"Gimana keadaan mama sekarang, Pa?" tanya Tomi khawatir.
"Mama, kamu …," ucapan itu terhenti kala mendengar suara pintu ruangan UGD terbuka.
"Dengan keluarga ibu Nita?" tanya dokter tersebut.
Tomi dan Tigor langsung maju mendekati dokter tersebut saat mendengar nama Nita disebut.
"Saya suaminya, Dok. Bagaimana dengan keadaan istri saya?" tanya Tigor khawatir dengan keadaan istrinya sekarang ini. Sudah hampir dua jam ia menunggu di luar ruangan setelah dokter mengatakan bahwa Nita harus di operasi karena kecelakaan tersebut.
"Bu Nita sekarang sudah membaik setelah menjalani operasi. Tetapi bu Nita…" Namun ucapan itu terhenti sesaat setelah ada seseorang yang menghampiri mereka sembari menggendong bakul jamu.
Tomi dan lainnya terkesiap ketika melihat siapa yang datang ke rumah sakit itu.
"Hasna?" ucap mereka serempak
"Mas, gimana keadaan mama, katanya mama kecelakaan?" tanya Hasna suaranya masih terdengar tersengal-sengal karena telah berlari cukup jauh menuju dimana Siska dirawat.
"Kamu ngapain kesini?" tanya Tomi raut wajahnya tampak tak suka menatap Hasna.
"Maaf, Ibu, ini siapa, ya? Karena disini dilarang untuk berdagang." tanya dokter.
"Saya…"
"Dia bukan siapa-siapa, Dok. Dia hanya tukang jamu langganan mama saya," jawab Tomi menyahutinya. "Nggak usah dibahas wanita itu, Dok. Kami hanya ingin mengetahui gimana keadaan ibu saya?" ucap Tomi kemudian.
"Operasinya berjalan lancar. Hanya saja ada kendala," ujar dokter tersebut.
"Ada apa, Dok?" Tomi bertanya penuh kekhawatiran mewakili yang lain.
"Pasien membutuhkan transfusi darah dan kebetulan stok darah A rhesus negatif di rumah sakit ini kosong."
"Apa, Dok? Kosong?"
"Iya, Pak. Apa ada yang sama dengan golongan darah dari ibu Nita?" ujar dokter itu kembali.
Mereka bertiga hanya celingukan.
"Bagaimana, Pak?" ulang dokter tersebut kembali bertanya.
"Dok, boleh beri kami waktu sebentar? Hanya sebentar saja," ucap Tomi.
"Iya, pak, silahkan. Saya tunggu di ruangan saya," jawab dokter tersebut lalu melangkah pergi dari sana.
"Bagaimana ini, Pa? Papa kan tahu kalau salah satu dari kita nggak ada yang sama dengan golongan darah mama."
"Kak, aku tau siapa orang yang bisa kita–"
"Hasna," jawab Tomi memotong ucapan Liza. Setelahnya Liza tersenyum sinis melihat ke arah Hasna.
"Hasna? Apa dia mau mendonorkan darahnya setelah apa yang kita lakukan padanya?" ucap Tigor tidak yakin.
"Tenang, Pak. Tomi bisa melakukannya kalian tunggu saja di sini."
Tiba-tiba Hasna menjadi salah tingkah karena tatapan dari mereka bertiga, "Ada apa?"
"Kamu ikut denganku sekarang," ucap Tomi sambil menyeret tangan istrinya pergi menjauh dari sana.
"Kita mau ke mana, Mas?" tanya Hasna.
"Jangan banyak bicara! Ikut saja."
Bugh! Tubuh Hasna didorong oleh Tomi sampai tubuhnya terbentur pada dinding rumah sakit.
"Aww! Sakit, Mas."
"Berisik!" Sentak Tomi.
"Ka-kamu mau apa, Mas?"
"Aku mau kamu donor kan darah untuk mamaku." Pinta Tomi dengan kasarnya.
"Apa? Kenapa harus aku? Tetapi maaf, Mas tapi aku tidak bisa. Aku kesini bukan untuk–"
"Kau sudah berani membantahku?"
"Aw, Mas! Sakit!"
"Makanya jangan membantah ucapanku! Sekarang kau ikut aku dan donor kan darah, kamu pada mamaku."
"Maaf, Mas. Tapi ku tidak bisa, sekeras apapun kamu meminta, aku tetap tidak akan mendonorkan darahku ini!"
Plak!
"Kamu mau jadi menantu durhaka, hah! Mamaku itu mertuamu!"
"Cih! Mertua? Mertua yang seperti apa yang kamu katakan, Mas. Mertua yang sering mencaci maki menantunya sendiri? Membuat tangan menantunya seperti ini?" Hasna membentangkan telapak tangannya dan memperlihatkan luka yang ada di telapak tangannya.
Tomi hanya tersenyum miring melihat tangan Hasna yang tertutup kain
"Seperti ini yang kamu maksud, Mas? Kamu lihat tangan aku ini? Lukanya meninggalkan bekas yang sangat perih! Dan coba, kamu lihat ini? Apa, Mas lupa dimana hari itu, kamu …."
"Cukup! Aku tidak sudi mendengar penjelasanmu itu! Sekarang turuti saja apa kataku, kalau, tidak kamu akan aku …."
"Apa? Mau menamparku lagi? Silahkan, Mas, tampar aku sepuas-puasnya!"
"Kau!"
Seorang perawat rumah sakit ini tak sengaja melihat pertengkaran Tomi dan Hasna. Ia pun berjalan ingin menolong Hasna. "Ada apa ini? Kenapa bapak mau menampar wanita ini?" ucap perawat itu dan Tomi terkesiap menurunkan tangannya kembali dengan cepat.
"Saya ini suaminya!"
"Suami? Bapak suami dari ibu ini, tapi kenapa, Bapak kasar sekali sama ibu ini?"
"Maaf ini bukan urusan, kamu!" Jawab Tomi.
Kemudian Tomi kembali mencengkram kuat tangan Hasna lalu menyeret menjauhkan perawat itu sampai di depan ruangan Nita di rawat.
Bugh!
Hasna tak bisa membopong tubuhnya yang sedang menggendong bakul dan akhirnya Hasna terjatuh ketika Tomi mendorongnya.
"Apa-apaan, kamu Tomi! Ini di rumah sakit, bukan di rumah, apa kata orang nanti tentang, kamu!" Tigor berujar sambil berbisik. Semua mata sudah tertuju pada mereka.
Kemudian orang-orang yang berada di rumah sakit berhamburan keluar dari ruangan ingin tahu apa yang terjadi. Salah satu dari mereka membantu Hasna berdiri dan yang lainnya membantu memungut botol jamu.
"Kamu tidak apa-apa, Nak?" ucap Lelaki tua itu yang membantu Hasna.
Hasna menggeleng seraya menatap ke arah keluarga suaminya.
Dokter yang mendengar keributan di luar pun gegas keluar dari ruangannya.
"Ada apa ini? Astaghfirullah! Apa yang terjadi?" ucap Dokter itu setengah kaget melihat botol-botol jamu milik Hasna berserakan dan ada juga yang pecah.
Perawat yang tadi sempat memergoki pertengkaran Tomi dan Hasna berlari ke arah Dokter.
"Dok!" Perawat itu mengatur nafasnya yang tersengal karena habis berlari.
"Ada apa, Sus?"
"Lelaki itu telah melakukan kekerasan terhadap perempuan itu!" Ucap perawat itu sehingga membuat Tomi susah payah menelan ludahnya sendiri karena ucapan perawat tersebut.
"Apa benar, Bu?" tanya Dokter.
