Membuat Suami dan Mertua Menyesal

Membuat Suami dan Mertua Menyesal

last updateLast Updated : 2022-01-26
By:  Ina YasriCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
2 ratings. 2 reviews
57Chapters
29.8Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Naya seorang menantu dan istri yang sering tak dianggap keberadaannya. Namun, setelah terungkapnya sebuah rahasia siapa ia sebenarnya membuat mantan mertua dan suaminya amat menyesal. Rahasia apakah yang telah terungkap hingga membuat mantan mertua dan suaminya akhirnya menyesali kehilangan sosok Naya yang sering tidak dianggap tersebut?

View More

Chapter 1

Lidah tak Bertulang

"Bram, kamu jangan lupa nanti malam kita mau pergi kondangan, anaknya teman Mama?" ucap Mama sembari menyuapkan makananannya.

"Iya, Ma." jawab Mas Bram santai, kedua tangannya sibuk menyendok makanan dalam piringnya.

"Mas, aku ikut ya!" pintaku tiba-tiba. Entah keberanian dari mana, aku bisa berucap demikian.

"Ih ngapain, Mbak Nay ikut segala, yang ada nanti hanya bikin malu," sinis Mita adik iparku yang baru duduk di kelas dua SMA itu berucap.

"Tapi, Mbak juga pengen pergi kondangan," ujarku.

Mita terbahak. "Jangan-jangan, Mbak Naya belum pernah kondangan ya?"

Aku hanya mengangguk pelan, aku memang belum pernah pergi kondangan dengan kelas mewah, dulu pernah waktu masih dikampung dengan musik dangdutan. Selama menikah Mas Bram tidak pernah mengajakku, entah memang tidak pernah ada undangan atau apa, yang jelas ia tidak pernah membahas itu.

"Omaigat! Jadi benar, Mbak Naya belum pernah pergi kondangan kelas mahal? Hati-hati lho Mbak kondangan orang kaya, tempatnya luas nanti Mbak nyasar," ucapnya mengejek, lalu terkekeh. Aku hanya bisa mencebik mendengar ucapan adik ipar yang kurang sopan itu.

"Udah ah, Mita mau berangkat sekolah dulu nanti telat." Lalu ia mengadahkan tangannya ke Mas Bram untuk minta uang jajan. 

Mas Bram pun segera mengeluarkan dompet dari saku celananya, dan mengangsurkan uang lima puluh ribuan satu lembar.

"Kok cuma segini sih, Mas? Kuranglah!" protesnya, dan kembali mengadahkan tangan. Mas Bram pun kembali mengambil selembar uang berwarna merah dan memberikannya.

"Nah gitu dong, Mas itu baru Mas Bram yang baik! Makasih!" puji Mita dengan gaya khasnya. Lalu, segera menyalami, Mama dan Mas Bram. Saat akan menyalamiku ia hanya menyentuh ujung jariku. Lalu menatapku dengan penuh ejekan.

Meski sikap Mita begitu ke padaku, Mama tidak pernah menegurnya begitupun Mas Bram hanya cuek saja. Sementara aku hanya bisa mengelus dada, sabar Naya.

Setelahnya kami pun melanjutkan sarapan dalam keheningan. Kemudian Mas Bram pun pamit untuk pergi kerja. Aku segera menyalami tangannya seperti biasa, setelah ia menyalami, Mama.

"Gimana, Mas aku boleh ikut tidak?" tanyaku lagi memastikan jawaban dari, Mas Bram saat aku mengantarnya di ambang pintu.

"Terserah," balas Mas Bram lalu berlalu pergi.

"Heh! Ngapain sih, Nay pake mau ikut segala?" ketus, Mama bertanya saat aku kembali ke meja makan. "Udah gak usah sok-sokan mau ikut pergi kondangan segala, tugasmu itu di rumah berbakti sama suami. Lagian memangnya kamu punya baju buat kondangan?" 

