********Nayra sedang menata meja makan untuk sarapannya, terlihat tiga piring French toast dengan maple syrup dan beberapa mix berries sebagai toping sudah terhidang di meja itu.Perhatiannya teralihkan saat melihat Rayan keluar dari kamar dan berjalan ke arahnya. Laki-laki itu terlihat semakin tampan dengan setelan kerja yang tadi Nayra ambil dari mobilnya.Nayra dibuat salah tingkah saat Rayan berdiri di dekat meja makan, memperhatikannya dengan tatapan yang sulit diartikan.“Kak– ” Tegur Nayra, tapi Rayan malah berbalik dan berjalan kembali menuju ke kamarnya.“Dia masih kesel, ya?” Nayra bertanya-tanya dalam hati, mengingat beberapa saat lalu Rayan protes dan menggerutu kesal padanya setelah dia menjelaskan bagaimana tadi malam meninggalkannya tidur ke kamar Noah.“Bodo, ahh.”Nayra berusaha tidak peduli dan memilih untuk mengambil susu dari lemari es. Saat Nayra sedang mencuci tangannya di wastafel, dia dikejutkan dengan Rayan yang kini berdiri di belakangnya. Nayra bahkan bisa
********Rayan masuk ke dalam lift setelah pintu lift terbuka, lalu dia menekan tombol agar pintu lift tertutup kembali dan segera membawanya ke lantai tujuan. Tapi baru saja tertutup, pintu itu kembali terbuka, menandakan ada orang yang juga akan masuk ke dalam sana.Pandangan Rayan lurus ke arah pintu lift. Menduga orang yang akan masuk adalah Nayra yang berhasil menyusulnya. Namun, ternyata dugaannya salah karena dia melihat Luna baru saja masuk ke dalam lift. Langsung saja gadis itu memposisikan dirinya untuk berdiri di samping Rayan.“Hai, Ray.” Sapa Luna sambil tersenyum senang. Rayan hanya membalasnya dengan senyuman tipis.“Kamu kapan pulang, Ray?” Tanya Luna kemudian, mengingat Rayan yang mengikuti seminar di Singapura selama tiga hari ini.“Tadi malam.” Jawab Rayan singkat. Luna hanya menanggapinya dengan anggukkan kepala dan ber-ohh ria.“Ohh, iya. Kamu udah sarapan belum? Aku bawain bekal, nih. Gimana kalau kita sarapan bareng?” Ajak Luna seraya mengacungkan tas kotak beka
********Di kafetaria rumah sakit, Bisma mendorong pintu kaca dan mengedarkan pandangannya untuk mencari tempat di mana teman-temannya duduk menunggu. Senyumnya seketika mengembang ketika dia menemukan teman-temannya duduk di meja paling sudut.Terlihat Aji dan Rayan tengah duduk di sana menunggunya datang. Tidak ada Luna seperti dugaan Nayra. Hanya mereka berempat.“Baru kelar lo?” Tanya Aji saat Bisma berhasil mendudukkan dirinya di dekat Rayan.“Hmm, operasinya lumayan lama.” Jawab Bisma sembari memakan Pastry yang telah dipesan teman-temannya tadi untuknya.“Ohh, iya. Tadi gue mau ke sini sama Nayra . . . .”“Terus Nayranya mana?” Sambar Aji antusias, memotong kalimat Bisma yang belum selesai. Pandangannya dia edarkan ke seluruh sudut kafetaria, mencari-cari sosok Nayra. Hal tersebut tentu saja membuat Rayan mendelik jengkel, sikap Aji terkadang memang berlebihan.“Nah, itu. Pas di lobby, Tante Lisa tiba-tiba datang dan ngajak dia keluar. Tahu, deh, mau apa.” Jelas Bisma seraya me
********Sore harinya, Nayra masih berada di rumah sakit karena masih ada jadwal operasi jam setengah tujuh malam nanti. Karena waktunya sekarang senggang, dia memilih duduk di kursi panjang di atap rumah sakit sembari menikmati langit sore. Sudah lama dia tidak melihat matahari tenggelam karena kesibukannya.Begitu Nayra tenggelam dalam lamunannya, dia dikejutkan dengan kedatangan Rayan yang langsung merebahkan diri di kursi dan meletakkan kepalanya di pangkuan Nayra.Nayra menghela napas dalam, heran dengan sikap Rayan yang selalu membuatnya terkejut. Lama-lama Nayra bisa terkena serangan jantung. Kan jadi lucu judulnya nanti, seorang dokter ahli jantung terkena serangan jantung.