"Maaf, Dok. Ini urusan rumah tangga anak saya. Biarkan anak saya membawa keluar istrinya itu," ucap Tigor sehingga ia lupa bahwa tadi ia sempat berkata bahwa Hasna adalah tukang jamu langganan istrinya.
"Pak!" Tigor terkesiap setelah Tomi menegurnya.
"Ja-jadi ibu ini istri, Bapak?"
"Astaghfirullah!" Mereka yang mendengarnya tak kalah kagetnya.
"Tak sepantasnya, Anda berprilaku buruk kepada istri, Anda sendiri."
"Iya, dan pepertinya istri, Anda ini sangat tertekan sekali dengan, Anda. Dan penampilan istri, Anda saja beda jauh dengan penampilan, Anda."
Tomi dan lainnya tak dapat menahan emosi karena orang-orang yang berada di rumah sakit itu menghardik mereka bertiga dengan tatapan mata tak suka.
"Ayo, Nak. Saya antar kamu pulang," ucap lelaki tua itu berkata kepada Hasna sambil membopong Hasna keluar dari rumah sakit.
*****
Jarum menunjuk jam 3 sore. Hasna merenung dengan nasibnya sendiri.
"Bu, Hasna rindu sama ibu. Kenapa ibu pergi meninggalkan Hasna sendiri di dunia ini Bu? Hasna tak kuat lagi menahan rasa yang amat perih ini. Hasna tidak tau lagi harus apa. Hiks!" Hasna menangis tersedu-sedu sambil memeluk foto ibunya.
Tiba-tiba terdengar suara deruman mobil di depan rumahnya. Hasna segera beranjak dari duduknya dan berjalan menuju ke jendela mengintip siapa yang datang ke rumahnya.
Hasna merasakan takut yang amat luar biasa. Tak berselang lama kemudian ia mendengar suara langkah kaki mendekati pintu kamar. Sedetik kemudian pintu terbuka dan tampak pria sangar telah berdiri di ambang pintu.
"Hahaha, Hasna … Hasna. Tetapi jika itu yang, kamu inginkan. Oke aku akan mengabulkan permohonanmu itu hari ini juga dan detik ini aku Tomi Ardiansyah melanakmu dengan talak tiga." ~ Pria itu berdiri di ambang pintu sambil melihat nyalang ke arah wanita yang di hadapannya itu. Pria itu berjalan lebih maju sehingga membuat wanita itu meneguk ludah. Langkahnya tersurut ke belakang menjauhi pria yang ada di hadapannya. Tomi bergerak maju dan berhenti tepat di depan Hasna. Dengan tatapan mata yang melotot seperti ingin keluar saat itu juga saat memandangi Hasna. "Kau sudah mempermalukan keluargaku, Hasna! Kau sudah mencoreng nama baik keluargaku di depan orang banyak! Sekarang apa, kamu puas setelah apa yang, kamu lakukan tadi wanita sialan?" hardik Tomi menggebu-gebu dengan raut muka menahan amarah. "Mas maksudku bu-bukan begitu," ujarnya tersendat karena dipenuhi rasa takut ketika berdekatan dengan Tomi. Tubuhnya bergetar kala mengingat bagaimana Tomi selalu menganiaya dirinya. "La
"Aku akan pergi, Mas. Tapi satu hal yang harus, kau ingat. Aku Hasna. Aku akan bersumpah demi langit dan bumi suatu hari nanti, kau dan keluargamu akan mendapatkan pembalasan atas apa yang kalian perbuat padaku. Aku bersumpah, Mas! Itu akan terjadi!"10 Aku akan pergi, Mas."Terima kasih kepadamu, Tomi Ardiansyah. Sekarang kau bebas dan aku juga bebas dari kekejaman yang telah kau torehkan kepadaku selama ini. Aku akan ingat apa yang, kau lakukan kepadaku dari awal aku masuk ke rumah ini dan–" "Hei! Kau jangan banyak bicara lagi! Sekarang pergilah dari sini! Oh, ya jangan lupa, kau juga harus membawa ini!" Tomi melemparkan sesuatu milik Hasna ke lantai. Bruk!! "Astaghfirullah!"Orang-orang yang berada di sana kaget melihat kejadian itu terjadi. Mereka iba melihat Hasna di perlakukan seperti itu akan tetapi mereka juga tidak bisa membantu wanita itu karena ada keluarga yang harus mereka jaga.Ya mereka memilih untuk diam karena masyarakat disana takut pada keluarga Tigor. Dalam arti
"Kenapa aku seperti mengenal wanita itu. Wajahnya cara dia berjalan tapi siapa dia? Siapa?"Tiga tahun telah berlalu. Hasna sudah mendapatkan surat akta perceraiannya. Namun wanita itu tidak mendapatkan apa-apa selain hanya raga dan hati yang terluka yang ia bawa dari rumah tempatnya dulu sering di siksa. Selama satu tahun wanita itu pontang-panting hanya sekedar untuk mencari sesuap nasi. Hanya mengandalkan jamu saja rasanya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan wanita itu. Apalagi semua bahan ia harus membelinya. Beda dengan sebelumnya bahan utama membuat jamu ia tanam sendiri di pekarangan belakang rumahnya. Bukan tidak mau menanamkan alasannya karena tidak ada tempat untuk menanam. Apalagi semua harga bahan baku untuk membuat jamu melonjak naik seperti jahe merah yang kini harganya diatas tiga puluh ribu. Namun semua itu tidak membuat wanita itu menyerah dengan keadaannya. Wanita itu percaya bahwa Tuhan tidak akan memberi ujian yang berat bagi Hamba-nya selama kita mendekatkan di
"Mana mungkin wanita itu bisa berada di acara ini. Ini adalah acara buat orang terpelajar dan yang pastinya orang kaya." ~ "Kenapa aku seperti mengenal wanita itu. Wajahnya cara dia berjalan tapi siapa dia?" "Siapa?" "Dia seperti mantan istriku." "Tukang jamu itu yang, kamu maksud?" "Iya." Wanita itu memutar bola mata, "Mana mungkin, sayang seorang tukang jamu berubah profesi. Nama wanita itu Amira bukan Hasna. Aneh, deh, kamu." "Iya juga, sih. Mana mungkin dia Hasna seorang wanita burik yang tiba-tiba muncul dengan penampilannya berubah drastis. Nggak mungkin." "Nah itu, kamu tahu." "Tapi aku … Ah! Wanita itu tidak mudah Hasna." Pria itu berucap dalam hati menertawakan kekonyolannya sendiri. "Mana mungkin wanita itu bisa berada di acara ini. Ini adalah acara buat orang terpelajar dan yang pastinya orang kaya." Pria itu masih saja ngedumel pada diri sendiri yang masih tak percaya. "Selamat malam semuanya," sapa wanita itu. "Malam!" Sahut para tamu yang hadir pada acara ter
"Kena juga kau pria brengs*k. Rasakan itu! Ini baru awalnya saja ya dan setelah ini aku akan pastikan kau akan jatuh cinta lagi padaku," ~ "Hasna, kau kah ini?" Tiba-tiba saja Tomi berucap seperti itu membuat Maya mendongak menatap kaget."Tomi kamu apa-apaan, sih!" Keselnya sambil menepuk lengan Tomi, lalu Amira tersenyum bahagia."Maaf, ya, Mbak Amira suami saya ini emang agak sedikit ngawur orangnya," ucapnya kemudian. "Nggak papa kok, Mbak. Hm, kalo boleh saya tau kok, Anda ngomong kalau saya ini adalah Hasna? Emang siapa wanita itu?" Mendadak Tomi menjadi kikuk, ia bingung mau jawab apa."Wanita itu adalah istri mantan suami saya dulu, Mbak." Maya yang menjawab, sedangkan tomi, ia hanya bisa diam."Oh … Emm, apa wanita itu sangat cantik, ya? Kok, Anda segitunya melihat saya. Pasti mantan, Anda dulu secantik saya, ya?" "Oh, enggak, kok. Mantan istri suami saya dulu orangnya sangat jelek, jelek banget malah, mana bau, tukang jamu lagi. Makanya suami saya ceraikan wanita itu. Ma
Tiga jam sebelum Amira datang ke acara, ia mendapatkan chat yang dikirim Juki. Juki adalah orang bayaran yang akan menjadi bod*guard Amira. Juki diperintahkan oleh seseorang untuk memastikan bahwa Amira akan aman saja di sana. Namun sebelum Amira turun dari mobil ia mendapati seseorang yang sangat dikenalnya berada di hotel tempat dimana Amira hadir di acara tersebut.Senyum terbit di wajah Amira kala melihat Seseorang di sana. Buru-buru ia masuk kembali ke dalam mobil. Ia tak menyangka akan bertemu dengan mantan suaminya di sini. Terbesit di pikirannya untuk merencanakan sesuatu, ia pun pergi meninggalkan hotel tersebut untuk menemui seseorang yang sudah membantunya selama ini.~"Apakah hanya orang jahat saja yang akan balas dendam?" tanya Risa setelah mereka berada di suatu tempat."Tidak, tidak, tentu saja tidak. Keinginan untuk balas dendam adalah respon yang cukup natural ketika kita merasa dirugikan.""Ooh, gitu ya.""Jangan bilang, kamu sedang ngomongin kalau aku ini orang jaha
"May yang aku bilang tadi kalau aku cuma ingin memastikan kalau dia adalah Hasna." "Kalau perempuan itu Hasna, kau mau apa? Kembali lagi padanya?" "Bukan, May." "Lalu? ~ Maya duduk di tepi ranjangnya, melihat ke arah dinding dimana jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. "Kamu kemana sih Tomi?" Dia berdiri lalu berjalan dengan gelisah. Hampir tengah malam Tomi belum juga pulang. Maya beristiratip keluar dari kamar menuju ke ruangan TV. Di sana dia duduk di depan tv sambil mengambil sepuntung rokok lalu menghidupkannya dengan korek api. Iya menghisap rokok itu penuh penghayatan dan menghembuskannya secara kasar. "Awas saja kamu berani macam-macam padaku Tomi, tak segan-segan aku buang kamu dari sini," ucapnya dengan amarah lalu menghisap rokok itu kembali. Rokok yang ada di tengah-tengah jarinya sudah hampir habis. Tak berselang lama ia mendengar suara mobil Tomi datang. Sengaja dia tidak menyambut kedatangan suaminya itu seperti biasa. Tomi berjalan mengendap-endap menuju
"Nggak apa-apa kok, acaranya juga belum mulai. Soalnya aku lagi nungguin seseorang," ucapnya tapi melirik ke arahku dengan senyum yang kecil. Kenapa dia berkata tapi melihat ke arahku? Apa dia sedang menungguku? "Oh, siapa dia? Pacar, kamu ya?" "Bukan dia hanya masa lalu aku." Lagi-lagi dia melihat ke arahku sambil tersenyum. ~ Malam ini aku dan Maya siap-siap untuk pergi ke acara syukuran atas keberhasilan brand kosmetik siapa lagi kalau bukan Hasna eh, bukan tapi Amira. Ah entahlah aku pusing memikirkannya. Hari pertama aku bertemu dengannya di acara palentik kemarin, aku begitu kaget nama Hasna disebut. Terbesit dalam pikiranku kalau wanita itu adalah Hasna. Dan benar saja saat wanita itu maju ke depan untuk memperkenalkan diri, aku syok ketika melihat wajahnya yang mirip sekali dengan Hasna wanita yang ku cerai tiga tahun yang lalu. Namun yang bikin aku terperangah ketika melihat penampilan yang berubah drastis pada saat dia bersamaku dulu dan juga namanya. Penampilannya su