Share

Pertemuan

***

Suara ketukan pintu membuat keduanya memutar pandangan, Hendra menatap Jessika dan begitu pun sebaliknya.

"Siapa Mas, apa ada yang tahu kita ada di sini?"

"Tidak ada, sebantar biar aku lihat."

Hendra beranjak dari atas kasur, ia membuka pintu dan terlihat seorang pelayan wanita berdiri menunduk saat melihatnya.

Mata Hendra menyapu lorong, tidak ada siapa-siapa di sana. Lalu perlahan ia pun bertanya pada pelayan dihadapannya. "Ada apa? Siapa yang ingin bertemu denganku?"

"Maaf Pak, tadi ada seorang pria dia hanya ingin memberikan ini." tunjuk pelayan sambil menyodorkan sebuah kertas di tangannya.

Dahi Hendra mengernyit, menatap seutas kertas yang bersulam sampul amplop berarna biru.

"Dari siapa?"

Pelayan wanita itu menggelang, lalu berkata. "Saya tidak tahu, Pak. Dia hanya mengatakan kalau Bapak pasti mengenalnya, dan dia meminta Bapak membuka suratnya."

"Aneh sekali... Ya sudah sini, dan pergilah." Hendra pun menutup pintu dan menatap kertas berwarna biru di tangannya.

Perlahan tangannya membuka amplop dan dikeluarkan sebuah surat dengan tulisan sangat rapih.

(Kau akan menyesal, sudah menyakiti wanita sebaik Renjana!?

Mata Hendra membulat kala membaca satu kalimat yang menuliskan nama istrinya.

"Apa maksudnya ini?" ucapnya tak mengerti.

"Ada apa, Mas?" Jessika menghampiri dan melihat sebuah kertas di tangan Hendra.

Ia pun membacanya, dan sama terkejut melihat kalimat di dalam surat itu.

Jessika sedikit gemetar, ia takut jika Renjana mengetahuinya. Ia sadar jika apa yang ia lakukan salah, tapi Jessika pun mencintai Hendra dan tak bisa melupakannya.

Tanpa mereka sadari, ada wajah yang tersenyum melihat keterkejutan di wajah keduanya. Dibalik pintu, seseorang tersenyum mengetahui jika Hendra akan merasakan gelisah.

"Siapa yang melakukan ini, Mas?" Jessika gemetar, lalu kembali membuka pintu dan melihat keluar.

Namun pelayan wanita itu sudah pergi dan tidak ada di sana, membuat Jessika dan Hendra berfikir jika Renjana yang sudah melakukan semuanya.

"Apa ini Mbak Renjana?"

"Tidak mungkin, dia tidak tahu tentang kita."

"Lalu?"

"Sudahlah, mungkin hanga orang iseng." tutur Hendra berusaha menenangkan Jessika.

Niat ingin berliburan, dan menikah secara diam-diam. Tidak mereka duga akan mendapat kejutan dati surat yang menyebutkan nama Renjana.

***

Tempat ramai beraroma segar, terlihat pemandangan indah di samping taman. Duduk dua wanita cantik yang sedang berwajah sendu.

Wanita berhijab yang begitu cantik, anggun. Namun raut wajahnya tidak berseri dan tampak muram.

Renjana dan Jasmin, mereka sudah duduk di Caffe Sof yang bernuansa dinamik..

"Lalu apa tujuan kamu sekarang?" tanya Jasmin ditengah kegundahan Renjana yang sedang bergelut fikiran dan hatinya.

Renjana hanya menggeleng lemah, ia masih tak dapat berfikir dengan perasaannya yang masih berkecamuk memikirkan Hendra saat ini.

"Aku sudah bilang sejak dulu, Hendra tidak sungguh-sungguh mencintai kamu. Aku sudah sering mengingatkan kamu, agar membuka mata kamu. Mereka tidak tulus menerima kamu!" tandas Jasmin dengan wajah kesal.

Iya, Jasmin selama ini selalu mengingatkan Renjana. Tapi Renjana tak pernah berfikir hal buruk apa pun pada ibu dan suaminya.

Tapi sekarang, ia dapat melihat perbedaan sejak dua bulan lalu. Safira dan Hendra seolah tak lagi menghargainya.

"Aku sudah putuskan, aku akan pergi dan aku yang akan menggugat cerai. Tapi sebelum itu, aku harus menghubungi Papa. Untuk mencabut semua kerja sama bersama PT Aksara."

"Ide bagus, biarkan Hendra hidup tanpa adanya bantuan dari orang tuamu lagi."

"Mas Hendra tidak tahu, jika PT Kusuma itu Kantor ayahku." ujar Renjana yang membuat Jasmin menganga.

"Tutup mulut mu, Jasmin. Jangan biarkan lalat masuk, lebar sekali kamu membuka mulut!" ketus Renjana yang membuat Jasmin seketika menutup mulutnya.

"Apa... PT Kusuma itu Kantor Papa kamu?" Renjana mengangguk.

Renjana sengaja menyembunyikan semuanya, dari suami dan mertuanya. Ia ingin melihat ketulusan Hendra dan keluarganya.

Selama ini Hendra memang tak mengecewakannya, tapi kata-kata di taman yang ia dengar dari vidio Jasmin. Sudah membuktikan jika selama ini Hendra hanya menjadikannya sebagai istri disaat ia kesepian.

"Maafkan aku, Jas. Aku terpaksa membohongi kalian semua."

"Aku sudah tahu, maaf sejujurnya aku tak percaya awal aku tahu kamu anak seorang pengusaha. Tapi...."

"Tapi apa? Dan siapa yang memberi tahu kamu?"

"Ehmmm... Aku sudah tahu sejak lama, Ren. Tapi aku kira dia bergurau, jadi selama ini aku fikir kamu memang anak seorang sederhana seperti Om dan Tante. Karena aku lihat orang tua kamu tidak terlihat mewah."

"Aku bertanya, siapa yang memberi tahu kamu tentang aku. Karena tidak ada yang tahu siapa aku, selain...."

"Apa jangan-jangan...."

Bruuk...

"Maaf, saya tidak sengaja!"

Jasmin dan Renjana berbalik, menatap seorang pria yang tengah meminta maaf pada seorang pelayan.

Lagi Renjana menatap pria itu dengan tatapan tak enak, ia membuang pandangan kala ia melihatnya.

"Tidak apa, maaf karena saya baju Anda kotor."

"Tidak papa, biar saya bersihkan sendiri." Ia pun beranjak dan melangkah menuju kedu wanita yang sedang duduk dengan wajah gelisah.

Senyum dari sudut bibirnya merekah, menatap Renjana yang berhijab dan tampak sangat cantik dimatanya.

"Permisi... Boleh aku duduk di sini?"

"Maaf Jas, aku harus pergi."

Tanpa menunggu jawaban Renjana pergi, ia melangkah dengan hati gelisah dan detak jantung yang bertalu.

'Maafkan aku, Mas. Aku tidak bisa bertemu denganmu dalam keadaan seperti ini!'

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status