“Kok tahu aku di sini?” Nayra mengernyit penasaran.“Jangan ge-er. Aku cuma datang ke sini dan kebetulan ada kamu juga.”Nayra mendengus kesal. Menyebalkan sekali.“Kamu inget, nggak?” Suara Rayan menyusup pelan di balik ketidaksadaran Nayra yang masih terkejut sekaligus bingung akan kedatangan Rayan. “Dulu
********“Rayan. . . .”Luna berteriak menyambut kedatangan Rayan sembari berdiri di samping mobilnya.“Kok kamu bisa di sini?” Tanya Rayan heran begitu mengedarkan pandangannya ke sekitar. Tempatnya sangat sepi, mungkin karena jauh dari pemukiman. Lampu penerangan jalan yang temaram dan hanya beberapa yang menyala. Sepertinya jalanan itu jarang dilintasi kendaraan.“Tadi siang sepulang dari rumah sakit, aku nganter Ibu ke rumah saudaranya. Pas pulang, nggak tahu kenapa ban mobil aku pecah. Aku udah nunggu kendaraan lewat buat minta bantuan, tapi nggak ada. Malah makin sore. Aku takut, Ray. Makanya telepon kamu. Aku juga bingung mau minta bantuan siapa lagi.”Rayan mengangguk, kemudian melihat keadaan mobil milik Luna. Benar saja, dia melihat salah satu ban belakang bagian kiri pecah.“Kamu nggak bawa ban cadangan?” Tanya Rayan setelah selesai memeriksa mobil Luna. Gadis itu hanya menggeleng.“Ini udah mau malem. Mobil kamu tinggalin di sini aja, Lun. Nanti biar bengkel yang bawa. Sek
********“Nay, kok ngelamun?” Tegur Tante Lisa heran melihat Nayra yang terus memainkan sedotannya dengan pandangan kosong, sesekali gadis itu menghela napas berat.Masih jelas dalam ingatan Nayra saat tadi malam dia menelepon Rayan untuk menanyakan bisa mengantarnya pulang atau tidak.Nayra takut kalau urusan yang Rayan katakan saat mereka di atap belum selesai. Tapi Nayra malah dibuat terkejut saat mendengar bukan suara Rayan yang mengangkat telepon, melainkan Luna yang mengatakan kalau Rayan sedang berada di toilet.Seakan ingin memberitahu Nayra, Luna juga menceritakan Rayan menjemputnya karena mobil Luna ada masalah, Luna juga mengatakan mereka sedang makan malam bersama. Tak ingin mendengar lebih, dengan segera Nayra menutup sambungan teleponnya.Nayra tersenyum getir, ternyata urusan yang dimaksud Rayan adalah menemui Luna. Kecurigaan yang sempat hinggap ternyata tidak salah. Rayan meninggalkannya untuk menemui Luna.“Padahal, kan, dia bisa ngirim orang bengkel.” Gumam Nayra da
********Pagi hari setelah menikmati libur akhir pekan, Rayan kembali bekerja. Membuka pintu ruangan, langkah kakinya dia bawa ke meja kerja yang ada di sana.Rayan tertegun saat matanya mendapati sebotol yoghurt stroberi yang diberikan Nayra waktu itu, belum sempat dia minum. Tangannya lantas terulur untuk mengambil susu fermentasi tersebut. Sudut bibirnya tertarik tipis memandangi itu.“. . . . aku keingetan dulu kita sering banget minum ini. Masih suka, kan?”Rayan menggeleng guna mengusir ingatan yang tiba-tiba membuat hatinya menghangat. Dia lantas menyesap habis yoghurtnya, tapi justru wajah Nayra terus mampir dalam segala ekspresi, terlebih kemarin saat raut wajah Nayra yang sedih sepanjang mendiskusikan undangan pernikahan, membuat perasaan Rayan terganggu.