45
********Pagi harinya, seperti biasa Nayra sudah tampil rapi dengan setelan kerjanya. Meski matanya sedikit bengkak karena hampir semalaman menangis, namun sama sekali tak mengurangi kadar kecantikannya. Dia keluar dari apartemen, menunggu petugas parkir mengambil mobil. Hari ini Nayra benar-benar sedang malas untuk mengambil mobilnya di sana.“Makasih, Pak.” Nayra memberi selembar uang seratus ribu sebagai tip.“Terima kasih kembali, Dokter Cantik.” Sahut petugas parkir itu dengan senyum semringah, sebelum kemudian berlalu pergi. Nayra hanya tersenyum tipis menanggapinya.Nayra menghampiri mobil dan bersiap untuk masuk. Tapi baru saja akan membuka pintu mobil, tuba-tiba dia dikejutkan dengan Rayan yang kini ada di hadapannya–menatapnya dengan tatapan dingin.Nayra heran, sejak kapan laki-laki itu datang? Kenapa dia tidak menyadarinya? Mungkin karena tadi Nayra melamun, sehingga tidak menyadari kedatangan Rayan.********“Jangan pernah melihat laki-laki lain, apalagi pas bareng sama aku.” Ucap Rayan saat menyadari Nayra sedang melihat Noah yang masih berdiri menatap kepergian mereka dari kaca spion. Lalu dengan sengaja Rayan langsung menutup spionnya.Nayra hanya mendengus sebal, lantas dia memilih untuk melihat jalanan di depan, tanpa mengeluarkan kata-kata protes. Padahal, mulutnya sudah sangat gatal untuk melemparkan berbagai kata-kata kasar pada laki-laki yang sedang duduk di sebelahnya ini. Tapi perasaan marah dan kesal pada Rayan yang masih bercokol di hatinya membuat Nayra memilih untuk diam.“Bisa nggak, sih, kamu pindah aja dari apartemen kamu yang sekarang?”Nayra langsung menoleh ke arah Rayan dengan tatapan tak terima. Bukannya minta maaf karena kejadian tadi malam, laki-laki itu malah kembali menyulut emosinya dengan kalimat seperti ini.“Kenapa? Aku nggak bisa!”Rayan mendengus kesal.“Kebetulan gedung apartemen
********“Tia?”Nayra membaca nama yang tertera di undangan pernikahan yang baru saja Noah berikan. Alis gadis itu bertaut, berusaha mengingat-ingat orang yang mengundang mereka ke pesta pernikahan.“Teman sekelas kita, Nay. Yang dulu suka kamu ajarin. Waktu itu kamu jadi tutor sebaya dia.” Noah membantu mengingatkan. Dia dibuat gregetan sendiri, padahal dalam undangan terdapat foto Tia sangat jelas, tapi Nayra masih saja kesulitan mengingatnya.“Ohh, Tia yang itu. Wah, seru, nih, bisa sekalian reuni.” Nayra berseru senang saat berhasil menemukan Tia dalam memorinya. Sejenak dia terdiam, matanya fokus melihat waktu acara yang akan dilaksanakan minggu depan.“Tempatnya di mana?”Noah memutar bola matanya jengah, salah satu kebisaan Nayra adalah hanya membaca nama dan tanggal acara di undangan saja, selalu saja tak mau menuntaskan untuk membaca keseluruhannya. Dasar minim literasi.“Aku yakin kamu masih bisa baca, Nay.”“Ngapain susah-susah baca kalau kamu bisa ngasih tahu aku?” Ujar Na
********Bisma yang sedang berjalan di koridor melihat Nayra keluar dari balik pintu darurat dengan penampilan seperti kucing tercebur, tidak bisa untuk tidak menyapanya.“Kenapa basah kayak gitu? Kenapa juga harus lewat pintu darurat? Emang liftnya rusak?” “Tadi aku kehujanan di luar, lifnya nggak rusak, aku cuma mau olahraga.” Jawab Nayra dengan nada malas sembari berjalan bersisian dengan Bisma.“Kamu cepet-cepet ganti baju, deh. Kalau enggak, nanti bisa masuk angin. Lebih parah lagi flu atau demam.”Sudut bibir Nayra sedikit terangkat. Sikap perhatian Bisma yang terdengar cerewet itu cukup membuatnya terhibur. Mengingatkan Nayra pada sang kakak.“Aku tahu.” Bisma mengernyitkan alisnya bingung, sebab tak biasanya dia melihat Nayra dengan wajah masam dan kurang ramah seperti itu.“Kenapa merengut gitu. Ada masalah, Dokter Nayra yang cantik?”Malas menanggapi, Nayra mempercepat jalannya tanpa berniat untuk menjawab pertanyaan Bisma.“Smile, it’s a good day.” Bisma berusaha mensejaj
********“Seharusnya kamu nggak usah datang. Kamu, kan, bisa bilang sama Bunda kalau kamu sibuk.” Tutur Nayra pada Rayan yang kini sibuk memeriksa tekanan darahnya.“Aku nggak sibuk. Lagian aku nggak bisa bohong kayak kamu.”Rayan membereskan sphygmomanometernya, ucapannya penuh nada sindiran.Ingin sekali Nayra menyahuti ucapan Rayan, namun tubuhnya yang sakit tak cukup kuat untuk berdebat. Terlebih, di luar ada Bunda.“Pergi sana. Aku benci sama kamu.” Usir Nayra dengan suara lemah seraya menepis tangan Rayan yang hendak menyentuh dahinya. Nayra memalingkan wajahnya dari Rayan.“Nayra.” Rayan menatapnya tajam.“Aku udah bilang kamu pergi aja.”Rayan menggeram dalam hati, sebisa mungkin menahan emosi yang mulai meluap. Rayan benci sikap penolakan Nayra.“Kamu kayaknya lebih suka Noah yang ngobatin, ya?”Nayra mendelik, lalu mengubah posisinya membelakangi Rayan, dan menarik selimutnya hingga menutupi leher. “Aku rasa itu lebih baik.”Rayan yang tak suka akan jawaban Nayra hanya bisa
********Hari ini Nayra sudah kembali masuk kerja. Tubuhnya benar-benar sehat sekarang. Setelah beristirahat penuh selama dua hari, Nayra merasa semua energi di tubuhnya telah dikembalikan. Dia benar-benar bersemangat untuk menjalankan kembali aktivitasnya.Sebenarnya kemarin Nayra juga sudah sehat, tapi kedatangan Tante Lisa menahannya untuk pergi bekerja. Wanita paruh baya itu memaksa Nayra untuk beristirahat sehari lagi. Entah dari mana wanita paruh baya itu mengetahui dirinya sakit, Nayra tebak mungkin Rayan yang memberitahunya.Seharian Tante Lisa menemani Nayra istirahat, menggantikan Bunda yang harus pulang karena ada urusan mendesak. Di sela-sela menemaninya, Tante Lisa menunjukan katalog baju pengantin untuk pernikahannya dengan Rayan.Melihat Tante Lisa yang begitu antusias, Nayra tak tega untuk tidak menanggapinya. Tante Lida meminta Nayra memilih baju yang akan digunakannya nanti, dan dia mengatakan akan menyiapkan semuanya.“Ahh, tapi mending kamu sama Rayan langsung pili
********Malam harinya, Nayra datang ke restoran yang sudah Rayan reservasi. Tadi sore Rayan menelepon dan mengajak Nayra untuk makan malam di sana. Katanya, itu sebagai pengganti makan malam mereka yang kacau malam itu.Sebenarnya Nayra ingin menolak, tapi lagi-lagi tubuhnya tidak bisa dikendalikan. Mulut Nayra mengiyakan begitu saja menyetujui ajakan Rayan. Tak peduli kekacauan yang sedang terjadi dalam hubungan mereka. Padahal, Nayra masih sakit hati oleh sikap lembut Rayan yang menanangkan Luna di atap tadi siang.Nayra tampil anggun bak peri dari negeri dongeng dengan mengenakan blouse dan rok floral yang matching berbahan flowly. Tak lupa, dia juga memoles wajahnya dengan sedikit make up. Pewarna bibir koral membuat wajah Nayra terlihat lebih segar di keremangan malam.Cukup lama menunggu, Nayra bahkan sudah menghabiskan dua gelas jus. Namun, Rayan tak kunjung datang. Dia lihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya, sudah hampir menunjukkan pukul sepuluh malam. Sudah hampi
********Nayra pulang dengan kondisi hati berkecamuk. Dia berjalan gontai melalui tangga darurat. Ingin sekali Nayra menangis saat ini juga, namun dia tak ingin matanya terlihat bengkak besok. Lagi pula, untuk apa menangisi orang seperti Rayan? Mungkin benar, mulai sekarang lebih baik dia membiasakan diri untuk tidak peduli lagi pada Rayan dan mengabaikannya saja. Benar-benar tidak peduli. Harus. Nayra yakin kali ini pasti bisa!Tak langsung masuk ke unitnya, Nayra terus berjalan menuju atap. Karena tadi saat di perjalanan pulang, Noah mengirim pesan dan memintanya untuk datang ke sana. Noah mengatakan ingin menunjukan sesuatu. Sebelumnya Nayra menolak karena mungkin dia akan pulang malam, tapi Noah kembali mengatakan jika dia akan menunggunya sampai Nayra pulang.Jadi, di sinilah Nayra sekarang. Berdiri mematung di atap gedung apartemen, memasang raut wajah terkejut sambil menekap mulutnya dengan telapak tangan begitu mendapati Noah menyambutnya dengan kue dan lagu selamat ulang tah
********“Ikutin aja. . . .”Menghela napas panjang, Noah kemudian berpikir sebentar untuk mengingat-ingat semua momen yang sudah dia lalui bersama Nayra.“Hmm. . ., jujur, sebenarnya aku sebel banget waktu kita masih TK. Kamu suka manggil aku hey, atau lembek. Udah gitu tengil banget lagi manggilnya. Kamu tuh, kayak preman tahu? Mana suka banget gangguin aku lagi.” Noah mendengus di akhir kalimatnya.Nayra tersenyum, ingatannya melayang jauh pada saat dia dan Noah masih berada di taman kanak-kanak.Noah dan Nayra kecil memiliki sifat yang berbanding terbalik. Jika Noah pendiam, sangat lemah, dan suka dirundung. Maka Nayra adalah anak perempuan yang aktif, sikapnya sedikit angkuh, kuat, dan akan membela siapa saja yang mendapat perlakuan tidak adil, termasuk Noah.“Haha, itu karena dulu kamu emang lembek. Mana ada anak cowok yang dibully, tapi diem aja. Udah gitu ya, kamu, tuh, pendiam banget kayak orang yang nggak bisa ngomong. Makanya aku suka gangguin kamu.” Timpal Nayra.“Sekaran
********Sekarang Nayra sudah berada di dalam mobil yang dikendarai Tante Lisa. Entah ke mana wanita paruh baya ini akan membawanya pergi.Sejurus kemudian, Nayra dibuat terkejut saat menyadari jalanan yang dilalui Tante Lisa ternyata menuju ke apartemen Rayan. Benar saja, tak butuh waktu lama mereka sudah sampai di depan gedung apartemen elit tersebut.“Tan?” Nayra menatap Tante Lisa dengan sorot mata penuh tanya.“Maaf, Nay. Kita ke apartemen Rayan sebentar, ya? Ada barang yang mau Tante ambil dari sana.”Nayra terdiam ragu, sebelum kemudian mengangguk terpaksa.“Ohh, ya udah. Tapi aku nunggu di sini ya, Tan?”“Tapi barang yang mau Tante bawa agak banyak. Kamu bisa bantu Tante, kan?” Tante Lisa memasang wajah memelas, membuat Nayra lagi-lagi tak bisa menolak.“Ya-ya udah, Tan, boleh.”Mengehembuskan napas kasar, dengan penuh keterpaksaan Nayra ikut turun dari mobil dan mengekori Tante Lisa untuk masuk ke dalam apartemen Rayan.Sesampainya di depan pintu apartemen, dengan cekatan jar
********“Aku minta maaf karena belum bisa jadi anak yang baik untuk kalian.” Ucap Nayra tulus setelah dia mengutarakan keinginannya untuk mengakhiri semuanya dengan Rayan. Nayra bahkan kini berlutut di hadapan kedua orang tuanya.“Bangun, Nak.”Bunda menuntun Nayra untuk duduk di sebelahnya.“Sebenarnya ada apa, Nay?” Tanya Bunda lembut seraya merapikan anak rambut Nayra yang sedikit menghalangi wajahnya.“Kak Rayan menerima perjodohan ini untuk balas nyakitin aku karena udah ninggalin dia dulu. Dia nggak tulus mau nikahin aku.”Pada akhirnya, Nayra tidak bisa menahan kegundahan hatinya sendirian, meski tidak dia ceritakan secara keseluruhan.“Nggak mungkin. Selama ini Ayah lihat dia baik-baik aja sama kamu.” Sela Ayah tak percaya, mengingat bagaimana Rayan memperlakukan Nayra dengan baik saat di depannya, Ayah juga sangat suka sikap sopan Rayan.“Iya, tapi dia cuma pura-pura, Yah. Di belakang kalian dia nggak sebaik itu. ”“Ayah nggak percaya. Nayra, masa lalu kalian itu hanya cinta
60.******** “Dokter Nayra . . . .”Giselle tersenyum ramah menyapa Nayra.“Om Rendi ada di dalam nggak, Mbak? Maksud aku, beliau nggak lagi sibuk, kan?” Tanya Nayra sedikit ragu.“Enggak, kok. Kamu bisa langsung masuk saja, Dok.” Giselle mempersilakan Nayra masuk tanpa berniat mengantarnya. Mengingat Nayra adalah calon menantu dari atasannya, maka Giselle sedikit membebaskan gadis itu.“Oke. Makasih, Mbak Giselle.” Ucap Nayra dengan senyum mengembang.Tak langsung mengetuk, sejenak Nayra mematung di depan pintu untuk menenangkan dirinya. Dia meremas tangannya yang mulai berkeringat dingin. Nyali Nayra sedikit menciut membayangkan dia akan kena damprat dari Om Rendi di dalam sana nanti.“Huuft.”Nayra menghembuskan napas panjang, untuk kemudian mengetuk pintu kaca di depannya. Nayra lalu masuk dengan kaki gemetar setelah mendapat sahutan.“Selamat siang, Om.” Sapa Nayra gugup, namun dia berusaha menyembunyikannya. Ini kali pertama dia berhadapan dengan Om Rendi, hanya berdua.“Duduk,
********Bulatan matahari yang menguning telur dan semburat jingga di sore hari seperti menghipnotis siapa pun yang memandangnya.Dengan melihat proses matahari kembali ke peraduannya, bisa menciptakan rasa syukur atas ciptaan Tuhan yang maha segalanya. Bersyukur untuk masih tetap diberi kehidupan sampai sekarang.Rayan, laki-laki tampan dan jangkung dengan balutan jas dokternya berdiri dengan tangan bersedekap pada beton pembatas yang berada di atap rumah sakit sambil memperhatikan pemandangan yang ada di bawahnya. Taman rumah sakit yang luas dengan semua aktivitas orang-orang di sana.Terkadang, matanya memicing untuk menghindari cahaya tipis matahahari sore yang tak sengaja mengenai wajah tampan berkarismanya.Rayan memejamkan mata, meraup udara banyak-banyak untuk mengisi paru-parunya yang lapang. Rayan, dia membiarkan angin sore menyapa wajah dan memainkan rambut bergaya quiffnya.Rayan termenung dengan wajah gelisahnya. Kepalanya berisik, kejadian beberapa menit yang lalu berput
********Noah memang selalu tahu bagaimana cara menghibur Nayra. Kini mereka duduk di kursi panjang yang terbuat dari bambu, menikmati pemandangan dari ketinggian di Bukit Bintang. Tempat itu cukup untuk menghibur hati Nayra yang gamang.Nayra berdecak kagum saat matanya disuguhi keindahan bintang yang bertaburan menghiasi langit malam. Belum lagi pemandangan citylight yang tampak mempesona dari puncak bukit tersebut. Pancaran lampu-lampu kota itu juga bisa didefinisikan sebagai bintang yang menambah keindahan panoramanya.“Ehh.”Nayra terkesiap ketika Noah tiba-tiba menyampirkan jacketnya di sepanjang bahu Nayra agar gadis itu tidak kedinginan.“Kalau kamu hipotermia, itu pasti bakal ngerepotin aku.” Noah langsung menyambar sebelum Nayra membuka suaranya.“Ish, dasar. Padahal, kamu, tuh, cukup diem aja, No. Biar kelihatan romantis gitu.” Dengus Nayra seraya merapatkan jacket Noah ketika udara dingin menusuk kulitnya. Nampak bibir gadis itu juga sedikit memucat karena memang udara di
********Sore hari beringsut malam, Nayra baru keluar dari ruang rapat. Rapat tersebut berjalan lancar. Ternyata Aji sangat berbeda saat dia sedang bekerja, dia benar-benar serius, tak banyak tingkah seperti saat Nayra sedang bersamanya di luar pekerjaan.Nayra berjalan menuju ruangannya, sedikit melompat-lompat lucu seperti kelinci. Kebetulan sekali koridor sedikit sepi.Nayra mengulum senyum tipis, merasa beban di hatinya sedikit terangkat. Noah sudah berbaik hati karena tidak menuntut Nayra untuk membalas perasaannya, Nayra tidak akan membiarkan persahabatannya rusak karena perasaan tidak enak. Maka untuk membalas kebaikan hati Noah, Nayra hanya perlu tetap untuk menjadi sahabat terbaik baginya.Baru saja Nayra akan menyentuh handle pintu, seseorang tiba-tiba mencengkeram pergelangan tangannya erat dan menariknya dengan kasar. Dalam hati Nayra menggerutu, karena orang-orang sudah mengejutkannya hari ini.