Jevran, sang big boss, terpaksa harus menyamar menjadi pria culun demi menghindari perjodohan. Namun, di tengah misi, dia justru tak sengaja jatuh hati pada Naura, gadis cantik yang menjadi tetangganya. Parahnya lagi, Naura adalah adalah anak seorang kepala penyidik kepolisian yang sangat bertentangan dengan bisnis gelap yang digeluti keluarga Jevran! Lantas bagaimana kisah keduanya? Lalu, bagaimana reaksi Naura bila tahu identitas asli Jevran yang sangat bertolak belakang dengan profesi Ayah dan Kakak laki-lakinya?!
View MoreSeorang pria berpenampilan culun, turun dari sebuah angkutan umum. Dia menatap rumah yang akan ditempatinya mulai hari ini. Rumah yang sederhana, jauh dari kata mewah.
Pria ini bukan orang sembarangan. Dia adalah Jevran. Cucu dari pengusaha kaya raya, Abimayu. Tapi, kenapa dia ada di sini? Jawabannya karena Jevran kabur dari rumah. Dia tidak mau mengikuti perjodohan orangtuanya untuk mendekatkan Jevran dengan anak temannya. Jevran tidak bodoh, dia tau orang itu menginginkan sesuatu dari perjodohan ini.Jadi di sinilah Jevran--menyamar sebagai orang biasa yang datang dari kampung. Walaupun tau jika semua ini tidak mudah karena hidupnya selalu dilayani orang lain dan sukanya bergonta-ganti pasangan, hobinya membeli barang bermerek, tapi tak apa.Sekarang, dia harus berpura-pura menjadi anak kampung yang sama sekali bukan gayanya.
"Ck, coba aja gak ada perjodohan konyol itu. Gue kan gak usah kabur gini. Ribet sendiri kan jadinya," gerutu Jevran pada dirinya sendiri.Pria itu berjalan menuju halaman rumah dengan tas yang dibawanya. Untuk tas yang lain mungkin akan diangkut satu persatu, berhubung banyak sekali barang bawaannya. Itu semua ia beli untuk keperluannya di rumah baru. Ia sempat terkejut saat melewati pohon mangga, sebuah mangga jatuh ke atas kepalanya. Jevran hampir saja mengumpat jika tak menyadari ada perempuan di atas pohon sana. Pria itu menunduk menjaga sikap."Aduh, maaf. Sakit, mas?" tanya perempuan itu setelah turun dari pohon.Jevran mendongak mendengar suara lembut itu. Astaga! Cantik sekali perempuan di hadapannya ini. Dia sangat malu ketika bertemu dengan perempuan cantik namun penampilannya seperti ini. Eh? Jevran menggelengkan kepalanya. Kenapa dia berpikir seperti itu? Dia kan sedang menyamar."Mas! Kok diem aja? Atau kepalanya jadi linglung ya?" kata sang gadis panik yang membuat Jevran kembali menggeleng."Engga! Gak apa-apa.""Serius?""Iya."Gadis itu menghela nafas lega. Ia memperhatikan penampilan pria di depannya dari atas sampai bawah. Rambutnya berponi rapih, menggunakan kacamata bulat, ada tompel di pipinya. Satu lagi, dia menggunakan baju kodok yang menurut Naura membuat orang ini terlihat semakin aneh.Mendapat tatapan menilai dari gadis berkuncir kuda itu, Jevran berdehem. Seakan tersadar, gadis tadi menjulurkan tangannya. "Aku Naura. Nama kamu?"Jevran membenarkan posisi kacamatanya yang merosot. Ia tidak salah dengar? Gadis ini mengajaknya berkenalan? Jevran tersenyum dalam hati. Mau dibuat sejelek apapun, memang aura tampannya tidak akan menghilang."Jevran," katanya membalas uluran tangan. Namun sedetik kemudian ia merutuki dirinya sendiri yang memperkenalkan diri dengan nama asli."Jevran? Nama kamu bagus.""Jevran Joko Inir," balas