"Kumohon, Ayah. Aku tidak ingin jadi istri kedua, apalagi menikahi Tuan Hugo. Ayah kalah judi, bukan? Biar Elea saja yang cari uang, lalu melunasinya." Eleanor Spencer harus menelan pil pahit tatkala ayahnya menjadikannya bahan untuk melunasi hutang. Parahnya lagi, dia harus menikahi Damian Hugo d'Cornelius–pemimpin perusahaan la Victoire Cornel yang terkenal di benua Amerika. Namun, pria itu sudah beristri. Istri pertamanya–Chloe sangat tidak menyukai Elea. Bahkan, dia selalu menyiksa dan memfitnah gadis itu, hingga Hugo ikut membencinya. Puncak kesakitan Elea pun bertambah saat dirinya dinyatakan hamil. Chloe dengan teganya menyebar fitnah dan membuat Elea pergi dari rumah. Kepergiannya itu membuat rasa penyesalan di hati Hugo. Dia berusaha melakukan pencarian sampai beberapa tahun lamanya, tapi tidak membuahkan hasil. Hingga pada suatu hari, Hugo tiba-tiba dipertemukan dengan dua sosok anak kembar saat melakukan perjalanan bisnis. Dia merasa tertarik pada mereka karena wajahnya sangat mirip sepertinya waktu kecil. Hugo pun melakukan penyelidikan dan menemukan sebuah fakta besar bahwa dua anak tersebut adalah anak Elea. Lantas apa yang akan terjadi selanjutnya? Apakah Hugo akan menerima dan berusaha mengejar Elea kembali?
Lihat lebih banyak“Mommy! Mommy!”Angel berteriak sambil menangis karena tak melihat keberadaan Elea sama sekali di kamar. Teriakannya tersebut berhasil membuat Axel ikut terbangun. “Hei, ada apa denganmu?” tanya Axel yang masih mencoba mengumpulkan kesadarannya. Angel mengusap air matanya kasar. “Mom–Mommy tidak ada, Kak. Apa Mommy meninggalkanku?” balasnya, tapi malah balik bertanya.Axel pun berdecak pelan dan turun dari ranjang. Anak tersebut mencoba untuk mencari keberadaan Elea di luar. “Tunggu di sini dan jangan ke mana-mana! Aku akan segera kembali,” pinta Axel pada sang adik. Lantas, Angel pun membalasnya dengan anggukan kecil. Axel membuka pintu dengan perlahan dan mulai keluar dari kamar. Dia kemudian celingak-celinguk seperti orang kebingungan. Ya, bagaimana tidak kebingungan, kalau di sekitar kamar mereka ada 7 pintu lain yang tertutup rapat. “Ck, ini rumah atau hotel sebenarnya? Kenapa pintu kamarnya banyak sekali?” gerutu Axel dalam hati. Namun, anak laki-laki tersebut tetap melanj
“Di mana Elea?” Hugo berjalan mendekat ke arah Aria yang hendak pergi ke dapur. Kemudian, wanita itu memberi salam dan membungkuk dengan hormat pada tuannya. “Nyonya Elea sedang berada di kamar bersama anak-anak. Tadi saya sudah mengatakan bahwa beliau akan berada di satu kamar bersama Anda. Namun, nyonya menolaknya,” jelas Aria. Mendengar itu, Hugo hanya mengangguk pelan. Lalu, dia pun berlalu dari hadapan sang pelayan tanpa mengatakan apa pun. Baginya, hal tersebut tidaklah penting dan buang-buang waktu. Setelah berjalan beberapa saat, akhirnya Hugo sampai di depan kamar anak-anak Elea. Tanpa berpikir panjang, pria itu langsung menyelonong masuk. Elea yang sedang menata barang pun sontak terlonjak. Mata ambernya seketika menatap tajam ke arah Hugo. “Apa kau tidak bisa mengetuk pintu terlebih dahulu?” tanya Elea dengan kesal. Namun, Hugo tak menjawab pertanyaan tersebut. Dia malah balik bertanya. “Kenapa kau tidak mau tidur denganku?” serobotnya. Mulut Elea seketika menganga s
“Halo, bagaimana? Apa Elea sudah di mansion sekarang?” Hugo bertanya pada seseorang yang ada di seberang telepon. “Sudah, Tuan. Saya sudah menyuruh Tores untuk menjemput mereka tadi,” jawab Jay.Setelah mengatakan itu, tanpa aba-aba Hugo langsung menutup panggilannya. Pria tersebut lantas menyandarkan punggungnya ke kursi seraya menghela napas kasar. Sebenarnya, dia tadi ingin sekali menjemput Elea dan kedua anaknya. Hugo merasa rindu dengan mereka. Namun, ego dan dirinya sudah menyatu layaknya batang dengan akar. Sangat susah untuk terpisah. Di tengah kekalutannya, tiba-tiba ada seseorang yang mengetuk pintu ruangan. Hugo langsung mengatur posisi menjadi siap sambil berkata, “Masuk!”Akhirnya, pintu pun terbuka dan menampilkan sosok Beatrice Migelda–sekretaris Hugo. Wanita itu mulai melangkahkan kaki jenjangnya untuk memasuki ruangan. Pakaian yang dikenakannya hari ini sangatlah tidak menunjukkan kesopanan sama sekali. Bagaimana bisa dia pergi ke kantor dengan mengenakan mini dres
“Ayo, pulang. Ini sudah larut malam.”Hugo mengajak Elea dan Axel untuk meninggalkan rumah sakit dan pergi ke mansion. Kebetulan, Angel juga sudah tidur. Namun, Elea malah pergi ke sofa sambil menggendong Axel. Dia tidak menghiraukan ucapan Hugo barusan. Hal ini membuat mood pria itu semakin bertambah buruk. “El …” panggil Hugo pelan. Namun, sang empunya yang dipanggil masih tidak menjawab. “Jika kau tidak mau pulang, terserah! Tapi, biarkan aku membawa Axel untuk pu–“ ucapan Hugo terpotong karena Elea tiba-tiba menatapnya dengan tajam. Wanita itu menaruh sebentar Axel yang sudah pulas ke atas sofa. Setelah itu, dia berjalan mendekat ke arah Hugo dengan langkah tegas. “Kenapa kau yang malah jadi sibuk sendiri dengan anak-anakku? Aku ibunya! Jangan berlagak sok jadi ayah ketika kau sendiri sebenarnya tidak mau menerima putra dan putriku!” sembur Elea. “Hentikan sandiwaramu sekarang juga!” imbuhnya lagi. Mendengar hal tersebut, rahang Hugo pun mengeras. Dia mengepalkan tangannya e
“Kemarilah, ikut aku!”Elea menggeret tangan Hugo dengan paksa. Dia kemudian membawa pria itu menuju ke luar ruangan supaya anak-anaknya tidak melihat hal yang tidak seharusnya mereka lihat. Sesampainya di tempat yang aman dan cukup sepi, barulah Elea meledakkan seluruh emosinya yang sempat tertahan. “Kenapa bisa aku sampai tertangkap oleh paparazi begitu?! Apa kau tidak memerintahkan pengawalmu dengan benar?!” berang Elea. Namun, kening Hugo malah mengernyit. Dia tidak tahu, kenapa wanita itu protes seperti tak terima begini? “Memang apa salahnya? Kau istriku,” balas Hugo singkat. Mendengar itu, emosi Elea semakin bertambah besar. Dia bahkan memukul lengan Hugo dengan keras tanpa sadar. Ya, meski itu tidak akan memberi efek apa pun padanya. “Aku bukanlah istrimu! Aku hanyalah wanita yang menjadi tawananmu!” sergah Elea. Lantas, wanita itu maju selangkah dan mengatakan sesuatu kembali, tepat di depan wajah Hugo. “Jikalau kau tidak mengancam dengan menggunakan anak-anakku, maka ak
“Putra? Kau!” Tanpa aba-aba lagi, George langsung melayangkan pukulan pada pipi kanan putranya. Sementara itu, Hugo yang tidak siap pun langsung tersungkur ke lantai. “George! Apa yang kau lakukan? Hentikan!” teriak Melda, lalu segera menghampiri sang putra yang tengah terduduk di lantai. Wanita itu pun membantunya untuk berdiri. Axel hanya bergeming saja melihat kejadian barusan. Lalu, netra ambernya tak sengaja bersitatap dengan netra hijau George. Anak tersebut tiba-tiba langsung berlari dan bersembunyi di balik punggung Hugo. “Hei, ada apa?” tanya Hugo kebingungan. “Aku takut …” cicit Axel pelan. Mendengar itu, Hugo jadi merasa tak enak sendiri. Akhirnya, dia pun berdiri dan langsung meraih sang putra ke dalam gendongannya. Pemandangan tersebut tak luput dari sorotan kedua orang tua Hugo. “Baiklah, mari kita pergi dari sini. Kita akan menjenguk adikmu ke rumah sakit,” ajak Hugo pada Axel, tapi masih bisa terdengar oleh telinga Melda. Wanita itu segera mencegat langkah Hugo
