Lawrence mengetukkan jarinya setengah sabar sambil memegang gelas bergagang tingginya gelisah. Sepertinya rekan-rekan werewolfnya juga merasakan hal yang serupa. Terlalu banyak manusia, dia mungkin tidak pernah melakukan ini sebelumnya. Tapi dia tahu kalau harus beradaptasi dan merelakan beberapa hal demi kepentingan negaranya.
Di hadapannya ada beberapa orang manusia yang masih berbincang dengannya. Dia salah satu orang penting di Kailon yang punya kuasa untuk menentukan apakah mereka bersedia atau tidak bersumbangsih untuk kerajaan para werewolf. Cakar dan pedang sudah jarang digunakan. Itu hanya akan membuat para manusia takut dan balik melawan mereka. Bangsa werewolf mungkin kuat dan cukup cerdas tapi tidak cukup banyak untuk mengontrol manusia. Mereka pun mencoba mengalah dan mendekati para manusia dengan cara yang mereka sukai: bernegosiasi. Sudah berabad-abad bangsa werewolf hidup dalam keterasingan di pegunungan dan menghindari manusia. Akibatnya tidak banyak pencapaian yang bisa mereka lakukan. Mereka tidak bisa kemana-mana dan menjadi sumber ketakutan para manusia. Hidup mereka dihabiskan dengan berburu hewan liar karena mereka karnivora. Sayangnya mereka tidak bisa beternak. Sapi dan ayam tidak bisa berkembang biak, bahkan enggan makan jika ada bangsa werewolf di dekat mereka. Para werewolf membutuhkan manusia untuk itu. Karena hanya manusia yang bisa beternak serta mensuplai daging untuk mereka. Sekitar lima puluh tahun lalu—seorang Alpha membuat terobosan besar. Dia menyatukan semua klan werewolf dan menjadi pemimpin mereka. Werewolf ketika itu tidak lagi tersebar dan hidup sendiri-sendiri. Sang Alpha berseru kalau mereka bukan sepenuhnya serigala. Mereka harus menghapus wilayah kekuasaan dan bersatu. Setelah para werewolf setuju untuk dipimpin oleh hanya satu orang Alpha. Sistem pemerintahan terbentuk dengan cepat—dengan mengadopsi cara hidup manusia. Manusia yang cemas menyerang mereka terlebih dahulu. Werewolf menang dengan mudah dan menaklukan kota demi kota, negara demi negara, pulau demi pulau. Revolusi sang Alpha telah merubah banyak hal, namun tidak dengan nature dan fisik mereka. Werewolf kini tidak lagi bersembunyi, namun mereka harus bersedia berkompromi. Agar para manusia tidak memberontak—mereka harus tampil bersahabat dan menunjukkan kalau mereka tidak terlalu berbeda. "Kami tidak yakin apakah bersedia memberikan lahan kami untuk sarang—maksud saya markas untuk kaum werewolf," seorang pria pucat dengan rambut cokelat menggeleng. Dia masih muda. Dia membawa pengawal di kiri dan kanannya. Namun Lawrence dan para werewolf bisa saja mematahkan leher mereka dengan mudah seperti sebatang lilin. Pangeran Kailon itu bersikap sok berani dan memandang langsung mata para werewolf tanpa dia tahu kalau salah satu dari mereka adalah seorang raja. Lawrence memang sengaja menyembunyikan identitasnya, dia belakangan berkunjung ke setiap wilayah kekuasaannya untuk mendapatkan gambaran seperti apa negara-negara yang dia kuasai. Setelah Alpha sebelumnya mundur, Lawrence naik menjadi raja. Tentu saja bangsa werewolf tidak seperti manusia yang menentukan siapa yang jadi raja berdasarkan garis keturunan. Lawrence melalui ritual pertarungan tangan kosong, melawan para Alpha dan Beta dari seluruh klan werewolf untuk mendapatkan posisinya saat ini. Dia sudah diakui sebagai yang paling kuat serta paling cerdas. Namun Lawrence tidak pernah merasa cukup