Jevran cepat."Oh." Naura tertawa dan menurut pria di depannya, senyumannya sangat manis. "Jadi dipanggilnya Jevran?"pria itu menggeleng cepat. "Jangan. Panggil Joko aja.""Oke. Kamu dari kampung?""I-iya. Aku mau coba cari kerja di kota.""Wah, padahal cari kerja di kota itu susah loh." Naura menggigit kulit mangga yang dipetiknya tadi. Jevran melihat kelakuan gadis di depannya hanya menatap ngeri. Cantik-cantik tapi kelakuannya seperti itu. Sudah manjat pohon, loncat begitu saja tanpa takut kaki patah, dan satu lagi mengupas kulit mangga dengan giginya.Naura duduk di bawah pohon dengan memakan mangga, sedangkan Jevran memilih untuk membawa masuk barang-barangnya. Gadis itu memperhatikan lelaki yang baru saja menjadi tetangga barunya. Sejujurnya Naura sulit akrab dengan orang baru, namun melihat pemuda tadi sepertinya orang baik-baik. Jarang juga Naura bertemu dengan lelaki berpenampilan unik seperti Jevran.Sampai selesai membawa masuk barang pertamanya, Naura masih ada di sana memperhatikan Jevran yang kembali keluar mengambil dua kardus.'Dia kenapa ngeliatin terus? Gue kan jadi grogi,' batin Jevran mempercepat gerakannya."Jok, di baju Lo ada ulat!" Naura berteriak kemudian menutup mulutnya.Jevran membulatkan matanya dan berteriak heboh. Demi apapun, Jevran membenci yang namanya ulat. Pria itu mencoba mengibaskan bajunya agar ulat itu pergi.Naura yang tadinya tertawa langsung berhenti begitu Jevran berniat membuka bajunya. "Eh! Mau ngapain?!""Buang ulatnya," katanya yang memejamkan mata erat."Gak ada, aku cuma bercanda."Jevran membuka matanya. "Jadi gak ada?""Engga. Lagian kamu tuh udah gede, masa takut sama ulat?" ejek Naura yang berjalan melewati Jevran begitu saja. Dia pulang ke rumahnya. Rumah di samping milik pria culun itu.Kaca mata itu kembali dilepas oleh Jevran untuk mengusap keringat di wajahnya karena ketakutan. Dia tidak bohong soal takut pada ulat. Lututnya saja sampai lemas. Jevran tidak menyangka jika dia akan dikerjai di hari pertamanya pindah.Pria itu kembali bergidik melihat pohon di depannya. Dengan cepat ia berlari ke dalam rumah dengan dua kardus terakhir miliknya.Jevran, selamat menikmati kehidupan baru.****Pagi yang cerah secerah senyuman seorang gadis cantik yang terduduk di teras rumahnya. Dia tersenyum bukan tanpa alasan. Temannya baru saja mengirimkan pesan lucu di pagi hari.Naura berdiri ketika adiknya keluar dengan seragam putih birunya. Namanya Ajun, dia masih duduk di bangku sekolah menengah pertama."Udah siap?" tanya Naura memainkan kunci motornya. Dia biasa mengantar jemput adiknya dengan motor kesayangannya ini."Sebentar, kak. Ada yang ketinggalan." Anak itu kembali berlari ke dalam rumah."Kebiasaan," gumam Naura. Tak sengaja gadis itu melihat tetangga barunya yang tak lain dan tak bukan adalah Jevran. Sepertinya pria itu habis dari luar. Terlihat juga tangannya menenteng kresek.Naura berlari menghampiri Jevran. "Abis dari mana?""Beli bubur."Sepertinya ada yang aneh. Naura menyipitkan matanya menatap lekat wajah Jevran. Merasa kaku, Jevran menelan ludahnya susah payah. Apa yang Naura pikirkan?"Btw, tompel kamu pindah?""Hah?""Iya. Kemarin kayaknya aku liat ada di kanan, ko sekarang di kiri?"Sudut bibir Jevran berkedut. Bisa-bisanya gadis ini