Aku menggeleng, aku tidak ingat pasti kapan terakhir beli baju, yang kuingat saat aku dan Mas Bram masih pengantin baru, sekarang usia pernikahan kami sudah hampir tiga tahun dan sudah dikarunia seorang putri berusia 2 tahun.

"Udah gak usah kebanyakan gaya cepat beresin meja makannya, sebelum Rania bangun nanti dia rewel bikin, Mama pusing!" Mama bangkit dari kursinya, dan berlalu meninggalkanku.

Ah, memangnya apa salahku ingin ikut pergi kondangan bersama suami dan juga mertua, aku juga ingin seperti orang-orang yang bahagia pergi bersama.

Aku menghela nafas, dan membuangnya perlahan. Setelah kerja seharian rasanya ku juga ingin pergi keluar merefres otak yang terasa keram dengan segala pekerjaan rumah yang tidak pernah habis.

Aku pernah meminta untuk punya pembantu khusus beres-beres rumah, biar masak tidak apa aku saja. Rasanya begitu lelah dengan segudang pekerjaan rumah, ditambah cucian Mama dan juga Mita harus aku yang mengerjakan belum lagi aku juga harus mengurus Rania yang jauh lebih penting dari pekerjaan rumah.

"Alah sok gaya, pake minta pembantu segala," ucap Mama kala itu.

Apalah dayaku yang statusnya hanya menantu dan numpang tinggal di rumah mertua.

***

Setelah beberapa jam pulang kerja Mas Bram sudah terlihat rapi dengan setelan kemeja warna maroon serta celana kain hitam yang sudah kusetrika sore tadi.

Aku pun begitu antusias bersiap untuk ikut pergi, setelah membuka lemari pakaian kutermangu, baju mana yang harus kupakai, rasanya tidak ada yang cocok untuk pergi kondangan.

"Dek, cepatan Mama sama Mita sudah nunggu!" ucap Mas Bram.

"I-iya, Mas. Aku cocoknya pake baju mana, Mas?" tanyaku lesu, berharap ada solusi.

Mas Bram melihat ke dalam lemari ia melihat beberapa pakaianku, lalu menghela nafas.

"Terserah, cepatan! Nanti Mama marah karena kelamaan nunggu, Mas tunggu di depan sama Rania." 

Aku hanya mengangguk bercampur bingung akhirnya aku memilih sebuah gamis hitam polos dengan kerudung senada, kupikir tidak apa kalau pun sudah ketinggalan zaman yang penting sopan.

"Astaga, Mbak mau ikut kondangan apa ngelayat?" tawa Mita pecah saat melihatku keluar dari kamar, kulihat Mama pun terkikik entah apa yang lucu. Sementara Mas Bram hanya menghela nafas.

"Ma-maaf aku cuma punya ini," jawabku. Penampilan Mita sama Mama memang sangat cantik dan elegan seperti artis yang sering kulihat di tivi, sangat berbeda jauh denganku. 

"Bram, Bram, Mama gak habis pikir di pelet apa kamu sama Naya sampai punya istri kayak gini, udah miskin kampungan lagi," ketus Mama. "Coba lihat Abangmu, Fatir sudah punya istri cantik, kaya, royal lagi sama Mama juga adikmu. Gak salah memang Abangmu pilih istri."

Aku hanya terdiam, apa yang dikatakan Mama memang benar, istrinya Bang Fatir memang berbeda jauh kelasnya denganku, sekarang mereka tinggal di Jakarta sementara kami tinggal di Bandung.

"Ya mau gimana lagi, Ma sudah jodoh," balas Mas Bram sekenannya, "Udahlah, ayo kita berangkat nanti telat!"

"Nanti di tempat acara kamu sama anakmu jangan dekat-dekat, nanti malah bikin malu!" ucap Mama lagi sebelum naik ke dalam mobil. Aku hanya diam tidak menanggapi karena menahan sesak juga air yang rasanya ingin keluar dari kedua netraku. Tetapi, aku tidak boleh menangis nanti Mama tambah marah dan tidak jadi mengajakku.

