Bahkan ada banyak bunga indah terpajang di sana. Belum lagi bagaimana eloknya laut membuat dekorasi tersebut terlihat sangat amat bagus sekali. Perasaan Siella terasa banyak memiliki banyak pertanyaan di dalam sana.“Ini apa, Devan?” tanya Siella sambil menoleh setelah mereka berjalan mendekati dekorasi tersebut.Entah hembusan angin macam apa yang barusan melewatinya, yang pasti Siella nyaris kehilangan kata-kata setelah melihat Devan berlutut sebelah kaki sambil menyodorkan sebuah cincin pada kotak merah.Rasa terkejutnya membuat Siella berpindah tempat sedikit ke belakang. Ia benar-benar tidak bisa bicara selama beberapa saat.“Siella. Aku tahu ini sangat mendadak, But, will you marry me?”Rasanya seperti mimpi mendengar Devan berkata begitu kepadanya. Tidak terduga sedikit pun bahwa Devan akan melamar selang beberapa jam setelah menembaknya menjadi pacarnya.Masih dalam posisi tidak percaya, ternganga merasa kehilangan seluruh isi pikiran setelah melihat bagaimana keseriusan Devan
Meski sebenarnya sangat memalukan dan juga tidak tahu diri, Vano nekat bertemu dengan ibunya untuk bisa mendapatkan bantuan, setikdanya supaya dia tidak jatuh dalam kebangkrutan.Dan yang paling mengerikan dari pertemuan ini ialah, Ibunya mengajaknya berbicara pada ruang meditasi. Yang dimana Vano merasakan kalau tempat itu sangat lah dingin dan begitu membangun tekanan pada dadanya.Dengan posisi bersimpuh, dan kedua tangan berada di atas lutut dengan badan yang tegak, Vano duduk di depan ibunya dengan perasaan setengah-setengah.“Apa yang membawamu datang kemari, Vano?” tanya dari sang ibu dengan suara yang sangat mengintimidasi.“A- Anu, itu bu…, aku-““Jangan ibu. Kamu sudah melanggar janjimu, sebaiknya kamu panggil aku seperti sebelumnya.”DEGH. Vano bisa langsung menyadari bahwa ibunya sudah memutus hubungan dengannya, lagi. Dan kali ini tidak perlu bilang lagi, karena mereka sudah pernah membuat janji, dan janjinya sekarang telah dilanggar.Sambil menelan ludah dan berusaha memb
Mendengar ucapan dari Vano membuat Rifia menyeringai. Jelas ini adalah kesempatan dalam kesempitan yang tidak diduga sama sekali. Perasaannya senang sekali karena bisa mendapatkan kesempatan mendekati Devan.“Apa aku harus tidur dengannya?” tanya dari Rifia.“Kamu gila?! Kamu mau jadi wanita murahan?!” pekik dari Vano yang dengan sengaja mengatai.Agak kaget Rifia mendengar ucapan dari Vano. Padahal dia pikir ini bisa menjadi ide yang bagus untuk merusak hubungan dari Siella dan Devan, tapi Vano tidak berpikir sampai di sana.“Kalau begitu kamu saja yang coba ajak tidur Siella. Dengan begitu Devan pasti tidak akan senang dengan Siella lagi,” saran dari Rifia.Vano agak mempertimbangkan saran dari Rifia tersebut. Idenya terdengar sangat bagus, hanya saja rasanya bodoh sekali kalau dirinya mau tidur lagi dengan Siella.Rasa dendam dan juga benci sudah mendarah daging dalam dirinya. Rasanya turun harga dirinya kalau tidur dengan wanita itu lagi.“Kamu rela aku tidur dengan Siella lagi?”
