Share

Membawa Kabur Benih Sang Majikan
Membawa Kabur Benih Sang Majikan
Author: Nhaya_97

Bab 1: Bedebah Gila

Author: Nhaya_97
last update Last Updated: 2024-07-01 10:32:35

Klek!

Pintu kamar itu terkuak, membiarkan bayangan sang empunya memasuki ruangan. Dara, yang sedang asyik dengan pekerjaannya, membalikkan tubuhnya dan terkejut, sepasang matanya membulat. 

Di ambang pintu, seorang pria berdiri dengan senyum menyeringai, seperti seekor serigala yang baru saja menemukan mangsa barunya. 

Mata Daiva berbinar penuh nafsu ketika melihat Dara yang cantik berada di dalam kamar pribadinya.

Dengan langkah gontai, akibat mabuk yang masih mengguncang tubuhnya, Daiva menghampiri Dara yang berdiri mematung di samping ranjang king size. Udara di sekitarnya terasa semakin mencekam.

"Ma-maaf Tuan. Sa-saya hanya membersihkan kamar Tuan," ucap Dara terbata-bata, suaranya bergetar menahan rasa takut yang menjalari setiap inci tubuhnya.

Pria itu semakin mendekat, menghidu aroma tubuh Dara dengan napas yang memburu. Senyumannya kian melebar, bak iblis yang puas melihat mangsanya tak berdaya.

"Wangi tubuhmu begitu memikat. What’s your name?" tanya Daiva dengan suara berat, penuh keangkuhan.

Perempuan itu rasanya ingin lari dari tempat terkutuk itu. Namun, bagaimana caranya? Pria bertubuh tegap dan tinggi itu tampak seperti raksasa yang siap mendekapnya.

"Siapa namamu, gadis cantik? Siapa yang menyuruhmu masuk ke dalam kamarku?" tanya Daiva sekali lagi, suaranya seperti bisikan maut yang menari di telinga Dara.

"Na-nama saya Dara, Tuan. Saya pembantu baru di sini. Tadi, Ibu Mela menyuruh saya membersihkan kamar Tuan dan kamar satunya lagi," jawab Dara dengan suara yang hampir tak terdengar, matanya menatap lantai seakan berharap bumi menelannya saat itu juga.

"Daffa?" tanyanya, seolah berbicara pada dirinya sendiri.

Dara mengangguk cepat. Entahlah. Siapa pun itu, dia tak peduli. Berarti, jika kamar sebelah milik Daffa, orang ini pastilah Daiva. Hanya itu yang dapat diingatnya.

"Permisi, Tuan," Dara berusaha mengundurkan diri, tapi baru saja kakinya melangkah, Daiva meraih tangan gadis cantik itu lalu menghuyungnya ke atas ranjang.

Mata Dara membola sempurna saat pria itu merayap ke atas tubuhnya. Seringaian menakutkan dari Daiva kembali terbit, membuat Dara semakin takut akan hal-hal yang tidak diinginkan.

"Tu-tuan mau apain saya? Tolong lepaskan saya, Tuan!" Dara memohon, suaranya patah-patah, meminta agar Daiva membebaskan dirinya.

Dara terjebak di dalam kamar milik Daiva, tak bisa keluar lantaran Daiva mencengkeramnya dengan kuat. Ruangan itu kini berubah menjadi penjara, dan Dara adalah tahanan yang tak berdaya.

"Lepasin saya, Tuan. Saya mohon. Jangan lakukan itu, Tuan!" pekik Dara setelah Daiva berhasil menanggalkan pakaiannya.

Daiva menikmati pemandangan luar biasa yang ada di depan matanya, wajahnya penuh kepuasan yang mencekam.

"Kau akan jadi milikku malam ini, Dara. Enjoy and... rasakan hujaman yang akan kuberikan padamu sampai menjelang pagi."

Waktu sudah menunjuk angka tiga pagi. Dan Daiva masih saja menghujam Dara tanpa ampun. Jeritan dan lenguhan yang dilontarkan secara bersamaan tak bisa membuat Daiva iba.

"Tuan, berhenti! Saya sudah lelah. Tolong hentikan!" suara Dara terdengar serak, hampir habis, namun tetap tak ada belas kasihan di mata Daiva.

Pria itu terus menghujamnya tanpa ampun, menenggelamkan Dara dalam lautan siksaan yang tak berujung. Malam itu, Dara benar-benar terperangkap dalam neraka yang diciptakan oleh pria yang seharusnya hanya menjadi majikannya.

"Arrrggghhhh! Tuan... hentikan! Sakit!!!" pekik Dara, suaranya menggema di seantero kamar. Tangannya yang gemetar meremas sprei putih itu erat-erat, seolah berharap kain itu bisa membawanya keluar dari neraka yang sedang ia alami.

Suara gelak tawa Daiva terdengar nyaring di telinga Dara, seperti tawa iblis yang merayakan penderitaan korbannya. 

"Menikmati tubuh yang belum disentuh pria manapun ternyata lebih nikmat. Kamu akan menjadi pemuas hasratku mulai detik ini, gadis manis!" bisiknya lirih namun penuh keserakahan, tak membuatnya menjeda permainan gila itu.

Tak lama setelahnya, Daiva akhirnya menghentikan aksi gilanya, menyemburkan peluh gila itu di dalam rahim Dara untuk yang kesekian kalinya. 

Sudah tak terhitung berapa kali pria itu menghujam tubuh mungil Dara. Kini, perempuan itu terkapar di atas tempat tidur, menangisi keadaannya yang tak lagi suci. 

Meratapi nasibnya yang harus menerima pil pahit jika kesuciannya direnggut oleh pria yang bahkan baru ia tahu namanya.

"Bedebah gila! Kenapa aku harus terjebak di dalam kamar terkutuk ini? Aku harus segera pergi dari rumah ini. Aku tidak mau kerja di sini lagi. Ini bukan istana, tapi neraka," gumam Dara dengan sangat pelan, agar Daiva yang kini berada di dalam kamar mandi itu tidak mendengarnya.

Dengan sisa tenaganya, Dara memunguti pakaiannya yang berserakan lalu segera memakainya. "Aaahh...." Dara merintih sakit di bagian pangkal pahanya. Darah kesuciannya bahkan masih menempel di sana.

"Pria terkutuk!" pekik Dara kemudian, berlari keluar dari kamar itu. Berusaha keluar walaupun rasanya kakinya sudah lemas, tak mampu lagi menginjak lantai. 

Ia merintih kesakitan lalu... perempuan itu tak sadarkan diri. Beruntung, ada Daffa yang keluar kamar lalu melihat Dara terbaring tak sadarkan diri tepat di bawah anak tangga.

"Hei... bangun! Kamu kenapa?" Daffa mencoba membangunkan perempuan itu, namun hasilnya nihil. Ia pun membawanya ke dalam kamarnya.

Tiba di dalam kamar, Daffa membaringkan tubuh Dara dengan sangat hati-hati. Keningnya mengerut saat melihat tanda merah di lehernya, banyak, tak terhitung oleh Daffa. 

"Suara pekikan dari kamarnya Daiva... apakah gadis malang ini? Tapi, siapa dia? Bahkan, jika memang perempuan ini wanita sewaan Daiva, mana mungkin sepolos ini. Tidak terlihat jika gadis ini wanita seperti itu."

Daffa menyimpan banyak pertanyaan dengan hadirnya gadis malang itu, lalu menghela napasnya dengan pelan. Ia menarik selimut, menutupi tubuh lemah tak berdaya Dara. 

Wajahnya tampak pucat, lebam di leher dan mungkin juga di bagian dada. Daffa menggeleng-geleng, tak habis pikir dengan prilaku kakaknya yang gila akan hasrat yang ia miliki.

"Siapa pun kamu, jangan kembali lagi pada Daiva. Dia itu mafia perempuan. Padahal sudah punya calon istri, tetap saja selalu menginginkan wanita lain," Daffa seolah sedang berbicara pada Dara, padahal perempuan itu bahkan tak bisa mendengarnya.

Related chapters

  • Membawa Kabur Benih Sang Majikan   Bab 2: Ada di Kamar Daffa

    Pagi hari telah tiba. Mata Dara membuka dengan pelan, mengedarkan pandangannya ke sekitar. Tubuhnya masih lemas, namun ia tahu bahwa ia harus segera keluar dari rumah itu. "Sial! Kenapa aku ada di kamar neraka ini lagi?" ucapnya lirih, hampir seperti bisikan pada dirinya sendiri. Daffa terbangun, terbangkit dari tidur di sofa. Tangisan Dara yang mulai pecah kembali telah mengusik tidurnya. Segera pria itu menghampiri Dara, menjaga jarak agar tidak membuat Dara salah paham. "Hei! Sudah bangun?" tanyanya dengan lembut, nada suaranya penuh perhatian. Dara mengangkat wajahnya dengan cepat, matanya terbelalak ketakutan. Dengan sigap, ia menutup tubuhnya dengan kedua tangannya, trauma yang mendalam pada seorang pria sudah pasti ia rasakan. "Siapa kamu? Jangan sentuh saya!" ucapnya penuh ketakutan, tubuhnya gemetar. "Jangan takut. Aku bukan Daiva. Aku Daffa. Apa yang sudah kakakku lakukan padamu? Dan... kamu siapa?" tanya Daffa dengan suara selembut mungkin, berusaha menenangkan Dara.

    Last Updated : 2024-07-01
  • Membawa Kabur Benih Sang Majikan   Bab 3: Siapa yang Memperkosamu?

    Melawati menoleh pada anak bungsunya itu. "Oh. Lagi beresin kamar kamu. Memang sangat rajin Dara itu. Sudah cantik, polos, rajin, dan penurut. Mau nggak, Daffa?"Melawati tiba-tiba menawarkan Dara padanya. Apa maksudnya? Sedangkan Daffa memang akan bertanggung jawab atas apa yang dilakukan Daiva pada Dara."Tapi, Ma. Bagaimana bisa Mama menawarkan Dara padaku?" tanya Daffa dengan pelan.Melawati mengembuskan napasnya dengan panjang. "Daiva sebentar lagi akan menikah. Kamu ... sebentar lagi lulus S-3. Mama ingin anak-anak Mama menikah, Daffa.""Hanya itu?"Melawati menoleh kembali pada Daffa. "Lalu ... maunya apa lagi, Daffa? Suka nggak, sama Dara? Mama nggak peduli dengan latar belakangnya, Daf. Mama tahu, dia berasal dari keluarga tidak mampu. Tapi, sepertinya anak itu cocok untuk kamu."Daffa mengerutkan keningnya. Melawati menjodohkannya dengan Dara. Lalu, bagaimana jika Dara hamil anak Daiva?"Ma ... Dara.""Yaa. Dara kenapa, Daf? Bukan selera kamu? Lalu, kamu mau cari yang sepert

    Last Updated : 2024-07-01
  • Membawa Kabur Benih Sang Majikan   Bab 4: Hamil?

    Mendengar itu, Daiva lantas menoleh cepat ke arah mamanya. Sementara Daffa hanya tersenyum miring. Lalu Daiva menoleh pada Daffa. 'Tampaknya Daffa tahu, aku yang sudah melakukan itu pada Dara. Hhhh. Kena kamu, Daffa!' ucapnya dalam hati. "Bukankah tadi kamu keluar dari kamar Daffa?" tanya Daiva dengan santainya. Semua orang yang ada di sana lantas menoleh pada Daiva. Daffa mengerutkan keningnya. Licik. Kata yang pantas untuk Daffa dan Dara ucapkan pada pria berhati iblis itu. "Apa! Daffa! Apa yang kamu lakukan, huh? Jangan mentang-mentang Mama ingin kamu menikah dengan gadis ini, dengan seenaknya kamu melakukan itu pada Dara!" teriak Melawati. Perempuan itu sedang naik pitam. Marah karena anak kesayangannya itu sudah melakukan hal yang tak terduga. Padahal, bukan dia pelakunya. "Daiva! Kenapa lempar batu sembunyi tangan? Elo yang udah perkosa Dara. Bukan gue! Biadab!" pekik Daffa. Tak terima dengan ucapan Daiva yang sudah memfitnahnya. Daiva melipat tangan di dada. "Ada bukti?

    Last Updated : 2024-07-01
  • Membawa Kabur Benih Sang Majikan   Bab 5: Lebih Baik Pergi saja dari Rumah

    Dara tertunduk. Tak mampu menatap Melawati, takut akan ancaman Daiva yang terus-menerus bilang akan membunuhnya jika Melawati sampai tahu bahwa dialah yang sudah memperkosanya."Dara. Kalau memang Daffa yang sudah menodai kamu, saya akan menikahkan kamu dengannya setelah Daiva menikah," kata Melawati menegaskan kembali.Dara kemudian mengangkat wajahnya. "Jangan, Bu. Mas Daffa tidak perlu tanggung jawab. Dia tidak bersalah. Ini salah saya. Saya yang sudah menggodanya. Sekali lagi saya minta maaf."Daripada Daffa dipaksa menikah oleh Melawati, lebih baik Dara berbohong agar pernikahannya dengan Daffa tidak terjadi. Bukan hanya karena Daffa tidak bersalah, tapi karena bukan Daffa yang sudah melakukan itu padanya."Haaah! Lalu, kenapa kamu bilang kalau kamu diperkosa, Dara?" tanya Melawati dengan kecurigaan.Dara menelan salivanya dengan susah payah. Ia ragu menatap Melawati, mencoba mencari cara agar dirinya diusir saja dari rumah itu."Ma-maafkan saya, Bu. Saat itu saya bingung harus j

    Last Updated : 2024-07-01
  • Membawa Kabur Benih Sang Majikan   Bab 6: Tidak Perlu Bertanggungjawab

    Malam hari tiba. Waktu menunjuk angka sembilan tepat. Ia pun bergegas masuk ke dalam kamarnya sebelum Daiva pulang lalu memakainya kembali. Daiva benar-benar melakukan ini setiap malam pada Dara. Hingga membuat perempuan itu lelah tak berdaya. "Semoga pria itu tidak pulang malam ini. Tubuhku sudah rontok karena dia sentuh setiap hari. Aku ingin istirahat. Jangan hadirkan dia di malam ini, Tuhan." Dara membuang napasnya dengan panjang. Kemudian membaringkan tubuhnya di atas kasur mini itu. Ditatapnya kembali tes pack yang tadi siang ia gunakan untuk memeriksa apakah dia hamil atau tidak. Ternyata, dua garis terpampang nyata di sana. Membuat Dara rasanya ingin menyudahi saja hidupnya. "Ke mana aku harus pergi? Bahkan, lari dari rumah ini saja aku tidak tahu caranya bagaimana. Juga, ke mana aku harus bersembunyi dari semua orang di rumah ini. "Aku harus pergi ke mana supaya mereka tidak dapat menemuiku. Mana mungkin aku pulang ke kampung halamanku. Yang ada, mereka akan membully ha

    Last Updated : 2024-07-01
  • Membawa Kabur Benih Sang Majikan   Bab 7: Kabur

    Dara kembali menunduk. Sudah waktunya dia harus pergi saat ini juga. "Saya pamit ke toilet sebentar, yaa. Pengen pipis." Daffa mengizinkannya tanpa banyak bertanya. Hal itu memang sering Dara lakukan jika sedang keluar bersamanya. Dara berlari jauh dari taman itu hingga sampai di depan jalan raya. Ia menghentikan taksi dan mobil itu melaju dengan cepat menuruti perintah Dara. 'Maafkan aku, Mas. Maafkan aku. Aku mencintaimu. Tapi, kamu tidak pernah melihat itu. Juga, karena aku hanya wanita kotor yang tidak punya tahu malu.' Dara berlinang air mata. Sedih memang, harus pergi tanpa jejak dan tanpa izin terlebih dahulu. Tapi, hanya itu yang bisa ia lakukan untuk menghindari pernikahan yang sama sekali tidak diinginkan Daffa. Sudah hampir satu jam lamanya. Daffa baru sadar jika Dara sudah lama sekali tidak kembali. "Ke mana Dara? Kenapa sudah hampir satu jam ini dia tidak kembali? Nyasar? Benarkah?" Daffa lantas menggeleng-geleng. "Masa iyaa sih. Hhhh." Daffa bangkit dari duduknya

    Last Updated : 2024-07-01
  • Membawa Kabur Benih Sang Majikan   Bab 8: Aku Pasti akan Membawanya

    Plak!!Sebuah tamparan keras melayang sempurna di pipi Daiva. Mata itu menatap tajam penuh dengan kebencian. Pun dengan Daiva. Yang menunduk malu dan takut tengah beradu di dalam dirinya."Bisa-bisanya kamu menuduh adikmu sendiri padahal kamulah penyebabnya. Satu kata untukmu, Daiva. Hina! Pengkhianatan yang kamu lakukan pada Cheryl, penodaan yang kamu buat pada Dara akan mendapatkan karma yang besar pada diri kamu!"Seolah kamu akan terus dilindungi karena kepolosan Dara. Juga Cheryl yang terlalu mencintai kamu menjadikan kamu manusia sombong di muka bumi ini."Mama memang tidak akan membatalkan pernikahan ini karena kesalahan bukan ada di keluarga itu. Melainkan dari kamu yang dengan teganya menggauli Dara setiap hari, mengkhianati cintanya Cheryl."Melawati tengah naik pitam. Matanya terus menyorot bak elang yang siap menghantam mangsanya.Sementara Daiva tertunduk. Tak berucap apa-apa. Tertangkap basah oleh mamanya sendiri. Ingin rasanya Daiva bertanya pada mamanya kenapa dia ada

    Last Updated : 2024-07-01
  • Membawa Kabur Benih Sang Majikan   Bab 9: Sejak Kapan Mencintai Dara?

    Satu minggu berlalu.Dara yang kini memilih untuk pergi jauh dari keluarga Adicandra benar-benar pergi. Hilangnya Dara dengan membawa calon bayi keturunan Adicandra meninggalkan kekhawatiran dari pihak Melawati, Adicandra dan Daffa.Sedangkan Daiva. Sampai saat ini dia seperti pria asing di dalam keluarga itu. Ingin rasanya pernikahan itu segera terlaksana. Agar Daiva segera pergi dari rumah itu.Di rumah kontrakan.Tempat di mana Dara memilih menetap di sana dengan bermodalkan uang pemberian Daiva. Belum mendapatkan pekerjaan karena memang Dara belum mencari pekerjaan yang layak untuk ibu hamil.Kini, usia kandungannya sudah memasuki delapan minggu. Setelah kabur dari Daffa, Dara memeriksa kandungannya di sebuah klinik yang ada di sana."Mas Daffa mungkin sudah membaca suratku. Tentang perasaanku yang sampai saat ini masih saja mencintainya." Dara berucap sendiri.Di dalam kamar yang lumayan luas itu, Dara termenung sendiri. Rasa lega bisa keluar dari rumah itu, juga bisa tidur denga

    Last Updated : 2024-07-11

Latest chapter

  • Membawa Kabur Benih Sang Majikan   Tamat

    Tujuh bulan kemudian.Julies tengah berjuang melahirkan seorang bayi yang masih berusaha mencari jalan keluar di bawah sana. Kini, mereka sudah berada di rumah sakit. Pun dengan Dara dan Daffa.Ingin melihat proses lahiran anak pertama Julies dan Fahri yang sudah menginjak usia sembilan itu. Dan mereka semua belum ada yang tahu, jika Julies sudah mengandung tiga bulan saat menikah dulu.Mereka hanya mengira jika Julies melahirkan secara prematur. Padahal, memang sudah memasuki bulan sembilan. Baik Julies maupun Fahri tak ada yang peduli. Mereka juga tidak memberi tahu jika Julies hamil sebelum menikah."Prematur, tapi bisa melahirkan secara normal, yaa." Daffa menggaruk belakang kepalanya. la bingung, karena Julies bisa melahirkan secara normal."Ngapain dibuat bingung sih, Mas. Syukur-syukur bayi dan ibunya sehat. Nggak usah aneh-aneh deh!" Dara kesal pada suaminya itu karena terus mengomentari Julies yang sedang berjuang melahirkan anak pertamanya di ruangan sana.Kemudian, pria itu

  • Membawa Kabur Benih Sang Majikan   Jangan Suudzon Dulu

    Prissa lantas menoleh cepat ke arah Daffa. "Maksud kamu apa, Daffa? Kenapa kamu ngomong kayak gitu? Aku hamil lho, Daff." Suara perempuan itu nyaris tenggelam karena menahan tangisnya.Julies menoleh padanya. "Sabar, yaa. Daffa emang gitu orangnya. Kita sama-sama korban ular jahat Daffa. Aku juga pernah hamil anaknya dia. Tapi, gak tanggung jawab tuh. Orangnya malah hamilin anak orang."Julies menepuk-nepuk bahu Prissa."Yaa gak bisa gitu dong, Juls. Masa gue harus rawat anak gue sendiri?" Prissa mulai kelabakan. Harinya tak tenang kala mendengar penolakan dari Daffa."Gue gak mau nikah sama elo, Prissa. Sampai itu anak brojol pun gue gak akan mau nikah sama elo!" pekik Daffa. Pria itu sudah mulai emosi.Hatinyä dikabut kemarahan yang tak bisa ia tahan lagi. Daffa yang super emosian itu lantas menggertak Prissa. Sehingga membuat perempuan itu menatap tajam ke arahnya."Berani berbuat, gak berani tanggung jawab!" sengal Prissa dengan suara menekan."Terserah elo! Terserah, mau ngomong

  • Membawa Kabur Benih Sang Majikan   Wajahnya Mirip Daiva

    Julies tertawa melihat adegan luar biasa itu. Saling memaki dan saling berteriak. Membuatnya tak bisa untuk berhenti tertawa."Fahri, Fahri. Lucu banget sih, kamu." Julies geleng-geleng kepala. sembari mengikuti langkah Fahri menuju ruangan USG.Tak lama setelahnya, Daffa dan Dara pun tiba di sana. Menghampiri Fahri dan Julies yang sedang melihat Prissa. Perempuan itu tidak bisa ke mana-mana karena diserbu oleh empat orang.Ditambah Dokter Ami yang mulai memeriksa kandungannya. Semakin tak bisa ke mana-mana. Hanya bisa pasrah kala Dokter Ami sudah mengolesi gel di atas perutnya."Hasil USG itu akurat "kan, Dok?" tanya Fahri pada Dokter Ami."Hampir seratus persen akurat. Kita lihat dulu ya, janinnya." Dokter Ami mulai memeriksa kandungan Prissa.Ditatapnya layar monitor tersebut. Yang hanya Dokter Ami yang tahu, maksud dari gambar yang ada di sana. Mereka hanya tahu jika janin itu memang benar-benar ada di sana."Berarti bener ya, Dok. Di perutnya ada bayinya," kata Julies sambil mena

  • Membawa Kabur Benih Sang Majikan   Ambil saja Anaknya

    Prissa yang memang sedang ingin meminta pertanggungjawaban kepada Daffa pun telah menyiapkan segalanya.Memberikan alat tes kehamilan itu kepada Dara. Agar perempuan itu tahu, jika Prissa benar-benar hamil anaknya Daffa."Ada USG-nya?" tanya Dara kembali.Daffa menoleh dengan cepat ke arah Dara. Pun dengan Prissa. la terlihat gelagapan kala Dara meminta hasil USG-nya."Waktu saya periksa kehamilan dulu, sekalian USG. Karena pengen lihat perkembangan anak saya di dalam sini." Dara menunjuk perutnya yang buncit itu.Daffa tersenyum miring mendengar ucapan Dara. "Tumben, pinter. Dapat ngajarin siapa sih?" Daffa malah mencubit hidung Dara."Dari Mbak Julies. Waktu dia hamil juga katanya di-USG. Kenapa Mbak Prissa nggak USG? Emangnya, Mbak gak mau lihat calon bayi Mbak?" tanya Dara kepada perempuan yang ingin merebut suaminya itu.Tak lama kemudian, Fahri dan Julies tiba dir rumah tersebut. Kemudian Julies menghampiri Dara. Lalu, mengulas senyumnya."Gimana-gimana? Prissa beneran hamil? An

  • Membawa Kabur Benih Sang Majikan   Panggilan dari Calon Istri Daffa

    Waktu sudah menunjuk angka lima sore. Dara pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. la melihat Daffa tengah meringkuk di atas tempat tidur. Namun, Dara hiraukan. Tetap melangkahkan kakinya menuju kamar mandi.Ting!Notifikasi pesan masuk pada ponsel Daffa. Dengan malas, pria itu membuka pesan tersebut. Matanya memicing, melihat pesan masuk tersebut.Sebab, pesan masuk itu dari Prissa. Akan datang ke rumahnya untuk meminta pertanggungjawaban. Daffa memijat keningnya. Kemudian, menghubungi Fahri."Si Prissa udah mulai berulah, Ri. Dia mau ke sini. Minta tanggung jawab gue," kata Daffa setelah pria itu menerima panggilannya.Terdengar helaan napas di seberang sana. "Si Dara masih marah ke elo?" tanya Fahri."Ya. Bahkan lebih parah sejak menerima panggilan dari Prissa. Dia bener-bener nggak mau maafin gue. Malah, minta gue buat nikahin tuh orang."Katanya, gue aja tanggung jawab atas dia yang hamil bukan anak gue. Kenapa gue nggak mau tanggung jawab atas kehamilan Prissa yang jelas-j

  • Membawa Kabur Benih Sang Majikan   Kenapa Bodoh Sekali!

    "Apa yang harus aku lakukan, supaya kamu mau memaafkan kesalahanku, Dara? Apa yang bisa buat kamu memaafkan aku agar kamu bisa menerima semua perbuatan gila itu."Daffa kembali bersuara. Akan terus mengejar permintaan maaf dari Dara. Bahkan, ia rela melakukan apa saja, agar mau memaafkannya.Dara menoleh ke arah Daffa. "Tidak perlu. Mas Daffa tidak perlu melakukan apa pun. Semuanya sudah terjadi. Apa yang harus dilakukan?"Daffa bergeming. la hanya bisa menatap Dara dengan sayu. Hatinya teriris kala mendengar ucapan Dara. Terdengar sangat kecewa padanya."Jangan lengah, Daff. Si Prissa emang masih suka sama elo. Akan mencari cara agar bisa dapetin elo lagi. Sekarang, jangan pernah bertemu dengan dia sekali pun. Jauhi dia, jangan sampai elo ketemu lagi sama tuh orang."Ucapan Fahri membuat Daffa mengangguk dengan pelan. "Iya, Ri. Dari awal juga gue gak pernah mau ketemu sama dia lagi. Tapi, dia sendiri yang datang dan deketin gue."Fahri mengangguk. Lalu, menoleh ke arah Dara. "Kamu ja

  • Membawa Kabur Benih Sang Majikan   Kamu Berbeda, Dara

    "Tuh, kan. Apa kata gue juga. Dara punya penyakit shock. Denger berita yang bikin dia kaget, pasti langsung pingsan," kata Fahri sembari mengikuti Daffa yang tengah menggendong Dara. Yang akan membawanya ke rumah sakit."Jangan banyak omong. Bawa mobil. Ke rumah sakit sekarang juga?" titah Daffa kepada Fahri.Kemudian pria itu melajukan mobilnya menuju rumah sakit. Untuk memeriksa kondisi Dara yang tiba-tiba tak sadarkan diri.Setibanya di rumah sakit, Dara langsung dibawa ke ruang IGD, untuk melakukan pemeriksaan."Kenapa lagi istrinya, Daffa?" tanya Dokter Ami sembari memeriksa kondisi Dara."Jatuh pingsan, Dok. Tiba-tiba, karena dengar kabar yang tidak mengenakkan" ucap Fahri memberi tahu.Dokter Ami menghela napasnya. "Kenapa selalu mendengar kabar yang tidak mengenakkan? Jangan pernah beri kabar tersebut, karena Dara memiliki sifat cenderung mudah terkejut."Saya rasa, ini ada kaitannya dengan pengalaman dia di masa lalu. Mungkin saat Dara tengah melamun, atau sedang memikirkan s

  • Membawa Kabur Benih Sang Majikan   Bab 83: Pingsan

    "Dara ke mana sih? Kenapa nggak temenin Mama di sini?" tanya Daffa setelah menyadari jika istrinya tidak ada di sana."Mau mandi dulu katanya," jawab Melawati."Oh. Tadi olahraga dulu sih dia. Kemudian, Daffa menoleh kembali pada Melawati. "Mama ke sini mau ngomongin itu doang?"Melawati mengangguk. "Mama mau ke Amerika. Jenguk Daiva, sama Papa juga. Kamu dan Dara mau ikut juga, nggak? Sekalian babymoon.""Udah gede kandungannya, Ma. Harusnya bulan lalu. Dara gak bakalan mau pergi jauh-jauh. Terlalu cinta dengan Indonesia."Mama sama Papa aja yang pergi. Titip salam aja buat Daiva. Sekalian tanyakan, udah dapat jodoh lagi atau belum."Melawati memutar bola matanya dengan pelan. "Ya sudah kalau begitu. Mama dan Papa saja yang ke sana. Mau kasih kejutan."Melawati pun pamit pergi dari rumah anaknya.Lalu, Dara yang baru selesai mandi itu pun keluar sambil mengeringkan rambutnya menggunakan handuk. "Lho. Mamanya ke mana, Mas?" tan

  • Membawa Kabur Benih Sang Majikan   Bab 82: Punyamu juga Kecil

    Fahri hanya mengulas senyumnya. Kemudian menggaruk hidungnya. "Mungkin gitu, Daff. Si Dara punya penyakit shock. Kayaknya itu penyakit lebih parah dari jantung deh."Bisa bikin pingsan orang dengan tiba-tiba. Sedangkan jantung.... biasanya bengek dulu Baru pingsan. Kalau shock, langsung pingsan saat itu juga.Daffa menoleh dan menatap Fahri dengan tajam. "Elo jangan nakut-nakutin gue dong! Kasih solusi yang bener. Jangan malah bikin makin runyam ini masalah."Fahri mengusap belakang kepalanya. "Hal gak guna, dan bikin gue selalu ikut campur dalam urusan elo. Bahkan, merelakan waktu gue buat kencan sama Julies. Gak seru kalau nggak bisa menemukan titik terangnya."Daffa mengangguk. "Bukan elo doang yang waktunya terbuang sia-sia. Gue juga.""Yang bikin masalah elo, Daffa. Wajar, kalau elo membuang waktu elo untuk ngurusin kayak beginian. Emang paling demen nyari penyakit elo tuh, yaa."Daffa menghela napasnya dengan panjang. Lalu, memijat ken

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status