4. Tau diri yang seperti apa...
Hasna mempercepat laju jalannya menuju ke pasar pagi. Karena di pasar pagi sudah banyak pelanggan yang menunggu untuk meminum jamu yang ia jajakan. Jam weker yang ia bawah dari rumah sudah menunjukkan pukul 8 sudah sangat siang. Biasanya Hasna tiba di pasar jam 7 kurang.
"Ya Allah. Semoga dagangan saya habis dan saya bisa membeli beras dan juga token listrik. Aminn....," ucap Hasna seraya mengatup kedua tangan lalu menyentuh sebagian wajahnya.
Kadang terlintas keinginannya untuk menyerah dengan keadaan ini. Hasna tidak sanggup kalau sepanjang hidupnya selalu tidak dianggap ada.
Untung Hasna selalu mendekatkan diri kepada, Allah. Biarlah dia menjalani hidup yang pahit asalkan dia masih memiliki, Allah bersamanya. Dirinya yakin suatu saat nanti akan ada datangnya terang setelah gelap.
Bahkan, Allah tidak pernah meninggalkan hambanya ketika sedang diuji dengan cobaan yang berat dan selalu ikhlas menjalaninya karena, Allah.
Langkah Hasna gegas setelah tiba di pasar pagi.
"Alhamdulillah. Tiba juga," ucap Hasna setelah tiba di pasar pagi.
"Jamu … jamu ….!" Hasna memekik kecil menawarkan dagangannya setelah tiba di dekat ibu, bapak yang sedang mengais rezeki di pasar pagi itu.
"Jamu, Dek."
"Alhamdulillah …," ucap Hasna setelah ada yang mau membeli jamu, nya."
"Mau jamu apa, Pak?" tanya Hasna sembari menurunkan bakul jamunya ke lantai.
"Kunyit saja, Dek."
"Saya juga kunyit, Dek."
Semua orang-orang yang ada disana bergerombolan menunggu pesanan mereka. Hasna tak henti-hentinya berucap syukur atas segala nikmat yang diberikan Allah kepadanya hari ini.
*****
"Alhamdulillah. Terima kasih kepada Engkau yang telah memberi hamba rezeki pagi ini." Hasna sedang duduk di trotoar. Dia mengistirahatkan tubuhnya sejenak, uang puluhan ribu yang ia pegang bertanda dagangannya sudah habis.
Sebuah mobil yang tidak ia kenal menghampiri dirinya. Hasna sedikit kaget ketika mobil berwarna merah itu berhenti di hadapannya.
Wanita di dalam mobil itu membuka setengah kaca mobilnya. Hasna terkesiap ketika melihat siapa wanita yang ada di dalam mobil itu.
"Hasna, apakah itu kamu?" Ucap wanita yang ada di dalam mobil. “Pak, coba, deh, kamu lihat itu, Hasna.” Wanita itu memberi tahu kepada suaminya, dan pria di dalam mobil itu mendongak.
"Dasar wanita tidak tau diri!" Umpat lelaki itu sembari memukul setir mobilnya. Wajahnya memerah padam, menatap tajam ke arah Hasna.
Hasna langsung berdiri lalu mengayunkan langkahnya menuju mobil yang ada di hadapannya. Kemudian Hasna mengulurkan tangannya ingin bersalaman dengan wanita itu.
Alangkah terkejutnya Hasna ketika tangannya ditepis oleh wanita itu. Hasna menurunkan tangannya kembali. Dia tau kalau wanita itu tidak pernah suka padanya.
"Dasar wanita tidak tahu diri! Bikin malu saja kamu ini, Hasna! Kayak gembel tau gak, kamu!" Hardik wanita itu menunjuk-nunjuk ke arah wajah Hasna menatapnya dengan tatapan tajam.
Hasna tak berani menatap atau menjawab. Ia hanya diam sembari menundukkan wajahnya.
Lelaki itu terlihat begitu emosi. Ia turun dari mobil lalu disusul oleh istrinya. Mereka berdua terlihat begitu marah.
"Apa-apaan ini, Hasna! Coba jelaskan?" Lelaki berjenggot tipis mengenakan jas hitam dipadukan dengan celana hitam dan sepatu pantofel itu terlihat begitu sangar. Matanya melotot tajam seakan keluar saat itu juga.
