"May yang aku bilang tadi kalau aku cuma ingin memastikan kalau dia adalah Hasna." "Kalau perempuan itu Hasna, kau mau apa? Kembali lagi padanya?" "Bukan, May." "Lalu? ~ Maya duduk di tepi ranjangnya, melihat ke arah dinding dimana jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. "Kamu kemana sih Tomi?" Dia berdiri lalu berjalan dengan gelisah. Hampir tengah malam Tomi belum juga pulang. Maya beristiratip keluar dari kamar menuju ke ruangan TV. Di sana dia duduk di depan tv sambil mengambil sepuntung rokok lalu menghidupkannya dengan korek api. Iya menghisap rokok itu penuh penghayatan dan menghembuskannya secara kasar. "Awas saja kamu berani macam-macam padaku Tomi, tak segan-segan aku buang kamu dari sini," ucapnya dengan amarah lalu menghisap rokok itu kembali. Rokok yang ada di tengah-tengah jarinya sudah hampir habis. Tak berselang lama ia mendengar suara mobil Tomi datang. Sengaja dia tidak menyambut kedatangan suaminya itu seperti biasa. Tomi berjalan mengendap-endap menuju
"Nggak apa-apa kok, acaranya juga belum mulai. Soalnya aku lagi nungguin seseorang," ucapnya tapi melirik ke arahku dengan senyum yang kecil. Kenapa dia berkata tapi melihat ke arahku? Apa dia sedang menungguku? "Oh, siapa dia? Pacar, kamu ya?" "Bukan dia hanya masa lalu aku." Lagi-lagi dia melihat ke arahku sambil tersenyum. ~ Malam ini aku dan Maya siap-siap untuk pergi ke acara syukuran atas keberhasilan brand kosmetik siapa lagi kalau bukan Hasna eh, bukan tapi Amira. Ah entahlah aku pusing memikirkannya. Hari pertama aku bertemu dengannya di acara palentik kemarin, aku begitu kaget nama Hasna disebut. Terbesit dalam pikiranku kalau wanita itu adalah Hasna. Dan benar saja saat wanita itu maju ke depan untuk memperkenalkan diri, aku syok ketika melihat wajahnya yang mirip sekali dengan Hasna wanita yang ku cerai tiga tahun yang lalu. Namun yang bikin aku terperangah ketika melihat penampilan yang berubah drastis pada saat dia bersamaku dulu dan juga namanya. Penampilannya su
Aku menatap dalam-dalam pria yang ada di depanku ini. Wajahnya yang sangar dulu kini terlihat menyedihkan seperti tak memiliki kehidupan lagi.~Aku sangat berterima kasih padanya karena dia aku sudah mengubah duniaku menjadi seperti ini. Semua yang aku mau bisa kubeli dengan uangku sendiri dan itu butuh perjuangan sampai aku di titik ini.Perjuangan yang berat dan menyakitkan bila diingat. Perjuanganku sungguh luar biasa mungkin orang lain akan menyerah dan mungkin akan mengakhiri hidupnya karena tidak bisa menjadi sepertiku ini.Masa lalu yang kelam terusir dari rumah karena memiliki suami yang ringan tangan dan selalu di hina itu adalah makananku sehari-hari. Dua hari yang lalu aku diundang untuk menghadiri acara dimana acara itu mengundang para wanita karir dan itu termasuk aku.Sebenarnya aku tidak tahu kalau Tomi juga ada di acara tersebut. Aku kaget shock kenapa dia ada di acara itu.Mendadak aku punya ide yang bagus. Aku kembali ke rumah untuk menyusun rencana bersama temanku
Aku mengangguk setuju tak ku sangka cintaku diterima, semudah inikah menaklukkan wanita ini? Oh Tuhan ini seperti mimpi, dan semoga ini bukan mimpi. ~ Hatiku gelisah setiap kali aku melihatnya. Aku bahkan tak bisa melewati setiap detik dengan tenang. Beberapa kali melirik jam di tanganku, aku berharap waktu bisa berhenti berputar. Antara ada keraguan dan juga ada rasa penasaran dalam benakku. Oh, Tuhan tampak menyedihkan sekali hidupku ini. Aku berdiri jauh dari perempuan itu, sungguh aku benci pikiranku ini. Penilaianku lelaki dan perempuan itu sedang serius mengobrol apa mereka merencanakan sesuatu yang aku sendiri tidak tahu. Entahlah, namun, apa pentingnya aku memikirkan wanita itu. Wanita yang baru kutemui beberapa hari lalu. Sayangnya, tetap saja rasa gelisah ini tak bisa ku tepiskan. Aku bahkan berdiri lama di samping untuk mendengar percakapan mereka berdua. Menatap wajah wanita itu dari kejauhan, tak lagi sama seperti wanita yang ku kenal tujuh bulan yang lalu. Rambut kec
