2. Hidup Namun Tak Bernyawa.
Mendadak tangisan itu hilang, sepintas ada rasa takut yang menghantui pikiran Tomi melihat Hasna diam terkulai lemas di lantai. Dia takut kalau Hasna meninggal.
"Hei, Hasna?" Tomi panik, lalu mencoba membangunkan istrinya dengan ujung jari kakinya. Namun si wanita itu tetap diam.
"Has, jangan bikin aku —" Tomi semakin di buat panik karena tidak ada jawaban dari Hasna. Ia menjauhi tubuh wanita itu. "Tidak … ini tidak mungkin."
Rasa panik yang amat tinggi membuat Tomi frustasi. Ia takut kalo sang istri meninggal, dia juga takut akan dipenjara dan mengancam nama baik keluarganya.
"Aaaah …!" Ia memekik keras. Menggusar rambutnya sendiri. "Sialan wanita itu! Bisanya bikin susah saja." Tidak ingin membuang waktunya, ia pun berdiri melangkahkan kakinya menuju wanita yang kini entah bagaimana keadaannya.
"Aku harus membawa wanita ini ke suatu tempat dan membuangnya ke...," ucapnya.
"Itu ide yang sangat cemerlang, Tomi. Sekarang bawa wanita itu pergi dari sini sebelum orang mengetahuinya duluan." Entah kemana dia mau membawa istrinya itu. Dan setan apa yang telah merasuki pikirannya sehingga punya niat jahat untuk menyingkirkan istrinya yang kini belum diketahui pastinya. Apakah masih hidup atau ….
"Mas…." Suara itu terdengar sangat pelan.
"Astaghfirullahaladzim!" Ucap Tomi beristighfar karena kaget. Wajahnya seketika berubah pucat. Dia seperti baru saja melihat mayat hidup, karena si wanita bangun dari pembaringan dalam keadaan wajah yang sangat pucat ditambah bekas lebam dibawah matanya semakin terlihat begitu menakutkan.
Padahal itu adalah bekas tonjokan dari si pria itu sendiri. Namun dirinya tak menyadari akan itu karena sangking takutnya.
Hasna keheranan melihat suaminya seperti itu. Sedangkan Tomi masih diam mematung di sudut ruangan. Ia lantas berjalan mendekati istrinya, ingin meyakinkan bahwa yang ia lihat itu adalah istrinya, bukan hantu.
"Brengsek! Ternyata kau masih hidup?"
Hasna tersentak. Matanya menatap tak suka melihat Tomi berkata seperti itu.
"Bun*h aku sekarang, Mas. Biar kamu puas sekalian! Aku ingin pergi dari dunia yang keras ini. Aku tidak sanggup lagi dengan beban yang kupikul, lebih baik aku pergi. Sekarang lakukan apa yang, Mas mau," lirih wanita itu.
"Kamu pikir aku ini bodoh, hah! Mau ngelakuin hal konyol itu, lalu mencoreng nama baik keluargaku? Begitu mau kamu, Hasna? Tidak, aku tidak bodoh. Lebih baik aku pergi dari sini dan meninggalkan, kamu sendiri dalam keadaan sekarat. Ntar kamu juga akan mat* dengan sendirinya. Jadi tidak perlu mengotori tanganku untuk membun*h, kamu."
"Mengapa, Mas? Kenapa kamu tidak bisa melakukannya. Ini juga untuk kebaikan, kamu kok. Biar, kamu bisa bebas setelah aku pergi untuk selamanya."
"Oh, jadi kamu mau nantangin aku? Oke, rasakan, ini wanita sialan!"
Bugh!
Wanita itu ambruk seketika. Ia merasakan sakit yang luar biasa di bagian perutnya. Dia menekuk tubuhnya menahan sakit yang tak bisa diungkapkan lagi.