Siella dan Devan menyeringai mendengar bagaimana Rifia tidak mau sama sekali berurusan dengan ayahnya sendiri. Lagipula juga sudah sangat mustahil sekali Rifia akan dibantu oleh ayahnya tersebut.Seringai puas atas pilihan yang dilakukan oleh Rifia membuat Siella benar-benar merasa makin tertantang dan juga ingin terus mempermainkan wanita yang sedang bersimpuh di depannya tersebut.“Kenapa? Kamu takut?” tanya Siella.“Tidak. Aku tidak mau menyeret papaku dalam masalahku lagi,” Rifia memberikan alibi.Rasanya ingin tertawa mendengar alasan tersebut. Padahal sebenarnya Rifia sudah tidak bisa mendapatkan bantuan dari ayahnya sendiri, karena dia sudah tidak dianggap olehnya.“Ahhh, kamu sudah tahu kalau ayahmu sudah tidak memperdulikanmu, kan? Tenang, aku dan Devan sudah tahu duluan soal itu, jadi kamu tidak perlu repot-repot menutupinya lagi,” ujar Siella.Rifia yang menunduk itu hanya bisa menelan ludah selama beberapa saat. Harga dirinya sudah mati, dan sudah hilang bagaimana citranya
Semua awalnya memang berjalan tanpa adanya halangan dan juga tidak ada hambatan sama sekali. Tetapi, Siella meyakini bahwa kali ini bukan dari Rifia serangan yang akan tiba, melainkan dari Vano sendiri.“Kamu kelihatan kesal sekali, ada apa?” tanya Devan saat Siella melihat ke arah layar laptop dengan tatapan yang cukup kasar sekali.“Ah, tidak. Aku hanya memikirkan tentang apa yang akan dilakukan oleh Vano setelah ini,” Siella menjawab dengan langsung mengatakan kegelisahannya.“Tenang saja. Dia memang kelihatan bermasalah, jadi aku menyewa orang untuk mengikutinya,” sahut Devan.Agak terkejut Siella mendengarnya. Ia langsung menoleh dengan mata yang terbelalak melihat ke arah dari Devan.“Sejak kapan? Kenapa aku tidak tahu?” Siella meluncurkan pertanyaan tajam.“Baru-baru ini. Pikirku kalau Vano bisa melakukan hal buruk kedepannya, jadi aku hanya berjaga-jaga supaya tidak terjadi hal buruk ke depannya.”Tersentuh Siella mendengarnya. Ia sama sekali tidak menduga bahwa Devan bisa ber
Siella yang baru saja terbangun mendapati adanya Vano dan juga Rifia sedang berada di depannya. Wajah mereka tampak sangat puas melihat Siella yang baru saja bangun.Baru saja Siella hendak melawan, ia merasakan tangannya tidak bisa bergerak sama sekali. Segera ia menoleh, dan menghadapi kedua tangannya diborgol pada kursi yang sedang dirinya duduki.“Apa yang kalian lakukan?!” pekik Siella.“Ohhh, kamu bertanya? Kamu bisa menjawabnya sendiri, kan?” balas Rifia.Jantung Siella berdegup sangat kencang sekali, dia juga tidak bisa mengatur napasnya dengan baik setelah mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Rifia itu.Matanya yang melirik ke segala arah menyadari bahwa dirinya sekarang ini sedang disekap. Vano benar-benar pria yang sangat brengsek. Dia sengaja mencari waktu yang tepat untuk menculiknya.“Apa mau kalian berdua?!” Siella kembali menggunakan nada suara yang cukup tinggi.“Tak banyak. Hanya saja, kamu harus membayar kompensasi yang besar atas perbuatan yang sudah kamu la
“Apa pak? Kamu bilang…, Siella pergi dengan pria lain?” tanya Devan.Ia menghampiri satpam yang berjaga malam-malam karena tidak bisa menghubungi Siella sejak tadi. Dan bahkan Hani pun tidak bisa. Terakhir saat mereka berdua menuju tempat tinggal Siella, di sana masih kosong tidak ada siapa-siapa.Karena merasa cemas, Devan pergi ke perusahaan untuk menanyakan kepada para penjaga yang mungkin saja melihat Siella yang keluar dari sana.“Apa kalian yakin? Siella tidak pernah keluar dengan pria lain sebelumnya di malam begini,” Hani sangat cemas.“Kami tidak yakin mengenalinya, tapi kami mendengar mereka sempat bertengkar, dan kemudian hening dengan wanita yang kalian maksud di papah karena tak bisa berjalan.”DEGHH. Jawaban itu membuat Hani dan Devan saling memandang. Jelas itu adalah hal aneh. Kalau tadinya Siella sempat bertengkar, dan setelahnya diam tanpa adanya pergerakan, jelas ini adalah kejahatan.“Kalau begitu terima kasih pak ya,” ucap dari Hani.Mereka berdua segera naik ke d