"Cepat jawab!"
Hasna terkesiap mendongak menatap wajah lelaki itu. Bibirnya terkatup seakan terkunci rapat. Semua orang-orang yang ada di sana pun ikut terkesiap ketika lelaki itu membentak keras, Hasna.
"Jawab!"
"Bu, sakit!" Hasna, meringis sakit ketika tangannya dicengkram kuat oleh wanita itu.
"Makanya dijawab! Kamu punya mulut, kan?" Wanita itu menguatkan cengkeramannya dan membuat Hasna kesakitan. Bekas lebam yang belum mengering di tangannya terasa perih ketika kuku panjang wanita itu mengenai bekas luka akibat ulah Tomi beberapa hari lalu.
"Ini semua karena mas Tomi," lirih Hasna.
"Hei Hasna, apa hubungannya dengan Tomi, hah!"
"Aw!" pekik Hasna ketika wanita itu mendorongnya hingga membuat Hasna terjatuh. Setelahnya wanita itu berkacak pinggang. "Itu pantas untuk, kamu! Siapa suruh kamu menyalahkan Tomi," ucapnya.
Kemudian wanita itu mendekat lalu berjongkok tepat dihadapan Hasna. Tangannya bergerak mencengkram dagu Hasna, sehingga membuat kukunya melukai wajah Hasna. Tentunya hal itu membuat Hasna kesakitan.
"Jawab saya, Hasna! Siapa yang menyuruh kamu berjualan jamu, hah? Kamu sengaja mau menjatuhkan martabat kami agar semua orang menatap kasihan sama kamu dan menyalahkan kami, gitu?" Wanita itu menguatkan cengkeraman tangannya di wajah, Hasna.
"Sa–sakit," lirih Hasna berusaha melepaskan tangan wanita itu dari dagunya. Namun usaha itu sia-sia karena bukannya terlepas malah semakin membuat wanita itu menguatkan cengkeramannya sehingga wajah Hasna mengeluarkan darah segar.
"Cepat jawab! Atau tidak wajah kamu yang buruk rupa ini akan saya buat lebih buruk lagi?"
"A-aku jualan jamu setelah mas Tomi tidak menafkahi aku lagi," lirih Hasna. Namun bukan membuat wanita itu merasa kasihan pada Hasna yang telah diperlakukan tidak baik oleh Tomi, dia semakin marah dan mendorong kepala Hasna.
"Bisa-bisanya, kamu menyalahkan Tomi ! Lihatlah, Pak, perempuan ini sudah —" ucapan wanita itu tertahan tak kalah suaminya mengambil bakul jamu dan ….
Braak….!
"Astaghfirullahaladzim ….!
Hasna terkesiap ketika melihat bakul jamu nya di banting oleh lelaki itu. Semua yang ada di dalam bakul itu berserakan kemana-mana. Botol kaca yang ia gunakan untuk menaruh jamu pun pecah tak berbentuk.
Semua orang yang ada disana menatap iba melihat Hasna. Mereka pun turun tangan untuk membantu Hasna untuk memungut pecahan kaca yang berserakan di jalan.
Hasna berjongkok. Satu tangannya memungut pecahan kaca yang berserakan di jalan. Sedangkan wanita itu dan suaminya menatapnya sinis seakan tak memiliki hati. Dengan bengisnya lelaki itu menekan tangan Hasna dengan menggunakan sepatunya saat wanita berkerudung biru itu memungut sebuah pecahan kaca. Hasna pun meringis. Wajahnya memerah menahan sakit.
"Aaw …! Tolong jangan lakukan ini." Mohon Hasna terdengar suara rintihan yang memelas. Namun bukannya dilepas lelaki itu semakin menguat menekan tangan Hasna sehingga membuat Hasna berteriak minta belas kasih kepadanya. Tangan Hasna berdarah setelah pecahan kaca itu menancap di tangannya.
"Kamu memang pantas mendapatkan ini, Hasna!" Hardik wanita itu.
"Hei Pak!" Teriak seseorang yang ada disana dan membuat suami istri itu menoleh ke arah suara itu berasal.