"Perlahan-lahan, kau akan mat* juga, Hasna. Walaupun nantinya kamu masih hidup jangan pernah mencari atau meneleponku. Awas, jangan berani kau mengadu ini pada siapapun, kalau kamu masih mau hidup di dunia ini." Tomi memberikan kecaman pada istrinya yang kini terlihat sungguh memprihatinkan.
Hasna tak menjawabnya karena separuh raganya sudah mat*. Tomi pergi meninggalkan Hasna dalam keadaan yang sangat memprihatinkan.
Wajahnya pucat ditambah dengan lebam-lebam di sekujur tubuhnya. Dia tak ubahnya seperti may*t hidup.
Dengan kondisi yang memprihatinkan, Hasna menyeret tubuhnya menuju ke arah meja. Dia ingin meraih sebuah benda pipih yang ada di nakas. Ia kesulitan meraih benda pipih tersebut dikarenakan sudah tidak ada tenaga lagi.
Beberapa kali dia berusaha untuk meraih benda pipih tersebut akhirnya dia berhasil juga, walaupun dengan susah payahnya.
Benda pipih tersebut sudah berada di tangan. Namun ia kesulitan untuk mencari nomor seseorang untuk meminta bantuan agar dia bisa keluar dari rumah ini.
"Halo ... kenapa, Has. Saya lagi ada diluar nanti saja, kamu telpon lagi"
Tuuutt ….
Sambungan terputus. Wanita yang telah membuat hidupnya menderita itu mengakhiri panggilannya secara sepihak.
Tidak ada lagi tempat untuk mengadu. Hidup di dunia hanya sebatang kara setelah ditinggal pergi orang tuanya untuk selama-lamanya.
Menikah dengan Tomi bukanlah keinginan dirinya. Satu tahun yang lalu dia adalah seorang gadis cantik yang pendiam.
Di hari itu dimana satu tahun yang lalu telah merubah statusnya menjadi istri dari seorang pria berdarah dingin yaitu Tomi Ardiansyah. Terpaksa menikah karena paksaan dari Siska – ibu tiri dari wanita tersebut.
Setelah memenuhi keinginan Siska untuk menikahi lelaki tersebut. Siska tidak bisa dihubungi lagi. Dia lenyap bak ditelan bumi.
Tadinya Hasna sempat berpikir, bahwa menikah dengan Tomi akan merubah nasibnya yang malang melintang karena sering disiksa oleh Siska.
Namun itu hanya sebuah keinginan saja dan pada akhirnya bukan kebahagiaan yang ia dapatkan. Melainkan siksaan yang bertubi-tubi melebihi Siska.
*****
Lima hari telah berlalu, setelah kejadian yang menimpanya di hari itu, dia tidak pernah keluar rumah, bahkan nyaris tidak makan.
Untung wanita itu memiliki kebun ubi jalar di belakang rumahnya sudah bisa mengganjal perutnya yang lapar. Ia bisa keluar dari rumah setelah luka-luka di wajahnya mulai memudar.
Lama wanita itu tertegun, ketika melihat penampakan depan rumahnya. Terasnya begitu kotor dan berdebu halaman sudah di penuhi daun-daun dari pohon yang berguguran, di tambah lagi dengan sampah-sampah yang dibawa oleh binatang peliharaan tetangga menjadikan halamannya itu terlihat kotor dan berantakan
Melihatnya pun membuat Hasna mual dan ingin muntah, ketika sampah bekas popok bayi berserakan di mana-mana.
Baru lima hari tidak keluar rumah, penampakan halamannya sungguh memprihatinkan. Bunga-bunga yang ia tanam dengan sepenuh hati kini kering dan gugur. Menyisihkan batang daun yang sudah layu seperti yang dirasakan olehnya. Hidup namun tidak bernyawa.
Wanita itu berinisiatif untuk membersihkan halaman depan rumahnya. Orang yang berlalu lalang menatap aneh kepadanya. Ia terpaksa menutupi wajahnya dengan jilbab yang ia kenakan.