Aku melonjak kaget, nyaris tersedak jika air di mulut tak kutelan dengan benar. Lalu memelototi sosok yang berdiri di hadapanku. "Amira? ~ "Iya itu memang benar, kamu kan sudah menikah dan aku belum. Ya, jadi wajarlah, ya jika aku dekat dengannya. Kalau, kamu nggak suka ya kita akhiri saja hubungan gelap ini." "Tidak-tidak, aku tidak akan mengakhiri hubungan ini. Baiklah, tapi aku mohon jangan sampai di depanku ya, jika kalian bermesraan karena akan menyakiti hatiku." "Insyaallah, jika aku mengingatnya," jawabnya datar. Beberapa saat dia hanya diam lalu setelahnya seulas senyum tersungging di bibirnya. Entah senyuman itu berarti apa tidaknya bagiku, tapi di mataku tampak ada sesuatu yang di sembunyikan di balik wajahnya, dan itu aku tidak tahu."Baiklah, ayo sama-sama kita menjalin hubungan gelap ini tanpa ada yang mengetahuinya. Jadi apakah kita sudah bisa bersama malam ini?" Senyum Amira membuatku semakin bergair*h untuk mendapatkannya. Sekarang aku tak sulit mencari jalan unt
"Cerita tentang kakek dan keluargaku. Kenapa mereka bisa terpisah dan bagaimana wanita jalang itu bisa masuk ke dalam kehidupan keluarga besarku. Siapa mereka?"~Hari ini adalah misi ke dua untuk Amira. Misi pertama sudah ia lakukan dan sekarang waktunya dia mencari kebenaran lewat orang yang sudah dianggapnya sebagai orang tua sendiri.Dari sekian banyak orang yang sudah ia bayar untuk mencari keberadaan ayah kandung dan ibu tirinya hanya satu org yang tahu dimana keberadaan mereka. Itu pun bukan orang yang ia bayar melainkan orang yang paling dekat dengannya.Dan ternyata selama ini Amira tidak mengetahui kalau Darmi bekerja di rumah peninggalan kakeknya. Itu pun dia dapat info dari Sam dan Sam lah yang selama ini membantu dirinya. Ternyata almarhum kakeknya adalah sahabat dari orang tua Sam. Amira berdiri di depan bangunan megah di hadapannya. Sudah bertahun-tahun dia tidak pernah ke sini lagi. Sejak orang tuanya memutuskan untuk pergi ke rumah barunya. Dan sejak itu juga Amira t
"Tidak ada lagi kata-kata terpuruk dalam diriku, jika hati ini sudah berganti dengan batu, batu kerikil yang tajam bahkan sangat tajam. Siapapun yang memulai dia juga yang harus mengakhiri, dan itulah yang akan terjadi selanjutnya."~Entah kenapa Amira tidak bisa mengontrol emosinya jika mengingat kembali kejadian yang menimpa keluarganya.Terbesit di pikiran Amira kalau Darmi tidak berani mengatakan yang sebenarnya karena takut pada Tigor. "Apa, Bu Darmi masih takut dengan Tigor, ya? Apa ini ada sangkut pautnya dengan keluarga jahanam itu?" "Dia sebenarnya temen ibu waktu itu."Amira sedikit mengernyit heran mendengar kalimat itu. "Maksudnya Tigor temen, Bu Darmi?""Iya.""Gimana-gimana? Aku masih nggak ngerti, Bu."Wanita paruh baya itu menghembuskan napasnya secara perlahan untuk menghadapi situasinya saat ini. "Mungkin saat ini adalah waktu yang tepat untukmu mengetahui semuanya, Nak. Ibu juga sudah lelah berlarut-larut menyimpan rahasia antara kedua keluarga ini."Lagi-lagi Ami
Dendam itu belum cukup untukku. Aku ingin melihat satu persatu dari mereka lenyap di muka bumi ini. Itu sumpahku!"~"Semenjak pindahnya keluarga, kamu ke rumah baru, Rahmat sering tidak diam di rumah bahkan mereka sering bertengkar dan Rahmat, dia sering keluar rumah untuk bertemu dengan wanita jalang itu. Ibu pernah memergoki mereka sedang berduaan di rumah, kamu dan ….""A-apa? Ja-jadi bapak sering mengajak perempuan laknat itu masuk ke dalam rumahku?""I-iya, Hasna," ucapnya dengan gugup. Rasa bersalah menghinggapi di dadanya yang sudah terlanjur mengatakan yang sebenarnya."Bagaimana bisa? Kenapa kami tidak tahu bapak memasukkan wanita jalang itu ke dalam rumahku?""Kalo nggak salah waktu itu kalian tidak ada di rumah. Oh, ya waktu ibumu masuk rumah sakit kalau nggak salah.""Kurang ajar! Terlalu laknat mereka berdua. Ibuku sedang mempertaruhkan hidup dan matinya, mereka asyik bermain di belakang ibuku." Amira sangat geram mendengar cerita Darmi hingga kedua tangan wanita itu men