Sebenarnya Siella merasakan debaran jantung yang begitu hebat dan juga terasa tidak begitu nyata sama sekali. Tetapi ia menahan dirinya sendiri. Dalam pikirannya muncul reaksi ingin melihat bagaimana Devan akan menanggapi Rifia.Devan yang sedang duduk tersebut merasa kesal saat didatangi oleh Rifia, padahal dia sedang makan siang bersama Siella saat ini.Rusak sudah mood-nya yang baru saja dia coba bangun untuk lebih baik dan juga pastinya lebih kokoh daripada sebelumnya. Tetapi ambyar karena orang ini.“Apa?” tanya dari Devan dengan nada dingin.“Hei….,” Rifia membalas dengan nada menjengkelkan dan kemudian duduk di kursi Siella.Devan sinis menatapnya.“Jangan menatapku buruk begitu. Aku datang untuk menemanimu. Lagipula, kamu sendiri, kan?” ujar Rifia.“Itu kursi Siella, dan pergi dari hadapanku!” tegas Devan.Rifia agak terkejut mendengar bentakan dari Devan yang terbilang cukup spontan tersebut. Dan ia merasa tersinggung karena Devan malah membicarakan Rifia di depannya.“Devan…
Wajah Rifia jadi seperti seekor kepiting rebus yang sedang berada di uap panas yang tidak terduga sama sekali. Dia benar-benar menjadi orang yang sangat agresif sekali sekarang.“Jadi, ada apa? Apa urusanmu sampai datang ke sini?” Siella bertanya dengan nada yang sangat lembut.Rifia kembali membulatkan tekadnya, dan mencoba untuk ikut menyulut Siella yang baru saja membakarnya tersebut.“Aku datang menemui Devan. Apa urusanmu di sini? Jangan bilang kamu datang hanya untuk mengganggu kami!” tegasnya.Siella tertawa kecil mendengarnya. Wanita tersebut benar-benar sangat percaya diri, tapi otaknya dangkal sekali. Akal sehat dan logikanya tidak kelihatan.“Benarkah?”Siella menoleh ke arah Devan.“Kita kan pergi berdua, jadi yang pengganggu itu aku atau dia?” tanya Siella sambil bergantian menunjuk ke arah dirinya sendiri dan juga Rifia.Tertegun Rifia mendengar ucapan dari Siella. Dia benar-benar lupa bahwa Devan sudah mengatakan kalau dia datang kemari dengan Siella, jadi jelas Siella
Siella yang mendengarnya merasa sangat tersipu. Secara mendadak sekali Devan memuji dan membuat sekujur tubuh Siella terasa terbang sampai ke langit yang begitu tinggi sekali.“Be- Benarkah? Ka- kamu tidak bohong?” Siella merasa malu sambil sesekali menyelipkan rambutnya ke belakang telinga.“Ya…, kamu sangat berbeda dari biasanya,” puji dari Devan, lagi.Pria tersebut melihat dari atas sampai bawah bagaimana Siella pada saat itu. Benar-benar mengagumi dan merasa sangat amat terpukau sekali.Padahal hanya pujian seperti biasanya. Tetapi Siella menerimanya dengan cara yang berbeda. Ia sangat menghargai bagaimana cara Devan memuji barusan.Dua orang yang sama-sama terpukau pada satu sama lain terasa seperti berada di dunia yang berbeda, dan jelas di tempat masing-masing.“A- Ah, mau jalan dulu?” ajak dari Devan, sambil mengulurkan tangan untuk dipegang.Siella tersenyum lebar. Ia menerima ajakan tersebut dan memegang erat tangan Devan. Untuk pertama kalinya, mereka berdua saling berpega
Bahkan ada banyak bunga indah terpajang di sana. Belum lagi bagaimana eloknya laut membuat dekorasi tersebut terlihat sangat amat bagus sekali. Perasaan Siella terasa banyak memiliki banyak pertanyaan di dalam sana.“Ini apa, Devan?” tanya Siella sambil menoleh setelah mereka berjalan mendekati dekorasi tersebut.Entah hembusan angin macam apa yang barusan melewatinya, yang pasti Siella nyaris kehilangan kata-kata setelah melihat Devan berlutut sebelah kaki sambil menyodorkan sebuah cincin pada kotak merah.Rasa terkejutnya membuat Siella berpindah tempat sedikit ke belakang. Ia benar-benar tidak bisa bicara selama beberapa saat.“Siella. Aku tahu ini sangat mendadak, But, will you marry me?”Rasanya seperti mimpi mendengar Devan berkata begitu kepadanya. Tidak terduga sedikit pun bahwa Devan akan melamar selang beberapa jam setelah menembaknya menjadi pacarnya.Masih dalam posisi tidak percaya, ternganga merasa kehilangan seluruh isi pikiran setelah melihat bagaimana keseriusan Devan