****
Subuh-subuh, Hasna bangun untuk menunaikan sholat, jam di dinding kamar yang bernuansa pink itu, menunjuk pukul tiga pagi. Hasna bergegas menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu dan melaksanakan sholat tahajud untuk mencurahkan keluh kesahnya.
Setelah selesai sholat , Hasna berdoa sambil menengadahkan tangannya ke atas, ia berdoa dengan khusyuk untuk memohon ketabahan dan keikhlasan atas ujian yang sedang dialaminya, kepada Allah yang maha kuasa atas segala rahmat-Nya. Selesai dengan doanya, tak terasa setitik bening menetes dari pelupuk matanya.
Tidak mau berlarut-larut dalam kesedihan, wanita berumur dua puluh tahun itu melanjutkan membaca yasin, untuk mendinginkan pikirannya.
****
Pagi harinya, Hasna sedang meracik jamu yang akan dijajakan nya nanti.
Sebelum berangkat untuk menjajakan dagangannya. Ia menyempatkan diri untuk sarapan pagi dengan ala kadarnya. Singkong yang ia rebus sudah mengganjal perutnya sampai siang.
"Alhamdulillah…," ucapnya mengucapkan hamdalah setelah selesai sarapan.
Hasna bersiap-siap berangkat menjajakan dagangannya tak lupa juga ia berdoa agar dagangannya hari ini habis terjual.
"Aminn …." Hasna menangkupkan kedua telapak tangannya yang menyentuh sebagian wajahnya sebagai ungkapan harapan yang tak kalah besarnya.
Hasna mengayunkan langkahnya keluar dari rumah menyusuri jalanan di seputaran rumah untuk menjajakan dagangannya.
Dia tetap tersenyum pada orang-orang yang berlalu lalang untuk menjalani aktivitas mereka di pagi hari.
Sebesar apapun masalah yang dihadapinya, ia tetap tabah dan ikhlas menjalani biduk rumah tangganya yang kini sudah di ujung tanduk.
Tiba-tiba Hasna menghentikan laju jalannya ketika ia berpapasan dengan seorang wanita yang tak lain adalah...
"Maaf, Bu Darmi. Tolong jangan ingatkan saya kembali ke masa lalu yang kelam itu. Saya sudah ikhlas dunia akhirat." ~ 3. Rahasia Darmi dan Yuyun Sebesar apapun masalah yang dihadapinya. Ia tetap tabah dan ikhlas menjalani biduk rumah tangganya yang kini sudah di ujung tanduk. Tiba-tiba Hasna menghentikan laju jalannya ketika ia berpapasan dengan seorang wanita yang tidak lain adalah Hesti janda muda yang sempat menjalin hubungan dengan suaminya. Namun Hesti tidak mengetahuinya bahwa Hasna tau kalau mereka ada main di belakangnya. Hari itu Hasna tak sengaja melihat ponsel Tomi tertinggal. Maksud hati ingin mengantar ponsel itu ke kantor tiba-tiba ponsel itu bergetar dan melihat ada chat masuk dan itu dari Hesti. "Eeh, Mbak Hasna. Mau berangkat jualan, ya?" Sapa Hesti dengan logat bicaranya yang seksi. Siapa saja yang mendengar dia berbicara pasti akan terbawa suasana. "Iya," jawab Hasna seadanya. "Permisi, Mbak." Lanjut Hasna lalu melangkah pergi. "Eits, tunggu dulu. Cep
4. Tau diri yang seperti apa...Hasna mempercepat laju jalannya menuju ke pasar pagi. Karena di pasar pagi sudah banyak pelanggan yang menunggu untuk meminum jamu yang ia jajakan. Jam weker yang ia bawah dari rumah sudah menunjukkan pukul 8 sudah sangat siang. Biasanya Hasna tiba di pasar jam 7 kurang. "Ya Allah. Semoga dagangan saya habis dan saya bisa membeli beras dan juga token listrik. Aminn....," ucap Hasna seraya mengatup kedua tangan lalu menyentuh sebagian wajahnya.Kadang terlintas keinginannya untuk menyerah dengan keadaan ini. Hasna tidak sanggup kalau sepanjang hidupnya selalu tidak dianggap ada.Untung Hasna selalu mendekatkan diri kepada, Allah. Biarlah dia menjalani hidup yang pahit asalkan dia masih memiliki, Allah bersamanya. Dirinya yakin suatu saat nanti akan ada datangnya terang setelah gelap.Bahkan, Allah tidak pernah meninggalkan hambanya ketika sedang diuji dengan cobaan yang berat dan selalu ikhlas menjalaninya karena, Allah. Langkah Hasna gegas setelah tib
5. Allah maha tahu segalanya.Keesokan paginya Hasna mengerjapkan matanya perlahan saat sinar matahari menyusup masuk dari celah-celah jendela kamar.Dan seperti biasa wanita itu terjaga dari tidurnya hanya bisa menatap sisi ranjang yang kosong. Tak ada suami yang menemani malamnya yang dingin. Hanya sebuah bantal guling yang teronggok di sana.Semalaman ini Hasna tidak bisa tertidur dikarenakan suhu tubuhnya panas setelah kemarin siang pulang kehujanan ditambah lagi dengan kejadian kemarin membuat Hasna sangat tertekan ketika, Nita dan Tigor memperlakukannya bak seperti binatang.Walaupun keadaannya sekarang kurang memungkinkan untuk berjualan. Namun wanita itu tetap menyempatkan diri untuk meracik jamu yang akan dijajakan nya nanti. Dia harus berjuang keras seorang diri tanpa bantuan siapapun itu termasuk suaminya sendiri yang telah melalaikan kewajibannya sebagai seorang suami. Kehidupan sehari-hari wanita itu tidak ubahnya seperti janda yang ditinggal pergi oleh suaminya tanpa ke
"Perhatian diharapkan para penumpang yang masih berada di kabin, dimohon untuk segera turun … mohon untuk dicek barang-barangnya agar tidak tertinggal …." ucap pramugari wanita, suaranya menggema di seluruh bagian pesawat.Seorang pria berpakaian rapi nan tampan dan gagah perkasa ditambah kaca mata hitam membuat siapa saja yang melihatnya pasti terpesona. Terutama kaum hawa.Pria itu melangkah keluar menuruni anak tangga sambil membawa tas ransel hitam di punggungnya. Tubuh tinggi proporsional dengan tampang Indonesia sedikit campuran bule itu tidak memperdulikan tatapan para wanita yang menatapnya terang-terangan. Mata tajam dari balik kaca mata hitam itu membidik sudut pandang bandara hingga ia keluar dari bandara menghirup udara segar sambil membentangkan kedua tangannya."Huuff … Alhamdulillah." Pria tersebut menghela napas lega setelah kakinya menginjak tanah kelahirannya. Ia mengucap syukur, karena satu tahun tinggal di negeri orang kini dirinya kembali lagi ke tanah airnya."S
7. Hari pertama bertemu dengan Hasna.Oh, ya udah kalau begitu saya permisi dulu," ucap wanita tersebut dengan raut wajah kecewa lalu kembali berjongkok untuk menggendong bakul jamu, nya. "Hei! Tukang jamu!! Sini, kamu! Dasar wanita ganjen!!" Plakk!! Hasna terkejut ketika ada seorang ibu-ibu yang datang menghampirinya dan langsung memberi tamparan keras ke wajahnya. Wanita itu meringis sambil memegang wajahnya yang sakit."Ada apa ini?" tanya seseorang yang berada di sana."Wanita ini