Siella berusaha memberanikan diri, meski sebenarnya dia sangat ketakutan, dan bahkan dalam hati kecilnya, Siella tidak bisa menghadapi ini semua lagi. Rasanya kakinya jadi makin lemas dan tidak terkendali.Vano yang mendekat ke arahnya, memegang kuat kedua pipi Siella. Dia menatap dengan tatapan yang puas melihat Siella di depan matanya tersebut.“Aku jamin, setelah ini kamu tidak akan menemukan kebahagiaan untuk dirimu sendiri. Bahkan kamu tidak akan menemukan lagi yang namanya kesejahteraan,” Vano berkata demikiaan sambil tersenyum dengan wajah yang begitu puas.Siella menolehkan wajah dengan kasar untuk membuat tangan Vano yang ada di wajahnya lepas. Siella lebih merasa jijik karena tangan pria itu ada di wajahnya.Tatapan nanar SIella memandangi Vano jelas membuat Vano jadi sangat marah sekali. Baginya tidak sopan sekali seorang wanita yang ia sekap memandanginya dengan tatapan demikian.PLAKHHHH. Tamparan pertama mendarat di wajah Siella dengan begitu sempurna. Suaranya sangat ny
Siella yang melihat bagaimana respon dari Rifia hanya memasang senyum getir saja. Orang ini benar-benar berpikir bahwa dia adalah tokoh utama dari segalanya. Sayang sekali, dia hanya seorang yang menyedihkan untuk saat ini.“Kenapa? Kamu baru menyadarinya?” tanya Siella.“Jangan bicara omong kosong! Aku tidak akan termakan semua omonganmu yang tidak masuk akal itu!” tegasnya.Siella memandanginya dengan kepala yang mengangguk saja. Sudah bisa diduga bahwa pasti Rifia akan berpikir demikian kepadanya. Mengingat bahwa pastinya dia tidak akan senang dengan cara Siella berbicara.“Ya tidak apa. Yang penting kamu harus lihat baik-baik, Vano bisa meninggalkanmu kapan pun saat dirasa kamu tidak menarik sama sekali. Kamu sekarang tidak punya ayahmu untuk melindungi semua perbuatanmu. Kalau Vano mau kabur, dia bisa tidak membawamu.“Jangan bercanda!”PLAKHH. Dengan kalimat tersebut, Rifia dengan emosi besar menampar Siella yang masih terduduk tidak bisa bergerak tersebut. Rasa sakit sudah mati
Rifia yang sudah tertangkap itu jelas merasa kaget dan seketika tidak bisa melawan setelah ditahan oleh Hani yang melompat ke tubuhnya itu. Benar-benar merasa sudah tersudut untuk kali ini.Devan akhirnya bisa bernapas lega setelah melihat bahwa Rifia sudah ditahan. Orang-orang bawaan yang sudah bersembunyi di luar segera masuk dan menahan Rifia sebelum dia kabur.Devan juga segera membantu Siella bebas, ia merasa sakit hati melihat wanita yang ia cintai dalam keadaan yang sangat mengenaskan saat ini.Siella tersenyum tipis dengan tatapan mata yang sayu itu. Rasanya menyedihkan melihat bagaimana tatapan dari Siella tersebut.“Akhirnya…., kamu datang…., Devan,” ucap dari Siella yang suaranya sangat rendah sekali.“Kamu tidak apa? Dimananya yang sakit? Apa yang mereka lakukan padamu? Ayo kita pergi dan memeriksamu,” Devan sangat panik sampai berkali-kali memeriksa dari kepala dan wajah Siella sendiri.Siella dengan lemah menggelengkan kepalanya sambil tetap tersenyum menatap Devan. Bagi
Rifia yang tahu bahwa ternyata Vano tidak di sana membuat pikirannya mendadak kosong. Padahal tadi Vano berkata bahwa dia hanya akan keluar sebentar, setelahnya akan kembali.“Jadi…, maksud papa…, dia tidak ada di sini?” tanya Rifia dengan suara yang gemetar.“Ya. Tidak ada siapa-siapa di sini selain dirimu. Siapa yang kamu harapkan akan berada di sini sekarang?” tanya papanya dengan tegas.“Papa pasti bohong…, kan? Tidak mungkin Vano membuangku…, dia itu sangat mencintaiku…, papa. Papa pasti hanya megada-ngada supaya aku takut saja, kan?” Rifia menggelengkan kepala menolak fakta yang ada, meski sebenarnya ia tidak tahu harus merespon bagaimana.Sang papa yang melihat anaknya tampak seperti orang bingung itu hanya bisa menghela napas berat saja. Separah ini pengaruh dari Vano merusak anaknya. Meski dari awal pun dia sudah sadar bahwasannya sang anak memang memilih jalan yang salah.“Vano sendiri bisa mengkhianati Siella yang dia pacari dari jaman kuliah. Apalagi cuman kamu, yang baru