detail seperti itu. Dia saja lupa dimana letak tompel ini seharusnya berada. "ka-kayaknya kamu salah liat.""Gak mungkin. Aku inget ada di kanan kok," balas Naura cepat."Kan yang punya tompel ini aku. Masa aku salah," kata Jevran membenarkan kacamatanya. Menyebalkan sekali benda ini."Oh iya. Yang punya tompel kan kamu ya." Naura tertawa garing sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal."Kak Naura! Loh, ini siapa?" Ajun yang menyusul Naura di buat terkejut dengan orang asing yang berbicara dengan kakaknya."Dia namanya Joko, tetangga baru kita. Jo, ini adikku. Namanya Ajun.""Penampilannya kok gitu? Jelek," kata Ajun mulus, semulus pantat bayi. Untung saja Jevran bisa menahan mulutnya agar tidak mengeluarkan kata-kata mutiara."Ajun! Dia itu lebih tua dari kamu. Gak boleh ngomong kayak gitu." Naura menjeda ucapannya. "Terlalu jujur namanya."Jevran benar-benar dibuat kesal oleh kelakuan kakak beradik dihadapannya. Namun apa boleh buat? Dia kan sedang menyamar, jadi harus menjaga image sebagai anak baik.Naura teesenyum lebar. "Bercanda. Yaudah, kita duluan, ya. Nanti takut Ajun telat. Selamat menikmati buburnya."Gadis itu menggiring adiknya kembali ke halaman rumah untuk mengambil motor. Jevran menghela nafas lelah. Untung saja anak bernama Ajun itu masih bocah, kalau tidak sudah dia tampar mulutnya dengan dollar.****Siangnya Jevran pergi ke kantor miliknya, dengan penampilan culun. Orang-orang kantor menatapnya aneh, tapi Jevran tidak memperdulikannya. Ia naik ke lift begitu saja dan menerobos masuk saat sekuriti mencoba menahannya.Sampai di ruangan yang di tuju, Jevran tak menemukan kehadiran orang yang dicarinya. Pria itu duduk di kursi kebesaran. Dia mengangkat kaki ke atas meja dan menunggu kedatangan sekretarisnya.Tak lama pintu terbuka menampilkan sosok pria dengan berbagai berkas di tangannya. Betapa terkejutnya ia melihat orang asing masuk ke ruangan bos. Apalagi sampai menaikan kaki ke atas meja."Siapa kamu? Sedang apa kamu di sini?!""Masa gak kenal?" kata Jevran memutar bola matanya malas."Jangan sok kenal kamu sama saya! Ini ruangan bos saya. Keluar atau saya panggilkan sekuriti?"Jevran menurunkan kakinya. Satu persatu ia melepas kacamatanya, tompelnya, dan terakhir mengacak rambut rapihnya. "Mau manggil sekuriti?""Jevran?""Parah banget gak ngenalin gue. Lo mau potong gaji?" candanya."Eh, jangan! Lagian Lo ngapain jadi kayak gini? Terus Lo kemana aja? Bokap Lo datang ke kantor buat nyari Lo. Kabur Lo dari rumah? Mana di telepon gak aktif," tanya Jerry selaku teman sekaligus sekertaris Jevran.Jevran membuang nafasnya kasar. "Gue ganti nomor.""Hah? Kenapa?""Gue mau dijodohin, jadi gue kabur dari rumah. Gue yakin kalau mereka cuma ngincer duit doang. Mereka tau kalau kekayaan kakek langsung diwariskan sama cucunya, gue.""Terus kantor gimana kalau gak ada Lo?" tanya Jerry."Gue titip sama Lo, ya. Kalau ada sesuatu Lo bisa kabarin gue. Tapi jangan sering-sering, nanti ada yang curiga. Terus Lo juga gak boleh kasih tau siapapun kalau gue nyamar gini.""Lo tenang aja. Tapi kenapa penampilan Lo harus kayak tadi? Beda banget. Emang ada cewek yang mau deket-deket sama Lo?""Ada, lah," kata Jevran tak terima."Yang bener? Mana ada cewe yang mau sama cowok cupu.""Ada. Cantik