sudah ganjen sama suami saya. Tampangnya aja yang menyedikan sok-sokan jual jamu. Nggak taunya hanya topengnya aja. Suami saya masak di gangguin sama dia," ujar ibu-ibu itu sambil menunjuk-nunjuk ke arah Hasna."Astaghfirullah, Bu. Saya nggak begitu!" Bela Hasna."Halla mana ada maling mau ngaku.""Bu. Udah, Bu malu di lihat orang," ucap pria yang tak lain adalah suaminya."Maaf ya. Istri saya ini salah sangka. Ayo buk jangan bikin malu di sini." Pria itu berujar sambil menarik tangan istrinya pergi d
"Gimana keadaan mama sekarang, Pa?" tanya Tomi khawatir."Mama, kamu …," ucapan itu terhenti kala mendengar suara pintu ruangan UGD terbuka."Dengan keluarga ibu Nita?" tanya dokter tersebut.Tomi dan Tigor langsung maju mendekati dokter tersebut saat mendengar nama Nita disebut."Saya suaminya, Dok. Bagaimana dengan keadaan istri saya?" tanya Tigor khawatir dengan keadaan istrinya sekarang ini. Sudah hampir dua jam ia menunggu di luar ruangan setelah dokter mengatakan bahwa Nita harus di operasi karena kecelakaan tersebut."Bu Nita sekarang sudah membaik setelah menjalani operasi. Tetapi bu Nita…" Namun ucapan itu terhenti sesaat setelah ada seseorang yang menghampiri mereka sembari menggendong bakul jamu. Tomi dan lainnya terkesiap ketika melihat siapa yang datang ke rumah sakit itu."Hasna?" ucap mereka serempak"Mas, gimana keadaan mama, katanya mama kecelakaan?" tanya Hasna suaranya masih terdengar tersengal-sengal karena telah berlari cukup jauh menuju dimana Siska dirawat."Ka
"Hahaha, Hasna … Hasna. Tetapi jika itu yang, kamu inginkan. Oke aku akan mengabulkan permohonanmu itu hari ini juga dan detik ini aku Tomi Ardiansyah melanakmu dengan talak tiga." ~ Pria itu berdiri di ambang pintu sambil melihat nyalang ke arah wanita yang di hadapannya itu. Pria itu berjalan lebih maju sehingga membuat wanita itu meneguk ludah. Langkahnya tersurut ke belakang menjauhi pria yang ada di hadapannya. Tomi bergerak maju dan berhenti tepat di depan Hasna. Dengan tatapan mata yang melotot seperti ingin keluar saat itu juga saat memandangi Hasna. "Kau sudah mempermalukan keluargaku, Hasna! Kau sudah mencoreng nama baik keluargaku di depan orang banyak! Sekarang apa, kamu puas setelah apa yang, kamu lakukan tadi wanita sialan?" hardik Tomi menggebu-gebu dengan raut muka menahan amarah. "Mas maksudku bu-bukan begitu," ujarnya tersendat karena dipenuhi rasa takut ketika berdekatan dengan Tomi. Tubuhnya bergetar kala mengingat bagaimana Tomi selalu menganiaya dirinya. "La
"Aku akan pergi, Mas. Tapi satu hal yang harus, kau ingat. Aku Hasna. Aku akan bersumpah demi langit dan bumi suatu hari nanti, kau dan keluargamu akan mendapatkan pembalasan atas apa yang kalian perbuat padaku. Aku bersumpah, Mas! Itu akan terjadi!"10 Aku akan pergi, Mas."Terima kasih kepadamu, Tomi Ardiansyah. Sekarang kau bebas dan aku juga bebas dari kekejaman yang telah kau torehkan kepadaku selama ini. Aku akan ingat apa yang, kau lakukan kepadaku dari awal aku masuk ke rumah ini dan–" "Hei! Kau jangan banyak bicara lagi! Sekarang pergilah dari sini! Oh, ya jangan lupa, kau juga harus membawa ini!" Tomi melemparkan sesuatu milik Hasna ke lantai. Bruk!! "Astaghfirullah!"Orang-orang yang berada di sana kaget melihat kejadian itu terjadi. Mereka iba melihat Hasna di perlakukan seperti itu akan tetapi mereka juga tidak bisa membantu wanita itu karena ada keluarga yang harus mereka jaga.Ya mereka memilih untuk diam karena masyarakat disana takut pada keluarga Tigor. Dalam arti
Seorang pria yang sudah tidak lagi muda namun kelihatan gaga dan sangat kuat itu baru saja turun dari mobil dan melangkahkan kakinya melewati halaman rumah yang cukup luas.Lelaki tua itu memang jarang sekali menempati rumah ini, bahkan bisa dibilang sudah sangat jarang setelah terjadinya perseteruan antara dirinya dengan anak dan juga menantunya. Beberapa tahun ini pria tua itu banyak menghabiskan waktunya di luar kota sekedar mencari ketenangan jiwanya yang separuh telah hilang, akibat kematian putri semata wayangnya.Sejak kejadian beberapa tahun lalu pria tua ini tidak pernah lagi mendengar kabar tentang cucu satu-satunya, sebab sang menantu selalu mengawasi dan melarang dirinya untuk bertemu dengan cucunya, apalagi saat mendengar kabar jika menantunya pindah dari rumah sebelumnya.Itulah kenapa ia enggan untuk menempati rumah ini, sebab banyak sekali kenang-kenangan yang tidak dapat ia lupakan walau kejadian itu sudah berlangsung sejak beberapa tahun lalu.Bahkan mungkin sang cu
"Amira.""Iya, Sam ada apa?""A-aku mencintaimu, Amira" ungkap Sam pelan membuat Amira tersentak kaget, setelahnya ia tersenyum manis."Kamu lucu ya, Sam kalo lagi seperti ini. Gemes, deh." Sam kaget kala Amira mencubit kedua pipinya."Ja-jadi gimana? Kamu mau?""Hmm …."Lama Sam menunggu kepastian dariku, dan aku emang sengaja nggak mau untuk menjawab pertanyaannya itu."Amira? Gimana? Mau?""Hmmm.""Kok, hm, terus, sih.""Nungguin, ya?""Ah, kamu nggak asyik!""Udah, yuk pulang," sahutku membuat Sam tertunduk lemas. Bukan apa-apa kenapa aku enggan menjawab pertanyaan tersebut, karena diriku saat ini hanya fokus pada tujuan, dan belum membuka hatinya untuk siapapun termasuk teman semasa kecilku ini."Kenapa? Kamu baper, ya?" goda Sam."Mana ada!" jawabku yang dibalas dengan kekehan Sam."Udahlah, Sam. Jangan ganggu aku!"Aku dan Sam sama-sama tersenyum, lalu Sam melajukan roda empatnya meninggalkan tempat ini.Aku gak berani natap mata Sam, aku ngerasa tatapannya aneh. Malah sekaran
"Lalu bagaimana denganku? Nggak nanyain balik gimana aku bahagia atau enggaknya?"~ "Aku mencintaimu, Amira. Aku ingin menikah denganmu. Kamu mau kan menikah denganku?" Dengan cepat Amira menganggukkan kepalanya. Sam tersenyum bahagia, lalu ia membentangkan tangannya seraya mendekatkan dirinya kepada Amira dengan bibir memuncungkan ke depan "Sam! Apa-apaan sih, kamu?" tanya Amira seraya mendorong pelan wajah Sam.Sam tersentak. "Astaghfirullah!" Sam terlihat sedikit linglung apa yang terjadi, sementara Amira menatapnya dengan tatapan bingung."Hei, kamu kenapa, sih?" Sam tak langsung memandanginya melainkan merenung sejenak ia terlihat linglung. "Apa itu tadi hanya khayalanku saja … astaga!" Ia menggerutu pada dirinya sendiri dalam hati, karena itu hanya khayalannya saja yang mungkin tak pernah akan terjadi untuk menyatakan cinta, ia pun memijat pelan pelipisnya sembari menghela napas panjang."Ada apa, Sam? Apa, kamu baik-baik saja?" tanya Amira cemas, lalu ia membuka jaket yang
"Bukan hanya tak punya apa-apa lagi, tapi orang tuanya pun ikut lenyap dari muka bumi ini," sahut Amira."Ma-maksudnya bagaimana, Nak? Siapa yang lenyap?""Mama. Eh, bukan tapi Santi." Amira menyahutinya lagi."Innalillahi. Apa yang sudah, kamu lakukan untuk mereka, Nak?""Hanya permainan kecil kok, Bu" sahut Amira."Maksudnya?" Lagi-lagi Darmi belum paham dengan perkataan Amira."Maaf, Bu aku nggak bisa ceritakan. Intinya aku pernah bersumpah waktu itu untuk membalaskan dendamku pada pria jahanam itu. Selama aku masih hidup aku tidak akan membiarkan mereka hidup dengan tenang. Itulah sumpahku.""Tapi, Nak apa yang terjadi selama beberapa tahun ini denganmu? Semenjak, kamu meninggalkan rumah, kamu tidak pernah ngasih kabar pada ibu. Lalu hari ini, kamu datang ke rumah ini dengan penampilan, kamu yang sudah banyak perubahan. Ibu sampe nggak ngenalin, kamu tadi, loh. Bisakah, kamu menceritakan sedikit tentang kehidupan, kamu selama ini, Nak. Biar ibu tidak merasa bersalah terus menerus
Dendam itu belum cukup untukku. Aku ingin melihat satu persatu dari mereka lenyap di muka bumi ini. Itu sumpahku!"~"Semenjak pindahnya keluarga, kamu ke rumah baru, Rahmat sering tidak diam di rumah bahkan mereka sering bertengkar dan Rahmat, dia sering keluar rumah untuk bertemu dengan wanita jalang itu. Ibu pernah memergoki mereka sedang berduaan di rumah, kamu dan ….""A-apa? Ja-jadi bapak sering mengajak perempuan laknat itu masuk ke dalam rumahku?""I-iya, Hasna," ucapnya dengan gugup. Rasa bersalah menghinggapi di dadanya yang sudah terlanjur mengatakan yang sebenarnya."Bagaimana bisa? Kenapa kami tidak tahu bapak memasukkan wanita jalang itu ke dalam rumahku?""Kalo nggak salah waktu itu kalian tidak ada di rumah. Oh, ya waktu ibumu masuk rumah sakit kalau nggak salah.""Kurang ajar! Terlalu laknat mereka berdua. Ibuku sedang mempertaruhkan hidup dan matinya, mereka asyik bermain di belakang ibuku." Amira sangat geram mendengar cerita Darmi hingga kedua tangan wanita itu men
"Tidak ada lagi kata-kata terpuruk dalam diriku, jika hati ini sudah berganti dengan batu, batu kerikil yang tajam bahkan sangat tajam. Siapapun yang memulai dia juga yang harus mengakhiri, dan itulah yang akan terjadi selanjutnya."~Entah kenapa Amira tidak bisa mengontrol emosinya jika mengingat kembali kejadian yang menimpa keluarganya.Terbesit di pikiran Amira kalau Darmi tidak berani mengatakan yang sebenarnya karena takut pada Tigor. "Apa, Bu Darmi masih takut dengan Tigor, ya? Apa ini ada sangkut pautnya dengan keluarga jahanam itu?" "Dia sebenarnya temen ibu waktu itu."Amira sedikit mengernyit heran mendengar kalimat itu. "Maksudnya Tigor temen, Bu Darmi?""Iya.""Gimana-gimana? Aku masih nggak ngerti, Bu."Wanita paruh baya itu menghembuskan napasnya secara perlahan untuk menghadapi situasinya saat ini. "Mungkin saat ini adalah waktu yang tepat untukmu mengetahui semuanya, Nak. Ibu juga sudah lelah berlarut-larut menyimpan rahasia antara kedua keluarga ini."Lagi-lagi Ami