“. . . . Kamu bukan orang yang berperasaan. . . .”“Shit.” Umpatnya kesal sembari melempar botol yoghurt tepat ke dalam tong sampah di sudut ruangan, kemudian memijat pelipisnya yang terasa pening ketika kalimat Nayra terng
*******“Rayan?”Hana refleks menoleh pada Nayra meminta penjelasan. Sementara Nayra menelan ludah–gelagapan. “Itu, dia. . . .” Mata Nayra bergerak-gerak gelisah–memutar otak mencari jawaban. “Kucing. Aku punya kucing namanya Rayan. Aku nggak suka banget sama Kepala Rumah Sakit kita, makanya aku kasih nama dia Rayan.”Nayra nyengir kaku. Sementara Bunda yang mendengar itu langsung menghunuskan tatapan tajam padanya seolah siap untuk menusuk Nayra.“Eung. . . , Han. Kamu udah selesai belum makannya?” Nayra melirik makanan Hana sudah habis dengan tatapan tak enak hati.Hana yang mengerti bahwa Nayra ingin dirinya keluar dari ruangan langsung membereskan sisa-sisa makanannya dan berpamitan untuk pergi.Selepas kepergian Hana, Bunda langsung melayangkan pukulan gemas di lengan Nayra, membuatnya menjerit-jerit manja.“Aww. Bun, ini namanya KDRT.” Protes Nayra sembari mengusap lengannya. Bunda hanya mendengus kesal, tak peduli dengan protes yang dilayangkan sang anak.“Lagian, masa, menant
********Sekarang Nayra sudah berada di dalam mobil yang dikendarai Tante Lisa. Entah ke mana wanita paruh baya ini akan membawanya pergi.Sejurus kemudian, Nayra dibuat terkejut saat menyadari jalanan yang dilalui Tante Lisa ternyata menuju ke apartemen Rayan. Benar saja, tak butuh waktu lama mereka sudah sampai di depan gedung apartemen elit tersebut.“Tan?” Nayra menatap Tante Lisa dengan sorot mata penuh tanya.“Maaf, Nay. Kita ke apartemen Rayan sebentar, ya? Ada barang yang mau Tante ambil dari sana.”Nayra terdiam ragu, sebelum kemudian mengangguk terpaksa.“Ohh, ya udah. Tapi aku nunggu di sini ya, Tan?”“Tapi barang yang mau Tante bawa agak banyak. Kamu bisa bantu Tante, kan?” Tante Lisa memasang wajah memelas, membuat Nayra lagi-lagi tak bisa menolak.“Ya-ya udah, Tan, boleh.”Mengehembuskan napas kasar, dengan penuh keterpaksaan Nayra ikut turun dari mobil dan mengekori Tante Lisa untuk masuk ke dalam apartemen Rayan.Sesampainya di depan pintu apartemen, dengan cekatan jar
********“Aku minta maaf karena belum bisa jadi anak yang baik untuk kalian.” Ucap Nayra tulus setelah dia mengutarakan keinginannya untuk mengakhiri semuanya dengan Rayan. Nayra bahkan kini berlutut di hadapan kedua orang tuanya.“Bangun, Nak.”Bunda menuntun Nayra untuk duduk di sebelahnya.“Sebenarnya ada apa, Nay?” Tanya Bunda lembut seraya merapikan anak rambut Nayra yang sedikit menghalangi wajahnya.“Kak Rayan menerima perjodohan ini untuk balas nyakitin aku karena udah ninggalin dia dulu. Dia nggak tulus mau nikahin aku.”Pada akhirnya, Nayra tidak bisa menahan kegundahan hatinya sendirian, meski tidak dia ceritakan secara keseluruhan.“Nggak mungkin. Selama ini Ayah lihat dia baik-baik aja sama kamu.” Sela Ayah tak percaya, mengingat bagaimana Rayan memperlakukan Nayra dengan baik saat di depannya, Ayah juga sangat suka sikap sopan Rayan.“Iya, tapi dia cuma pura-pura, Yah. Di belakang kalian dia nggak sebaik itu. ”“Ayah nggak percaya. Nayra, masa lalu kalian itu hanya cinta
60.******** “Dokter Nayra . . . .”Giselle tersenyum ramah menyapa Nayra.“Om Rendi ada di dalam nggak, Mbak? Maksud aku, beliau nggak lagi sibuk, kan?” Tanya Nayra sedikit ragu.