"Heh! Kamu dengar tidak?" lagi Mama berucap dengan nada tinggi, ucapannya sungguh tidak seanggun penampilannya saat ini.

"I-iya, Ma!" Aku dan Rania pun naik dibagian depan, di samping Mas Bram.

"Eh, eh ngapain kamu?"

"Mau duduk di depan, Dek."

"Gak cocok tau, udah duduk di belakang sono noh!" Mita menunjuk ke bagasi belakang mobil lalu tertawa, sebagai adik ipar sikapnya tidak ada sama sekali hormat-hormatnya.

"Jadi pergi tidak?" Mas Bram akhirnya berucap. Namun, ia sama sekali tidak menegur perlakuan Mama dan juga Mita ke padaku.

Kami sudah sampai di sebuah pesta mewah, aku berdecak kagum melihat dekorasi yang menghiasi seluruh ruangan tempat acara resepsi pernikahan anaknya teman Mama.

"Please ya, Mbak noraknya gosah kelihatan banget, udah jauh-jauh sana!" ucap Mita sembari mengibaskan tangannya. 

Aku bingung, apa yang harus kulakukan di tempat ini, akhirnya aku dan Rania menjauh dari Mama dan Mita sementara Mas Bram sejak datang ia sudah pergi duluan ke dalam entah ke mana.

Dalam kebingungan, tubuhku tidak sengaja menabrak seorang perempuan yang kutaksir umurnya 67 tahun, tetapi tubuhnya masih terlihat bugar.

"Ma-maaf," ucapku terbata sembari membungkukkan badan. Sejenak ia menatapku mungkin aneh dengan penampilanku. Lalu, tersenyum.

"Tidak apa, itu adeknya lucu sekali," ia beralih melihat puteri kecilku. "Siapa namanya, perempuan itu berjongkok mensejajari tubuh Rania.

"Lania, Oma." jawab Rania dengan cadelnya.

"Ih gemesnya, dan pintarnya cucu Oma." Perempuan itu tersenyum semabari mengelus pipi Rania.

"Maaf, Bu kami permisi," ucapku sopan, di sini semua orang terasa asing bagiku, meski miskin, dan dari kampung aku tidak boleh terlena dengan kebaikan orang yang baru kukenal, setidaknya aku harus hati-hati.

Aku dan Rania pun pergi menjauh dari perempuan tadi, entah apa yang harus kulakukan sementara Mita dan Mama tidak terlihat batang hidungnya.

"Minumlah!" tiba-tiba seseorang menyodorkan sebuah minuman ke arahku.

Bersambung ...

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Azizah Dullah
jalan cerita yang bagus.........
2024-08-05 05:49:10
0
user avatar
malapalas
BACA novel berjudul :FREL. Banyak kejutan di dalamnya. Selain tentang cinta segitiga yang bikin baper, gemes dibumbui humor dan mengharubirukan, kalian akan disuguhi dg persahabatan, keluarga, luka dan rahasia di masa lalu orangtua yang akan membuat cerita lebih seru dan menjungkirbalikkan perasaan.
2022-01-28 22:18:26
0
57 Chapters
Lidah tak Bertulang
 "Bram, kamu jangan lupa nanti malam kita mau pergi kondangan, anaknya teman Mama?" ucap Mama sembari menyuapkan makananannya."Iya, Ma." jawab Mas Bram santai, kedua tangannya sibuk menyendok makanan dalam piringnya."Mas, aku ikut ya!" pintaku tiba-tiba. Entah keberanian dari mana, aku bisa berucap demikian."Ih ngapain, Mbak Nay ikut segala, yang ada nanti hanya bikin malu," sinis Mita adik iparku yang baru duduk di kelas dua SMA itu berucap."Tapi, Mbak juga pengen pergi kondangan," ujarku.Mita terbahak. "Jangan-jangan, Mbak Naya belum pernah kondangan ya?"Aku hanya mengangguk pelan, aku memang belum pernah pergi kondangan dengan kelas mewah, dulu pernah waktu masih dikampung dengan musik dangdutan. Selama menikah Mas Bram tidak pernah mengajakku, entah memang tidak pernah ada undangan atau apa, yang jelas ia tidak pernah membahas itu."Omaigat! Jadi benar, Mbak Naya belum pernah pergi kondangan kelas mahal? Hati-ha
last updateLast Updated : 2021-10-15
Read more
Cantik Butuh Modal
 "Minumlah!" tiba-tiba seseorang menyodorkan sebuah minuman ke arahku.Ragu-ragu aku mengambil gelas yang berisi minuman tersebut."Te-terima kasih, Bu!""Jangan sungkan. Panggil saja Oma Lastri." Ia meneguk air yang berada dalam gelasnya. Lalu menatapku dengan tersenyum."Oma lihat kamu nampak bingung? Kenapa? Maaf kalau pertanyaan Oma lancang."Aku terdiam sejenak, apa mungkin aku kelihatan bingung, mungkin iya lantaran aku tidak terbiasa di tempat seperti ini, semua orang terlihat begitu cantik dan elegan, sementara aku ... Tentunya berbeda jauh."Nak, kenapa diam?" tanya Oma Lastri mebuyarkan lamunan."Em, eh gak kok, Oma. Aku cuma merasa asing saja berada di sini." ucapku dengan perasaan canggung."Oh iya siapa namamu?""Naya Putri, Oma.""Oh, jadi Nak Naya pergi ke sini sama siapa?""Em, sama suami, Ibu mertua juga adik ipar.""Lalu kemana mereka?"Aku hanya menggeleng pelan
last updateLast Updated : 2021-10-15
Read more
Penemuan tak Terduga
 "Udah jangan protes, Mita lebih butuh!" ucap Mas Bram dingin.Astaga!"Mas, aku cuma ...." Belum sempat aku menyuarakan protes lagi, tiba-tiba Mama mertua datang dari arah kamarnya."Ada apa sih ribut-ribut?" tukasnya tajam, seketika membuat nyaliku terasa ciut. Sudah tentu masalah akan tambah runyam dan panjang."Ini lho, Ma Mbak Naya pengen cantik dandan kayak Mita," jawab Mita, sembari tangan sebelah kirinya berkecak pinggang sementara tangan kanannya menunjuk ke arahku."Hah? Apa Mama gak salah dengar?" Terlihat wajah mengejek, dan Mita hanya mengendikkan bahu sementra Mas Bram, berlalu meninggalkan kami. Ia memang tidak suka berdebat hal semacam ini, baginya tidak ada gunanya. Padahal aku juga ingin pergi meninggalkan perdebatan, kupingku sudah terasa tidak enak hampir tiap hari memdengar ocehan Mama atau pun Mita. Tetapi, itu bukan pilihan yang baik."Udah gak usah dandan segala, tugas kamu itu di rumah, dan di kasur. Jan
last updateLast Updated : 2021-10-15
Read more
Kecemasan
 Tiba di rumah sakit petugas dengan seragam serba putih dengan sigap segera menaikkan tubuh Oma Lastri ke atas brankar dan mendorongnya menuju ICU.Selama Oma di ICU aku menunggu dengan cemas, sembari memeluk tubuh Rania. "Ma, Oma kenapa? Oma gak matikan?" tanya Rania tiba-tiba memecah keheningan.Aku tersenyum getir sambil mengelus rambut sepundaknya. "Kita doain ya semoga, Oma Lastri baik-baik saja." Aku kembali memeluk tubuh putriku."Maaf apa Ibu keluarga pasien?" Tiba-tiba  seorang suster datang menghampiri kami."I-iya saya, Sus," jawabku gugup."Silahkan untuk mengurus administrasinya dibagian depan, biar korban bisa segera di tindak lanjuti untuk dilakukan operasi," jelas Suster Mila yang kuketahui namanya dari bed namenya."Tapi, Sus ....""Mari, Bu silahkan!" Suster Mila tersenyum ramah sembari mempersilahkan.Dengan perasaan berdebar aku pun mengikuti suster Mila menuju resepsionis. Tib
last updateLast Updated : 2021-10-15
Read more
Fakta Baru
 "Mas!" Lagi aku memanggil Mas Bram, tetapi yang dipanggil masih belum menyahut dan sibuk dengan ponsel pintar miliknya."Lagi chatan sama siapa sih? kayaknya asik banget." Aku sengaja mendekatkan wajahku ke depan wajahnya agar kali ini ia menyadari kedatanganku."Astagfirullahaladzim, Naya!" geram Mas Bram karena kaget, ponselnya hampir saja terjatuh. "Ngagetin aja, bisa gak sih yang sopan manggilnya." Mas Bram masih terlihat kesal, mungkin juga jantungnya kini tengah memompa lebih cepat dari biasanya.Aku menghela nafas lalu membuanganya dengan masygul. "Aku dari tadi udah manggil-manggil, Mas. Masnya aja yang gak dengar dan malah senyam-senyum. Memang chat sama siapa sih?" tanyaku penasaran.Mas Bram langsung kelihatan gelagapan, namun ia segera bisa menguasai dirinya. "Em, bukan siapa-siapa cuma teman." ia memaksakan senyumnya."Ya udah itu tehnya aku mau mandi dulu!""Em, ya mandi sana!" balasnya lalu kembali memainkan pons
last updateLast Updated : 2021-10-15
Read more
Bersikap Aneh
 "Memangnya kenapa sih, Mas? Kok kayak panik gitu?" Aku sengaja memancingnya dengan pertanyaan."Em, eh nggak apa-apa kok," kilahnya. Aku tau kalau Mas Bram tengah berbohong.Ternyata sedingin-dinginnya sikap seseorang kalau dalam keadaan salah tetap akan terlihat aura ketakutannya."Ya udah, Mas mau sarapan dulu!" ujar Mas Bram. Terlihat sekali Mas Bram menghindari percakapan.Aku melipatkan tangan di dada melihat kepergian Mas Bram menuju meja makan, dan tersenyum miring."Lihatlah, Mas sepandai-pandai tupai melompat pasti akan jatuh juga, dan sepintar-pintar manusia menyimpan bangkai pasti akan tercium juga, dan bangakai yang kamu simpan saat ini mulai tercium." desisku.Aku pun segera membangunkan Rania, dan menyusul ke meja makan. "Em, aku berangkat dulu!" ujar Mas Bram memecah keheningan."Kok buru-buru, Mas? Gak dihabisin dulu makanannya?" cercaku melihat gelagat Mas Bram yang terlihat aneh. Sementara
last updateLast Updated : 2021-10-15
Read more
Kepergok
 "Apa VIP?" tanyaku kaget, siapa yang melakukannya, apa keluarganya Oma? Siapa sebenarnya Oma Lastri?"Iya, Bu. Bu Lastri sudah dipindahkan ke VIP semalam," ucapnya ramah.Berarti setelah aku pulang, ada yang datang menjenguk Oma dan mengurus semuanya. Aku menghela nafas, syukurlah itu artinya keluarga Oma sudah ada di sini. "Ayo, Ma kita temui Oma!" celetuk Rania tiba-tiba, seketika membuyarkan lamunanku."Eh, i-iya, Sayang." Aku membalas ucapannya "Oh iya Kalau boleh tau, Bu Lastri di ruangan nomor berapa ya, Mbak?" tanyaku.Nisa kembali melihat ke layar komputer setelahnya menyebutkan nomor ruangan yang di tempati Oma."Bu Lastri di ruangan 203, Ibu lurus aja dari sini nanti ada belokan ke kanan, nah di situ ada tangga ibu langsung naik aja," jelasnya panjang lebar."Baik, Mbak terima kasih," balasku tersenyum dan kemudian langsung pergi sembari menggandeng tangan Rania.Untung sebelum ke sini sudah membel