cerdas untuk menghadapi kelicikan manusia. Mereka—menyadari betapa butuhnya kaum werewolf akan ternak-ternak mereka dan selalu berusaha mendapatkan keuntungan lebih. Tidak terkecuali manusia kecil di hadapannya—yang kebetulan cukup beruntung untuk menjadi pangeran. Sayangnya Lawrence tidak bisa membunuhnya. Dia menggeretakkan giginya geram. Sudah hampir bulan purnama, dan dia belum berburu apapun selama dua Minggu terakhir. Dia harus melampiaskannya segera sebelum purnama datang atau dia akan mengamuk. "Anda harus ingat, Kailon sudah bersedia bergabung dengan kami sejak dua puluh tahun lalu. Tapi Kailon tidak bersedia memberi tanah yang lebih luas untuk kantor perwakilan kami. Bangsa werewolf hanya menginginkan kedua belah pihak dengan adil menjalankan perannya," Lawrence tersenyum mencoba sabar. "Kurasa tidak mudah, mungkin saya bersedia. Tapi bangsawan lain masih ketakutan dengan kalian. Mungkin jika ada kompensasi lebih—" pangeran itu memutar matanya. "Kompensasi lebih?" Lawrence menaikkan nada bicaranya. "Tidak, my lord. Bukan saya yang menginginkannya, tapi para bangsawan," pangeran itu berbohong tapi terasa cukup tulus sampai Lawrence hampir percaya. "Bukankah alurnya sudah jelas? Anda yang memegang keputusan. Kami berhak menerima suplai ternak dari kalian serta sebagian wilayah kalian. Itu ada dalam perjanjian," Lawrence nyaris meledak. "Yah, itu sudah dua puluh tahun berlalu. Sepertinya harus ada perubahan perjanjian," pangeran pucat itu menyeringai. "Ap—" Lawrence ditahan oleh salah seorang rekan werewolfnya yang melanjutkan bicara. "Tunggu, yang mulia. Apakah itu artinya kedatangan kami sia-sia?" Kata seorang Beta bernama Dragomir. "Sia-sia? Tidak juga. Saya akan menghibur kalian. Bukankah kalian suka perempuan? Lihatlah di sekeliling kalian. Semua wanita penasaran dan gelisah ingin bicara dengan kalian. Mari kita buat negosiasi ulang. Para bangsawan Kailon berharap bisa mendapatkan saham kristal biru yang ada di Utara. Anda semua tidak butuh permata kan? Kami sebagai gantinya akan memberikan daging sapi kualitas terbaik untuk kalian," pangeran itu tertawa. Lawrence mengusap wajahnya. Manusia itu, meremehkan para werewolf. Mereka dianggap apa? Pria-pria haus wanita dengan libido tinggi atau apa? Yah, Lawrence tidak memungkirinya. Ada saatnya hormon mengambil alih dan membuat kaumnya harus melampiaskannya. Tapi bukan dengan sex! Mereka biasanya bertarung mati-matian atau berburu monster di gunung. "Kristal biru itu, diperlukan untuk membangun kota. Saya tidak—" Lawrence bicara lagi setelah emosinya mereda. Apakah para manusia ini berpikir dirinya bodoh? Dia tahu kalau harga permata sangat mahal ketimbang daging. Apakah para manusia enggan bertransaksi wajar dengan mereka tapi malah berusaha mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dari mereka? Apakah mereka tidak ingat kalau kaum werewolf bisa membinasakan mereka saat ini juga dan meruntuhkan rumah-rumah mereka? Kalau ingin menjadi seorang tiran, Lawrence bisa melakukannya. Tapi dia harus ingat perjuangan bangsanya sampai saat ini. Dia harus bersabar. Dia benci harus melakukan ini. Manusia tidak mudah dipahami dan pikiran mereka kompleks. Negosiasi adalah kelemahan bagi para werewolf yang lebih suka bertindak tanpa basa-basi. Namun rasa gelisahnya menguap tatkala hidung tajamnya mencium sesuatu yang memantik sesuatu di otaknya. Dia semalaman ini tersiksa akan bau parfum para orang