“Enggak, kok. Kamu bisa langsung masuk saja, Dok.” Giselle mempersilakan Nayra masuk tanpa berniat mengantarnya. Mengingat Nayra adalah calon menantu dari atasannya, maka Giselle sedikit membebaskan gadis itu.“Oke. Makasih, Mbak Giselle.” Ucap Nayra dengan senyum mengembang.Tak langsung mengetuk, sejenak Nayra mematung di depan pintu untuk menenangkan dirinya. Dia meremas tangannya yang mulai berkeringat dingin. Nyali Nayra sedikit menciut membayangkan dia akan kena damprat dari Om Rendi di dalam sana nanti.“Huuft.”Nayra menghembuskan napas panjang, untuk kemudian mengetuk pintu kaca di depannya. Nayra lalu masuk dengan kaki gemetar setelah mendapat sahutan.“Selamat siang, Om.” Sapa Nayra gugup, namun dia berusaha menyembunyikannya. Ini kali pertama dia berhadapan dengan Om Rendi, hanya berdua.“Duduk,
********Bulatan matahari yang menguning telur dan semburat jingga di sore hari seperti menghipnotis siapa pun yang memandangnya.Dengan melihat proses matahari kembali ke peraduannya, bisa menciptakan rasa syukur atas ciptaan Tuhan yang maha segalanya. Bersyukur untuk masih tetap diberi kehidupan sampai sekarang.Rayan, laki-laki tampan dan jangkung dengan balutan jas dokternya berdiri dengan tangan bersedekap pada beton pembatas yang berada di atap rumah sakit sambil memperhatikan pemandangan yang ada di bawahnya. Taman rumah sakit yang luas dengan semua aktivitas orang-orang di sana.Terkadang, matanya memicing untuk menghindari cahaya tipis matahahari sore yang tak sengaja mengenai wajah tampan berkarismanya.Rayan memejamkan mata, meraup udara banyak-banyak untuk mengisi paru-parunya yang lapang. Rayan, dia membiarkan angin sore menyapa wajah dan memainkan rambut bergaya quiffnya.Rayan termenung dengan wajah gelisahnya. Kepalanya berisik, kejadian beberapa menit yang lalu berput
********Noah memang selalu tahu bagaimana cara menghibur Nayra. Kini mereka duduk di kursi panjang yang terbuat dari bambu, menikmati pemandangan dari ketinggian di Bukit Bintang. Tempat itu cukup untuk menghibur hati Nayra yang gamang.Nayra berdecak kagum saat matanya disuguhi keindahan bintang yang bertaburan menghiasi langit malam. Belum lagi pemandangan citylight yang tampak mempesona dari puncak bukit tersebut. Pancaran lampu-lampu kota itu juga bisa didefinisikan sebagai bintang yang menambah keindahan panoramanya.“Ehh.”Nayra terkesiap ketika Noah tiba-tiba menyampirkan jacketnya di sepanjang bahu Nayra agar gadis itu tidak kedinginan.“Kalau kamu hipotermia, itu pasti bakal ngerepotin aku.” Noah langsung menyambar sebelum Nayra membuka suaranya.“Ish, dasar. Padahal, kamu, tuh, cukup diem aja, No. Biar kelihatan romantis gitu.” Dengus Nayra seraya merapatkan jacket Noah ketika udara dingin menusuk kulitnya. Nampak bibir gadis itu juga sedikit memucat karena memang udara di
********Sore hari beringsut malam, Nayra baru keluar dari ruang rapat. Rapat tersebut berjalan lancar. Ternyata Aji sangat berbeda saat dia sedang bekerja, dia benar-benar serius, tak banyak tingkah seperti saat Nayra sedang bersamanya di luar pekerjaan.Nayra berjalan menuju ruangannya, sedikit melompat-lompat lucu seperti kelinci. Kebetulan sekali koridor sedikit sepi.Nayra mengulum senyum tipis, merasa beban di hatinya sedikit terangkat. Noah sudah berbaik hati karena tidak menuntut Nayra untuk membalas perasaannya, Nayra tidak akan membiarkan persahabatannya rusak karena perasaan tidak enak. Maka untuk membalas kebaikan hati Noah, Nayra hanya perlu tetap untuk menjadi sahabat terbaik baginya.Baru saja Nayra akan menyentuh handle pintu, seseorang tiba-tiba mencengkeram pergelangan tangannya erat dan menariknya dengan kasar. Dalam hati Nayra menggerutu, karena orang-orang sudah mengejutkannya hari ini.