Mendengar itu, Bu Ina nampak sangat syok. Kedua alisnya yang mengkerut menunjukkan bagaimana dia tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh mereka yang datang barusan.Melirik ke arah Devan, yang dimana wajahnya menunjukkan keseriusan dan sedang tidak bercanda sama sekali, membuat bu Ina merasa sangat sakit hati.“Kenapa dia menculik Siella? Bukankah hubungan mereka sudah berakhir?”“Aku hendak menikahi Siella, dan sepertinya kabar itu sampai pada mereka, dan mereka tidak terima sama sekali,” sahut dari Devan.Bu Ina yang masih tidak percaya itu benar-benar tidak percaya dengan apa yang dilakukan oleh anaknya tersebut. Terlebih, sepertinya anaknya melakukan ini karena sudah sangat terdesak sekali.“Lalu apa kalian menemukan dia dimana sekarang?” tanya Bu Ina.Devan menganggukkan kepala. Bu Ina langsung berjalan menuju ke pintu keluar yang ada di dekat mereka.“Tunggu apa lagi! Ayo kita cari dia sekarang!”Wajah khawatir ibu Ina kelihatan begitu jelas sekali. Namun, saat Bu Ina kelua
Devan yang mendengarnya merasa sangat menggebu sekali. Benar, seharusnya dia tidak membuat Siella berada di titik yang tidak seharusnya. Seharusnya dia adalah orang yang bisa diandalkan bagi Siella, dan juga menjadi orang yang bisa bersamanya setiap saat.Dengan penuh keberanian yang meski sudah terlambat ini, Devan tidak mau menyia-nyiakan kembali apa yang belum bisa ia lakukan. Apa pun hasilnya, ia akan menerima semua keputusan Siella.Devan segera mengendarai mobil dan menuju ke bandara, sesuai dengan apa yang dikatakan Bu Ina, bahwa Siella sebentar lagi akan pergi dari negara ini.Masih belum terlambat selama ia masih mau mencoba. Ia benar-benar berharap bahwa Siella belum pergi dari sana. Ia masih harus menebus hutang pertanggungjawaban kepada Siella.Di bandara, Devan benar-benar tidak tahu harus mencarinya kemana. Ia menelepon Siella berkali-kali, setelah sekian lama ia berusaha menghindari komunikasi dengannya. Ia tidak akan membuang masa lagi.‘Kumohon Siella…, angkat,’ batin
Siella yang mendengarnya langsung mematung tidak bisa berkata selama beberapa saat. Hamil? Dirinya ini hamil? Ia merasakan tangannya gemetar setelah mendengar ucapan dari Dokter barusan.“Aku akan memberikanmu vitamin untuk bayi dalam kandunganmu. Harus rajin diminum untuk calon bayinya ya?” seru dari sang Dokter yang kelihatan sangat senang.Sementara Siella masih belum bisa berkata apa-apa. Dia benar-benar tidak tahu harus merespon bagaimana kabar barusan. Antara tidak percaya, atau mungkin dirinya harus percaya dengan hal barusan.Perlahan ia memegangi perutnya, dan terus berpikir bahwa ini adalah mimpi saja. Ia masih belum bisa mencernanya dengan baik. Jadi, selama ini dirinya sudah hamil? Tapi ia sama sekali tidak sadar?“Apa suamimu ada? Apa yang di depan itu-““Bu- Bukan, na- nanti aku beritahu padanya,” Siella langsung menolak.Ia tidak tahu bagaimana Devan akan meresponnya. Siella hanya pernah berhubungan dengan Devan, jadi ia yakin kalau Devan adalah anak dari dalam kandunga
Siella merasa sepertinya memang masih ada yang mengganjal dari pihak Vano. Tetapi ia menolak bertemu, karena sejatinya, bagi Siella ini sudah berakhir sepenuhnya.Biarlah Vano harus berdamai dengan sendirinya dengan emosi yang juga masa lalu yang tidak ia bisa terima sama sekali. Tugas Siella sekarang ini benar-benar sudah tidak ada lagi. Ia kini sudah tidak boleh ikut campur lebih jauh.“Kamu merasa sedih?” tanya Devan kepadanya.“Entahlah. Padahal penyebab awalnya bukan aku. Tapi kenapa aku seperti dibuat mendapatkan semua karmanya?” Siella merasa tidak adil.Di dalam mobil suasana jadi sangat hening dan tidak ada yang memecah sama sekali. Sepertinya mereka berdua dalam kondisi perasaan yang sama-sama tidak nyaman sama sekali.Tetapi, entah kenapa Devan yang kala itu sedang menyetir tidak mengantarkan Siella pulang sebagai mana seharusnya. Dia malah berbelok ke Danau yang tidak jauh dari sana. Jelas sekali Siella terkejut.“H- Hei! Kita kemana?!” terkejut Siella.
