Share

Dusta

KARMA UNTUK MANTAN SUAMIKU 5

-----

Jasmin menatapku, mendengar suara benda pipih yang ku genggam berdering. Membuat kata-kataku akhirnya mengapung di udara.

"Jas, aku pulang dulu ya. Ibu sudah menelpon."

"Tapi...."

"Aku pergi." tanpa menunggu Jasmin menyahut aku pergi dengan sedikit berlari.

Degup jantungku seolah berdebar tak karuan, aku tidak sanggup rasanya harus bertemu dengan Mas Hendra.

Bayangan Mas Hendra memeluk dan mengatakan ingin menikahi Jessika terus berputar. Membuat dadaku bergemuruh.

Tapi aku harus menyembunyikan perasaanku, aku tidak ingin mereka tahu jika aku sudah tahu semuanya.

*

Sesampainya di halaman rumah, kulihat mobil Mas Hendra sudah ada di tempatnya. Suasana rumah juga sepertinya sedang ada tamu.

Aku masuk dengan mencoba menunjukkan wajah seperti biasanya, tidak ingin ibu melihatku yang pagi-pagi bersedih.

"Renjana, dari mana kamu?" suara halus yang selalu ku dengar itu menyambutku.

Tapi bukan kehangatan lagi yang aku rasa, hatiku malah semakin perih.

"Aku habis ketemu Jasmin, ada apa Mas?" sahutku.

"Kan, kata Ibu juga benar. Dia itu sukanya kelayapan, suami pulang malah tidak ada di rumah."

"Bu, sudah."

"Iya Tante, jangan terlalu mengekang Bu Renjana. Mungkin dia sedang ada keperluan."

Suara itu....

Jessika, dia ada di sini?

Keterlakuan kamu mas, aku fikir kamu tidak membawanya. Tapi ternyata?

"Sudah-sudah, kenapa sih kalian ini selalu bertengkar. Aku capek, tapi malah di buat pusing oleh kalian setiap ada di rumah!" Aku tersenyum miring, mendengar ocehan suamiku.

Apa dia bilang, aku membuat dia pusing dia nggak salah?

"Siapa yang bertengkar, Mas? Kamu tidak liat dari tadi aku diam, dan cuma Ibu yang bicara?" ujarku menatapnya.

"Ehh sudah berani kamu sama Ibu, Renjana?" ketus ibu.

Ibu-ibu, aku baru tahu sikapmu sekarang. Aku fikir kalian sungguh-sungguh menerima dan menyayangiku, rupanya setelah aku dinyatakan bangkrut dan tidak bisa memiliki keturunan kalian memperlakukan ku sangat buruk.

Aku hanya menatap wajah ibu, dulu wajah itu sangat tenang. Bahkan sangat sendu saat ku tatap, tapi kini berubah. Ibu tak lagi ku kenali, dia sangat angkuh.

"Sudahlah Mas, kamu ada perlu apa biar aku siapkan?" ucapku tanpa menghiraukan ibu.

Ku lihat wajah Mas Hendra yang memang selalu terlihat tenang, ia yang selalu memperlakukan ku bak ratu kini berubah.

Hanya sekejap, setelah aku nyatakan bangkrut mereka masih dapat bersikap baik. Tapi dua bulan lalu aku dinyatakan tidak bisa megandung, ibu dan Mas Hendra seketika berubah.

Selama ini ibu selalu memberi ku semangat, bahkan dia tak pernah membiarkan anaknya menyakitiku.

Tapi kini? Semua berubah dirinyalah yang menyakitiku.

"Tidak ada, aku... Ada yang ingin aku bicarakan. Kamu masuklah dulu dan gantilah pakaian." Aku mengangguk dan berlalu melangkah memasuki kamarku, tanpa ku banyak bertanya meski sesungguhnya aku tak mengerti apa yang akan di bicarakan suamiku.

***POV HENDRA***

*****

Pagi ini aku terbangun dengan tubuh yang terasa pegal, semalaman aku tak bisa tidur memikirkan hubunganku dengan Renjana.

Renjana istriku lima tahun ini, tapi selama lima tahun itu aku yang berusaha membuka hati sama sekali tak bisa mencintainya.

Meski sikap Renjana dan aku seperti layaknya pasangan suami istri pada umumnya yang saling mencintai.

Satu tahun lalu, dia bersama keluarganya terkena musibah. Kantornya dinyatakan bangkrut, itu bagiku tak masalah karena aku adalah suami yang seharusnya menanggung semua kebutuhan dia.

Tapi dua bulan lalu, dia dinyatakan tak bisa memiliki anak atau pun melahirkan. Harapanku untuk mencintainya punah, bahkan ibu pun berubah.

"Sudahlah Hendra, selama ini Ibu selalu berpura-pura baik hanya demi kamu. Tapi Ibu juga menginginkan cucu, dan Renjana dinyatakan tidak bisa hamil. Apa lagi yang kamu harapkan darinya?" Ibu yang tahu vonis yang keluar dari dokter, langsung berubah kecewa karena harapan untuk memiliki seorang cucu tak bisa aku kabulkan.

"Benarkah Dok, benarkah Renjana tak bisa hamil?" lirihku pada Dokter saat itu.

Dokter hanya memberikan ku untuk tidak menyerah, ia bilang vonis dapat salah. Dan hanya keajaiban yang kita tunggu.

Tapi ibu, dia tak semudah itu.

Dan sejak saat itu ibu dan Renjana sering bertengkar, membuat kepala ku kian sakit setiap ada di rumah.

Dan hari ini, aku pun terbangun dari kamar yang berbeda dengan Renjana.

Aku pun terbangun karena mendengar teriakan ibu yang memanggil Renjana.

Dan aku tak bisa menghentikannya, rasa kecewa itu sama aku rasakan. Ditambah dengan perasaan ku kini seolah tak memiliki harapan.

Apa lagi ada Jessika yang kini kembali, setelah empat tahun dia meninggalkanku. Dia kembali menghiasi hariku dengan kehadirannya.

Setelah selesai bersiap aku pun keluar, ternyata ibu dan Renjana sudah ada dan seperti biasa. Ibu akan memarahi Renjana, setiap hari hanya itu yang ku dengar.

Namun kali ini aku pun berbeda, saat melihat Jessika pagi-pagi sudah berada di rumah ku. Sekilas bayangan saat kita bersama dulu seakan hadir di kepalaku.

Tanpa menghiraukan pertengkaran ibu dan Renjana, aku berpamitan pada mereka. Dan membawa Jessika setelah mengenalkannya pada Renjana.

Aku pergi bersama Jessika kekantor bersama, melakukan aktifitas bersama.

Sampai aku merasa tak kuat menahan perasaanku selama ini, dan ku bawa Jessika ke taman dimana kita dulu selalu menuangkan segalanya.

Ku nyatakan segalanya, betapa aku tersiksa selama ia tinggal. Dan kebersamaan ku dengan Renjana sama sekali tak bisa meluluhkan hatiku yang sudah dimiliki Jessika.

Aku memintanya agar mau menikah denganku, meski secara diam-diam. Jessika awalnya menolak namun aku tahu dia juga masih mencintaiku, dan akhirnya aku memutuskan untuk menikahinya segera.

Setelah selesai, aku pun membawa Jessika pulang dari Taman Melati. Dia tak ku antar ke rumahnya, melainkan kubawa ke rumahku.

Setelah di rumah ternyata hanya ada ibu, dan Renjana tak ada di sana.

Ku hubungi berkali-kali hingga beberapa saat menunggu, akhirnya Renjana pulang setelah ibu yang menelpon.

Seperti biasa, sikap ibu padanya sangat kasar padahal ada Jessika di rumah.

Namun ku lihat wajah istriku berbeda, ia tak selemah biasanya saat tiba dirumah. Dan saat itu aku memintanya segera berganti pakaian karena aku ingin bicara sesuatu padanya.

Saat ia kembali ku lihat ia sudah memakai Dres yang sangat cocok ditubuhnya, aku yang ingin bicara pun seketika merasa kelu.

"Kamu mau bicara apa, Mas?"

"Aku... Aku... Aku ada tugas ke Kota, jadi harus pergi selama sebulan!"

Sebulan?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status