"Maaf, Bu Darmi. Tolong jangan ingatkan saya kembali ke masa lalu yang kelam itu. Saya sudah ikhlas dunia akhirat."
~
3. Rahasia Darmi dan Yuyun
Sebesar apapun masalah yang dihadapinya. Ia tetap tabah dan ikhlas menjalani biduk rumah tangganya yang kini sudah di ujung tanduk.
Tiba-tiba Hasna menghentikan laju jalannya ketika ia berpapasan dengan seorang wanita yang tidak lain adalah Hesti janda muda yang sempat menjalin hubungan dengan suaminya. Namun Hesti tidak mengetahuinya bahwa Hasna tau kalau mereka ada main di belakangnya.
Hari itu Hasna tak sengaja melihat ponsel Tomi tertinggal. Maksud hati ingin mengantar ponsel itu ke kantor tiba-tiba ponsel itu bergetar dan melihat ada chat masuk dan itu dari Hesti.
"Eeh, Mbak Hasna. Mau berangkat jualan, ya?" Sapa Hesti dengan logat bicaranya yang seksi. Siapa saja yang mendengar dia berbicara pasti akan terbawa suasana.
"Iya," jawab Hasna seadanya. "Permisi, Mbak." Lanjut Hasna lalu melangkah pergi.
"Eits, tunggu dulu. Cepet banget mau perginya. Oh, iya saya sampe lupa. Mbak, kan, udah di tinggal pergi oleh Mas Tomi, upss." Wanita itu hendak memanas-manasi Hasna.
"Dari mana, dia tahu kalau aku dan mas Tomi ... pasti wanita ini tau dari mas Tomi," batinnya.
"Kok, melamun. Pasti, Mbak kaget kan dari mana aku tau. iya, kan?"
"Maaf, ya, Mbak. Sekiranya tidak ada yang mau dikatakan lagi saya mau pergi. Assalamualaikum."
"Eits, tunggu sebentar, Mbak. Saya ini mau mengatakan sesuatu hal lagi yang penting dan yang harus, Mbak tau, loh. Saya itu kemarin lihat suami mbak jalan-jalan ke mall. Sama wanita sambil berpegangan tangan. Mana si wanitanya seksi lagi. Jau banget deh kayak, Mbak Hasna. Hati-hati loh, Mbak. Jangan-jangan si wanita itu selingkuhannya suami, Mbak lagi. Duh, nggak kebayang deh punya suami kayak gitu, sih tukang selingkuh. Amit-amit jangan sampe saya dapat suami kayak, mas Tomi. Biarlah saya menjanda aja."
Hasna mendengarnya pun, biasa saja. Wanita berumur dua puluh itu tetap tersenyum, nggak ada rasa cemburu ataupun sakit hati. Hatinya sudah menjadi batu sudah biasa disakiti oleh suaminya yang suka main perempuan.
"Kok, Mbak Hasna gak nangis atau kaget, gitu. Kayak wanita diluar sana kalo suaminya ketahuan selingkuh pastilah sudah kejar-kejar nangisnya. Ini, kok, Mbak Hasna biasa-biasa aja atau jangan-jangan, Mbak sama mas Tomi udah…"
"Maaf, ya, Mbak Hesti. Jangan ikut campur urusan orang lain saya tidak suka itu. Maaf saya pergi soalnya saya sudah ditunggu oleh langganan saya. Nanti mereka pada kecewa karena lama menunggu." Potong, Hasna cepat.
"Hebat loh, Mbak Hasna. Bisa sekuat itu," ucapnya sembari menggeleng.
"Aminn," jawab Hasna. "Kalo begitu, saya duluan."
"Assalamu'alaikum.
"Waalaikumsalam." sahut, Hesti menatap tak percaya dengan omongan Hasna.
"Hebat wanita itu, suaminya selingkuh aja, dia tak menanggapinya. Saya salut sama kamu, Hasna," batinnya.
*****
"Jamu … jamu ….!"
"Hasna! Sini." Darmi memanggilnya.
Hasna, menoleh ke arah suara itu.