Meski sebenarnya sangat memalukan dan juga tidak tahu diri, Vano nekat bertemu dengan ibunya untuk bisa mendapatkan bantuan, setikdanya supaya dia tidak jatuh dalam kebangkrutan.Dan yang paling mengerikan dari pertemuan ini ialah, Ibunya mengajaknya berbicara pada ruang meditasi. Yang dimana Vano merasakan kalau tempat itu sangat lah dingin dan begitu membangun tekanan pada dadanya.Dengan posisi bersimpuh, dan kedua tangan berada di atas lutut dengan badan yang tegak, Vano duduk di depan ibunya dengan perasaan setengah-setengah.“Apa yang membawamu datang kemari, Vano?” tanya dari sang ibu dengan suara yang sangat mengintimidasi.“A- Anu, itu bu…, aku-““Jangan ibu. Kamu sudah melanggar janjimu, sebaiknya kamu panggil aku seperti sebelumnya.”DEGH. Vano bisa langsung menyadari bahwa ibunya sudah memutus hubungan dengannya, lagi. Dan kali ini tidak perlu bilang lagi, karena mereka sudah pernah membuat janji, dan janjinya sekarang telah dilanggar.Sambil menelan ludah dan berusaha memb
Mendengar ucapan dari Vano membuat Rifia menyeringai. Jelas ini adalah kesempatan dalam kesempitan yang tidak diduga sama sekali. Perasaannya senang sekali karena bisa mendapatkan kesempatan mendekati Devan.“Apa aku harus tidur dengannya?” tanya dari Rifia.“Kamu gila?! Kamu mau jadi wanita murahan?!” pekik dari Vano yang dengan sengaja mengatai.Agak kaget Rifia mendengar ucapan dari Vano. Padahal dia pikir ini bisa menjadi ide yang bagus untuk merusak hubungan dari Siella dan Devan, tapi Vano tidak berpikir sampai di sana.“Kalau begitu kamu saja yang coba ajak tidur Siella. Dengan begitu Devan pasti tidak akan senang dengan Siella lagi,” saran dari Rifia.Vano agak mempertimbangkan saran dari Rifia tersebut. Idenya terdengar sangat bagus, hanya saja rasanya bodoh sekali kalau dirinya mau tidur lagi dengan Siella.Rasa dendam dan juga benci sudah mendarah daging dalam dirinya. Rasanya turun harga dirinya kalau tidur dengan wanita itu lagi.“Kamu rela aku tidur dengan Siella lagi?”
Siella dan Devan menyeringai mendengar bagaimana Rifia tidak mau sama sekali berurusan dengan ayahnya sendiri. Lagipula juga sudah sangat mustahil sekali Rifia akan dibantu oleh ayahnya tersebut.Seringai puas atas pilihan yang dilakukan oleh Rifia membuat Siella benar-benar merasa makin tertantang dan juga ingin terus mempermainkan wanita yang sedang bersimpuh di depannya tersebut.“Kenapa? Kamu takut?” tanya Siella.“Tidak. Aku tidak mau menyeret papaku dalam masalahku lagi,” Rifia memberikan alibi.Rasanya ingin tertawa mendengar alasan tersebut. Padahal sebenarnya Rifia sudah tidak bisa mendapatkan bantuan dari ayahnya sendiri, karena dia sudah tidak dianggap olehnya.“Ahhh, kamu sudah tahu kalau ayahmu sudah tidak memperdulikanmu, kan? Tenang, aku dan Devan sudah tahu duluan soal itu, jadi kamu tidak perlu repot-repot menutupinya lagi,” ujar Siella.Rifia yang menunduk itu hanya bisa menelan ludah selama beberapa saat. Harga dirinya sudah mati, dan sudah hilang bagaimana citranya
Semua awalnya memang berjalan tanpa adanya halangan dan juga tidak ada hambatan sama sekali. Tetapi, Siella meyakini bahwa kali ini bukan dari Rifia serangan yang akan tiba, melainkan dari Vano sendiri.“Kamu kelihatan kesal sekali, ada apa?” tanya Devan saat Siella melihat ke arah layar laptop dengan tatapan yang cukup kasar sekali.“Ah, tidak. Aku hanya memikirkan tentang apa yang akan dilakukan oleh Vano setelah ini,” Siella menjawab dengan langsung mengatakan kegelisahannya.“Tenang saja. Dia memang kelihatan bermasalah, jadi aku menyewa orang untuk mengikutinya,” sahut Devan.Agak terkejut Siella mendengarnya. Ia langsung menoleh dengan mata yang terbelalak melihat ke arah dari Devan.“Sejak kapan? Kenapa aku tidak tahu?” Siella meluncurkan pertanyaan tajam.“Baru-baru ini. Pikirku kalau Vano bisa melakukan hal buruk kedepannya, jadi aku hanya berjaga-jaga supaya tidak terjadi hal buruk ke depannya.”Tersentuh Siella mendengarnya. Ia sama sekali tidak menduga bahwa Devan bisa ber