Devan sebenarnya setengah senang hati mendengar ucapan dari Siella yang memilih mengajaknya. Tetapi, tahu bahwa dia akan diajak menemui Vano, jelas membuat Devan merasa agak sedikit jengkel.Mereka kemudian pergi setelah berpamitan dengan Rifia. Sudah usai perasaan terpendam dan juga masalah internal yang jelas membuat mereka jadi seperti ini. sekarang semua sudah baik-baik saja di antara mereka berdua.Mereka pergi ke tempat Vano dengan mengendarai mobil. Rasanya sedikit gugup memikirkan bahwa dirinya akan menemui orang itu lagi. Padahal dia sudah bertekad yang waktu ini akan menjadi yang terakhir bagi dirinya itu.“Kamu takut dia akan melakukan hal buruk?” tanya Vano kepadanya.“Ah, tidak, hanya saja, aku kepikiran apa yang mungkin dia lakukan kalau melihatku lagi,” balas Siella.Devan yang melihat ke depan dengan tatapan kosong itu selama beberapa saat sempat tidak memberikan jawaban yang pasti. Perasaan jengkelnya lebih besar ketimbang perasaan khawatirnya.Ketika mereka sudah sam
Siella membawakan buah tangan untuk Rifia, dan juga sedikitnya susu ketika ia hendak mengunjungi Rifia. Bukan tanpa alasan. Anggap saja ini sebagai formalitas karena dirinya akan menengoki orang sakit. Jadi dia tidak mungkin datang dengan tangan kosong, kan?“Kamu sungguh tak apa mendatangi Rifia?” tanya Devan yang khawatir.Siella menganggukkan kepala, ia jelas tidak merasa masalah kalau memang begitu perlunya dirinya untuk saat ini. Ia sudah memantapkan diri untuk bertemu dengan Rifia, jadi tidak seharusnya ia membatalkannya.Ruangan Rifia benar-benar dijaga dengan sangat ketat. Mungkin karena dia sempat bersekutu dengan Vano, jadi dia juga mendapatkan label berbahaya dari pihak keamanan yang ada.Masuk ke dalam sana, Siella terus mengatur napas untuk bisa menenangkan dirinya. Ia akan menahan segala emosi yang ada, baik atau buruk pun akan dia coba bendung di dalam dirinya.Di dalam sana, ia melihar Rifia berbaring dengan perban di kepalanya. Entah apa yang dilakukan oleh Vano sampa
Siella menikmati bagaiman Devan mengajaknya berkeliling, dan juga sesekali melihat berbagai binatang kecil yang tersedia di dekat sana. Devan tidak pernah melepas kamera di tangannya, dan selalu siaga untuk mengambil gambar untuk Siella.“Kamu tak mau aku foto juga?” Siella menawarkan diri.Devan yang sedang mencoba membidik gambar tersebut menurunkan kamera, dan melihat ke arah Siella. Dia tampak lebih bahagia daripada sebelum-sebelumnya.“Tidak apa. Aku tidak terlalu suka foto,” tolaknya dengan lembut sekali.Siella merasa agak terpukau mendengar jawabannya, rasanya seperti melihat orang yang berbeda, padahal baru kemari Devan sangat menyebalkan sekali. Tetapi, sekarang jauh berbeda, dia seperti menjadi orang lain yang belum pernah Siella lihat sebelumnya. Sungguh mengagetkan sekali.“Jarang-jarang kita bisa keluar begini, kamu serius tidak mau?” ucap Siella, lagi.Devan sekali lagi menolak sambil menggelengkan kepala dan tersenyum cukup tipis kepada dirinya ini. “Tenang, aku akan m
