********Untuk pertama kalinya Nayra menginjakkan kaki di atap gedung rumah sakit itu. Matanya bergerak menyusuri sekitar. Jauh dari tempatnya berdiri, di sana terdapat helipad sebagai landasan helicopter atau ambulance udara yang biasa digunakan untuk penanganan dan medical evacuation dalam keadaan darurat. Fasilitas rumah sakit itu memang tidak bisa di remehkan.Nayra menyandarkan tubuhnya di tembok pembatas yang hanya sebatas dadanya, tatapannya lurus memandang halaman rumah sakit yang terlihat segar di pagi hari.Gadis itu mengeluarkan tangisnya yang sejak tadi tertahan.Kenapa Rayan seperti ini? Kenapa Rayan bermain-main dan menyiksa perasaannya seperti ini? Kenapa keadaan terlalu sulit untuknya? Kalau bukan karena memikirkan perasaan orang tuanya, Nayra sudah akan pergi dan tak perlu repot memohon pada Rayan untuk melepaskannya.Kenapa Tuhan sangat tidak adil padanya? Apa meninggalkan Rayan saat itu adalah dosa besar sampai dia harus mendapatkan balasan seperti ini? Tapi Nayra j
********Malam hari setelah pulang dari rumah sakit, Nayra berjalan gontai menuju unit apartemen miliknya. Sengaja dia berjalan melewati tangga darurat untuk membuat tubuhnya semakin lelah. Karena dengan begitu, dia bisa cepat tidur tanpa harus memikirkan Rayan yang selalu membuatnya sulit tidur selama tiga malam belakangan ini.“Tengah malam begini, kenapa baru pulang?” Suara dingin dan tatapan tajam seseorang yang seolah siap menerkam menyambut Nayra di depan pintu apartemennya.Nayra terkejut mendapati Rayan yang tengah berdiri di sana. Namun, sebisa mungkin dia sembunyikan rasa keterkejutannya itu. Nayra hanya meliriknya sekilas, tanpa memberi sapaan atau menjawab pertanyaan yang sempat Rayan lontarkan tadi. Nayra melewati Rayan begitu saja dan mulai menekan kode aksesnya pada keypad.“Pergi sana! Aku nggak mau nerima tamu malam-malam gini.” Usir Nayra dengan nada datar. Memang sudah malam, jam juga sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam.Tapi sepertinya yang diusir tidak
********Nayra keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk pendek berwarna putih yang membalut tubuhnya. Tidak khawatir dengan hal itu mengingat dia hanya tinggal sendirian di unit apartemennya.Nayra berjalan menuju lemari untuk mengambil pakaian tidur yang belum sempat dia siapkan tadi. Tapi saat dia kembali menutup pintu lemari dan membalikkan tubuhnya, dia dikejutkan oleh sosok Rayan yang kini tengah berselonjor santai dan menyandarkan tubuhnya pada headboard ranjang sembari melihat travel jurnal milik Nayra.Saking terkejutnya, Nayra bahkan sampai menjatuhkan pakaian yang tadi didekapnya. Nayra menghela napas dalam, berusaha meredam emosi yang kini menyelimuti dirinya.Baru saja menenangkan hati dan pikirannya di bawah guyuran air shower. Kini Rayan kembali membuatnya kesal dan marah sekaligus. Kenapa bisa laki-laki itu masuk ke kamar orang sembarangan?Nayra menatap Rayan berang. Laki-laki itu terlihat sangat santai seolah menganggap kamar tersebut adalah miliknya.“Kamu? Sejak
********“Kalau kamu cuma mau bikin aku bingung. Kamu berhasil, karena cuma dengan kayak gini aja aku tersentuh.”Rayan menarik napas dalam sambil mengeratkan pelukannya.“Silakan berpikir sesuka hati kamu.”Nayra tersenyum sedih. “Aku nggak ngerti.”“Kamu nggak usah ngerti, cukup ada di sisi aku selamanya dan ikutin alur yang aku buat.”“Kamu jahat.” Umpat Nayra sembari memukul dada Rayan pelan.“Kamu lebih jahat.” Balas Rayan.Nayra mendengus sebal dan kembali memberi pukulan di dada Rayan. Sejenak keduanya terdiam hingga tercipta keheningan di sana. Nayra menikmati detak jantung Rayan yang terdengar teratur. Berpekukan seperti ini, mengingatkannya pada masa lalu mereka yang manis - terlalu manis.“Rayan. . . .” Katanya dengan telunjuk bergerak-gerak di atas dada Rayan membuat pola abstrak. “Kak. . ., Rayan.”Rayan bergeming dengan sebelah alis terangkat, menunggu Nayra yang terlihat ragu mengucapkan kalimatnya.“Ung. . ., kita bisa berdamai, nggak?”Nayra tidak tahu kenapa kalimat
********Nayra mendatangi unit apartemen Noah, tak lupa dia menekan bel hingga berulang kali layaknya kode darurat di rumah sakit.“Ngapain, sih, Nay, malem-malem gini?” Noah menggerutu kesal dengan wajah ngantuknya.“No, kamu tidur di kamar aku, ya?” Nayra memelas.“Aku masih waras untuk nggak tidur sama kamu. Kamu pikir aku cowok apaan?”“Ish. Aku bukan lagi ngajak kamu tidur bareng.” Nayra memukul pelan lengan Noah. “Di sana ada Rayan mau nginep, makanya aku mau tidur di kamar kamu.”Mata Noah yang mengantuk kini terbelalak mendengar Rayan ada di kamar Nayra, tak perlu mengerjap-erjap lagi.“Kalian?” Noah menatap Nayra penuh selidik. “Ngapain ngajak Rayan nginep di apartemen kamu?”“Nggak gitu, No. Aku nggak gapa-ngapain sama dia.” Seru Nayra mencegat Noah untuk berpikiran liar.“Udah, pokoknya gini. Kamu temenin dia tidur di kamar aku, dan aku mau tidur di kamar kamu.” Nayra dengan cepat menerobos tubuh Noah yang berdiri di ambang pintu dan masuk ke dalam, kemudian berjalan menuju
********Nayra sedang menata meja makan untuk sarapannya, terlihat tiga piring French toast dengan maple syrup dan beberapa mix berries sebagai toping sudah terhidang di meja itu.Perhatiannya teralihkan saat melihat Rayan keluar dari kamar dan berjalan ke arahnya. Laki-laki itu terlihat semakin tampan dengan setelan kerja yang tadi Nayra ambil dari mobilnya.Nayra dibuat salah tingkah saat Rayan berdiri di dekat meja makan, memperhatikannya dengan tatapan yang sulit diartikan.“Kak– ” Tegur Nayra, tapi Rayan malah berbalik dan berjalan kembali menuju ke kamarnya.“Dia masih kesel, ya?” Nayra bertanya-tanya dalam hati, mengingat beberapa saat lalu Rayan protes dan menggerutu kesal padanya setelah dia menjelaskan bagaimana tadi malam meninggalkannya tidur ke kamar Noah.“Bodo, ahh.”Nayra berusaha tidak peduli dan memilih untuk mengambil susu dari lemari es. Saat Nayra sedang mencuci tangannya di wastafel, dia dikejutkan dengan Rayan yang kini berdiri di belakangnya. Nayra bahkan bisa
********Rayan masuk ke dalam lift setelah pintu lift terbuka, lalu dia menekan tombol agar pintu lift tertutup kembali dan segera membawanya ke lantai tujuan. Tapi baru saja tertutup, pintu itu kembali terbuka, menandakan ada orang yang juga akan masuk ke dalam sana.Pandangan Rayan lurus ke arah pintu lift. Menduga orang yang akan masuk adalah Nayra yang berhasil menyusulnya. Namun, ternyata dugaannya salah karena dia melihat Luna baru saja masuk ke dalam lift. Langsung saja gadis itu memposisikan dirinya untuk berdiri di samping Rayan.“Hai, Ray.” Sapa Luna sambil tersenyum senang. Rayan hanya membalasnya dengan senyuman tipis.“Kamu kapan pulang, Ray?” Tanya Luna kemudian, mengingat Rayan yang mengikuti seminar di Singapura selama tiga hari ini.“Tadi malam.” Jawab Rayan singkat. Luna hanya menanggapinya dengan anggukkan kepala dan ber-ohh ria.“Ohh, iya. Kamu udah sarapan belum? Aku bawain bekal, nih. Gimana kalau kita sarapan bareng?” Ajak Luna seraya mengacungkan tas kotak beka
********Di kafetaria rumah sakit, Bisma mendorong pintu kaca dan mengedarkan pandangannya untuk mencari tempat di mana teman-temannya duduk menunggu. Senyumnya seketika mengembang ketika dia menemukan teman-temannya duduk di meja paling sudut.Terlihat Aji dan Rayan tengah duduk di sana menunggunya datang. Tidak ada Luna seperti dugaan Nayra. Hanya mereka berempat.“Baru kelar lo?” Tanya Aji saat Bisma berhasil mendudukkan dirinya di dekat Rayan.“Hmm, operasinya lumayan lama.” Jawab Bisma sembari memakan Pastry yang telah dipesan teman-temannya tadi untuknya.“Ohh, iya. Tadi gue mau ke sini sama Nayra . . . .”“Terus Nayranya mana?” Sambar Aji antusias, memotong kalimat Bisma yang belum selesai. Pandangannya dia edarkan ke seluruh sudut kafetaria, mencari-cari sosok Nayra. Hal tersebut tentu saja membuat Rayan mendelik jengkel, sikap Aji terkadang memang berlebihan.“Nah, itu. Pas di lobby, Tante Lisa tiba-tiba datang dan ngajak dia keluar. Tahu, deh, mau apa.” Jelas Bisma seraya me