Siella yang sudah bisa pulang itu benar-benar merasa tidak enak hati. Bu Ina, mantan ibu mertuanya itu memberikan apartemen karena merasa bersalah tidak mencegah anaknya dan juga sekarang ini masih menjadi buronan.Sementara Pak Romi juga memberikan kompensasi atas apa yang dilakukan anaknya, dengan memberikan seorang art yang akan membersihkan rumahnya apabila Siella memanggil, bahkan memberikan nomor chef untuk memasak untuk dirinya ini.Ditambah, saat melihat tempat yang diberi Bu Ina, Siella benar-benar tidak enak sampai menelan ludah seketika. Tempat ini terlalu bagus dan tidak pantas untuk dirinya yang biasa saja ini.“Bu, ini terlalu berlebihan,” Siella mengucap saat baru saja melihat tempat yang diberikan kepadanya.“Apanya yang berlebihan? Yang dilakukan Vano saja tidak bisa membayar apa yang kamu rasakan,” Bu Ina menepis rasa tidak enak dari Siella.Langsung tak bisa membalas Siella setelah Bu Ina berkata begitu kepada dirinya, terlalu terang-terangan mengatakannya. Akhirnya
Siella sedang rebahan di atas sofanya sambil memejamkan mata dengan tubuh yang bersandar dengan sangat santai. Bukan tanpa alasan, dia bosan. Tidak ada sesuatu yang bisa dilakukan untuk saat ini. Siella hanya terduduk seperti patung dan tidak bisa melakukan apa pun.Meski tangannya sudah membaik, namun tidak bisa dipakai bekerja berat, dan kakinya sudah mulai pulih, meski tyidak boleh dipakai berjalan jauh dulu.TV sudah tidak menarik sama sekali baginya. Ponselnya yang bisa menyediakan segalanya pun sudah tak bisa membuat Siella terhibur. Rasanya sudah benar-benar hampa dan begitu kosong sekali.Hani kadang berkunjung kalau dia sudah ada waktu luang. Sementara Devan tidak pernah absen sama sekali mengunjunginya. Sudah seperti kewajiban saja.“Hmmm, apa aku jalan-jalan, ya?” pikirnya.Melihat ke arah jam yang ada di ponselnya, Siella mendapati kalau sepertinya tidak masalah kalau dia jalan-jalan sebentar. Setidaknya untuk membuat pikirannya lebih jernih dan bisa melepaskan rasa bosann
Siella yang mendengar ucapan dari Hani merasa agak tersipu. Debaran hatinya tak kunjung tenang seperti sebelumnya. Malah makin menjadi dan membuat Siella jadi makin salah tingkah.“Kamu suka daging, kan?” tanya Devan.“O- Oh, iya, kenapa?” Siella agak gugup menjawabnya.“Aku membeli banyak, jadi kamu bisa makan lebih banyak nanti,” sahut Devan.Pria ini benar-benar tidak bisa membuat suasana terus berayun menyenangkan. Tetapi Siella tidak mau meprotesnya lebih lanjut. Karena ia tahu bahwa tidak mungkin setiap orang bisa sama.“Mau aku potongkan buah?” Siella menawarkan diri.“Boleh. Di kulkas ada semangka, anggur, jeruk, dan beberapa mangga. Kamu bisa potong dan cuci dulu,” jawab Devan.Siella segera membuka kulkas dan mengeluarkan beberapa buah untuk lebih vaariatif. Dicucinya dahulu buah-buahan tersebut, dan dipotong mangga beserta dengan semangka menjadi bentuk yang lebih mudah dimakan.Tak sekali dua kali Siella mencuri pandang ke arah Devan yang sangat fokus memanggang dan bahkan
Tetapi, tampaknya Devan ialah orang yang tidak terlalu ambil pusing dengan apa yang diminta oleh Siella pada saat itu. Dia benar-benar menyanggupinya.Meski awalnya pembicaraan ini jadi sangat serius, mereka kembali bergurau pada akhirnya dengan perasaan yang sangat senang sekali.Siella merasa sangat bahagia, karena dulu ia tidak pernah berbicara selama ini dengan mantan suaminya. Seperti ada bahu yang mau menyender kepadanya meski hanya sebentar saja.“Awalnya aku ragu kalau aku ini menyukaimu. Beberapa kali aku menyangkal karena dari dulu hubungan kita tidak pernah akur,” celetuk dari Devan.“Yah wajar. Tapi kenapa kamu akhirnya mengakuinya?” Siella penasaran lagi.Devan terdiam sejenak, lalu melihat Siella dengan senyuman tipis yang sangat bahagia dan kelihatan begitu bersyukur sekali.“Karena ternyata perasaan itu bukan sembarangan perasaan. Aku mencoba dengan selalu melihatmu dan mencoba beberapa kali menghindarimu. Tapi aku selalu merasa kosong, dan tak hentinya mencari apa mun