Siella merasa benar-benar sendiri sekarang ini. ia memang berhasil pergi dari hidup Vano dan terlepas dari pernikahan yang tidak sehat itu. Tetapi, kini ia kehilangan tempatnya untuk pulang dan menceritakan isi hatinya.Rasanya remuk sekali perasaan Siella. Ia lebih banyak berdiri di dekat jembatan dan sesekali ke danau juga. Bukan untuk menyerah pada segalanya, melainkan ingin menenangkan diri dengan merasakan dinginnya angin yang berembus kepadanya.Tak ada pikiran Siella untuk segera menyusul Hani. Karena belum tentu ia bisa bertemu dengannya. Tetapi, Siella akan memanfaatkan hidupnya dengan baik, dan ingin mendedikasikan sisa hidupnya untuk menjadi orang berguna.‘Huhhh, setelah ini apa?’ batin Siella merasa sangat kesal.Semuanya memang berakhir dengan baik, hanya saja, di setiap prosesnya Siella mendapatkan pembelajaran dan juga hasil yang tidak diinginkan sama sekali.Sesekali Siella melemparkan batu ke sungai untuk bisa meredakan kekesalannya. Sesekali juga ia melemparkan sebu
Siella sudah duduk rapi di kursinya, dan kini sedang menunggu Vano masuk ke bilik kaca untuk bisa berbicara engannya. Entah apa yang sebenarnya dia ingin bicarakan dengan Siella di saat seperti ini sebenarnya.Devan, Pak Romi, dan Bu Ina berdir di belakangnya mengawasi. Kali ini mereka akan mendengarkan semua yang dibicarakan oleh Vano.Vano masuk ke dalam, dan duduk tepat di kursi yang sudah disediakan. Sesuai dengan permintaan, Vano diborgol dengan kuat pada kursinya, dan tidak dibiarkan bisa bangun dari tempat itu.Melihat bahwa Siella tidak datang sendirian membuat Vano tertawa, dia jelas merasa dibohongi karena ingin bertemu dengan Siella saja.“Heuuuhhh, lihat, kamu datang membawa pasukan,” ucap Vano.“Kenapa memangnya? Ada obrolan yang kamu tidak ingin mereka ketahui?” Siella langsung mengatakannya.“Kalau memang ada kenapa?” Vano menyeringai licik.“Aku tidak mau mendengarnya kalau begitu,” Siella segera membalas.“Ahhh, kalau begitu kamu pasti marah padaku, ya? Memang seberap
Siella lebih banyak berada di rumahnya tanpa keluar sama sekali. Rumah kecil yang ia tinggali sementara itu kini terasa makin menyesakkan dan juga begitu membuatnya tidak tenang.Ting… Tong… Bunyi bel rumahnya yang membuat seisi ruangan jadi terisi penuh akan suaranya.Siella segera keluar, dan melihat siapa yang datang. Dia mendapati Devan sedang berdiri di depan sana. Wajahnya masih layu dan menunjukkan bagaimana kesedihannya.“Ada apa?” Siella bertanya dengan suara yang lemah.“Rumah Hani akan segera dibersihkan oleh pemilik. Kamu mau ambil beberapa barangnya?” tawar dari Devan.Mendengarnya membuat Siella makin merasa sedih. Air matanya jadi kembali dan membuat Siella tidak bisa mengendalikan diri.“Aku tahu bagimu ini berat, tetapi bukan aku yang minta rumah itu segera dibersihkan,” sambing Devan.Siella segera membersihkan air matanya dan mengiyakan ajakan dari Devan, “Ya, baiklah, aku ikut,” Siella menyetujui.Mereka yang pergi ke rumah Hani sudah membawa segala kardus pakaian