lagi." Jevran membayangkan wajah Naura. Gadis itu sebenarnya cantik. Senyumannya manis dan tingkahnya yang lucu. Tapi, Jevran selalu dibuat jengkel dengan sikapnya yang usil dan jauh dari kata feminim. Kelincahannya memanjat pohon membuat Jevran sempat berpikir kalau Naura adalah anak yang dibesarkan di hutan seperti Tarzan.Tok..tok..tok..Jevran melirik ke pintu lalu menatap Jerry. Pasti itu sekuriti yang mengejarnya. Dengan cepat Jevran kembali memakai penyamarannya dan menyingkir dari kursi yang didudukinya."Ada apa?" tanya Jerry setelah membuka pintu. Benar saja, di sana ada dua sekuriti tadi."Maaf Pak Jerry. Tadi ada laki-laki asing yang nerobos masuk ke lift. Takutnya dia masuk ke ruangan Pak Jevran," panik keduanya.Tok.. tok.. tok...Naura yang baru saja mengganti pakaian pergi ke depan untuk membuka pintu. Ternyata yang datang adalah Jevran. Pria itu merentangkan tangannya."Jevran?" Naura memeluknya dan disambut dengan hangat."Tadi aku ke toko ternyata kamu udah tutup. Jadi langsung ke sini.""Ayo masuk."Naura mengajak Jevran masuk dan kembali menutup pintunya. Jevran menatap ke sekeliling. "Ajun mana?""Baru aja pergi. Katanya mau nginep di rumah temen dua hari."Jevran mengikuti Naura yang berjalan menuju dapur. Sepertinya Naura akan membuat kue, terlihat dari bahan-bahan yang sudah disiapkan. Apakah gadis ini tidak lelah membuat kue sepanjang hari? Pria tersebut melihat-lihat belanjaan di atas meja. "Mau buat keu, ya?""Iya pesenan Jerry, katanya buat temennya. Tapi jujur ini pertama kali aku buat kue yang tinggi kayak gini," kata Naura terdengar ragu."Kamu bisa, kok. Oh iya, Ra. Besok aku mau ajak kamu makan malam. Nanti aku jemput, ya?""Makan malam di rumah kamu?" tanya Naura."Di lu
Hari demi hari berlalu. Hari ini Jevran melakukan pelepasan gips pada tangannya. Dokter sendiri yang datang ke rumah. Karena ini hari Minggu ada Naura dan Ajun juga yang menemani. Seperti kata Jevran sesibuk apapun mereka berdua setidaknya luangkan satu hari untuk bersama dan itu adalah akhir pekan.Begitu benda tersebut dilepaskan Jevran mulai merasa lega. Akhirnya hari ini tiba dimana ia bisa beraktivitas seperti biasa. Tidak perlu kesusahan lagi untuk melakukannya."Silahkan pelan-pelan digerakkan tangannya. Pelan aja biar gak kaget," ucap sang dokter.Jevran mengatur nafasnya sesaat. Ia meluruskan tangan kanannya dan bergerak sesuatu arah. Kanan, kiri, atas, bawah, dan berputar sesuai arah jarum jam."Bagaimana?""Gak sakit," jawab Jevran."Kalau begitu tangannya sudah sembuh dan kembali seperti semula. Selamat, ya.""Terimakasih, dok."Nilam mengusap punggung Jevran. "Syukurlah kalau sudah sembuh total.""Kalau begitu tugas saya selesai, Pak, Bu. Saya pamit kembali ke rumah sakit
Kemarin Jevran mengeluarkan banyak uang untuk belanja es krim anak-anak di taman. Tapi dia menikmati waktunya yang menghabiskan sebagian harinya dengan anak kecil. Semua itu menyenangkan apalagi jika ada Naura di sampingnya.Karena semakin hari semakin membaik, Jevran berusaha mencari ide agar dirinya tidak merasa bosan. Tangannya juga semakin pulih dan saat pagi tadi pemeriksaan, dokter bilang beberapa hari lagi gips sudah boleh dilepas. Itu membuatnya tenang.Setelah pulang dari rumah sakit untuk mengecek keadaannya, Jevran langsung ke tempat Naura. Ya, di toko kue tempat Naura mendapat kesibukannya. Gadis itu juga belum tau kalau Jevran akan datang ke sini sekarang. "Permisi, saya mau pesan kue.""Silahkan ma-" saat menoleh Naura terkejut melihat kehadiran Jevran. "Kamu kok di sini? Sama siapa? Kenapa gak bilang mau ke sini?""Stttt...."Jevran menempelkan telunjuknya pada mulut Naura. "Aku gak disuruh masuk?""Oh, iya. Ayo masuk."Pria itu masuk ke dalam dan melihat sekitar. Bagu