"Iya, Bu." jawab, Hasna sambil mengayunkan langkahnya menuju ibu-ibu yang sedang berkumpul di depan rumah, Darmi.
"Mau beli jamu ya, Bu?" tanya, Hasna ramah sembari menurunkan bakul jamunya di lantai.
"Iya, Has. Dari kemarin saya nungguin kamu lewat, loh. Emang, kamu gak jualan apa?"
"Iya, Bu. Saya emang gak jualan lima hari ini, karena lagi nggak enak badan," jawab, Hasna.
"Oh, pantesan. Wajah kamu aja masih terlihat pucat loh kalo masih sakit, ya jangan dipaksain dulu lah jualan. Nanti kamu pingsan di jalan, gimana?"
"Iya, Has, bener apa yang dikatakan, Darmi. Tuh, wajah kamu pucat sekali. Emang Tomi gak ada dirumah apa, istri sakit kok malah disuruh jualan." Timpal Yuyun.
"Nggak apa-apa, Bu. Insyaallah saya masih kuat. Ini gimana, Bu, jadi gak beli jamu nya soalnya saya mau pergi jualan di pasar pagi, takutnya nanti malah kesiangan," ucap Hasna di saat mereka mencecarnya berbagai pertanyaan.
"Ya jadilah, Has. Saya mau jamu asam kunyit saja ditambah sedikit pahit, ya."
"Saya juga , Has. Jamu beras kencur aja."
"Ditambah pahit ga, Bu. Kayak, Bu Darmi."
"Nggak usah. Saya nggak suka pahit," jawab Yuyun.
Hasna mengangguk, kemudian, ia menuangkan jamu itu kedalam gelas.
Tiba-tiba Hasna terkesiap ketika tangannya dicekal oleh Darmi.
"Tangan kamu kenapa, Has?"
"Oh, i–ini bekas…." Dengan cepat ia menutupi lebam itu dengan kain jarik yang digunakannya untuk menggendong bakul jamu Hasna tak bisa menjawab, mulutnya seakan terkunci rapat.
Tiba-tiba Darmi menarik kain jarik itu dan seketika itu Darmi di buat kaget. Matanya melotot sempurna ketika melihat tangan Hasna dipenuhi oleh luka lebam.
"Ya Allah, Hasna! Tangan kamu kenapa? Ini, kok, banyak banget lebamnya?"
Hasna menarik kembali tangannya saat dipegang oleh Darmi lalu menutupinya kembali dengan kain jarik.
"Pasti ini Tomi yang ngelakuinnya. Kamu dipukul sama suami, kamu, Has?"
Hasna menggeleng. "Bu–bukan, Bu. Ini hanya bekas jatuh, ketika saya mau ambil bahan jamu di belakang rumah."
"Nggak usah bohong kamu, Hasna. Kurang ajar sekali suamimu itu. Kamu juga, sih, masih betah berlama-lama dengan suamimu, itu. Padahal, kamu tau sendiri kalau pria brengsek itu sering melakukan kekerasan sama, kamu. Nggak habis pikir saya sama, kamu, Has."
"Bener, Has. Jangan jadi wanita lemah pergi dan tinggalkan suamimu itu."
"Iya, Hasna. Kamu sudah sangat menderita karena ulah suamimu itu. Lebih baik kamu pergi saja dan tinggalkan suami yang suka main kasar sama, kamu."
Yuyun dan Darmi tidak habis pikir kenapa, Hasna menjadi wanita lemah. Padahal, dia sering kali di pukuli oleh Tomi.
"Pergi kemana, Bu. Sedangkan saya...." Ucapan itu terhenti tak kala mengingat dirinya hidup hanya sebatang kara di dunia ini.
Darmi dan Yuyun seketika terdiam menatap iba melihat Hasna.
"Sungguh malang nasibmu, Has. Punya, ibu tiri tapi gila dengan harta. Tuh, kamu lihat rumah orang tuamu yang sudah dijual oleh Siska."