kaya yang menyengat. Rasanya dia ingin segera mencuci hidungnya. Namun aroma ini—menenangkannya. Lawrence menengok ke sekitarnya. Mahkluk apa yang menimbulkan aroma menyenangkan ini? "Apakah kalian menciumnya?" Lawrence berbisik pada dragomir—werewolf berambut pirang dengan tubuh tegap di sampingnya. "Selain bau parfum yang terlalu berlebihan aku tidak menyadari apapun," Lawrence menemukan sekumpulan gadis penasaran di salah satu sudut matanya. Mereka memperhatikan para werewolf itu dengan pandangan mendamba. Bau itu—asalnya dari sana. *** "Kau mengerti kan Ashley?" "Apanya?" Ashley sedikit panik. "Bersikap sebagai tuan rumah, sapa mereka seakan-akan kita menawari mereka dengan keramahan," "Tapi—" "Ayo Ashley! Astaga! Salah satu dari mereka melihat ke arah kita! Oh ya ampun matanya sungguh—" Monalisa terlihat seperti es krim yang hendak meleleh saat ini. Ini memalukan tapi Ashley menarik tangan Monalisa, diikuti oleh teman-temannya. Sudah terlanjur. Anggap saja mereka sekumpulan gadis mabuk yang tidak bisa menahan diri. *** "Anda lihat kan gadis-gadis cantik di sana? Sepertinya mereka akan ke sini. Bagaimana kalau kita berteman? Saya bisa mendapatkan lebih banyak gadis. Mereka para wanita tidak akan tahan melihat orang berkuasa sepertiku serta werewolf seperti kalian. Mereka berharap kita akan jatuh cinta dengan mereka dan menikahi mereka. Padahal kita sudah bosan hanya dengan sekali atau dua kali meniduri mereka." Pangeran itu tertawa seakan hal itu normal. Lawrence sama sekali tidak tersenyum. Dragomir dan beberapa werewolf ikut tertawa tapi lebih untuk menertawakan kebodohan si pangeran. Dia sampah. Lawrence bergumam dalam hatinya. "Salam, para gentleman. Sepertinya anda semua datang dari jauh. Bersedia mencicipi wine dari rumah Marquis Winthrop? Kami produsen wine terbaik di Kailon," Ashley memasang senyum pelayannya dan memberanikan diri menyapa. Dia tidak suka ini. Dia merasa seperti para wanita di bar yang berdandan dan menawari pria minuman. Apakah para gadis itu harus sampai seperti ini hanya untuk bicara dengan para werewolf? Ashley merasa bodoh seketika. Tapi rautnya berubah pucat tatkala menyadari salah satu dari mereka menunjukkan bahasa tubuh yang membuatnya waspada. Matanya menerawang, dia sedikit gelisah dengan wajah bersemu merah. "Oh astaga, pangeran Andrew juga ada di sini," salah satu dari para gadis memekik. Pangeran?! Ashley berubah tegang. Dia memutar langkahnya dan harus segera pergi. Sebelum— "Nona, menikahlah dengan saya!" Pangeran Kailon itu menangkap tangannya. Terlambat. Kutukannya sudah bekerja. "Apa?" Para gadis itu berseru. "Hah?" Lawrence juga berseru bingung.Pangeran Edward dari Kailon, kini bersimpuh di hadapan si pelayan sambil memegang tangannya. Tatapannya memuja seolah tidak ada gadis lain di sana. Edward menanggalkan segala harga diri, gelar dan keangkuhannya saat ini. Ashley tersenyum pucat. Dia berada dalam masalah lagi. Kali ini, dia dikerumuni banyak orang. Lebih buruk lagi — mereka adalah para ningrat yang biasanya kerap memandang rendah pelayan sepertinya.Ashley melihat ke arah Monalisa Winthrop yang juga balas menatapnya bingung. Dia merasa iri sekaligus dikhianati tapi Ashley merasakan simpati darinya.Walaupun badannya kurus karena tidak pernah olahraga—pangeran Edward punya paras tampan. Statusnya sebagai putra mahkota Kailon juga adalah magnet ribuan gadis di negara kecil yang bersahaja itu.Padahal Ashley sudah merasa betah bekerja pada keluarga Winthrop. Tapi kenapa kutukan itu sekali lagi memaksanya terlibat dalam situasi canggung ini?"Mona, bukankah dia pelayanmu?" Salah seorang