Lelaki itu menyudahi aksinya yang sangat kejam setelah beberapa orang-orang menghampirinya. Orang yang ada disana melihat geram melihat suami istri itu. Mereka ingin tau kenapa wanita itu dianiaya dengan tak pantas.
Salah satu di antara mereka membantu Hasna untuk berdiri. "Kamu nggak papa, Dek?" Tanya tukang ojek yang mangkal di sana.
"Nggak papa, Mas," jawab Hasna.
"Tangan kamu terluka, Dek. Lebih baik saya anterin kamu ke rumah sakit, takutnya nanti tangan, kamu terkena infeksi yang serius."
"Tidak apa-apa, Mas. Saya akan mengobatinya sendiri nanti di rumah," jawab Hasna.
Bukannya Hasna tidak mau ke rumah sakit, itu dikarenakan dia tidak memiliki uang.
"Tega sekali, Anda! Beraninya sama perempuan!" Hardik seseorang yang ada disana.
"Bukan tega lagi, tapi tidak punya hati!" Ucap wanita yang ada di sana ikut menimpalinya.
"Apa, Bapak tidak melihat wanita ini sudah tak berdaya dan kalian masih menghakiminya? Astaghfirullah … mentang-mentang kalian orang kaya seenaknya saja menghakimi wanita ini."
"Hei kau!" Ucapnya sambil menunjuk-nunjuk wajah lelaki yang ada di hadapannya. Matanya nyalang melihat lelaki itu. "Kau jangan ikut campur urusan saya!"
"Saya harus ikut campur karena ini sudah menyangkut harga diri wanita ini. Anda telah menghakimi wanita yang tak berdaya ini. Dari tadi saya melihat kamu sungguh tak pantas seorang lelaki menghakimi seorang wanita. Anda siapanya dia sampai berbuat seperti ini, hah? Sangat keterlaluan sekali, Anda."
"Anda jangan ikut campur! Anda tidak tahu letak permasalahannya apa, jadi silahkan pergi dan menyingkirlah dari sini!"
"Sangat biadab sekali, Anda. Ayo, Dek saya antar kamu pulang. Jangan mau diinjak-injak oleh mereka yang tidak punya hati nurani itu."
"Hei! Jangan bawa wanita itu, saya belum puas menghajarnya, biar dia tau diri!"
"Tau diri seperti apa yang Mama katakan? Coba katakan ini sama anak kalian. Apa dia punya harga diri setelah menelantarkan istrinya,
Ma, Pa?" Balas Hasna.
"Jadi mereka berdua mertua kamu, Dek?
Hasna mengangguk.
"Astaghfirullah …."
5. Allah maha tahu segalanya.Keesokan paginya Hasna mengerjapkan matanya perlahan saat sinar matahari menyusup masuk dari celah-celah jendela kamar.Dan seperti biasa wanita itu terjaga dari tidurnya hanya bisa menatap sisi ranjang yang kosong. Tak ada suami yang menemani malamnya yang dingin. Hanya sebuah bantal guling yang teronggok di sana.Semalaman ini Hasna tidak bisa tertidur dikarenakan suhu tubuhnya panas setelah kemarin siang pulang kehujanan ditambah lagi dengan kejadian kemarin membuat Hasna sangat tertekan ketika, Nita dan Tigor memperlakukannya bak seperti binatang.Walaupun keadaannya sekarang kurang memungkinkan untuk berjualan. Namun wanita itu tetap menyempatkan diri untuk meracik jamu yang akan dijajakan nya nanti. Dia harus berjuang keras seorang diri tanpa bantuan siapapun itu termasuk suaminya sendiri yang telah melalaikan kewajibannya sebagai seorang suami. Kehidupan sehari-hari wanita itu tidak ubahnya seperti janda yang ditinggal pergi oleh suaminya tanpa ke