Hasna membalikan badannya ke arah belakang. Melihat rumah masa kecilnya dahulu. Ada banyak kenangan indah dan kesedihan di rumah itu.
Tak terasa sebutir bening keluar dari sudut matanya tak kalah mengingat kembali kejadian apa yang menimpa keluarganya.
"Sekarang wanita jal*ng itu menikmati hasil dari kerja keras, ibumu. Rumah, tanah pun ikut terjual. Dan kamu malah terusir dari rumah kamu sendiri. Nggak, kamu nggak ibu, kamu. Punya suami yang sama-sama…."
"Maaf, Bu Darmi. Tolong jangan ingatkan saya kembali ke masa lalu yang kelam itu. Saya sudah ikhlas dunia akhirat." Hasna memotong cepat ketika Darmi ingin mengingat kembali apa yang terjadi padanya dan Nining - ibunya.
"Maafkan saya, Has. Bukan maksud saya mengingat kamu kembali ke masa lalu, kamu. Tapi saya, mau kamu jangan seperti Nining. Jadilah ibu kamu saja yang sering disakiti oleh Rohim bapak, kamu.
"Ya, Bu. Saya makasih banget sama, Ibu yang telah perhatian sama saya. Saya akan baik-baik saja, Bu. Insyaallah.
"Kamu ini, Hasna. Sama sekali tidak mau mendengar kata-kata kami. Saya sudah sering kali ingatkan sama, kamu, tapi kamunya malah tidak mendengarkannya. Jangan sampai kamu menyesal, Hasna. Tomi itu sudah jahat sama, kamu. Dialah yang dibalik kem —"
Darmi terkesiap ketika Yuyun menutup mulutnya dengan telapak tangan.
"Lepaskan, Yuyun! Dia harus tau kebenarannya!"
"Kamu mau nantinya Pak Tigor mencelakai keluarga, kamu? Ingat ya, Darmi. Saya tidak mau keluarga saya berurusan dengan Pak Tigor." Bisik, Yuyun memberi ancaman dan membuat Darmi terdiam.
"Apa yang kalian rahasiakan dari saya, Bu? Sepertinya…."
"Nggak ada apa-apa, Has. Darmi asal ngomong aja barusan. Kalo kamu mau pergi jualan silahkan. Nanti keburu siang juga."
"Maafkan kami, Has. Suatu hari nanti kamu akan tau yang sebenarnya."
4. Tau diri yang seperti apa...Hasna mempercepat laju jalannya menuju ke pasar pagi. Karena di pasar pagi sudah banyak pelanggan yang menunggu untuk meminum jamu yang ia jajakan. Jam weker yang ia bawah dari rumah sudah menunjukkan pukul 8 sudah sangat siang. Biasanya Hasna tiba di pasar jam 7 kurang. "Ya Allah. Semoga dagangan saya habis dan saya bisa membeli beras dan juga token listrik. Aminn....," ucap Hasna seraya mengatup kedua tangan lalu menyentuh sebagian wajahnya.Kadang terlintas keinginannya untuk menyerah dengan keadaan ini. Hasna tidak sanggup kalau sepanjang hidupnya selalu tidak dianggap ada.Untung Hasna selalu mendekatkan diri kepada, Allah. Biarlah dia menjalani hidup yang pahit asalkan dia masih memiliki, Allah bersamanya. Dirinya yakin suatu saat nanti akan ada datangnya terang setelah gelap.Bahkan, Allah tidak pernah meninggalkan hambanya ketika sedang diuji dengan cobaan yang berat dan selalu ikhlas menjalaninya karena, Allah. Langkah Hasna gegas setelah tib
5. Allah maha tahu segalanya.Keesokan paginya Hasna mengerjapkan matanya perlahan saat sinar matahari menyusup masuk dari celah-celah jendela kamar.Dan seperti biasa wanita itu terjaga dari tidurnya hanya bisa menatap sisi ranjang yang kosong. Tak ada suami yang menemani malamnya yang dingin. Hanya sebuah bantal guling yang teronggok di sana.Semalaman ini Hasna tidak bisa tertidur dikarenakan suhu tubuhnya panas setelah kemarin siang pulang kehujanan ditambah lagi dengan kejadian kemarin membuat Hasna sangat tertekan ketika, Nita dan Tigor memperlakukannya bak seperti binatang.Walaupun keadaannya sekarang kurang memungkinkan untuk berjualan. Namun wanita itu tetap menyempatkan diri untuk meracik jamu yang akan dijajakan nya nanti. Dia harus berjuang keras seorang diri tanpa bantuan siapapun itu termasuk suaminya sendiri yang telah melalaikan kewajibannya sebagai seorang suami. Kehidupan sehari-hari wanita itu tidak ubahnya seperti janda yang ditinggal pergi oleh suaminya tanpa ke
"Perhatian diharapkan para penumpang yang masih berada di kabin, dimohon untuk segera turun … mohon untuk dicek barang-barangnya agar tidak tertinggal …." ucap pramugari wanita, suaranya menggema di seluruh bagian pesawat.Seorang pria berpakaian rapi nan tampan dan gagah perkasa ditambah kaca mata hitam membuat siapa saja yang melihatnya pasti terpesona. Terutama kaum hawa.Pria itu melangkah keluar menuruni anak tangga sambil membawa tas ransel hitam di punggungnya. Tubuh tinggi proporsional dengan tampang Indonesia sedikit campuran bule itu tidak memperdulikan tatapan para wanita yang menatapnya terang-terangan. Mata tajam dari balik kaca mata hitam itu membidik sudut pandang bandara hingga ia keluar dari bandara menghirup udara segar sambil membentangkan kedua tangannya."Huuff … Alhamdulillah." Pria tersebut menghela napas lega setelah kakinya menginjak tanah kelahirannya. Ia mengucap syukur, karena satu tahun tinggal di negeri orang kini dirinya kembali lagi ke tanah airnya."S
7. Hari pertama bertemu dengan Hasna.Oh, ya udah kalau begitu saya permisi dulu," ucap wanita tersebut dengan raut wajah kecewa lalu kembali berjongkok untuk menggendong bakul jamu, nya. "Hei! Tukang jamu!! Sini, kamu! Dasar wanita ganjen!!" Plakk!! Hasna terkejut ketika ada seorang ibu-ibu yang datang menghampirinya dan langsung memberi tamparan keras ke wajahnya. Wanita itu meringis sambil memegang wajahnya yang sakit."Ada apa ini?" tanya seseorang yang berada di sana."Wanita ini sudah ganjen sama suami saya. Tampangnya aja yang menyedikan sok-sokan jual jamu. Nggak taunya hanya topengnya aja. Suami saya masak di gangguin sama dia," ujar ibu-ibu itu sambil menunjuk-nunjuk ke arah Hasna."Astaghfirullah, Bu. Saya nggak begitu!" Bela Hasna."Halla mana ada maling mau ngaku.""Bu. Udah, Bu malu di lihat orang," ucap pria yang tak lain adalah suaminya."Maaf ya. Istri saya ini salah sangka. Ayo buk jangan bikin malu di sini." Pria itu berujar sambil menarik tangan istrinya pergi d
"Gimana keadaan mama sekarang, Pa?" tanya Tomi khawatir."Mama, kamu …," ucapan itu terhenti kala mendengar suara pintu ruangan UGD terbuka."Dengan keluarga ibu Nita?" tanya dokter tersebut.Tomi dan Tigor langsung maju mendekati dokter tersebut saat mendengar nama Nita disebut."Saya suaminya, Dok. Bagaimana dengan keadaan istri saya?" tanya Tigor khawatir dengan keadaan istrinya sekarang ini. Sudah hampir dua jam ia menunggu di luar ruangan setelah dokter mengatakan bahwa Nita harus di operasi karena kecelakaan tersebut."Bu Nita sekarang sudah membaik setelah menjalani operasi. Tetapi bu Nita…" Namun ucapan itu terhenti sesaat setelah ada seseorang yang menghampiri mereka sembari menggendong bakul jamu. Tomi dan lainnya terkesiap ketika melihat siapa yang datang ke rumah sakit itu."Hasna?" ucap mereka serempak"Mas, gimana keadaan mama, katanya mama kecelakaan?" tanya Hasna suaranya masih terdengar tersengal-sengal karena telah berlari cukup jauh menuju dimana Siska dirawat."Ka
"Hahaha, Hasna … Hasna. Tetapi jika itu yang, kamu inginkan. Oke aku akan mengabulkan permohonanmu itu hari ini juga dan detik ini aku Tomi Ardiansyah melanakmu dengan talak tiga." ~ Pria itu berdiri di ambang pintu sambil melihat nyalang ke arah wanita yang di hadapannya itu. Pria itu berjalan lebih maju sehingga membuat wanita itu meneguk ludah. Langkahnya tersurut ke belakang menjauhi pria yang ada di hadapannya. Tomi bergerak maju dan berhenti tepat di depan Hasna. Dengan tatapan mata yang melotot seperti ingin keluar saat itu juga saat memandangi Hasna. "Kau sudah mempermalukan keluargaku, Hasna! Kau sudah mencoreng nama baik keluargaku di depan orang banyak! Sekarang apa, kamu puas setelah apa yang, kamu lakukan tadi wanita sialan?" hardik Tomi menggebu-gebu dengan raut muka menahan amarah. "Mas maksudku bu-bukan begitu," ujarnya tersendat karena dipenuhi rasa takut ketika berdekatan dengan Tomi. Tubuhnya bergetar kala mengingat bagaimana Tomi selalu menganiaya dirinya. "La
"Aku akan pergi, Mas. Tapi satu hal yang harus, kau ingat. Aku Hasna. Aku akan bersumpah demi langit dan bumi suatu hari nanti, kau dan keluargamu akan mendapatkan pembalasan atas apa yang kalian perbuat padaku. Aku bersumpah, Mas! Itu akan terjadi!"10 Aku akan pergi, Mas."Terima kasih kepadamu, Tomi Ardiansyah. Sekarang kau bebas dan aku juga bebas dari kekejaman yang telah kau torehkan kepadaku selama ini. Aku akan ingat apa yang, kau lakukan kepadaku dari awal aku masuk ke rumah ini dan–" "Hei! Kau jangan banyak bicara lagi! Sekarang pergilah dari sini! Oh, ya jangan lupa, kau juga harus membawa ini!" Tomi melemparkan sesuatu milik Hasna ke lantai. Bruk!! "Astaghfirullah!"Orang-orang yang berada di sana kaget melihat kejadian itu terjadi. Mereka iba melihat Hasna di perlakukan seperti itu akan tetapi mereka juga tidak bisa membantu wanita itu karena ada keluarga yang harus mereka jaga.Ya mereka memilih untuk diam karena masyarakat disana takut pada keluarga Tigor. Dalam arti
"Kenapa aku seperti mengenal wanita itu. Wajahnya cara dia berjalan tapi siapa dia? Siapa?"Tiga tahun telah berlalu. Hasna sudah mendapatkan surat akta perceraiannya. Namun wanita itu tidak mendapatkan apa-apa selain hanya raga dan hati yang terluka yang ia bawa dari rumah tempatnya dulu sering di siksa. Selama satu tahun wanita itu pontang-panting hanya sekedar untuk mencari sesuap nasi. Hanya mengandalkan jamu saja rasanya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan wanita itu. Apalagi semua bahan ia harus membelinya. Beda dengan sebelumnya bahan utama membuat jamu ia tanam sendiri di pekarangan belakang rumahnya. Bukan tidak mau menanamkan alasannya karena tidak ada tempat untuk menanam. Apalagi semua harga bahan baku untuk membuat jamu melonjak naik seperti jahe merah yang kini harganya diatas tiga puluh ribu. Namun semua itu tidak membuat wanita itu menyerah dengan keadaannya. Wanita itu percaya bahwa Tuhan tidak akan memberi ujian yang berat bagi Hamba-nya selama kita mendekatkan di