Sementara itu di atas sana kini Jevran berdiri di depan jendela. Dia sedang mencoba menghubungi Naura karena hari ini belum mendengar kabar darinya. "Kamu lagi dimana? Aku pulang hari ini kenapa gak ikut jemput aku?"'Loh, kamu udah pulang? Aku lagi di toko. Tadinya aku mau ke rumah sakit nanti sore. Tapi ternyata kamu udah pulang.'"Yaudah, gak usah."'Maaf, ya. Beneran deh hari ini ada pesanan. Sayang kalau aku tolak. Kamu gak marah, kan?' tanya Naura terdengar menyesal. Jevran terkekeh pelan. "Gak apa-apa, aku ngerti kok. Tapi besok ke sini, ya."'siap, bos.'"Papa kamu udah berangkat, Ra?"'Papa sama Bang Rival udah berangkat. Terus mereka titip salam buat kamu semoga cepet sembuh. Mereka gak sempet jenguk kamu lagi.'Naura sudah tau jika Papanya memberi restu pada hubungan Jevran dan Naura. Dia benar-benar senang dan tidak bisa mengatakan apapun lagi selain mengatakan jika dirinya bahagia. Perjuangan Jevran ternyata tidak sia-sia.Sebelum pergi Bahar juga bilang oada Naura jika
Ajun keluar dari kamarnya dengan tubuh yang lebih fresh. Karena sudah mandi setelah seharian menggunakan seragam sekolah sampai tidur di rumah sakit. Dia sudah kembali pulang hari ini.Pemuda itu berjalan menuju dapur untuk minum namun ia mengurungkan niatnya. Di sana ada Bahar, Rival, dan Naura. Ajun sedang kesal dan dia belum mau bertemu dengan mereka. Apalagi Abangnya."Mau kemana? Sini makan sama-sama," kata Naura melihat Ajun yang hendak pergi."Gak laper.""Sini, Jun. Papa mau bicara sama kamu."Ajun berdecak pelan dan kembali berbalik menghampiri mereka. Dia berdiri di samping Papanya dan tepat dihadapan Rival dan Naura. "Kenapa?""Abang kamu udah cerita sama Papa."Rival yang sedang makan menghentikan makanannya. Ia mengambil minum dan fokus pada pembicaraan. Dia juga tidak bisa menjelaskan pada Ajun sendiri jadi Rival harap dengan Papanya tau masalah ini mereka bisa sama-sama berubah.Sesaat Ajun membuang muka ke samping. Dia tak mau membicarakan masalah ini sebenarnya. "Teru
"Maafin aku.""Liat sini." Jevran meminta Naura menatapnya. "Apapun keputusan Papa kamu. Aku bakal terima itu, kok. Tapi bukan berarti aku berhenti buat perjuangin kamu.""Tapi bagi aku kamu berhasil."Gadis itu mendongak menahan air matanya agar tak terus keluar. Naura memeluk Jevran dari samping dan menyandarkan kepalanya di bahu kiri. Namun Jevran tersentak saat Naura melakukan itu.Jevran menahan nafasnya karena sebenarnya bahu yang kiri juga sakit, meski tak separah yang kanan. Tapi dia tak mau Naura melepaskan pelukannya. Jadi Jevran tetap membiarkan gadis itu di sana."Jangan nangis lagi. Aku gak bisa peluk kamu," ucap Jevran hanya menggenggam tangan Naura.Gadis itu terkekeh. Seketika ia duduk tegap dan menghapus air matanya. "Gak nangis, kok.""Bagus.""Eumm... Kamu lagi makan tadi? Aku ganggu dong? Aku bantuin, ya." Naura mengambil semangkuk bubur ke pangkuannya namun Jevran menahan."Aku bisa sendiri.""Tangan kamu lagi sakit. Aku suapin aja, ya."Jevran menggeleng. Sungguh
