********Noah memang selalu tahu bagaimana cara menghibur Nayra. Kini mereka duduk di kursi panjang yang terbuat dari bambu, menikmati pemandangan dari ketinggian di Bukit Bintang. Tempat itu cukup untuk menghibur hati Nayra yang gamang.Nayra berdecak kagum saat matanya disuguhi keindahan bintang yang bertaburan menghiasi langit malam. Belum lagi pemandangan citylight yang tampak mempesona dari puncak bukit tersebut. Pancaran lampu-lampu kota itu juga bisa didefinisikan sebagai bintang yang menambah keindahan panoramanya.“Ehh.”Nayra terkesiap ketika Noah tiba-tiba menyampirkan jacketnya di sepanjang bahu Nayra agar gadis itu tidak kedinginan.“Kalau kamu hipotermia, itu pasti bakal ngerepotin aku.” Noah langsung menyambar sebelum Nayra membuka suaranya.“Ish, dasar. Padahal, kamu, tuh, cukup diem aja, No. Biar kelihatan romantis gitu.” Dengus Nayra seraya merapatkan jacket Noah ketika udara dingin menusuk kulitnya. Nampak bibir gadis itu juga sedikit memucat karena memang udara di
********Bulatan matahari yang menguning telur dan semburat jingga di sore hari seperti menghipnotis siapa pun yang memandangnya.Dengan melihat proses matahari kembali ke peraduannya, bisa menciptakan rasa syukur atas ciptaan Tuhan yang maha segalanya. Bersyukur untuk masih tetap diberi kehidupan sampai sekarang.Rayan, laki-laki tampan dan jangkung dengan balutan jas dokternya berdiri dengan tangan bersedekap pada beton pembatas yang berada di atap rumah sakit sambil memperhatikan pemandangan yang ada di bawahnya. Taman rumah sakit yang luas dengan semua aktivitas orang-orang di sana.Terkadang, matanya memicing untuk menghindari cahaya tipis matahahari sore yang tak sengaja mengenai wajah tampan berkarismanya.Rayan memejamkan mata, meraup udara banyak-banyak untuk mengisi paru-parunya yang lapang. Rayan, dia membiarkan angin sore menyapa wajah dan memainkan rambut bergaya quiffnya.Rayan termenung dengan wajah gelisahnya. Kepalanya berisik, kejadian beberapa menit yang lalu berput
60.******** “Dokter Nayra . . . .”Giselle tersenyum ramah menyapa Nayra.“Om Rendi ada di dalam nggak, Mbak? Maksud aku, beliau nggak lagi sibuk, kan?” Tanya Nayra sedikit ragu.“Enggak, kok. Kamu bisa langsung masuk saja, Dok.” Giselle mempersilakan Nayra masuk tanpa berniat mengantarnya. Mengingat Nayra adalah calon menantu dari atasannya, maka Giselle sedikit membebaskan gadis itu.“Oke. Makasih, Mbak Giselle.” Ucap Nayra dengan senyum mengembang.Tak langsung mengetuk, sejenak Nayra mematung di depan pintu untuk menenangkan dirinya. Dia meremas tangannya yang mulai berkeringat dingin. Nyali Nayra sedikit menciut membayangkan dia akan kena damprat dari Om Rendi di dalam sana nanti.“Huuft.”Nayra menghembuskan napas panjang, untuk kemudian mengetuk pintu kaca di depannya. Nayra lalu masuk dengan kaki gemetar setelah mendapat sahutan.“Selamat siang, Om.” Sapa Nayra gugup, namun dia berusaha menyembunyikannya. Ini kali pertama dia berhadapan dengan Om Rendi, hanya berdua.“Duduk,
********“Aku minta maaf karena belum bisa jadi anak yang baik untuk kalian.” Ucap Nayra tulus setelah dia mengutarakan keinginannya untuk mengakhiri semuanya dengan Rayan. Nayra bahkan kini berlutut di hadapan kedua orang tuanya.“Bangun, Nak.”Bunda menuntun Nayra untuk duduk di sebelahnya.“Sebenarnya ada apa, Nay?” Tanya Bunda lembut seraya merapikan anak rambut Nayra yang sedikit menghalangi wajahnya.“Kak Rayan menerima perjodohan ini untuk balas nyakitin aku karena udah ninggalin dia dulu. Dia nggak tulus mau nikahin aku.”Pada akhirnya, Nayra tidak bisa menahan kegundahan hatinya sendirian, meski tidak dia ceritakan secara keseluruhan.“Nggak mungkin. Selama ini Ayah lihat dia baik-baik aja sama kamu.” Sela Ayah tak percaya, mengingat bagaimana Rayan memperlakukan Nayra dengan baik saat di depannya, Ayah juga sangat suka sikap sopan Rayan.“Iya, tapi dia cuma pura-pura, Yah. Di belakang kalian dia nggak sebaik itu. ”“Ayah nggak percaya. Nayra, masa lalu kalian itu hanya cinta
********Sekarang Nayra sudah berada di dalam mobil yang dikendarai Tante Lisa. Entah ke mana wanita paruh baya ini akan membawanya pergi.Sejurus kemudian, Nayra dibuat terkejut saat menyadari jalanan yang dilalui Tante Lisa ternyata menuju ke apartemen Rayan. Benar saja, tak butuh waktu lama mereka sudah sampai di depan gedung apartemen elit tersebut.“Tan?” Nayra menatap Tante Lisa dengan sorot mata penuh tanya.“Maaf, Nay. Kita ke apartemen Rayan sebentar, ya? Ada barang yang mau Tante ambil dari sana.”Nayra terdiam ragu, sebelum kemudian mengangguk terpaksa.“Ohh, ya udah. Tapi aku nunggu di sini ya, Tan?”“Tapi barang yang mau Tante bawa agak banyak. Kamu bisa bantu Tante, kan?” Tante Lisa memasang wajah memelas, membuat Nayra lagi-lagi tak bisa menolak.“Ya-ya udah, Tan, boleh.”Mengehembuskan napas kasar, dengan penuh keterpaksaan Nayra ikut turun dari mobil dan mengekori Tante Lisa untuk masuk ke dalam apartemen Rayan.Sesampainya di depan pintu apartemen, dengan cekatan jar
Episode 1. Awal yang Pahit********“Kenapa aku harus jadi korban perjanjian konyol kalian?”Nayra bangkit dari duduknya dengan sentakan penuh, membuat kursi meja makan yang didudukinya terdorong ke belakang beberapa senti. Bola matanya yang jernih memandang kecewa kedua orang tuanya.“Nggak! Ayah boleh bikin perjanjian sebanyak apa pun dengan teman Ayah itu, tapi Ayah nggak berhak ngelibatin aku.”Nayra menahan geram, dia merasa ditipu. Beberapa waktu lalu, sang ayah merengek memintanya kembali ke Indonesia dengan alasan tidak ingin jauh dari anak-anaknya di hari tua. Nayra menurutinya, bahkan rela melepaskan karir cemerlangnya di John Hopkins.Dan sekarang? Ayah mendadak membahas tentang perjodohan yang bermula dari perjanjian konyol bersama sahabatnya–Rendi, keduanya berjanji akan menjodohkan anak mereka saat dewasa nanti. Begitu umur kedua anak mereka dewasa, saat itulah perjodohan dilakukan, dan itu saat ini. Baru saja, dengan sangat entengnya lelaki tua itu mengatakan ingin Nayr
Episode 2.Tak Ingin Dia********“Lho, kalian saling kenal?” Tante Lisa yang pertama memecah hening yang terjadi di sana. Dia menginterupsi kegiatan Nayra yang bergeming menatap Rayan. Gadis itu sedikit terperanjat.“Enggak.”“Iya.”Nayra dan Rayan menyahut bersamaan dengan ucapan berbeda, membuat para orang tua mengernyit bingung. Nayra langsung menatap protes Rayan yang dibalas kedikkan bahu tak acuh.“Sebatas senior dan junior. Kami satu SMA.”“Kami pernah pacaran.” Sambar Rayan cepat, membuat mata Nayra membelalak.“Serius, Ray?” Tante Lisa berbinar senang, pun dengan yang lainnya.“Nggak, Tan!”“Iya, Ma.”Lagi, Nayra dan Rayan menyahut dengan ucapan berbeda. Nayra menoleh cepat dan menatap geram Rayan yang memasang ekspresi santai.“Bagus kalau begitu.” Sahut Om Rendi senang. “Kalian bisa balikan dan cepat-cepat menikah. Nggak perlu ada pendekatan-pendekatan lagi. Kita skip itu.”“Aku setuju.” Seru Rayan sambil bergerak duduk di antara orang tuanya.Nayra meradang, menatap Rayan d
Episode 3. Lari Sejauh Mungkin********“Amazed banget, kan?” Kata Rayan, menghentikan aktivitas Nayra yang sedang mengayun-ayunkan kakinya di atas jembatan kecil dengan kolam ikan hias yang asri di bawahnya.Nayra menoleh, melihat si pemilik suara itu. Sebenarnya, Nayra tidak perlu melakukannya, karena dia sudah hafal betul. Mana mungkin dia bisa melupakan suara yang selalu mengisi hari-harinya, meski sembilan tahun tak mendengarnya.“Kebetulan yang agak menyenangkan, kan?” Imbuh Rayan dan mengambil duduk di sebelah Nayra, kakinya yang panjang menjuntai nyaris menyentuh air.“Nggak sama sekali.” Nayra membuang muka, nada suaranya terdengar datar. Rayan hanya tersenyum kecil.Sejenak, keduanya terdiam dalam pikiran masing-masing. Hanya sahutan napas dan gemericik air kolam yang memecah keheningan di antara mereka. Nayra tidak bisa menggambarkan perasaannya saat ini. Kedatangan Rayan membuatnya terkejut, bingung, dan sedih bercampur menjadi satu.“Aku maafin kamu.”Nayra yang sedang mem