bermain kuda-kudaan, saat itu juga Bu Diana tidak bisa berpikir dengan jernih lagi. Walaupun, setelah itu Kafka menjelaskannya bahwa 'kuda-kudaan' yang putranya itu maksud ialah bermain catur di dalam ponsel milik suaminya. Namun tetap saja, sebagai seseorang yang sudah memiliki pengalaman hidup selama hampir lima puluh tahun, tentunya tidak akan mudah dibodohi dan langsung menelan ucapan Kafka mentah-mentah. Jujur saja, Bu Diana merasa memang ada yang tidak beres di antara suaminya itu dengan Aster karena keduanya sempat berada di dalam apartemen hanya berdua, bahkan dalam waktu yang cukup lama. Kecurigaan beliau pun semakin bertambah kala Bu Diana melihat wajah suaminya itu yang terlihat membiru, seperti baru mendapatkan pukulan di tulang pipinya. Saat Bu Diana bertanya mengenai penyebab wajah suaminya itu tampak membiru, Pak Hardy pun memberikan alasan bahwa itu terjadi karena beliau tidak sengaja t
Sebenarnya, Sheyra tidak berniat menguping pembicaraan sang Papa dengan ibu tirinya. Dia hanya ingin menghampiri beliau untuk meminta papanya bergabung dalam kegiatan makan bersama siang itu. Ketika dia tiba di meja makan dan tidak menemukan keberadaan papanya di sana, dengan segera Sheyra pun mencari beliau, lalu menemukannya di teras samping rumah. "Papa?" panggil Sheyra melirih saat melihat sang Papa tampak sedang berbincang dengan seseorang di dalam ponselnya. Mungkin, panggilannya itu tidak didengar karena papanya itu tak menoleh. Namun, biarkan saja. Sheyra ingin memberikan waktu pada papanya untuk berbicara dengan seseorang di seberang sana yang bisa Sheyra duga jika itu merupakan ibu tirinya—terbukti dari panggilan 'Mama dan Papa' yang tersemat dalam percakapan tersebut. Karena posisi Sheyra yang sedang berdiri tidak jauh dari tempat papanya saat ini, dia pun samar-samar mendengar topik pembicaraan yang ada. Dan ketika papanya itu berkata bahwa beliau sedang bermain golf be
Di hari Minggu siang itu, suasana rumah cukup sibuk sebab orang-orang sedang turut mempersiapkan acara aqiqah untuk Aksa. Ada Disa dan suaminya, bahkan Pak Anjasmara dan Radit pun ikut membantu persiapan acara untuk nanti malam tersebut. Ya. Semenjak hari di mana Sheyra bertemu tidak sengaja dengan papanya, semenjak itu juga hubungannya dengan sang Papa membaik. Tak jarang, saat beliau mengajak Sheyra bertemu, Raditya jug ikut sehingga hubungan yang telah ada itu pun kembali terjalin dengan sangat baik. "Udah, kamu duduk aja. Baru lahiran tuh nggak boleh sampai kecapekan," suruh Disa ketika melihat Sheyra yang terlihat mondar-mandir membawa piring dan gelas yang akan digunakan nanti malam. "Cuma piring sama gelas doang kok, Kak. Nggak bikin capek juga," jawab Sheyra tidak merasa keberatan. "Ya tapi tetep aja, Shey. Kamu masih nggak boleh angkat yang berat-berat dulu," keluh Disa tampak menunjukkan raut kesalnya. "Kenapa sih, ribut-ribut." Arya yang entah datang dari mana itu pun
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments