Share

Bab 7: Kabur

Penulis: Nhaya_97
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-01 10:33:14

Dara kembali menunduk. Sudah waktunya dia harus pergi saat ini juga.

"Saya pamit ke toilet sebentar, yaa. Pengen pipis."

Daffa mengizinkannya tanpa banyak bertanya. Hal itu memang sering Dara lakukan jika sedang keluar bersamanya.

Dara berlari jauh dari taman itu hingga sampai di depan jalan raya. Ia menghentikan taksi dan mobil itu melaju dengan cepat menuruti perintah Dara.

'Maafkan aku, Mas. Maafkan aku. Aku mencintaimu. Tapi, kamu tidak pernah melihat itu. Juga, karena aku hanya wanita kotor yang tidak punya tahu malu.'

Dara berlinang air mata. Sedih memang, harus pergi tanpa jejak dan tanpa izin terlebih dahulu. Tapi, hanya itu yang bisa ia lakukan untuk menghindari pernikahan yang sama sekali tidak diinginkan Daffa.

Sudah hampir satu jam lamanya. Daffa baru sadar jika Dara sudah lama sekali tidak kembali.

"Ke mana Dara? Kenapa sudah hampir satu jam ini dia tidak kembali? Nyasar? Benarkah?"

Daffa lantas menggeleng-geleng. "Masa iyaa sih. Hhhh." Daffa bangkit dari duduknya. Menyusul Dara yang juga belum kembali.

Setibanya di toilet. Dengan langkah terpaksa, Daffa memasuki toilet khusus wanita. Khawatir Dara dalam keadaan tidak baik-baik saja di dalam sana.

Namun, hingga ketukan di pintu terakhir tak ada suara Dara ataupun yang menyahut bahwa itu adalah dia.

Daffa panik. Ke mana perginya perempuan itu. Walaupun orang tuanya tidak akan menanyakan Dara padanya, tetap saja rasa khawatir tetap ada.

"Ke mana kamu, Dara? Kenapa kamu melarikan diri jika memang kabur dariku." Daffa menjambak rambutnya.

Setelahnya, ia bergegas pergi meninggalkan tempat itu. Berharap ia menemukan Dara selagi pulang ke rumahnya.

"Mama memang tidak akan menanyakan Dara padaku. Tapi, aku tidak tahu alasan dia kabur dariku itu kenapa." Daffa berbicara sendiri selama perjalanan menuju pulang.

Tiba di rumah.

"Nyonya ... Nyonyaa!" teriak Biah sambil membawa sebuah amplop putih persegi panjang.

Melawati yang baru sampai lima menit sebelum Daffa lantas menoleh pada Biah yang berteriak memanggilnya.

"Ada apa Biah? Kenapa muka Biah tampak panik seperti itu?" tanya Melawati sedikit panik dengan ekspresi wajah Biah.

Perempuan itu mengatur napasnya terlebih dahulu. Lalu setelahnya, ia memberikan amplop itu pada Melawati.

"Dara kabur, Bu. Dara pergi dari rumah ini dengan menitipkan surat ini di dalam kamarnya," ucap Biah memberi tahu.

"Apaaa?!" Melawati membolakan matanya. Setelah itu, membuka amplop berisi surat yang dibuat Dara yang memang tertuju untuk Melewati.

Isi surat Dara.

'Ibu Melawati yang saya hormati. Maafkan saya karena harus pergi tanpa izin terlebih dahulu. Bukan ingin saya pergi begitu saja setelah semua perlakuan baik dari Ibu dan Mas Daffa saya terima.

'Saya pergi karena tidak ingin ada yang terluka. Mas Daffa, saya tidak pantas menikah dengan dia karena ini semua bukan salahnya.

'Maafkan saya karena sudah berbohong jika orang yang sudah menodai saya itu Mas Daffa. Jangan salahkan dia lagi, Bu. Mas Daffa tidak salah.

'Tuan Daiva lah yang sudah menodai saya. Dan perlu Ibu ketahui, dia selalu melakukan itu setiap malam pada saya. Hanya dua hari ini saja dia tidak pernah melakukannya.

'Dan itu membuat saya bisa tidur nyenyak tanpa harus menangis terlebih dahulu karena menahan sakit yang disebabkan oleh perlakuan gila Tuan Daiva.

'Sekali lagi saya minta maaf. Selamat tinggal. Dan semoga pernikahan Tuan Daiva lancar. Saya tidak akan meminta pertanggungjawaban pada siapa pun. Apalagi kepada Mas Daffa.'

Tangan Melawati bergetar saat membaca surat yang dengan terang-terangan Dara mengungkapkan siapa pelaku pemerkosaan yang dilakukan terhadapnya.

Air mata Melawati pun jatuh tanpa diminta. Sedih mendengar penuturan singkat jelas padat Dara.

Kemudian Biah memberikan alat tes kehamilan di atas nakas yang mungkin Dara lupa membuangnya.

"Dara hamil, Nyonya. Dara pergi mungkin karena tidak ingin merusak pernikahan Tuan Daiva," tutur Biah kemudian menundukkan kepalanya.

Daffa mengambil surat yang masih berada di tangan mamanya. Sementara Melawati, mengambil alat tes kehamilan itu. Kembali menitikan air mata setelah melihat dengan jelas dua garis tercetak di sana.

'Jadi, dia memang sudah berniat pergi dari rumah ini. Dan, dia juga tidak mau menikah denganku karena aku bukanlah pelakukanya,' ucap Daffa dalam hati.

Melewati duduk dengan lemas di atas sofa. Tangannya menutup mulutnya dengan air mata yang terus menetes.

"Daffa. Jangan biarkan Daiva bahagia di atas penderitaan Dara. Gara-gara dia, gadis polos itu harus menanggung akibatnya. Mama membencinya bukan hanya karena dia sudah menodai Dara. Tapi juga sudah fitnah kamu."

Kini, terbongkar sudah siapa yang sudah menodai Dara. Bukan Daffa, melainkan Daiva. Pria yang akan menikah bulan depan namun tidak merasa puas dengan apa yang dia miliki.

"Ma. Kita harus cari Dara ke mana? Dia lagi hamil. Lagi hamil calon cucu Mama. Apa Mama mau membiarkan Dara merawat bayi itu sendirian, sedangkan keluarga dari ayahnya adalah keluarga berada?"

Melawati menoleh lemas ke arah Daffa. "Kita akan mencari Dara sama-sama. Mama akan menyewa beberapa mata-mata untuk menemui Dara secepatnya."

"Lalu, pernikahan Daiva dan Cheryl bagaimana?" tanya Daffa kembali.

"Memangnya kamu mau ... buat jantung papa kamu kambuh? Apa yang akan mereka lakukan saat tahu jika Daiva sudah menghamili perempuan lain?"

Daffa memijat keningnya. Keadaan seperti ini tidak pernah mereka inginkan. Tapi, Daiva malah merusak semuanya. Daiva menghancurkan semuanya. Dia yang memilih Cheryl untuk dijadikannya istri, tapi dia juga yang sudah mengkhianatinya.

Dengan langkah santai dan seperti orang tidak punya dosa, Daiva berjalan menghampiri Melawati dan Daffa. Keningnya mengkerut saat melihat wajah mamanya merah.

"Mama nangis? Kenapa, Ma?" tanya Daiva sambil mengusap bahu mamanya.

Baik Daffa maupun Melawati, tidak ada yang menjawab pertanyaan Daiva. Manusia iblis itu patut dimusuhi oleh keluarganya sekalipun.

"Aku ke kamar dulu, Ma." Daffa pamit. Tanpa menoleh pada Daiva, pria itu berjalan lurus menuju kamarnya.

Surat dan alat tes kehamilan dibawa Daffa. Sudah mendapat persetujuan dari sang mama. Seperti akan membuat jebakan untuk Daiva suatu saat nanti.

"Ma. Mama kenapa nangis? Jantung Papa kambuh lagi?" tanya Daiva yang masih ingin tahu kenapa mamanya menangis.

Melawati masih bergeming. Menatap wajah anak sulungnya itu pun tak mau. Malas, benci juga tak percaya jika sekotor itu anaknya.

"Ya udah, kalau Mama nggak mau cerita. Aku mau ke kamar dulu kalau begitu," kata Daiva sambil bangun dari duduknya.

Matanya mengedar. Tengah mencari keberadaan Dara namun tidak ada di sana. Kemudian tersenyum miring karena ia yakin, jika perempuan itu sudah masuk ke dalam kamarnya.

'Tunggu aku di kamarmu, gadis manis. Aku merindukanmu setelah dua hari ini tidak menyentuhmu,' ucapnya dalam hati sambil berjalan menuju kamar.

Sambil bersiul, bahagia karena punya cadangan jika ia merasa bosan dengan permainan Cheryl. Daiva masih tidak tahu jika perempuan itu sudah tidak ada di sana.

Melawati menatap nanar ke arah kamar Daiva. Ingin membuktikan sendiri jika memang Daiva lah yang sudah memperkosa Dara.

"Aku tahu apa yang harus aku lakukan untuk membuat anak itu malu sampai ubun-ubun." Melawati tersenyum miring. Lalu masuk menuju kamarnya. Siap-siap untuk menjebak Daiva agar dia mau mengakui kesalahannya.

Sementara di dalam kamar Daiva. Pria itu bersiul dengan riangnya setelah selesai membersihkan diri.

Teleponnya berdering, panggilan dari Cheryl. Dengan malas, pria itu menerima panggilan tersebut.

"Kenapa, Sayang? Aku baru selesai mandi. Kangen, heum?" tanya Daiva.

"Heeumm. Papa bilang padaku, jangan dulu temui kamu sebelum acara pernikahan tiba. Bagaimana bisa aku tidak bisa melihatmu setiap hari?"

Daiva lantas tertawa pelan. "Sabar dong, Sayang. Hanya tiga minggu kok. Supaya kamu bisa merasakan rindu. Sama seperti yang aku lakukan saat kamu pergi ke luar negeri selama dua bulan lamanya."

"Hhhh. Memangnya kamu saja yang merindukanku? Aku juga, Daiva!"

"Oke, oke. Aku mau makan malam dulu, yaa. Setelah itu, tidur. hari ini aku lelah sekali."

"Baiklah."

Daiva menutup panggilan tersebut.

"Akhirnya, aku tidak perlu pulang larut malam lagi hanya karena bertemu dengan Cheryl. Dan ... bisa berlama-lama dengan Dara di sini."

Daiva tersenyum menyeringai. Lalu keluar dari kamarnya untuk segera menghampiri Dara yang sudah berada di dalam kamarnya, pikirnya.

Klek!

"Kenapa lampu kamarmu tidak kau nyalakan, Dara? Apa kau sudah menungguku, karena merindukan permainan gilaku itu, hem?"

Lampu pun dinyalakan Daiva. Matanya terbelalak bukan main saat melihat seseorang tengah duduk, menatap tajam sambil melipat tangan di dadanya.

Bab terkait

  • Membawa Kabur Benih Sang Majikan   Bab 8: Aku Pasti akan Membawanya

    Plak!!Sebuah tamparan keras melayang sempurna di pipi Daiva. Mata itu menatap tajam penuh dengan kebencian. Pun dengan Daiva. Yang menunduk malu dan takut tengah beradu di dalam dirinya."Bisa-bisanya kamu menuduh adikmu sendiri padahal kamulah penyebabnya. Satu kata untukmu, Daiva. Hina! Pengkhianatan yang kamu lakukan pada Cheryl, penodaan yang kamu buat pada Dara akan mendapatkan karma yang besar pada diri kamu!"Seolah kamu akan terus dilindungi karena kepolosan Dara. Juga Cheryl yang terlalu mencintai kamu menjadikan kamu manusia sombong di muka bumi ini."Mama memang tidak akan membatalkan pernikahan ini karena kesalahan bukan ada di keluarga itu. Melainkan dari kamu yang dengan teganya menggauli Dara setiap hari, mengkhianati cintanya Cheryl."Melawati tengah naik pitam. Matanya terus menyorot bak elang yang siap menghantam mangsanya.Sementara Daiva tertunduk. Tak berucap apa-apa. Tertangkap basah oleh mamanya sendiri. Ingin rasanya Daiva bertanya pada mamanya kenapa dia ada

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-01
  • Membawa Kabur Benih Sang Majikan   Bab 9: Sejak Kapan Mencintai Dara?

    Satu minggu berlalu.Dara yang kini memilih untuk pergi jauh dari keluarga Adicandra benar-benar pergi. Hilangnya Dara dengan membawa calon bayi keturunan Adicandra meninggalkan kekhawatiran dari pihak Melawati, Adicandra dan Daffa.Sedangkan Daiva. Sampai saat ini dia seperti pria asing di dalam keluarga itu. Ingin rasanya pernikahan itu segera terlaksana. Agar Daiva segera pergi dari rumah itu.Di rumah kontrakan.Tempat di mana Dara memilih menetap di sana dengan bermodalkan uang pemberian Daiva. Belum mendapatkan pekerjaan karena memang Dara belum mencari pekerjaan yang layak untuk ibu hamil.Kini, usia kandungannya sudah memasuki delapan minggu. Setelah kabur dari Daffa, Dara memeriksa kandungannya di sebuah klinik yang ada di sana."Mas Daffa mungkin sudah membaca suratku. Tentang perasaanku yang sampai saat ini masih saja mencintainya." Dara berucap sendiri.Di dalam kamar yang lumayan luas itu, Dara termenung sendiri. Rasa lega bisa keluar dari rumah itu, juga bisa tidur denga

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-11
  • Membawa Kabur Benih Sang Majikan   Bab 10: Penyesalan Melawati

    Dafa menggeleng pelan. "Nasib manusia beda-beda, Ma. Lagi pula, sudah tidak suci atau masih suci bukan patokan kebahagiaan rumah tangga seseorang."Dara juga tidak mau nasibnya seperti itu. Tidak ada yang bisa menyalahkan dia. Bukan ingin dia jadi korban pelecehan. Nasib ketidakberuntungan Dara harusnya aku yang tolong."Gadis seperti Dara tidak pantas disakiti. Aku pura-pura cuek dan tidak pernah menunjukkan kalau aku mencintainya karena menghindari kesalahpahaman."Penuturan panjang lebar Daffa membuat hati Melawati yang mendengarnya terenyuh. Seorang Daffa, anak bungsunya yang jarang berbicara itu kini mengeluarkan semua perasaan yang dia pendam sendiri."Mencintai Dara bukan suatu kesalahan, Ma. Siapa pun yang bilang aku tidak pantas memiliki Dara, adalah orang yang tidak pernah merasakan jatuh cinta dengan tulus," ucap Daffa kembali.Melawati mengangguk paham. "Iya, Nak. Mama paham. Kini, tugas kita hanya mencari keberadaan Dara. Anak itu terlalu polos jika tinggal sendirian. Ban

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-11
  • Membawa Kabur Benih Sang Majikan   Bab 11: Menemukan Pria Baik

    Sampai di depan gerobak nasi goreng. Fahri mempersilakan Dara duduk terlebih dahulu. Biarkan dia yang memesan nasi goreng untuk perempuan itu.“Dibungkus aja, yaa. Sudah malam. Udara dingin malam hari tidak baik untuk kesehatan ibu hamil,” kata Fahri.Saat itu Dara hanya mengangguk. Menatap punggung Fahri yang sedang memesan nasi goreng, dua porsi. Untuknya dan untuk Dara.‘Apakah ini yang dinamakan setelah badai, pasti akan ada pelangi hadir? Saat aku sedang terpuruk dan frustasi akan kehadiran bayi ini, aku menemukan pria yang baik. Yang mau menolongku dengan tulus.‘Belum tentu. Aku tidak boleh lengah dan percaya begitu saja pada orang yang baru aku kenal ini. Walaupun aku sudah kenal pada orang tuanya seminggu yang lalu. Mas Fahri memang terlihat baik. Tapi, aku tidak boleh terpancing oleh sikapnya.‘Bisa saja dia baik hanya karena sedang membutuhkan orang untuk bekerja di cafe-nya. Tidak lebih dari itu. Sama seperti Mas Daffa. Yang ingin menikahiku hanya karena tidak mau anak dar

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-11
  • Membawa Kabur Benih Sang Majikan   Bab 12: Selalu Teringat Daffa

    “Oh. Saya ngontrak di kontrakan ayahnya, Mas. Terus, minta tolong carikan lowongan kerja untuk saya pada Pak Sugi,” jelas Dara.Ifan mengangguk paham. “Sudah lama, ngontrak di sana?”“Baru seminggu, Mas. Mas namanya siapa? Kita belum kenalan.”“Ifan. Adiknya Kak Fahri.”Dara sempat terkejut hingga membuka mulutnya. Lalu, kembali ditutup sambil mengulas senyumnya.“Kirain siapa. Tahunya adiknya Mas Fahri toh. Nggak kuliah kayak Mas Fahri, Mas?”Ifan menggeleng. “Aku lebih senang kerja daripada kuliah. Sudah lelah. Ingin kerja saja. Kak Fahri diajak temannya lanjut kuliah sampai S-3. Dia juga pemilik cafe ini.”Dara mengangguk. “Iya, Mas. Saya sudah tahu. Semalam Mas Fahri kasih tahu saya.”“Okay. Udah tahu … siapa pemilik cafe ini?”Dara menggeleng pelan. “Belum, Mas. Saya hanya tahu kalau dia temannya Mas Fahri.”“Iyaa. Pemilik cafe ini ….” Ifan menghela napasnya dengan panjang. “Ini cafe baru buka sekitar dua bulanan yang lalu. Dibangun karena dia ingin punya usaha sendiri setelah kel

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-12
  • Membawa Kabur Benih Sang Majikan   Bab 13: Untuk apa Malu?

    Dara lantas berbalik badan setelah melihat Daffa berada di sana. Benar-benar pria itu yang sedang duduk berbincang dengan Fahri.Sekaligus pemilik cafe tempat ia bekerja kini. Dara memberikan nampan itu pada Riska yang kebetulan sedang lewat."Mbak. Saya kebelet. Tolong antarkan ini ke pemilik cafe itu, yaa." Dara menunjuk Daffa yang sedang termenung itu.Matanya mendadak sayu. Melihat Daffa yang tampak lesu dan tak ada semangat gairah dalam hidupnya.'Ada apa dengan Mas Daffa? Kenapa mukanya murung seperti itu? Apa dia lagi ada masalah?' ucapnya dalam hati.Kemudian Riska mengambil nampan yang masih dipegang Dara. "Katanya kebelet. Kok malah mantengin cogan itu?"Dara menoleh dengan pelan ke arah Riska. "Oh, iyaa. Maaf, Mbak."Dara pun segera masuk ke dapur, menghindari Daffa yang khawatir melihatnya. Lalu ia mengatur napasnya karena capek berlari dari luar hingga ke dalam.Kemudian masuk ke dalam toilet agar Riska tidak curiga padanya. Walaupun di sana hanya membasuh wajah saja.Di

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-12
  • Membawa Kabur Benih Sang Majikan   Bab 14: Daffa akan Merawatnya

    Fahri mengendikan bahunya. "Elo ... nggak ikutan nanam benih di sana, kan?"Daffa menggeleng. "Nyentuh dia aja nggak pernah. Paling mentok pegang tangan dia doang. Gak ada lagi. Kasihan.""Tapi, sama Julies doyan. Kayak kucing dikasih ikan asing. Langsung disambar."Daffa mengibaskan tangan pada Fahri. "Gue lagi nggak mau bahas masa lalu, Fahri! Gue lagi menata hidup gue agar lebih baik. Gue mau menikah sama Dara. Jangan bahas masa lalu gue lagi."Fahri mengangguk-anggukkan kepalanya. "Okay. Kita fokus menuju kontrakan aja. Lima menit lagi sampai."Daffa tak menjawab. Fokus menatap ke depan. Berharap Dara ada di sana sedang jalan kaki atau naik ojek.Tiba di kontrakan.Pintu kontrakan itu tertutup rapat. Karena Fahri tak ingin membuat Dara curiga ia membawa Daffa, lantas pria itu mengetuk pintu sendirian.Sedangkan Daffa, menunggu di dalam mobil. Berharap Dara mau membuka pintu dan menghampiri Fahri. Kemudian pulang bersamanya. Menemui Melawati yang hampir setiap hari menangisi keperg

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-13
  • Membawa Kabur Benih Sang Majikan   Bab 15: Susah Menyakinkan Dara

    Satu jam kemudian.Dara membuka matanya secara perlahan. Mengedarkan matanya ke seluruh penjara ruangan di dalam sana."Aaahhh ...." Dara meringis pelan sambil memegang perutnya."Di mana ini? Rumah sakit kah? Aku kenapa, yaa?" Dara bertanya-tanya.Dara menoleh ke arah samping. Melihat Daffa ada di sana.'Apakah Mas Daffa yang sudah membawaku ke sini? Aku kenapa, yaa?' ucapnya kembali. Tapi kini, ia berucap dalam hati."Mas!" Dara membangunkan Daffa yang tertidur di atas bangsal, di sampingnya.Kemudian pria itu sedikit terkejut lalu segera mengucek matanya. Menatap Dara yang sudah terbangun."Dara. Syukurlah kamu sudah siuman," kata Daffa sembari memegang tangan perempuan itu.Sementara Dara hanya menunduk malu. Kepergiaannya tidak membuahkan hasil. Ditemukan lagi oleh Daffa yang ternyata terus mencarinya setiap hari.“Kenapa Mas Daffa mencari saya? Biarkan saya sendiri mengurus bayi ini, Mas. Terima kasih sudah mengantar saya ke rumah sakit. Sekarang Mas Daffa boleh pulang,” ucapnya

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-13

Bab terbaru

  • Membawa Kabur Benih Sang Majikan   Bab 83: Pingsan

    "Dara ke mana sih? Kenapa nggak temenin Mama di sini?" tanya Daffa setelah menyadari jika istrinya tidak ada di sana."Mau mandi dulu katanya," jawab Melawati."Oh. Tadi olahraga dulu sih dia. Kemudian, Daffa menoleh kembali pada Melawati. "Mama ke sini mau ngomongin itu doang?"Melawati mengangguk. "Mama mau ke Amerika. Jenguk Daiva, sama Papa juga. Kamu dan Dara mau ikut juga, nggak? Sekalian babymoon.""Udah gede kandungannya, Ma. Harusnya bulan lalu. Dara gak bakalan mau pergi jauh-jauh. Terlalu cinta dengan Indonesia."Mama sama Papa aja yang pergi. Titip salam aja buat Daiva. Sekalian tanyakan, udah dapat jodoh lagi atau belum."Melawati memutar bola matanya dengan pelan. "Ya sudah kalau begitu. Mama dan Papa saja yang ke sana. Mau kasih kejutan."Melawati pun pamit pergi dari rumah anaknya.Lalu, Dara yang baru selesai mandi itu pun keluar sambil mengeringkan rambutnya menggunakan handuk. "Lho. Mamanya ke mana, Mas?" tan

  • Membawa Kabur Benih Sang Majikan   Bab 82: Punyamu juga Kecil

    Fahri hanya mengulas senyumnya. Kemudian menggaruk hidungnya. "Mungkin gitu, Daff. Si Dara punya penyakit shock. Kayaknya itu penyakit lebih parah dari jantung deh."Bisa bikin pingsan orang dengan tiba-tiba. Sedangkan jantung.... biasanya bengek dulu Baru pingsan. Kalau shock, langsung pingsan saat itu juga.Daffa menoleh dan menatap Fahri dengan tajam. "Elo jangan nakut-nakutin gue dong! Kasih solusi yang bener. Jangan malah bikin makin runyam ini masalah."Fahri mengusap belakang kepalanya. "Hal gak guna, dan bikin gue selalu ikut campur dalam urusan elo. Bahkan, merelakan waktu gue buat kencan sama Julies. Gak seru kalau nggak bisa menemukan titik terangnya."Daffa mengangguk. "Bukan elo doang yang waktunya terbuang sia-sia. Gue juga.""Yang bikin masalah elo, Daffa. Wajar, kalau elo membuang waktu elo untuk ngurusin kayak beginian. Emang paling demen nyari penyakit elo tuh, yaa."Daffa menghela napasnya dengan panjang. Lalu, memijat ken

  • Membawa Kabur Benih Sang Majikan   Bab 81: Sama-sama Berat

    Pagi harinya, Daffa bergegas pergi menuju cafe. Karena waktu sudah menunjuk angka sepuluh pagi."Sayang, aku berangkat sekarang, yaa!" ucapnya sambil melambaikan tangannya pada Dara"Iya, Mas. Hati-hati.”Daffa mengangguk lalu keluar dari rumah itu. Masuk ke dalam mobilnya lalu melajukan mobil tersebut dengan kecepatan tinggi.Ingin segera sampai ke cafe dan mulai memecahkan misi barunya lagi bersama Fahri. Pesan tersebut sudah membuatnya pusing tujuh keliling. Ditelepon tidak diangkat, bahkan nomornya pun sudah tidak aktif lagi.Tiba di cafe. Daffa segera masuk ke dalam ruang kerjanya yang sudah ditunggu Fahri di dalam sana."Ada apa sih. Daff? Kelihatannya gundah-gulana gitu," tanya Fahri kemudian kembali fokus menatap laptopnya.Pria itu kemudian menutup laptop milik Fahri. "Jangan dulu fokus sama kerjaan, bantu gue dulu ini harus segera diselesaikan.""Kenapa lagi sih lo, Daff? Perasaan, tiap hari bikin masalah mulu,"

  • Membawa Kabur Benih Sang Majikan   Bab 80: Love You More

    Hingga lima belas menit kemudian. Daffa mengakhiri permainan itu Sesuatu yang hangat menyembur di bawah sana. Sangat terasa kala Dara rasakan.Daffa mengejang, kemudian menjatuhkan tubuhnya di samping Dara. Sambil mengatur napasnya yang tersengal.Pun dengan Dara. Dadanya naik turun, tengah mengatur napasnya agar kembali normal.Lalu, menoleh ke arah Daffa. "Mas?" panggilnya kemudian.Daffa menoleh. "Heeum. Kenapa, Sayang?""Kenapa milik Mas Daffa tiba-tiba on? Langsung berdiri, dan baru kali ini saya melihatnya."Daffa bingung harus jawab apa. Mana mungkin ia menjawab jika ada yang usil sudah memasukkan obat perangsang ke dalam minumannya di acara ulang tahun tadi.Kemudian, Daffa memutar otak untuk mencari alasan yang lebih logis."Tidak perlu ada penetrasi terlebih dulu. Milik pria akan on dengan sendirinya hanya karena melihat lekuk tubuh perempuan. Dan, aku tadi melihat kamu lagi nggak pakai apa-apa."Dan akhirnya,

  • Membawa Kabur Benih Sang Majikan   Bab 79: Jangan Pakai Baju

    Kemudian, pria itu menghempaskan tangan Prissa dengan kasar. "Ngapain sih, ke sini? Masih banyak tempat yang bisa elo kunjungi, Prissa!"Perempuan itu mengulas senyumnya. "Santai aja, Daffa. Kenapa sih, sensi banget. Lagi pula, di sini nggak ada istri kamu. Santai saja, okay?"Daffa pun duduk di kursi yang ada di sana. Pun dengan Fahri, yang ikut duduk di depan Daffa."Apa kabar, Priss? Udah lama banget nggak nongol. Ke mana aja sih?" tanya Fahri basa-basi."Melanglang buana gue, Ri. Nyari pengganti yang lebih dari Daffa. Tapi, belum ketemu."Fahri lantas terkekeh. "Elo sih... sok-sokan selingkuh. Kena batunya kan."Fahri yang tahu tentang masa lalu Daffa dan Prissa, lantas tahu di mana Prissa meninggalkan Daffa karena memilih pria lain."Gak usah dibahas lagi, Ri. Gak penting!" ucapnya kemudian meneguk minuman yang sudah disediakan di sana.Dering ponsel Fahri berbunyi. Panggilan dari Julies. "Gue angkat dulu. Panggilan dari I

  • Membawa Kabur Benih Sang Majikan   Bab 78: Bertemu Masa Lalu

    Dua bulan kemudian.Usia kandungan Dara sudah memasuki tujuh bulan. Semakin membuncit dan tentunya sangat sehat, karena ibu hamil tersebut selalu makan makanan yang bergiziDipasok terus menerus oleh Daffa agar ibu dan bayinya selalu sehat sampai menjelang lahiran nanti. Dua hari yang lalu, Dara dan Daffa telah melakukan acara syukuran tujuh bulan kandungan."Sayang. Nanti malam ada acara ulang tahun termanku. Mau ikut, nggak?" tanya Daffa setelah menyelesaikan acara sarapannya.Dara menggeleng. "Mau antar Mbak Julies belanja, Mas. Sama siapa ke acara ulang tahunnya?""Sendiri. Mungkin sama Fahri juga. Karena teman sekampus dulu yang ulang tahunnya.""Oh. Ya sudah. Kayaknya nggak bisa ikut deh, Mas. Langsung pulang, kalau acaranya sudah selesai.""Baik, Tuan Putri. Kakanda akan langsung pulang setelah acaranya selesai. Ngapain juga lama-lama di sana. Mending kelonin kamu. lya, nggak?"Dara menyunggingkan bibirnya. Lalu, mengamb

  • Membawa Kabur Benih Sang Majikan   Bab 77: Tumbuh dengan Sendirinya

    "Daiva pasti akan segera kembali. Dia hanya ingin mengubah hidupnya agar menjadi lebih baik. Setelah itu, dia akan kembali pada kita. Mama jangan khawatir. Daiva pasti akan kembali."Adicandra menenangkan istrinya, yang sedari tadi terus menangisi kepergian anaknya.Melawati mengangguk dengan pelan. "lya, Papa. Mama pasti akan selalu menunggu kepulangan anak kita. Semoga dia benar-benar berubah dan tidak kembali pada sifatnya yang dulu."Kemudian keempat orang itu berlalu pergi meninggalkan bandara, setelah Daiva sudah terbang menuju Amerika serikat.Tiba di rumah. Dara tampak melamun. Semenjak kepergian Daiva, hatinya sedikit sedih. Entah kenapa dia merasa kehilangan pria yang sudah menanam benih di perutnya itu.Hingga akhirnya Daffa menghampiri Dara yang tengah melamun di ruang tengah. Menatap kosong ke arah televisi yang ia nyalakan."Melamunnya biasa aja, Dara. Daiva pasti akan segera pulang kok. Udah kangen, sama ayahnya anak kamu itu,

  • Membawa Kabur Benih Sang Majikan   Bab 76: Perpisahan

    Satu minggu berlalu.Daiva sudah membaik. Sudah dibolehkan pulang hari ini. Daffa juga Dara ikut menemani Daiva untuk pulang ke rumah orang tuanya.Bukan ke rumah miliki mendiang istrinya. Sebab, semua barang-barang milik Daiva sudah dibawa ke rumah orang tuanya.Rumah itu sudah tidak berpenghuni. Bahkan, akan dijual oleh mamanya Cheryl. Karena kasus Cakrawisnu yang sudah memalsukan dokumen, perusahaannya terancam bangkrut.Anak-anaknya pun tidak ada yang mau meneruskan perusahaan tersebut karena sudah mendapat nilai E dari semua investor yang bekerja sama dengan perusahaan itu."Gue minta maaf karena ulah Cheryl dan orang tuanya, elo sempat ditahan. Sekarang, Wisnu kena getahnya. Semoga dia jera dan mau bertobat," kata Daiva setelah tiba di rumah.Daffa mengangguk. "Ya. Semuanya udah selesai. Gue udah bisa bernapas lega karena keluarga kita udah nggak ada urusan lagi sama mereka."Elo juga udah nggak jadi budak Wisnu dan Cheryl. Semo

  • Membawa Kabur Benih Sang Majikan   Bab 75: Semuanya sudah Selesai

    Daffa mengangguk. Kemudian, memberikan rekaman video yang sudah la ambil kemarin malam. Lalu, Ahmad dengan fokus mendengarkan obrolan mereka berempat di dalam video sana.Pria itu menggeleng-gelengkan kepalanya. "Keterlaluan! Pak Anggi!" teriak Ahmad memanggil salah satu staff kepolisian di sana."Siap, Pak!""Panggil Ari, Wibowo, dan Ilham ke sini!" titah Ahmad kepada Anggi."Baik, Pak!" Anggi keluar untuk memanggil ketiga petugas kepolisian tersebut.Tak lama setelahnya, ketiga orang itu tiba di ruangan Ahmad. Lalu, Ari mengerutkan keningnya. Sebab melihat Fahri dan Daffa ada di sana.Lagi apa mereka di sini? Memangnya, mereka kenal dengan Pak Ahmad, ucap Ari dalam hati."Lihatlah! Apakah kalian mengenal tiga orang itu?" Ahmad memberikan rekaman video itu kepada mereka bertiga.Saat melihatnya, lantas membuat tiga orang itu membolakan matanya dengan sempurna. Kaget bukan main kala melihat rekaman video, berisikan mereka berempat di sana."Bisa jelaskan, kenapa kalian menerima suap u

DMCA.com Protection Status