"Aku tidak bisa mengatakannya, seperti yang tadi kubilang. Tidak akan ada yang mempercayainya," Ashley tampak lebih santai. Dia sudah diculik, apa yang bisa lebih buruk dari itu? Pria di hadapannya saat ini— mungkin benar seorang werewolf. Tapi dia tidak akan melukainya di istana raja Kailon. Walaupun mereka werewolf yang sudah menjajah setengah benua—bukan berarti mereka bebas berbuat onar di kerajaan manusia.Lawrence menjaga jaraknya. Dia berdiri sambil menggaruk dagunya dan menatap gadis itu tajam. Ashley memiliki rambut pirang keperakan yang indah dengan kulit putih yang tidak terlalu pucat.Garis wajahnya jelita, mungkin melebihi manusia lain yang pernah lawrence temui dalam hidupnya. Dia mengenakan gaun yang sedikit kebesaran yang mungkin diberikan oleh seseorang. Dia tidak terlihat seperti gadis bangsawan, walau aura dan kecantikannya mengalahkan perempuan lain di pesta tadi.Tetap saja, pangeran yang jatuh cinta pada pandangan pertama dan melamar
"Law membawa perempuan!""Benarkah? Dari klan mana?""Bukan, dia-manusia!"Lawrence tidak bisa menutup kupingnya dari obrolan antusias para werewolf. Bahkan walaupun dia tidak menggunakan kemampuan membaca pikiran-dia sudah paham akan apa yang mereka pikirkan tentang dirinya. Tapi dia tidak punya waktu untuk marah. Dia sedang sibuk mengurusi mate yang baru ditemukannya.Ashley kini duduk di hadapannya membuang wajahnya ke kiri dengan sedikit menunduk. Dia membiarkan beberapa helai rambutnya jatuh untuk menutupi wajah cantiknya yang riasannya mulai luntur. Dia berantakan saat ini serta tidak berdaya.Lawrence, menggendongnya sambil berlari. Ya, berlari. Ashley tidak salah. Kaum werewolf dibenci oleh para herbivora, mereka tidak bisa menunggang kuda dengan gagah layaknya bangsa vampir. Pria di hadapannya membawanya seakan dia seringan kapas di lengannya tanpa bicara apapun selama beberapa jam.Dia tidak menanggapi apapun protes dan pertanyaan yang Ashley lontarkan. Sesekali gadis itu me
Dragomir adalah Alpha di klannya, namun dalam tatanan kekaisaran Drakela-negara yang dibentuk oleh kaum werewolf-dia adalah seorang Beta yang selalu berada di sisi Lawrence sang raja. Sistem pemerintahan Drakela saat ini belum terlalu berbeda dengan lima puluh tahun lalu - yaitu ketika kaum werewolf masih tersebar di banyak negara dan cenderung enggan berbaur.Revolusi yang dilakukan Seorang Alpha yang memimpin Crimson Claw Pack-kelompok serigala terbesar kala itu-telah memaksa para werewolf untuk meninggalkan kenyamanan mereka dan bersatu. Tidak ada lagi pertempuran antar pack, atau perselisihan perebutan wilayah.Bangsa werewolf yang dikenal buas dan tidak suka diatur kini mulai bergerak dan membuat takut setiap negara. Namun mereka masih pemula dan menjalankan kerajaan dengan amatir. Tidak butuh waktu lama-sejak revolusi kaum werewolf-bangsa mereka menguasai hampir setengah benua. Kebanyakan adalah negara yang sengaja menentang mereka.Werewolf mahir berkelahi dan memiliki kekuatan
Ashley merasa ingin segera merendam tubuhnya dalam bak mandi air hangat untuk merontokkan segala debu yang menempel, keringat yang mengering serta tubuh yang pegal. Dia merasa kalau dia lebih lama lagi seperti ini—dia akan berubah selezat dendeng daging rusa yang diawetkan oleh garam.Ditambah lagi, mereka berada di dermaga saat ini dimana angin kencang membawa garam dan membuat seluruh tubuhnya semakin lengket. Dia tidak tahu, apakah dia bisa mendapatkan kemewahan itu. Karena di kediaman Winthrop — asal mereka menyiapkannya sendiri— pelayan sepertinya pun bisa mandi air hangat.Tapi ini adalah sebuah kapal. Kapal yang sangat besar dan masih baru, karena Ashley melihat catnya belum terkelupas dan tidak ada lumut terlihat menempel memakan kayunya secara perlahan. Rasa risihnya bertambah karena pada akhirnya Dragomir terpaksa harus menggendongnya karena hari mulai gelap.Ashley memeluk lehernya dari belakang dan Dragomir membawanya seakan dia seringan bantal bulu angsa. Dia berlari sang
Rambutnya kusut dan lembab. Noda bekas makanan dan air mata juga mengotori gaun putihnya, membuatnya lusuh dan sedikit kecokelatan. Dia tidak berpikir untuk menyisiri rambutnya atau mengganti pakaiannya. Ashley berada di titik terburuk dalam hidupnya. Dia akan diadili untuk sesuatu yang tidak dia lakukan. Matanya nanar, bibirnya kering dan gemetar. Hidungnya merah dengan pipi yang sedikit cekung karena terlalu banyak menangis. Dia kini berlutut di hadapan Lawrence suaminya yang duduk di atas singgasananya yang terhormat.Dia merasa tidak berharga dan dipermalukan. Padahal sebelumnya dia dielu-elukan sebagai Luna yang dicintai oleh rakyatnya. Ashley memberanikan diri menatap wajah suaminya yang tidak kalah berduka darinya. Dia marah, sangat marah. Namun kemarahan itu tidak membuatnya bertransformasi menjadi wujud setengah serigalanya. Dia menelan semua kesedihan itu sampai membuat tubuhnya kian melemah.Ashley menangis memandangnya tanpa bicara apapun. Sementara Lawrence memandangnya
"Apakah kamu tahu dimana tiaraku?" Itu suara Monalisa yang kini seperti biasa sedang membuka lemari luasnya lebar-lebar dan menggeledahnya panik. Dia selalu melakukannya setiap Jumat malam karena itu jadwalnya berpesta dengan para gadis bangsawan. "Apa anda tidak ingat milady? Kau menggantungnya di sini kemarin malam, anda bilang takut lupa jadi menaruhnya di sana," Ashley memberitahu sambil menyibak tirai jendela kamar luas sang putri Marquis itu- menunjukkan sebuah Tiara digantung di dekat teralisnya. "Oh ya ampun, kukira aku menghilangkannya. Pagi tadi hawanya cukup dingin jadi aku tidak membuka jendela. Kau tahu kan aku takut melihat pemandangan gelap. Seakan-akan monster atau mimpi buruk apapun bisa keluar dari sana dan menyergapku," Monalisa tampak bersyukur. "Milady, tidak ada monster di sana." Ashley menggeleng. "Ah iya, maksudnya hantu. Atau arwah gentayangan. Kalau monster sih, jika dia seorang werewolf aku bersedia saja diculik," Monalisa tertawa nakal. "Milady, hati-h
"Anda tidak diizinkan masuk, nona. Pelayan harus datang bersama tuannya," seorang ksatria penjaga pintu menggeleng menyesal menolak Ashley masuk. Dia berada di sebuah bangunan besar, pusat komunitas kelas atas negara bagian Kailon. Dia bisa mendengar musik mengalun merdu dengan irama bersemangat dari beberapa daun jendela yang setengah terbuka. Selain itu ada para pelayan berpakaian formal yang mondar-mandir membawa nampan berisi minuman. Monalisa memang berpesta setiap Minggu. Tapi sepertinya level pesta hari ini sedikit lebih spesial dari hari lainnya. Karena biasanya penjagaannya tidak terlalu ketat. Ashley menggigit bibirnya ragu. Apakah itu artinya ada pangeran di sana? Dia tidak ingin ada kericuhan yang tidak perlu. Bukan berarti dia merasa percaya diri atau apa. Masalahnya adalah kutukan yang dibawanya—selalu berusaha membuatnya bertemu dengan pangeran. Tapi Ashley sudah dua puluh dua tahun hidup dengan kutukan itu dan terbiasa mengatasinya. Dia cukup menghindar dan tida
Ashley merasa ingin segera merendam tubuhnya dalam bak mandi air hangat untuk merontokkan segala debu yang menempel, keringat yang mengering serta tubuh yang pegal. Dia merasa kalau dia lebih lama lagi seperti ini—dia akan berubah selezat dendeng daging rusa yang diawetkan oleh garam.Ditambah lagi, mereka berada di dermaga saat ini dimana angin kencang membawa garam dan membuat seluruh tubuhnya semakin lengket. Dia tidak tahu, apakah dia bisa mendapatkan kemewahan itu. Karena di kediaman Winthrop — asal mereka menyiapkannya sendiri— pelayan sepertinya pun bisa mandi air hangat.Tapi ini adalah sebuah kapal. Kapal yang sangat besar dan masih baru, karena Ashley melihat catnya belum terkelupas dan tidak ada lumut terlihat menempel memakan kayunya secara perlahan. Rasa risihnya bertambah karena pada akhirnya Dragomir terpaksa harus menggendongnya karena hari mulai gelap.Ashley memeluk lehernya dari belakang dan Dragomir membawanya seakan dia seringan bantal bulu angsa. Dia berlari sang
Dragomir adalah Alpha di klannya, namun dalam tatanan kekaisaran Drakela-negara yang dibentuk oleh kaum werewolf-dia adalah seorang Beta yang selalu berada di sisi Lawrence sang raja. Sistem pemerintahan Drakela saat ini belum terlalu berbeda dengan lima puluh tahun lalu - yaitu ketika kaum werewolf masih tersebar di banyak negara dan cenderung enggan berbaur.Revolusi yang dilakukan Seorang Alpha yang memimpin Crimson Claw Pack-kelompok serigala terbesar kala itu-telah memaksa para werewolf untuk meninggalkan kenyamanan mereka dan bersatu. Tidak ada lagi pertempuran antar pack, atau perselisihan perebutan wilayah.Bangsa werewolf yang dikenal buas dan tidak suka diatur kini mulai bergerak dan membuat takut setiap negara. Namun mereka masih pemula dan menjalankan kerajaan dengan amatir. Tidak butuh waktu lama-sejak revolusi kaum werewolf-bangsa mereka menguasai hampir setengah benua. Kebanyakan adalah negara yang sengaja menentang mereka.Werewolf mahir berkelahi dan memiliki kekuatan
"Law membawa perempuan!""Benarkah? Dari klan mana?""Bukan, dia-manusia!"Lawrence tidak bisa menutup kupingnya dari obrolan antusias para werewolf. Bahkan walaupun dia tidak menggunakan kemampuan membaca pikiran-dia sudah paham akan apa yang mereka pikirkan tentang dirinya. Tapi dia tidak punya waktu untuk marah. Dia sedang sibuk mengurusi mate yang baru ditemukannya.Ashley kini duduk di hadapannya membuang wajahnya ke kiri dengan sedikit menunduk. Dia membiarkan beberapa helai rambutnya jatuh untuk menutupi wajah cantiknya yang riasannya mulai luntur. Dia berantakan saat ini serta tidak berdaya.Lawrence, menggendongnya sambil berlari. Ya, berlari. Ashley tidak salah. Kaum werewolf dibenci oleh para herbivora, mereka tidak bisa menunggang kuda dengan gagah layaknya bangsa vampir. Pria di hadapannya membawanya seakan dia seringan kapas di lengannya tanpa bicara apapun selama beberapa jam.Dia tidak menanggapi apapun protes dan pertanyaan yang Ashley lontarkan. Sesekali gadis itu me
