1. APA SALAHKU, MAS?
"Bro, gua cabut duluan, ya," ucap Tomi pada teman-teman kerjanya. Pria bertubuh tinggi tegap itu baru saja keluar dari kantor.
"Oke, Bro. Hati-hati dijalan entar nyasar lagi. Bukannya pulang ke rumah istri malah nyasar ke rumah … upss," ucap Hamdan sembari menutup mulut dengan satu tangan lalu mereka terkekeh setelah mengejek Tomi.
"Hahaha … bisa aja, Lo. Dah, ah, gua balik dulu."
Kemudian pria bertubuh tinggi tersebut meninggalkan area parkir melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.
Cittttt … Tomi menghentikan laju mobilnya secara mendadak ketika melihat wanita yang ia kenal berada di depan kantor.
"Lho, itu bukannya….?"
Gegas Tomi turun dari mobil. Kemudian berlari cepat ke arah wanita tersebut.
"Hei, kamu!"
Wanita itu terkesiap lalu menoleh, wajahnya langsung memerah.
"Kamu ngapain ada disini, hah? Pake gendong bakul segala. Ini apa, jamu? Kamu jualan jamu?" tanya Tomi kaget, pandangannya tak lepas melihat wanita yang ada di hadapannya kini.
Wanita itu diam tak berani menatap wajah pria tersebut.
"Duh, kamu mau bikin aku malu? Sekarang, kamu ikut aku pu–" Ucapan pria itu seketika terhenti saat ada sebuah mobil berhenti tepat di belakangnya.
"Hei, Bro! Lo lagi ngapain disitu? Tuh kan bener pasti kamu nyasar pulangnya. Mana gangguin mbak jamu itu lagi. Ish, gak level banget, masa tukang jamu Lo embat juga. Hahaha…." Pria di dalam mobil itu terkekeh setelah mengejek temannya.
Wanita tersebut langsung menutupi wajahnya dengan kain jarik yang ia digunakannya untuk menggendong bakul jamu. Dia takut kalau pria tersebut akan mengenalinya nanti.
Sedangkan Tomi diam tak berkutik, ia sangat malu karena wanita di hadapannya ini.
"Eehh … itu bukannya istri, Lo, Bro?"
Tomi terkesiap dan menjadi salah tingkah. "Ya … nggak mungkin lah, Bro. Masa istri manager tukang jamu, sih. Ngawur aja Lo," jawab Tomi gugup.
"Masa sih, tapi wanita itu mi —"
"Maaf, Mas, kamu salah orang. Saya bukan istri dari pria ini," ucap si wanita cepat, lalu berlalu pergi meninggalkan mereka.
"Lo, sih, kan jadi pergi dia. Gua kan cuma mau beli jamu nya saja bukan gangguin orangnya. Udah, ah, gua cabut." Ujarnya berlalu begitu saja. Sedangkan temannya masih diam terpaku yang tak percaya dengan omongan mereka.
"Kok aku gak percaya ya sama, mereka? Ah sudahlah bukan urusan aku juga," ucapnya lalu kembali melajukan mobilnya.
Wanita yang sedang berjalan dengan cepat sembari menggendong bakul jamu, kini menahan air matanya jangan sampai menetas. Sakit? Itu pasti, inilah yang dirasakan oleh wanita itu sekarang.
Hasna namanya wanita yang tak pernah dianggap, dibuang seperti sampah. Wanita itu mengarahkan pandangan ke arah samping setelah sebuah mobil berhenti di dekatnya.
"Masuk!" titah Tomi dengan tatapan marah.
Wanita itu nurut saja. Alih-alih ingin manaru bakul jamu di jok belakang, namun Tomi menghentikannya.
"No, Has! Mobil itu nanti lecet! Emang kamu punya uang untuk menggantinya nanti? Nggak, kan? Sekarang kamu nurut sama aku. Kamu pangku atau kamu buang bakul jamu itu di tong sampah."
"Astaghfirullah, Mas!"
"Nggak usah pake istighfar segala. Cepat masuk!" Sentak pria – suami dari wanita tersebut.
"Kamu apa-apaan, sih, sengaja mau bikin aku malu, hah?"
Wanita itu menggeleng cepat.
"Lalu untuk apa kamu berjualan seperti ini?" Si suami berujar sambil mendorong bakul jamu itu sehingga bakul terlepas dari pangkuan Hasna. Untung botol-botol tersebut tidak ada isinya lagi alias kosong.
Hasna menoleh ke arah Tomi dengan raut wajah tak suka. "Kenapa? Nggak suka digituin? Kamu, sih, bikin aku kesel."
Tomi terus mendumal sepanjang perjalanan pulang. Sementara si wanita diam saja.
Setibanya di pekarangan rumah wanita tersebut langsung turun dan melangkah pergi.
"Kurang ajar ya dia! Main pergi saja, awas saja ya kamu." Tomi turun dari mobil, jalan tergesa-gesa ia terlihat begitu marah.
"Hei wanita sialan! Sini kau!" Hardik Tomi. Dia berjalan tergesa-gesa sehingga membuat Hasna ketakutan. Wajahnya seketika berubah pucat, bak seperti mau diterkam binatang buas.
Plak!
Dengan bengisnya Tomi menghajar istrinya sampai tak berdaya tanpa mendengarkan penjelasan Hasna dulu kenapa ia sampe berjualan jamu.
"Maaf, Mas. Ampun…." wanita itu memohon sambil mengatup kedua tangannya agar suaminya tersebut berhenti menyakitinya.
"Tidak ada ampun buat, kamu wanita sialan!"
Plak! Plak! "Itu pantas buat, kamu! Biar kamu tau diri!" Ucap Tomi nafasnya terdengar memburu.
Hasna memegang wajah dengan kedua tangannya. Bekas tamparan Tomi masih terasa panas dan perih. Hasna tak berdaya ingin melawan pun ia tidak bisa hanya bisa diam dan pasrah.
"Mengapa … kenapa kamu lakukan ini padaku, Mas?" tanya Has terisak-isak.
"Kenapa, kamu bilang...."
"Aaww … Mas sakit!"
Hasna menjerit ketika Tomi menjambak rambutnya.
"Diam!" sentak Tomi. Matanya melotot tajam menatap Hasna. "Kau sudah menginjak harga diriku di depan teman-temanku, Hasna! Siapa menyuruhmu jualan jamu, hah?"
"I-itu a-aku …."
"Ngomong yang benar, Hasna! Jangan memancing emosiku!"
"Mas! Sekarang aku yang tanya sama, kamu. Kemana saja dirimu selama ini? Satu bulan kamu menghilang bahkan tidak memberiku uang. Jadi apakah aku salah mencari uang sendiri dengan berjualan jamu, Mas? Tolong, kamu jelaskan, Mas."
"Itu bukan urusanmu menanyakan kemana aku pergi. Dan, kamu sendiri mengapa harus jual jamu, apa tidak ada pekerjaan lain selain tukang jamu? Apa kata orang nanti, masak suami manager istrinya tukang jamu. Ish, bikin malu saja, kau ini. "
"Apa yang salah dengan dagangan ku, Mas? Jika selama ini, kamu menafkahi aku, mungkin aku gak akan seperti ini. Kamu melupakan aku sebagai istrimu. Kamu hanya mementingkan keluargamu saja dari pada, aku. Aku ini masih istrimu, Mas! Yang masih berhak untuk, kamu nafkahi! Sekarang aku tanya sama, kamu. Apa pantas seorang istri menager hidup melarat, Mas?"
Entah kekuatan dari mana Hasna bisa berkata seperti itu. Mungkin kekesalan yang ia pendam sendiri selama ini. Akhirnya ia lupakan semua yang ada di dalam hatinya, terhadapan orang yang telah dianggapnya sebagai kepala keluarga.
Namun bukan membuat Tomi sadar akan itu, malah membuat emosi Tomi semakin tak terkendali. Dia menjambak rambut Hasna ke belakang sehingga kepala Hasna mendongak ke atas dan sungguh membuat Hasna kesakitan.
"Kurang ajar kau, Hasna! Bukannya minta maaf atas kesalahanmu! Kau malah menyalahkanku!"
"Aaww … Mas sakit!" Hasna memekik ketika Tomi menguatkan cengkeramannya.
Mata Tomi semakin menyalang ketika wajah Hasna semakin jelas di depan matanya.
"Lepaskan aku, Mas …." Hasna memohon seraya mengatupkan kedua tangannya mengharap belas kasihan dari sang suami.
"Dasar istri tidak tau diri! Cuiiih …!" Tomi menyemburkan ludahnya ke arah wajah Hasna, lalu dengan kasarnya, dia mendorong tubuh Hasna yang tidak berdaya itu sehingga Hasna tidak bisa menopang tubuhnya dan terjatuh ke lantai.
Tidak sampai disitu, seakan belum puas menyiksa Hasna yang saat ini terduduk lemas di lantai, Tomi menarik tangan Hasna agar berdiri. Kemudian ia menghempaskan tubuh Hasna kembali ke lantai.
Brukk!
Tubuh Hasna tergeletak di lantai. Seketika itu juga dia merasa tulangnya remuk dan tidak bisa digerakkan lagi.
Hasna menangis kecil, dia sakit seluruh sekujur tubuhnya penuh dengan lebam. Wanita lemah itu sekarang terbaring lemas tak berdaya di lantai.
Mendadak tangisan itu hilang, sepintas ada rasa takut yang menghantui pikiran Tomi melihat Hasna diam terkulai lemas di lantai. Dia takut kalau Hasna meninggal.
"Hei, Hasna?" Tomi panik, lalu mencoba membangunkan istrinya dengan ujung jari kakinya. Namun si wanita itu tetap diam.
"Has, jangan bikin aku —" Tomi semakin di buat panik karena tidak ada jawaban dari Hasna. Ia menjauhi tubuh wanita itu. "Tidak … ini tidak mungkin."
2. Hidup Namun Tak Bernyawa.Mendadak tangisan itu hilang, sepintas ada rasa takut yang menghantui pikiran Tomi melihat Hasna diam terkulai lemas di lantai. Dia takut kalau Hasna meninggal. "Hei, Hasna?" Tomi panik, lalu mencoba membangunkan istrinya dengan ujung jari kakinya. Namun si wanita itu tetap diam."Has, jangan bikin aku —" Tomi semakin di buat panik karena tidak ada jawaban dari Hasna. Ia menjauhi tubuh wanita itu. "Tidak … ini tidak mungkin."Rasa panik yang amat tinggi membuat Tomi frustasi. Ia takut kalo sang istri meninggal, dia juga takut akan dipenjara dan mengancam nama baik keluarganya."Aaaah …!" Ia memekik keras. Menggusar rambutnya sendiri. "Sialan wanita itu! Bisanya bikin susah saja." Tidak ingin membuang waktunya, ia pun berdiri melangkahkan kakinya menuju wanita yang kini entah bagaimana keadaannya."Aku harus membawa wanita ini ke suatu tempat dan membuangnya ke...," ucapnya."Itu ide yang sangat cemerlang, Tomi. Sekarang bawa wanita itu pergi dari sini
"Maaf, Bu Darmi. Tolong jangan ingatkan saya kembali ke masa lalu yang kelam itu. Saya sudah ikhlas dunia akhirat." ~ 3. Rahasia Darmi dan Yuyun Sebesar apapun masalah yang dihadapinya. Ia tetap tabah dan ikhlas menjalani biduk rumah tangganya yang kini sudah di ujung tanduk. Tiba-tiba Hasna menghentikan laju jalannya ketika ia berpapasan dengan seorang wanita yang tidak lain adalah Hesti janda muda yang sempat menjalin hubungan dengan suaminya. Namun Hesti tidak mengetahuinya bahwa Hasna tau kalau mereka ada main di belakangnya. Hari itu Hasna tak sengaja melihat ponsel Tomi tertinggal. Maksud hati ingin mengantar ponsel itu ke kantor tiba-tiba ponsel itu bergetar dan melihat ada chat masuk dan itu dari Hesti. "Eeh, Mbak Hasna. Mau berangkat jualan, ya?" Sapa Hesti dengan logat bicaranya yang seksi. Siapa saja yang mendengar dia berbicara pasti akan terbawa suasana. "Iya," jawab Hasna seadanya. "Permisi, Mbak." Lanjut Hasna lalu melangkah pergi. "Eits, tunggu dulu. Cep
4. Tau diri yang seperti apa...Hasna mempercepat laju jalannya menuju ke pasar pagi. Karena di pasar pagi sudah banyak pelanggan yang menunggu untuk meminum jamu yang ia jajakan. Jam weker yang ia bawah dari rumah sudah menunjukkan pukul 8 sudah sangat siang. Biasanya Hasna tiba di pasar jam 7 kurang. "Ya Allah. Semoga dagangan saya habis dan saya bisa membeli beras dan juga token listrik. Aminn....," ucap Hasna seraya mengatup kedua tangan lalu menyentuh sebagian wajahnya.Kadang terlintas keinginannya untuk menyerah dengan keadaan ini. Hasna tidak sanggup kalau sepanjang hidupnya selalu tidak dianggap ada.Untung Hasna selalu mendekatkan diri kepada, Allah. Biarlah dia menjalani hidup yang pahit asalkan dia masih memiliki, Allah bersamanya. Dirinya yakin suatu saat nanti akan ada datangnya terang setelah gelap.Bahkan, Allah tidak pernah meninggalkan hambanya ketika sedang diuji dengan cobaan yang berat dan selalu ikhlas menjalaninya karena, Allah. Langkah Hasna gegas setelah tib
5. Allah maha tahu segalanya.Keesokan paginya Hasna mengerjapkan matanya perlahan saat sinar matahari menyusup masuk dari celah-celah jendela kamar.Dan seperti biasa wanita itu terjaga dari tidurnya hanya bisa menatap sisi ranjang yang kosong. Tak ada suami yang menemani malamnya yang dingin. Hanya sebuah bantal guling yang teronggok di sana.Semalaman ini Hasna tidak bisa tertidur dikarenakan suhu tubuhnya panas setelah kemarin siang pulang kehujanan ditambah lagi dengan kejadian kemarin membuat Hasna sangat tertekan ketika, Nita dan Tigor memperlakukannya bak seperti binatang.Walaupun keadaannya sekarang kurang memungkinkan untuk berjualan. Namun wanita itu tetap menyempatkan diri untuk meracik jamu yang akan dijajakan nya nanti. Dia harus berjuang keras seorang diri tanpa bantuan siapapun itu termasuk suaminya sendiri yang telah melalaikan kewajibannya sebagai seorang suami. Kehidupan sehari-hari wanita itu tidak ubahnya seperti janda yang ditinggal pergi oleh suaminya tanpa ke
"Perhatian diharapkan para penumpang yang masih berada di kabin, dimohon untuk segera turun … mohon untuk dicek barang-barangnya agar tidak tertinggal …." ucap pramugari wanita, suaranya menggema di seluruh bagian pesawat.Seorang pria berpakaian rapi nan tampan dan gagah perkasa ditambah kaca mata hitam membuat siapa saja yang melihatnya pasti terpesona. Terutama kaum hawa.Pria itu melangkah keluar menuruni anak tangga sambil membawa tas ransel hitam di punggungnya. Tubuh tinggi proporsional dengan tampang Indonesia sedikit campuran bule itu tidak memperdulikan tatapan para wanita yang menatapnya terang-terangan. Mata tajam dari balik kaca mata hitam itu membidik sudut pandang bandara hingga ia keluar dari bandara menghirup udara segar sambil membentangkan kedua tangannya."Huuff … Alhamdulillah." Pria tersebut menghela napas lega setelah kakinya menginjak tanah kelahirannya. Ia mengucap syukur, karena satu tahun tinggal di negeri orang kini dirinya kembali lagi ke tanah airnya."S
7. Hari pertama bertemu dengan Hasna.Oh, ya udah kalau begitu saya permisi dulu," ucap wanita tersebut dengan raut wajah kecewa lalu kembali berjongkok untuk menggendong bakul jamu, nya. "Hei! Tukang jamu!! Sini, kamu! Dasar wanita ganjen!!" Plakk!! Hasna terkejut ketika ada seorang ibu-ibu yang datang menghampirinya dan langsung memberi tamparan keras ke wajahnya. Wanita itu meringis sambil memegang wajahnya yang sakit."Ada apa ini?" tanya seseorang yang berada di sana."Wanita ini sudah ganjen sama suami saya. Tampangnya aja yang menyedikan sok-sokan jual jamu. Nggak taunya hanya topengnya aja. Suami saya masak di gangguin sama dia," ujar ibu-ibu itu sambil menunjuk-nunjuk ke arah Hasna."Astaghfirullah, Bu. Saya nggak begitu!" Bela Hasna."Halla mana ada maling mau ngaku.""Bu. Udah, Bu malu di lihat orang," ucap pria yang tak lain adalah suaminya."Maaf ya. Istri saya ini salah sangka. Ayo buk jangan bikin malu di sini." Pria itu berujar sambil menarik tangan istrinya pergi d
"Gimana keadaan mama sekarang, Pa?" tanya Tomi khawatir."Mama, kamu …," ucapan itu terhenti kala mendengar suara pintu ruangan UGD terbuka."Dengan keluarga ibu Nita?" tanya dokter tersebut.Tomi dan Tigor langsung maju mendekati dokter tersebut saat mendengar nama Nita disebut."Saya suaminya, Dok. Bagaimana dengan keadaan istri saya?" tanya Tigor khawatir dengan keadaan istrinya sekarang ini. Sudah hampir dua jam ia menunggu di luar ruangan setelah dokter mengatakan bahwa Nita harus di operasi karena kecelakaan tersebut."Bu Nita sekarang sudah membaik setelah menjalani operasi. Tetapi bu Nita…" Namun ucapan itu terhenti sesaat setelah ada seseorang yang menghampiri mereka sembari menggendong bakul jamu. Tomi dan lainnya terkesiap ketika melihat siapa yang datang ke rumah sakit itu."Hasna?" ucap mereka serempak"Mas, gimana keadaan mama, katanya mama kecelakaan?" tanya Hasna suaranya masih terdengar tersengal-sengal karena telah berlari cukup jauh menuju dimana Siska dirawat."Ka
"Hahaha, Hasna … Hasna. Tetapi jika itu yang, kamu inginkan. Oke aku akan mengabulkan permohonanmu itu hari ini juga dan detik ini aku Tomi Ardiansyah melanakmu dengan talak tiga." ~ Pria itu berdiri di ambang pintu sambil melihat nyalang ke arah wanita yang di hadapannya itu. Pria itu berjalan lebih maju sehingga membuat wanita itu meneguk ludah. Langkahnya tersurut ke belakang menjauhi pria yang ada di hadapannya. Tomi bergerak maju dan berhenti tepat di depan Hasna. Dengan tatapan mata yang melotot seperti ingin keluar saat itu juga saat memandangi Hasna. "Kau sudah mempermalukan keluargaku, Hasna! Kau sudah mencoreng nama baik keluargaku di depan orang banyak! Sekarang apa, kamu puas setelah apa yang, kamu lakukan tadi wanita sialan?" hardik Tomi menggebu-gebu dengan raut muka menahan amarah. "Mas maksudku bu-bukan begitu," ujarnya tersendat karena dipenuhi rasa takut ketika berdekatan dengan Tomi. Tubuhnya bergetar kala mengingat bagaimana Tomi selalu menganiaya dirinya. "La