last updateLast Updated : 2021-12-20
Read more
Kedatangan Tamu tak Terduga
"Eh, em ... Enggak kok, Mas!" Aduh mati aku kalau sampai ketahuan, ini belum waktunya."Terus kenapa sampai air mata keluar gitu?" Mas Bram semakin mendekat, membuat debaran jantungku berpacu lebih cepat. Tamat sudah riwayatku.Aku asal memencet ponselku, hingga tanpa sengaja memutar sebuah video drama korea."I-ini, Mas gara-gara nonton ini!" Aku memperlihatkan layar ponselku, sebuah drama yang entah ada adegan sedihnya atau tidak. Semoga saja Mas Bram percaya dengan alasanku."Hem, dasar emak-emak korban sinetron," ucapnya kemudian yang terlihat jengkel. Tidak apa, asal jangan sampai ketahuan. Aku segera mematikan ponselku dan bangkit dari sofa menuju ranjang, sementara Mas Bram kembali asik dengan ponselnya, sembari rebahan di tempat tidur. Sepertinya, Mas Bram melanjutkan dengan perempuan si*lan itu.Aku pun segera berbaring pura-pura tidur,  sambil memikiran kegilaan Mas Bram. Aku harus cari tau siapa perempuan yang berani me
last updateLast Updated : 2021-12-20
Read more
Mas Pinjam Kartu ATMnya
"Waalaikumsalam. Lho, Fatir, Risa kok gak bilang dulu kalau mau kesini, Mama kan bisa nyambut kalian," ucap Mama saat Mas Fatir dan Mbak Risa turun dari dalam mobil."Iya, Ma sengaja. Biar jadi kejutan," balas Mas Fatir sembari tersenyum, lalu menyambut tangan Mama diikuti Mbak Risa."Eyang ...," teriak Galih dan Nadia berbarengan lalu menghambur memeluk Mama, anaknya Mas Fatir dan Mbak Risa. Mama pun balas memeluk kedua cucunya tersebut dengan senang."Duh, cucu-cucu Eyang cantik dan ganteng," puji Mama sambil mencium kedua pipi mereka secara bergantian."Ayo masuk!" ajak Mama setelah kami saling salam-salaman."Gimana kabar, Mama?" tanya Mas Fatir saat kami telah duduk di ruang tamu."Seperti yang kamu lihat, Mama baik." Senyum lebar terkembang dari wajah Mama. Betapa senangnya Mama kedatangan Mas Fatir dan Mbak Risa, binar bahagia begitu kentara dari kedua matanya."Gimana usahanya, lancar?" tanya Mama, berbinar."Alhamdulil
last updateLast Updated : 2021-12-21
Read more
Terpaksa Berbohong
 "Udah gak apa-apa, Mbak. Pake ini aja!" Di luar dugaan, Mas Bram malah berucap demikian sembari mengeluarkan kartu ATMnya dan memberikannya padaku. Sepertinya harga dirinya sebagai lelaki masih tinggi, tentunya ia tidak ingin terlihat pelit di depan Abang dan Kakak iparnya. Dalam hati aku tersenyum, iyes.Tanpa menunggu lama aku segera mengambil kartu ATM dari tangan Mas Bram, aku tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini."Ya udah kalau gitu," balas Mbak Risa.Dengan kartu ATM ini, aku berencana membeli segala keperluan yang kemarin sempat tertunda gegara, Mas Bram membelikan ponsel untuk wanita si*lan itu. Kali ini aku akan membeli semua yang ku mau. Lihat saja Mas akan kukuras tabunganmu."Aku pamit dulu ya!" ucapku, Lalu bersiap melangkah menuju kamar untuk mengambil jaket."Nay, Mbak ikut ya!" ujar Mbak Risa.Aku menoleh, lalu  mengangguk dan tersenyum. Usai mengambil jaket aku kembali ke ruang tamu."Ayo, Mbak
last updateLast Updated : 2021-12-21
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status