“Ray–”Nayra berusaha melepaskan dirinya dari Rayan yang kini sudah berhasil m
********Nayra duduk terdiam di ruangannya. Matanya menyipit dengan kening berkerut, sesekali sebelah tangannya memijat keningnya yang terasa berdenyut nyeri.“Shit.” Masih jelas dalam ingatanya saat beberapa menit yang lalu Bunda menelepon. Bunda mengatakan kalau Nayra harus segera membereskan barang-barangnya dari apartemen yang dia tinggali saat ini.Ternyata ucapan Rayan yang memintanya pindah itu benar, Nayra kira waktu itu Rayan hanya menggertaknya.“Ayah sama Bunda udah lihat kondisi apartemennya. Rayan bener-bener nyiapin itu buat kamu.”Nayra teringat percakapannya dengan Bunda di telepon tadi. Ternyata Rayan benar-benar licik karena melibatkan orang tuanya.“Kamu cepat beresin barang-barang dan pindah ke sana, Nay. Lagian nggak ada salahnya tinggal di dekat Rayan, biar kalian makin deket. Rayan juga bilang biar dia gampang jagain dan ngawasin kamunya, gitu.” Nayra hanya bisa menahan geram seraya mengepalkan tangannya, Rayan benar-benar telah memanfaatkan orang tuanya untuk
********“Ada masalah?” Hana heran dengan sikap Nayra yang lebih banyak diam dengan wajah murung seharian ini. Sebab, selepas memeriksa pasien biasanya Nayra akan membahas makanan untuk makan siang atau berbagi cerita mengenai drama Korea yang telah dia tonton. Ini tak seperti biasanya.“Ohh? Apa, Han?” Nayra kurang fokus.Hana mengerling, lalu mengulang pertanyaannya. “Kamu lagi ada masalah? Kok diem terus dari tadi?”“Enggak, kok. Aku cuma lagi datang bulan.” “Pantesan.” Hana manggut-manggut mengerti. “Gimana kalau nanti kita cari makanan yang manis atau pedes? Biasanya aku makan itu kalau lagi PMS. Aku jamin nanti mood kamu balik lagi, deh.”“Boleh.” Sahut Nayra tak bersemangat, tapi selipan senyuman tipis tersungging dari bibirnya.Tak ada lagi percakapan setelah itu. hanya terdengar derap kaki mereka yang melangkah menuju ruang ICU untuk memeriksa pasien pasca operasi.Karena fokusnya kurang, Nayra tak memperhatikan keadaan sekitar, hingga akhirnya dia menabrak dan kepalanya m
54.********Keesokan harinya, Nayra datang pagi-pagi sekali ke rumah sakit. Hal itu semata-mata dia lakukan untuk menghindari Noah. Meski Noah mengatakan untuk jangan terbebani, tapi tetap saja Nayra butuh waktu untuk bisa menerima semua ini.Dan di sinilah Nayra sekarang, duduk santai menikmati udara pagi di bawah pohon yang ada di taman samping rumah sakit. Pandangannya menerawang kosong, sementara wajahnya tampak sayu dan lelah karena kurang tidur.Permainan jujur-jujuran itu membuatnya terguncang. Kepalanya pusing dengan segala hal yang belum terselesaikan. Nayra ingin lepas dari Rayan dan belum tahu caranya, namun sekarang malah bertambah karena Nayra tidak tahu bagaimana harus menghadapi Noah.Dalam pandangan yang menerawang kosong itu, nampak lingkaran hitam di bawah mata menyatukan gambaran antara rasa lelah dan kesedihan. Berulang kali Nayra menghembuskan napas berat, berharap semua beban di hatinya terbuang bersamaan dengan itu.Nayra menoleh ketika merasakan seseorang men