"Perhatian diharapkan para penumpang yang masih berada di kabin, dimohon untuk segera turun … mohon untuk dicek barang-barangnya agar tidak tertinggal …." ucap pramugari wanita, suaranya menggema di seluruh bagian pesawat.Seorang pria berpakaian rapi nan tampan dan gagah perkasa ditambah kaca mata hitam membuat siapa saja yang melihatnya pasti terpesona. Terutama kaum hawa.Pria itu melangkah keluar menuruni anak tangga sambil membawa tas ransel hitam di punggungnya. Tubuh tinggi proporsional dengan tampang Indonesia sedikit campuran bule itu tidak memperdulikan tatapan para wanita yang menatapnya terang-terangan. Mata tajam dari balik kaca mata hitam itu membidik sudut pandang bandara hingga ia keluar dari bandara menghirup udara segar sambil membentangkan kedua tangannya."Huuff … Alhamdulillah." Pria tersebut menghela napas lega setelah kakinya menginjak tanah kelahirannya. Ia mengucap syukur, karena satu tahun tinggal di negeri orang kini dirinya kembali lagi ke tanah airnya."S
7. Hari pertama bertemu dengan Hasna.Oh, ya udah kalau begitu saya permisi dulu," ucap wanita tersebut dengan raut wajah kecewa lalu kembali berjongkok untuk menggendong bakul jamu, nya. "Hei! Tukang jamu!! Sini, kamu! Dasar wanita ganjen!!" Plakk!! Hasna terkejut ketika ada seorang ibu-ibu yang datang menghampirinya dan langsung memberi tamparan keras ke wajahnya. Wanita itu meringis sambil memegang wajahnya yang sakit."Ada apa ini?" tanya seseorang yang berada di sana."Wanita ini sudah ganjen sama suami saya. Tampangnya aja yang menyedikan sok-sokan jual jamu. Nggak taunya hanya topengnya aja. Suami saya masak di gangguin sama dia," ujar ibu-ibu itu sambil menunjuk-nunjuk ke arah Hasna."Astaghfirullah, Bu. Saya nggak begitu!" Bela Hasna."Halla mana ada maling mau ngaku.""Bu. Udah, Bu malu di lihat orang," ucap pria yang tak lain adalah suaminya."Maaf ya. Istri saya ini salah sangka. Ayo buk jangan bikin malu di sini." Pria itu berujar sambil menarik tangan istrinya pergi d
"Gimana keadaan mama sekarang, Pa?" tanya Tomi khawatir."Mama, kamu …," ucapan itu terhenti kala mendengar suara pintu ruangan UGD terbuka."Dengan keluarga ibu Nita?" tanya dokter tersebut.Tomi dan Tigor langsung maju mendekati dokter tersebut saat mendengar nama Nita disebut."Saya suaminya, Dok. Bagaimana dengan keadaan istri saya?" tanya Tigor khawatir dengan keadaan istrinya sekarang ini. Sudah hampir dua jam ia menunggu di luar ruangan setelah dokter mengatakan bahwa Nita harus di operasi karena kecelakaan tersebut."Bu Nita sekarang sudah membaik setelah menjalani operasi. Tetapi bu Nita…" Namun ucapan itu terhenti sesaat setelah ada seseorang yang menghampiri mereka sembari menggendong bakul jamu. Tomi dan lainnya terkesiap ketika melihat siapa yang datang ke rumah sakit itu."Hasna?" ucap mereka serempak"Mas, gimana keadaan mama, katanya mama kecelakaan?" tanya Hasna suaranya masih terdengar tersengal-sengal karena telah berlari cukup jauh menuju dimana Siska dirawat."Ka
"Hahaha, Hasna … Hasna. Tetapi jika itu yang, kamu inginkan. Oke aku akan mengabulkan permohonanmu itu hari ini juga dan detik ini aku Tomi Ardiansyah melanakmu dengan talak tiga." ~ Pria itu berdiri di ambang pintu sambil melihat nyalang ke arah wanita yang di hadapannya itu. Pria itu berjalan lebih maju sehingga membuat wanita itu meneguk ludah. Langkahnya tersurut ke belakang menjauhi pria yang ada di hadapannya. Tomi bergerak maju dan berhenti tepat di depan Hasna. Dengan tatapan mata yang melotot seperti ingin keluar saat itu juga saat memandangi Hasna. "Kau sudah mempermalukan keluargaku, Hasna! Kau sudah mencoreng nama baik keluargaku di depan orang banyak! Sekarang apa, kamu puas setelah apa yang, kamu lakukan tadi wanita sialan?" hardik Tomi menggebu-gebu dengan raut muka menahan amarah. "Mas maksudku bu-bukan begitu," ujarnya tersendat karena dipenuhi rasa takut ketika berdekatan dengan Tomi. Tubuhnya bergetar kala mengingat bagaimana Tomi selalu menganiaya dirinya. "La
"Aku akan pergi, Mas. Tapi satu hal yang harus, kau ingat. Aku Hasna. Aku akan bersumpah demi langit dan bumi suatu hari nanti, kau dan keluargamu akan mendapatkan pembalasan atas apa yang kalian perbuat padaku. Aku bersumpah, Mas! Itu akan terjadi!"10 Aku akan pergi, Mas."Terima kasih kepadamu, Tomi Ardiansyah. Sekarang kau bebas dan aku juga bebas dari kekejaman yang telah kau torehkan kepadaku selama ini. Aku akan ingat apa yang, kau lakukan kepadaku dari awal aku masuk ke rumah ini dan–" "Hei! Kau jangan banyak bicara lagi! Sekarang pergilah dari sini! Oh, ya jangan lupa, kau juga harus membawa ini!" Tomi melemparkan sesuatu milik Hasna ke lantai. Bruk!! "Astaghfirullah!"Orang-orang yang berada di sana kaget melihat kejadian itu terjadi. Mereka iba melihat Hasna di perlakukan seperti itu akan tetapi mereka juga tidak bisa membantu wanita itu karena ada keluarga yang harus mereka jaga.Ya mereka memilih untuk diam karena masyarakat disana takut pada keluarga Tigor. Dalam arti
"Kenapa aku seperti mengenal wanita itu. Wajahnya cara dia berjalan tapi siapa dia? Siapa?"Tiga tahun telah berlalu. Hasna sudah mendapatkan surat akta perceraiannya. Namun wanita itu tidak mendapatkan apa-apa selain hanya raga dan hati yang terluka yang ia bawa dari rumah tempatnya dulu sering di siksa. Selama satu tahun wanita itu pontang-panting hanya sekedar untuk mencari sesuap nasi. Hanya mengandalkan jamu saja rasanya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan wanita itu. Apalagi semua bahan ia harus membelinya. Beda dengan sebelumnya bahan utama membuat jamu ia tanam sendiri di pekarangan belakang rumahnya. Bukan tidak mau menanamkan alasannya karena tidak ada tempat untuk menanam. Apalagi semua harga bahan baku untuk membuat jamu melonjak naik seperti jahe merah yang kini harganya diatas tiga puluh ribu. Namun semua itu tidak membuat wanita itu menyerah dengan keadaannya. Wanita itu percaya bahwa Tuhan tidak akan memberi ujian yang berat bagi Hamba-nya selama kita mendekatkan di
"Mana mungkin wanita itu bisa berada di acara ini. Ini adalah acara buat orang terpelajar dan yang pastinya orang kaya." ~ "Kenapa aku seperti mengenal wanita itu. Wajahnya cara dia berjalan tapi siapa dia?" "Siapa?" "Dia seperti mantan istriku." "Tukang jamu itu yang, kamu maksud?" "Iya." Wanita itu memutar bola mata, "Mana mungkin, sayang seorang tukang jamu berubah profesi. Nama wanita itu Amira bukan Hasna. Aneh, deh, kamu." "Iya juga, sih. Mana mungkin dia Hasna seorang wanita burik yang tiba-tiba muncul dengan penampilannya berubah drastis. Nggak mungkin." "Nah itu, kamu tahu." "Tapi aku … Ah! Wanita itu tidak mudah Hasna." Pria itu berucap dalam hati menertawakan kekonyolannya sendiri. "Mana mungkin wanita itu bisa berada di acara ini. Ini adalah acara buat orang terpelajar dan yang pastinya orang kaya." Pria itu masih saja ngedumel pada diri sendiri yang masih tak percaya. "Selamat malam semuanya," sapa wanita itu. "Malam!" Sahut para tamu yang hadir pada acara ter