Jarum jam sudah menunjukkan pukul 4 sore tepat. Hugo pun memutuskan untuk pergi ke mansion orang tuanya karena George tadi menyuruhnya ke sana. Tak lupa dengan sosok mungil Axel yang terus membuntutinya bak anak ayam di belakang. Sebenarnya, Hugo tadinya tidak ingin mengajak anak itu ke sana. Namun, jarak rumah sakit tempat Angel dirawat sangatlah jauh. Daripada membuang waktu banyak, dia berpikir lebih baik untuk mengajak Axel sekalian. Toh, nantinya semua orang juga akan mengetahui siapa anak itu. “Daddy, kita mau ke mana?” tanya Axel saat sudah berada di dalam mobil. Hugo memasang sabuk pengamannya terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan dari anak tersebut. “Kita akan ke rumah orang tuaku.”Mendengar itu, kepala Axel pun hanya manggut-manggut saja. Lantas, mobil yang mereka tumpangi mulai melaju dan membelah jalanan kota yang terlihat senggang. Suasana hening pun tercipta di dalam sana. Namun, hal tersebut tidaklah bertahan lama setelah Hugo membuka suaranya. “Bukannya tang
Hugo pun hanya mengangguk dan melewati sekretarisnya tanpa berkata apa pun. Kemudian, pria itu memasuki ruangan yang bertuliskan “Chief Executive Officer”. Kening Axel seketika mengernyit karena ayahnya tidak mengetuk pintu terlebih dahulu. Setelah sampai di dalam, Hugo menurunkan Axel ke bawah. Anak tersebut langsung mendongak menatap ke arah pria itu. “Daddy kenapa tidak mengetuk pintu dahulu? Bukannya tidak sopan jika masuk ke ruangan atasan seperti itu?” tanya Axel. Dia sampai berpikir bahwa Hugo ini kurang belajar etika. Namun, saat mendengar pertanyaan barusan, pria itu malah tertawa. Cukup lama, sampai akhirnya dia berkata, “Boy, untuk apa aku harus mengetuk pintu saat masuk ke ruanganku sendiri?”Mata Axel seketika membulat. Dia terkejut karena baru tahu kalau Hugo adalah pemilik perusahaan la Victoire Cornel. Tidak heran kalau pria itu kaya sekali. Tinggi gedung perusahaannya saja hampir menyamai Menara Eiffel. “Jadi, Daddy yang punya ini semua? Kenapa tidak bilang dari t
“Da–ddy.”Axel mencoba memanggil Hugo dengan sebutan yang tak pernah dia ucapkan selama hidupnya. Alhasil, suaranya pun terbata-bata layaknya anak yang baru saja belajar bicara. Sejujurnya, Axel ingin bertanya pada Hugo, mengapa dirinya harus memanggil pria itu dengan sebutan daddy? Apa ibunya akan menikah dengan Hugo? Memikirkan itu, kepala Axel jadi pusing sendiri. Jika benar itu terjadi, maka habislah riwayatnya. Mungkin, dia tidak akan bisa lagi hidup dengan tenang. Pasti Hugo akan sering mengaturnya dan tidak membiarkannya bebas. “Apa yang kau pikirkan, Boy?” tanya Hugo dan membuyarkan lamunan Axel. Kemudian, pria itu menurunkan anak tersebut dengan perlahan ke kursi kosong yang ada di samping Elea. “Tidak ada, Pa–ah, maksudku Daddy,” jawab Axel. Mendengar jawaban tersebut, Hugo merasa puas. Namun berbeda dengan dirinya, Elea justru membulatkan matanya sedikit. Dia merasa terkejut karena putranya begitu cepat untuk memanggil Hugo dengan sebutan daddy. Menurutnya, itu adalah
"Ku–kumohon, jangan sentuh aku! Biarkan aku pergi dari sini!" teriak Elea.Gadis itu mencoba mendorong Hugo yang sedang menciumi bibir dan lekuk lehernya. Namun sayang, pria tersebut malah semakin merapatkan tubuhnya pada Elea. Celah untuk kabur pun tampaknya hanyalah angan belaka.Aktivitas Elea yang tadinya tenang tanpa gangguan, sekarang malah berubah menjadi petaka. Hal tersebut dikarenakan ada seorang pria–yang tak lain adalah suami Elea sendiri–Damian Hugo d'Cornelius masuk ke kamarnya. Parahnya lagi, pria itu masuk dalam keadaan mabuk."Chloe...," racau Hugo tak jelas.Mendengar sang suami menyebut nama istri pertamanya, mata Elea pun langsung membelalak. Kemudian, dia mulai memukuli bahu pria itu. "Tidak, tidak! Aku bukan Chloe! Aku Elea, orang yang kau benci!" sergah Elea.Sayangnya, Hugo malah menulikan telinganya. Tangan besarnya pun terangkat dan mengelus pelan setiap inci wajah Elea. Rasa geli sekaligus takut langsung menggerayangi tubuh gadis itu.Namun, Elea segera memb...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen