Share

Selingkuh

KARMA UNTUK MANTAN SUAMIKU 6

----

Aku berkata sedikit berat, melihat penampilan Renjana sangatlah berbeda.

"Sebulan?" ucapnya datar seraya melirik Jessika.

"Iya, ada pekerjaan yang tak bisa dihandle oleh Aris

Jadi aku harus kesana. Karena di sini ada Aggasta yang siap menghandle." tandasku berusaha membuat Renjana yakin.

Meski sebenarnya aku pun sedikit ragu, tapi itu sudah ku putuskan.

"Iya nggak papa kalau kamu harus pergi," Aku terdiam, tadi pagi Renjana masih sangat berusaha meluluhkanku. Tapi sekarang?

"Ya sudah kamu boleh istirahat, aku akan mengantar Jessika dulu." ia tak bicara dan langsung meninggalkan kami.

Jessika hanya melihatku, ia mungkin bertanya-tanya kenapa dengan Renjana.

Hanya saja ku berikan dia isyarat agar tak terlalu memikirkan apa pun.

Aku tidak ingin merusak suasana hati Jessika yang sudah ku beri harapan.

****

Pov Trailer

***

Renjana berjalan dengan perasaan perih, ia berusaha menutupi semua yang ia tahu akan suaminya yang akan menikahi Jessika secara diam-diam.

Setelah berbicara dengan Hendra, Renjana tanpa banyak bicara meninggalkannya. Setelah ia masuk ke dalam kamar, ia menyenderkan tubuhnya dibalik pintu.

"Apa kekuranganku sangatlah tak bisa kamu, hargai? Kenapa tega dengan alasan ke Luar Kota, Mas. Padahal aku yakin, kamu pergi untuk menikahi Jessika!" lirih Renjana terisak.

Ia meremas dadanya, rasa sesak itu membuat dirinya tak berdaya. Rasa sakitnya sangat pilu ia rasakan.

Ia mengusap wajahnya, berjalan menuju nakas di hadapannya. Melihat bingkai foto pernikahan mereka dulu, Renjana tak pernah berfikir jika semuanya akan menjadi seperti ini.

"Apa kamu menikahiku karena terpaksa, Mas? Apa kamu menjadikan aku hanya menjadi pelampiasan di saat kamu merasa kesepian? Apa tidak ada ruang di hati kamu untuk aku, Mas?" Renjana menatap nanar bingkai foto pernikahannya.

Ada rasa sakit yang terbesit mengingat pernikahannya dengan Hendra, ia tak pernah berfikir untuk menjalani rumah tangga yang akan dihadiri oleh orang ketiga.

Tok Tok Tok

"Renjana...." suara ketukan pintu dan teriakan dari luar rumah membuat Renjana sedikit terkejut.

"Iya Bu... Sebentar!" Renjana bangkit dan melangkah menuju depan pintu.

Klek

Pintu terbuka, terlihat Safira tengah menatapnya dengan wajah masam.

"Kamu ini jangan mentang-mentang tidak ada, Hendra. Jangan seenaknya diem dikamar tanpa mau membantu Ibu mengurus rumah." seronoh Safira menunjuk wajah Renjana.

"Ada yang bisa aku bantu, Bu?" ujar Renjana.

"Renjana, kamu 'kan sudah tahu Ibu sudah tidak bisa berpura-pura lagi. Selama ini aku fikir kamu bisa membahagiakan Hendra, memberikan dia anak juga. Tapi nyatanya jangankan untuk membahagiakan Hendra, memberi keturunan saja kamu tidak bisa!"

"Bu--"

"Sudahlah, kamu lebih baik bercerai sama Hendra. Lagi pula Hendra sepertinya sudah bertemu dengan cintanya lagi."

"Maksud Ibu apa bicara seperti itu?"

"Saya pengen kamu bercerai dengan, Hendra!"

Hati Renjana rasa tersambar petir, dadanya sesak dengan netra yang kembali memanas.

Ia menatap nanar ibu mertuanya, mengapa hanya hitungan bulan Safira bisa merubah segalanya. Dan semakin membuat degup jantung Renjana tak karuan.

"Ibu aku--"

"Sudahlah, saya tidak ingin mendengar lagi alasan apapun dari mulut kamu!" Safira meninggalkan Renjana yang masih berdiri mematung menatap kepergian ibu mertuanya.

Hingga ia melihat punggung Safira yang menghilang dibalik dinding menuju tangga, Renjana pun luruh dan jatuh kelantai dengan tangis yang pecah.

"Kenapa Ibu menginginkan aku bercerai? Apa hanya alasan ini Ibu memintaku berpisah dengan Mas Hendra, atau Ibu memang menginginkan Mas Hendra kembali pada Jessika?"

"Haruskah aku berjuang sendiri, atau aku menuruti keinginan Ibu?" sambungnya di tengah isak tangis.

Renjana kembali bangkit, ia mengayunkan langkah kakinya menuju ranjang. Ditatapnya benda pipih yang tergeletak diatas kasur.

Perlahan ia meraihnya dan menggeser layar.

Tut Tut Tut

Suara sambungan telepon terhubung terdengar, ia menghubungi Jasmin untuk minta pendapat.

"Ada apa, Ren?" suara Jasmin di sebrang sana saat sambungan telepon terhubung.

Renjana mengusap pipinya, sebelum akhirnya ia menjawab pertanyaan Jasmin.

"Jas... Aku mau bertemu?" lirihnya.

"Kamu kenapa, Ren? Kamu baik-baik saja, kan?"

"Aku nggak papa, aku ingin bicara sesuatu yang penting."

"Baiklah, kita ketemu di Caffe Sof ya."

"Baiklah, aku kesana sekarang."

Sambungan telepon pun terputus, Renjana terdiam dengan perasaan penuh khawatir. Hatinya bimbang, dadanya penuh dengan rasa sesak.

Air mata lagi mengalir membasahi kedua pipinya, Renjana menatap nanar ruangan besar yang ia tempati lima tahun lamanya.

Setelah ia lama terdiam, Renjana mengambil tas yang biasa ia pakai. Dengan rasa perih ia meninggalkan kamar dan pergi menemui Jasmin.

***

Dilain tempat, Hendra dan Jessika baru sampai ke sebuah hotel. Hendra menatap Jessika dengan senyum di sudut bibirnya.

Perlahan Jessika menatap balik pada pria di sampingnya, ia tersenyum dengan wajah cantik yang selalu ia tampilkan.

"Kenapa Pak?" tanya Jessika.

"Pak? Apa disini ada orang lain?"

"Hmm... Kenapa Mas? Kenapa kamu melihatku seperti itu? Apa ada yang salah atau, aneh?"

"Kamu cantik!" satu kata yang keluar dari mulut Hendra.

Yang selalu membuat wajah Jessika berseri, dan itulah yang selalu membuat Hendra tak bisa melupakannya.

"Mas... Apa ini benar?" tanya Jessika menatap lekat manik hitam milik Hendra.

"Apanya yang tidak benar?"

"Mas... Bagaimana dengan Mbak Renjana?"

"Jess, aku harap kamu--"

"Permisi Pak, ada seseorang ingin bertemu?"

----

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status