"Heh! Bangun!"Dengan susah payah Jevran meraih satu pack tisu dan melemparnya ke arah sofa dimana Jerry dan Ajun tengah tidur di sana. Sayang sekali meleset. Ia mencari benda lain yang aman untuk dilempar.Semalam mereka bilang akan menjaga Jevran 24 jam. Tapi buktinya semalaman mereka tidur pulas sedangkan Jevran masih sadar dan terus menatap langit-langit ruangan. Padahal semalam hanya ditinggal tidur sebentar tapi begitu Jevran bangun karena haus mereka sudah tidur semua. "Ini udah jam berapa? Bangun! Sebenarnya yang sakit siapa sih? Kenapa jadi gue yang jagain mereka," kata Jevran kesal.Pria itu mengambil botol plastik bekas minum yang sudah habis. Kembali dilempar ke arah mereka namun tetap tidak ada yang bangun. Ini kebo semua."Ish! Berisik apaan sih ganggu orang tidur aja."Jevran mendelik melihat Jerry yang merenggangkan tubuhnya. "Bangun! Katanya mau jagain tapi dua-duanya malah tidur.""Eh, iya ya?""Bantuin geu ke kamar mandi buruan. Gue pengen kencing."Jerry masih sem
"Pah, Jevran sadar, Pah!" Nilam menepuk pundak Haris agar suaminya menoleh. Setelah lama menunggu Jevran terlihat mulai sadar. Pria itu mengerjapkan matanya beberapa kali menyeimbangkan cahaya yang masuk ke Indra pengelihatannya. "Jevran? Kamu denger Mama? Ini Mama sayang."Jevran meringis pelan ketika merasa tubuhnya seperti tak bisa digerakan. Apalagi bagian bahu membuatnya ngilu dan pegal. "Mah? Minum," ucapnya terbata-bata. "Sini, pakai sedotan aja." Haris membantu Jevran minum air melalui sedotan."Naura mana?"Sepasang suami istri itu saling tatap. "Udah pulang.""Tapi dia baik-baik aja?""Kamu gak usah khawatirkan Naura, dia aman. Sekarang fokus sama kesembuhan kamu dulu. Ada keluhan gak? Biar Papa panggilkan Dokter."Jevran menggeleng pelan. "Gak ada."Tok... Tok... Tok... "Loh, Ajun? Kok bisa datang sama Jerry?" tanya Haris."Tau nih Om. Ketemu di jalan terus maksa mau ke sini buat jenguk Jevran.""Tapi itu masih pakai seragam sekah," kata Nilam bingung.Ajun tersenyum ca
"Apa aku bilang? Kamu itu cuma anak mami yang gak bisa apa-apa tanpa ajudan kamu itu. Jadi gimana kamu mau bebasin Naura sedangkan kamu kesakitan kayak gini?"Jevran tak mendengarkan perkataan Aurel dengan baik. Dia hanya sedang merasakan sakit yang luar biasa. Di kepalanya hanya berputar suara Naura yang mengalun. Jika Jevran seperti ini apa yang akan terjadi lada gadis itu?Tak ada tenaga lagi untuk melawan. Jevran pasrah karena tangannya sudah mati rasa. Punya kesadaran untuk membuka mata saja sudah bersyukur.Aurel melepaskan bekapan mulut Naura. "Silahkan. Ada kata-kata terakhir sebelum kalian berpisah?""Tolong bebasin Jevran. Dia kesakitan. Biar aku aja yang gantiin dia.""Eum, romantis banget. Tapi gak ngaruh. Jadi gimana kalau kalian berdua aja yang sama-sama pergi?"Di sisa kesadarannya Jevran merasakan tak ada lagi tangan yang menginjak bahunya. Mereka berdua justru berjalan menghampiri Naura. "Jangan sentuh Naura!" ucapnya pelan.Mereka menghiraukan perkataan Naura. Jevran
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments