Share

Membalas Pengkhianatan Mantan Suami
Membalas Pengkhianatan Mantan Suami
Penulis: Penareceh

awal perubahan

KARMA UNTUK MANTAN SUAMIKU

***

"Kamu itu harusnya sadar, Renjana! Kamu udah menikah lima tahun, tapi belum bisa ngasih Hendra seorang anak."

"Bu, aku juga sudah berusaha. Tapi--"

"Halah, emang kamu itu ya apa-apa nggak guna, anak aja kamu nggak bisa ngasih!"

Hatiku seolah disayat, mendengar kalimat yang dikatakan ibu mertua. Ini adalah kali pertama ibu berbicara sangat kasar, setelah lima tahun aku menjadi keluarga di rumah ini.

Aku Arunika Renjana, seorang istri dari Hendra Dinata. Pria yang menjadi seorang bos di perusahaan Aksara.

Namun ini adalah hal yang baru ku alami, ibu memarahiku karena hingga sampai saat ini aku belum bisa memberikan seorang cucu.

"Apa kata Ibu, benar. Kamu itu nggak bisa di andalkan, aku ini udah sabar selama lima tahun, Jana!" celetuk Mas Hendra yang tiba-tiba datang.

"Mas, bukannya kata kamu anak itu bukan alasan agar kita tetap bersabar. Mungkin Allah itu belum ngasih kita kepercayaan."

"Iya, Allah tidak percaya jika kamu menjadi Ibu. Karna untuk merawat suami saja kamu tidak becus," tukas ibu dengan ketus

"Bu--"

"Sudahlah Renjana, aku capek. Setiap hari harus selalu mendengar kalian bertengkar." imbuh Mas Hendra yang langsung berlalu meninggalkanku.

Dada ini begitu sesak, melihat suami yang selama ini bersikap baik dan lemah lembut, kini berubah dan tak ku kenali, apa karena hanya alasan anak dia seperti ini, aku tidak tahu.

Ku lihat ibu, ia duduk dengan wajah masam. Wajah teduhnya selama ini hilang, tak ku dapati lagi. Mereka seolah berubah, entah sebabnya karena apa.

Aku merasa bukan hanya karena aku yang tak kunjung hamil, tapi hatiku berkata lain.

"Ngapain kamu masih berdiri di situ, mau jadi patung?" hardik ibu dengan tatapan tajam.

"Bu, Ibu kenapa begini? Sebelumnya Ibu nggak mempermasalahkan keadaanku?" tanyaku sayu.

Dadaku rasanya dipenuhi oleh pertanyaan-pertanyaan, sikap ibu sangatlah jauh berbeda.

Ibu biasanya akan menegur jika Mas Hendra memarahiku, tapi sekarang kenapa justru dia bersikap seperti ini. Apakah dia tidak tahu, bagaimana perasaan ku.

Ibu bahkan tak menjawab pertanyaan ku, dia sibuk dengan gawainya dengan senyum yang merekah. Hatiku rasanya sakit, kenapa mereka berubah dalam sekejap.

Kulangkahkan kakiku, mengikuti Mas Hendra yang sudah masuk kamar. Dengan hati peri aku mencoba menahan, mungkin ibu dan suamiku memang sangat merindukan seorang anak di rumah ini.

*

Didalam kamar, ku lihat Mas Hendra tengah tersenyum menatap layar hpnya. Ia sudah berganti pakaian, namun...

Tak seperti biasanya ia acuh terhadap ku, bahkan mengabaikan keberadaan ku. Ia yang selalu membujuk disaat aku sedih, kini ia abai dengan ku.

Ku langkahkan kaki perlahan, hendak duduk di sampingnya. Namun ia seolah terkejut melihat kedatangan ku, dan langsung mematikan hpnya.

"Renjana, kamu bisa'kan buka pintunya ketuk dulu!" hardiknya menatapku dengan mata melotot.

"Mas, kamu kenapa? Apa aku berbuat salah? Kenapa kamu seolah melihatku seperti musuh?" tanyaku dengan nada lirih.

"Aku capek Renjana, tapi setiap aku pulang selalu melihat kamu dan Ibu bertengkar." sahutnya dengan wajah kesal.

"Tapi bukan aku, Mas. Ibu yang selalu berlebihan, siapa yang tidak ingin memiliki anak dan segera hamil? Aku juga sedang berusaha." ucapku lirih dengan tertunduk.

Butir bening itu akhirnya menghangat membasahi kedua pipiku, rasanya saat ini aku sangat lelah. Selama lima tahun pertama kalinya suamiku sendiri tak perduli dengan ku.

"Renjana, maaf!" Mas Hendra menghampiri dan duduk di sampingku.

"Kenapa Mas, kenapa Ibu dan kamu memperlakukanku seperti ini. Bukankah kamu bilang, jika kita bisa berusaha, dan terus ikhtiar."

"Tapi Ibu sangat menginginkan Cucu, Renjana. Mungkin itulah kenapa dia seperti itu?"

"Lalu kamu?" Ku tatap lekat manik hitam miliknya.

Dia balas menatapku, tidak ada lagi tatapan teduh di sana. Ia begitu dingin, hanya hembusan nafasnya yang terasa hangat mengenai wajahku.

"Aku...."

"Apa yang kamu sembunyikan, Mas?" tanya ku yang melihat ia seolah tengah menutupi sesuatu.

Ia tak lagi menatap netra ku yang sudah basah oleh air mata, ia terlihat gugup. Tidak lagi berusaha menghilangkan keresahanku.

Dia terdiam memunggungiku, perlahan beranjak dan keluar kamar.

"Mas, kamu belum menjawab pertanyaan ku?"

"Tidurlah, biar aku tidur di luar."

Apa katanya, tidur di luar?

Ini bukanlah hal yang biasanya ia lakukan, ia tidak pernah bersikap seperti ini.

Ada apa dengan kamu sebenarnya, Mas? Apa yang sedang kamu sembunyikan dariku.

**

Mataku mengerjap, ku lihat cahaya sudah menunjukkan jika hari sudah pagi. Ku tatap kasur kosong yang biasa Mas Hendra berbaring di sampingku.

Tapi pagi ini, bayangnya seolah pergi.

Heuuup heehh

Ku tarik napas dalam-dalam, hatiku kembali terasa perih. Ibu mertua dan suamiku seolah tak lagi perduli.

'Ya Allah, kenapa kau beri aku cobaan seperti ini!' batinku meringis.

Teringat akan bayang dimana Mas Hendra berjanji untuk menerima kekurangan ku. Tapi kenapa, dia berubah secepat ini.

Tok Tok Tok

"Renjana... Bangun!" suara teriakan ibu terdengar dari luar pintu.

Aku terlonjat kaget mendengarnya, ia yang biasanya membangunkan aku dan Mas Hendra dengan sangat lemah lembut, kini berubah bak singa yang akan menerkam mangsanya.

"Iya Bu, sebentar." ku ayunkan kaki menuju pintu.

Didapati ibu tengah menatapku dengan tatapan sengit, wajahnya sangat tidak bersahabat.

"Kamu itu di sini bukan ratu, biasakan bangun pagi dan siapkan makanan!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status