"Cerita tentang kakek dan keluargaku. Kenapa mereka bisa terpisah dan bagaimana wanita jalang itu bisa masuk ke dalam kehidupan keluarga besarku. Siapa mereka?"~Hari ini adalah misi ke dua untuk Amira. Misi pertama sudah ia lakukan dan sekarang waktunya dia mencari kebenaran lewat orang yang sudah dianggapnya sebagai orang tua sendiri.Dari sekian banyak orang yang sudah ia bayar untuk mencari keberadaan ayah kandung dan ibu tirinya hanya satu org yang tahu dimana keberadaan mereka. Itu pun bukan orang yang ia bayar melainkan orang yang paling dekat dengannya.Dan ternyata selama ini Amira tidak mengetahui kalau Darmi bekerja di rumah peninggalan kakeknya. Itu pun dia dapat info dari Sam dan Sam lah yang selama ini membantu dirinya. Ternyata almarhum kakeknya adalah sahabat dari orang tua Sam. Amira berdiri di depan bangunan megah di hadapannya. Sudah bertahun-tahun dia tidak pernah ke sini lagi. Sejak orang tuanya memutuskan untuk pergi ke rumah barunya. Dan sejak itu juga Amira t
Aku melonjak kaget, nyaris tersedak jika air di mulut tak kutelan dengan benar. Lalu memelototi sosok yang berdiri di hadapanku. "Amira? ~ "Iya itu memang benar, kamu kan sudah menikah dan aku belum. Ya, jadi wajarlah, ya jika aku dekat dengannya. Kalau, kamu nggak suka ya kita akhiri saja hubungan gelap ini." "Tidak-tidak, aku tidak akan mengakhiri hubungan ini. Baiklah, tapi aku mohon jangan sampai di depanku ya, jika kalian bermesraan karena akan menyakiti hatiku." "Insyaallah, jika aku mengingatnya," jawabnya datar. Beberapa saat dia hanya diam lalu setelahnya seulas senyum tersungging di bibirnya. Entah senyuman itu berarti apa tidaknya bagiku, tapi di mataku tampak ada sesuatu yang di sembunyikan di balik wajahnya, dan itu aku tidak tahu."Baiklah, ayo sama-sama kita menjalin hubungan gelap ini tanpa ada yang mengetahuinya. Jadi apakah kita sudah bisa bersama malam ini?" Senyum Amira membuatku semakin bergair*h untuk mendapatkannya. Sekarang aku tak sulit mencari jalan unt
Aku mengangguk setuju tak ku sangka cintaku diterima, semudah inikah menaklukkan wanita ini? Oh Tuhan ini seperti mimpi, dan semoga ini bukan mimpi. ~ Hatiku gelisah setiap kali aku melihatnya. Aku bahkan tak bisa melewati setiap detik dengan tenang. Beberapa kali melirik jam di tanganku, aku berharap waktu bisa berhenti berputar. Antara ada keraguan dan juga ada rasa penasaran dalam benakku. Oh, Tuhan tampak menyedihkan sekali hidupku ini. Aku berdiri jauh dari perempuan itu, sungguh aku benci pikiranku ini. Penilaianku lelaki dan perempuan itu sedang serius mengobrol apa mereka merencanakan sesuatu yang aku sendiri tidak tahu. Entahlah, namun, apa pentingnya aku memikirkan wanita itu. Wanita yang baru kutemui beberapa hari lalu. Sayangnya, tetap saja rasa gelisah ini tak bisa ku tepiskan. Aku bahkan berdiri lama di samping untuk mendengar percakapan mereka berdua. Menatap wajah wanita itu dari kejauhan, tak lagi sama seperti wanita yang ku kenal tujuh bulan yang lalu. Rambut kec