Share

pertengkaran

KARMA UNTUK MANTAN SUAMIKU 2

***

Netraku terasa panas mendengar kata-kata ibu mertuaku, bibirku rasanya kelu seakan aku tak dapat berkata-kata.

"Mak--"

"Sudahlah, sekarang saya tidak perlu berpura-pura baik lagi sama kamu. Selama ini saya udah berusaha memberi kamu kesempatan, tapi apa?" Ibu lebih dulu memotong ucapanku yang baru saja bibirku ingin mengeluarkan kata-kata.

Tak lagi ku dapati tatapannya yang seperti dulu, kini semua seolah berubah. Aku bahkan seakan tak mengenalnya.

Ia menatapku dengan wajah asing, dengan kedua tangan bersedekap. Tatapannya nyalang, seakan sedang menatap musuh dihadapannya.

Klek

Suara pintu kamar terbuka, aku menoleh pada Mas Hendra. Ia sudah terlihat rapih dan wangi, aku menatapnya dengan penuh pertanyaan. Kenapa ia tak membangunkan aku seperti biasanya?

Ahh iya, aku lupa semalam Mas Hendra tidur di kamar lain.

"Mas... Kamu udah siap?" tanyaku sambil menghampirinya.

"Hmm!"

"Mau aku bikinkan sarapan apa, Mas?"

"Tidak perlu, Ibu sudah menyiapkan nasi goreng buat Hendra. Hen, ayok nanti kamu terlambat." Ibu melewati ku dan langsung menuntun Mas Hendra.

Hatiku terasa perih, kenapa ibu dan suamiku bersikap seperti ini.

Andai ibu dan ayah tidak jauh, mungkin aku sudah pulang dan mengadukan semuanya.

Dimeja makan, terlihat ibu dan Mas Hendra sedang sarapan. Mereka sama sekali tak menolehku, suamiku pun seolah tak menganggapku.

"Hen, gimana pekerjaan kamu? Apa semua baik-baik saja?" tanya ibu pada Mas Hendra.

"Ada sedikit kendala, Bu. Katanya Proyek di luar kota malah ingin membatalkan kerja samanya." jawab suamiku sedikit lemas.

"Loh emangnya kenapa? Kok batal?"

"Itulah Bu, Hendra juga tidak tahu. Tapi kata Agas mereka pindah ke PT Kusuma dan menerima kerja sama dengan mereka."

"PT Kusuma?"

'PT Kusuma, bukankah itu Kantor Ayah?' batinku bertanya.

Aku terus mendengarkan percakapan mereka tentang pekerjaan Mas Hendra, tapi aku tidak tahu jika ayah masih mendirikan kantornya.

Tapi, benarkah itu kantor ayah atau bukan?

"Mas, kamu sudah siap?" suara seseorang kembali membuat pandanganku beralih.

"Jessika, kamu kesini Nak?" Ibu menyambutnya.

'Jessika?' siapa wanita yang baru datang itu, penampilannya sangat elegan dan cantik.

Rambutnya panjang, kulit putih dan hidungnya yang bangir.

Tapi tunggu, sepertinya nama itu tak asing. Aku seperti pernah mendengarnya, tapi aku lupa siapa dia.

"Jes, ngapain kesini?" Suamiku menghampirinya setelah ia selesai sarapan.

"Aku dari pagi hubungin kamu, tapi tidak di jawab Mas!"

"Astaga... Hp Mas di kamar, sebentar ya."

"Mas...." lirihku menghampirinya.

"Aku sudah sarapan, aku akan pergi sekarang sama Jessika. Kamu di rumah jangan bikin keributan." ujarnya yang langsung melenggang pergi meninggalkanku.

Ku remas jemariku, bahkan sedikit ku cubit tangan ini. Rasanya sakit, dan meyakinkan diri jika ini bukan mimpi.

Suamiku seolah tak lagi ku kenali, ia sangat tak perduli denganku. Kenapa Mas, kenapa?

"Renjana kenalkan, ini Jessika Sekretarisnya Hendra." ucap ibu mengenalkan wanita itu padaku.

Aku tersenyum, sambil menyambut uluran tangannya. "Renjana!" kataku mengenalkan diri.

"Jessika Mbak."

Uppps

"Ibu, maaf!"

Aku menyipitkan mata, 'MBAK' apa katanya. Apa dia salah bicara atau?

"Tidak perlu panggil Ibu, dia bukan siapa-siapa di sini." sinis ibu yang langsung meliriknya.

"Jess, sudah siap!" Mas Hendra datang dan langsung melenggang melewatiku.

"Bu aku pergi ya!" ujarnya tanpa menoleh ku.

"Mas!" Dia berbalik, lalu tersenyum.

"Ooh iya lupa, kamu jangan lupa cek ke Dokter. Uangnya nanti aku transfer, dan satu lagi... Usahakan agar bisa cepat hamil!" ucapnya tanpa memperdulikan perasaanku.

Kenapa perubahannya begitu cepat, hanya karena aku yang belum juga hamil atau ada hal lain. Ibu pun berubah drastis, meski dari sebelumnya dia tidak terlalu bicara karena pasal kehamilanku.

"Kamu beresin, Ibu mau pergi." Ku tatap kepergian ibu, ia benar-benar tak ku kenali.

Sikapnya, tatapannya, kata-katanya semua berubah. Ia sangat berbeda jauh dari sebelumnya.

"Bu, apa yang terjadi pada kalian?" hatiku mencelos mengingat hari-hari yang biasanya.

Biasanya setiap pagi kami sarapan bersama, bersenda dan selalu ria. Tapi sudah hampir sebulan sikap Mas Hendra dan ibu sangat jauh berubah.

**

Setelah selesai mengerjakan semua kerjaan rumah, dan mengerjakan pekerjaanku yang sebagai Desain. Ku rentangkan tangan agar sedikit mengurangi rasa pegal.

Setelah terasa enak, ku ambil gawai yang ada di samping nakas. Ku seret layar menuju aplikasi berlogo biru, rasanya hambar dan tidak ada yang aneh.

Lalu ku pindah menuju aplikasi berlogo hijau, beberapa rentetan pesan dari beberapa grup sudah sangat menumpuk.

Satu grup yang membuat ku sedikit penasaran, grup dari tempat kerja Mas Hendra. Ku scrol dan terus menggeser layar, hingga ku baca satu pesan dari Adila.

{Pak Hendra sama Bu Jessika terlihat cocok, ya.}

{Iyalah pasti, kenapa dulu putus sih Pak. Padahal udah serasi loh.}

{Sssstttt.. Apa-apaan kalian ini, bergosip di grup pekerjaan. Bubar sana nanti istri Pak Hendra marah loh, di godain mulu atasannya!}

{Tapi apa kata Adila benar, mereka cocok loh.}

{Bu Jessika kan cantik, sekolah tinggi dan pintar!}

{No... Ini grup pekerjaan, harap kalian tidak ribut di sini dan bergosip di sini.}

Beberapa pesan masih banyak, jadi Jessika adalah mantan kekasih Mas Hendra. Wajar jika aku pernah mendengar namanya, karena ibu yang pernah menceritakan tentang dia.

Lagi hatiku rasanya sakit, Mas Hendra sekantor dengan wanita yang pernah ia cintai dahulu. Dan mereka berpisah karena Jessika yang harus meneruskan sekolahnya di Luar Kota.

Ting!

Satu pesan masuk, dari kontak yang ku beri nama Jasmin.

Ku buka pesan darinya, tapi saat ku lihat Jasmin mengirimkan sebuah foto. Foto itu rasanya tak asing, seperti....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status