“Ray–”Nayra berusaha melepaskan dirinya dari Rayan yang kini sudah berhasil m
********Nayra duduk terdiam di ruangannya. Matanya menyipit dengan kening berkerut, sesekali sebelah tangannya memijat keningnya yang terasa berdenyut nyeri.“Shit.” Masih jelas dalam ingatanya saat beberapa menit yang lalu Bunda menelepon. Bunda mengatakan kalau Nayra harus segera membereskan barang-barangnya dari apartemen yang dia tinggali saat ini.Ternyata ucapan Rayan yang memintanya pindah itu benar, Nayra kira waktu itu Rayan hanya menggertaknya.“Ayah sama Bunda udah lihat kondisi apartemennya. Rayan bener-bener nyiapin itu buat kamu.”Nayra teringat percakapannya dengan Bunda di telepon tadi. Ternyata Rayan benar-benar licik karena melibatkan orang tuanya.“Kamu cepat beresin barang-barang dan pindah ke sana, Nay. Lagian nggak ada salahnya tinggal di dekat Rayan, biar kalian makin deket. Rayan juga bilang biar dia gampang jagain dan ngawasin kamunya, gitu.” Nayra hanya bisa menahan geram seraya mengepalkan tangannya, Rayan benar-benar telah memanfaatkan orang tuanya untuk
********“Ada masalah?” Hana heran dengan sikap Nayra yang lebih banyak diam dengan wajah murung seharian ini. Sebab, selepas memeriksa pasien biasanya Nayra akan membahas makanan untuk makan siang atau berbagi cerita mengenai drama Korea yang telah dia tonton. Ini tak seperti biasanya.“Ohh? Apa, Han?” Nayra kurang fokus.Hana mengerling, lalu mengulang pertanyaannya. “Kamu lagi ada masalah? Kok diem terus dari tadi?”“Enggak, kok. Aku cuma lagi datang bulan.” “Pantesan.” Hana manggut-manggut mengerti. “Gimana kalau nanti kita cari makanan yang manis atau pedes? Biasanya aku makan itu kalau lagi PMS. Aku jamin nanti mood kamu balik lagi, deh.”“Boleh.” Sahut Nayra tak bersemangat, tapi selipan senyuman tipis tersungging dari bibirnya.Tak ada lagi percakapan setelah itu. hanya terdengar derap kaki mereka yang melangkah menuju ruang ICU untuk memeriksa pasien pasca operasi.Karena fokusnya kurang, Nayra tak memperhatikan keadaan sekitar, hingga akhirnya dia menabrak dan kepalanya m
54.********Keesokan harinya, Nayra datang pagi-pagi sekali ke rumah sakit. Hal itu semata-mata dia lakukan untuk menghindari Noah. Meski Noah mengatakan untuk jangan terbebani, tapi tetap saja Nayra butuh waktu untuk bisa menerima semua ini.Dan di sinilah Nayra sekarang, duduk santai menikmati udara pagi di bawah pohon yang ada di taman samping rumah sakit. Pandangannya menerawang kosong, sementara wajahnya tampak sayu dan lelah karena kurang tidur.Permainan jujur-jujuran itu membuatnya terguncang. Kepalanya pusing dengan segala hal yang belum terselesaikan. Nayra ingin lepas dari Rayan dan belum tahu caranya, namun sekarang malah bertambah karena Nayra tidak tahu bagaimana harus menghadapi Noah.Dalam pandangan yang menerawang kosong itu, nampak lingkaran hitam di bawah mata menyatukan gambaran antara rasa lelah dan kesedihan. Berulang kali Nayra menghembuskan napas berat, berharap semua beban di hatinya terbuang bersamaan dengan itu.Nayra menoleh ketika merasakan seseorang men