"Aku tidak bisa mengatakannya, seperti yang tadi kubilang. Tidak akan ada yang mempercayainya," Ashley tampak lebih santai. Dia sudah diculik, apa yang bisa lebih buruk dari itu? Pria di hadapannya saat ini— mungkin benar seorang werewolf. Tapi dia tidak akan melukainya di istana raja Kailon. Walaupun mereka werewolf yang sudah menjajah setengah benua—bukan berarti mereka bebas berbuat onar di kerajaan manusia.Lawrence menjaga jaraknya. Dia berdiri sambil menggaruk dagunya dan menatap gadis itu tajam. Ashley memiliki rambut pirang keperakan yang indah dengan kulit putih yang tidak terlalu pucat.Garis wajahnya jelita, mungkin melebihi manusia lain yang pernah lawrence temui dalam hidupnya. Dia mengenakan gaun yang sedikit kebesaran yang mungkin diberikan oleh seseorang. Dia tidak terlihat seperti gadis bangsawan, walau aura dan kecantikannya mengalahkan perempuan lain di pesta tadi.Tetap saja, pangeran yang jatuh cinta pada pandangan pertama dan melamar
Pangeran Edward dari Kailon, kini bersimpuh di hadapan si pelayan sambil memegang tangannya. Tatapannya memuja seolah tidak ada gadis lain di sana. Edward menanggalkan segala harga diri, gelar dan keangkuhannya saat ini. Ashley tersenyum pucat. Dia berada dalam masalah lagi. Kali ini, dia dikerumuni banyak orang. Lebih buruk lagi — mereka adalah para ningrat yang biasanya kerap memandang rendah pelayan sepertinya.Ashley melihat ke arah Monalisa Winthrop yang juga balas menatapnya bingung. Dia merasa iri sekaligus dikhianati tapi Ashley merasakan simpati darinya.Walaupun badannya kurus karena tidak pernah olahraga—pangeran Edward punya paras tampan. Statusnya sebagai putra mahkota Kailon juga adalah magnet ribuan gadis di negara kecil yang bersahaja itu.Padahal Ashley sudah merasa betah bekerja pada keluarga Winthrop. Tapi kenapa kutukan itu sekali lagi memaksanya terlibat dalam situasi canggung ini?"Mona, bukankah dia pelayanmu?" Salah seorang
Lawrence mengetukkan jarinya setengah sabar sambil memegang gelas bergagang tingginya gelisah. Sepertinya rekan-rekan werewolfnya juga merasakan hal yang serupa. Terlalu banyak manusia, dia mungkin tidak pernah melakukan ini sebelumnya. Tapi dia tahu kalau harus beradaptasi dan merelakan beberapa hal demi kepentingan negaranya. Di hadapannya ada beberapa orang manusia yang masih berbincang dengannya. Dia salah satu orang penting di Kailon yang punya kuasa untuk menentukan apakah mereka bersedia atau tidak bersumbangsih untuk kerajaan para werewolf. Cakar dan pedang sudah jarang digunakan. Itu hanya akan membuat para manusia takut dan balik melawan mereka. Bangsa werewolf mungkin kuat dan cukup cerdas tapi tidak cukup banyak untuk mengontrol manusia. Mereka pun mencoba mengalah dan mendekati para manusia dengan cara yang mereka sukai: bernegosiasi. Sudah berabad-abad bangsa werewolf hidup dalam keterasingan di pegunungan dan menghindari manusia. Akibatnya tidak banyak pencapaian y
"Anda tidak diizinkan masuk, nona. Pelayan harus datang bersama tuannya," seorang ksatria penjaga pintu menggeleng menyesal menolak Ashley masuk. Dia berada di sebuah bangunan besar, pusat komunitas kelas atas negara bagian Kailon. Dia bisa mendengar musik mengalun merdu dengan irama bersemangat dari beberapa daun jendela yang setengah terbuka. Selain itu ada para pelayan berpakaian formal yang mondar-mandir membawa nampan berisi minuman. Monalisa memang berpesta setiap Minggu. Tapi sepertinya level pesta hari ini sedikit lebih spesial dari hari lainnya. Karena biasanya penjagaannya tidak terlalu ketat. Ashley menggigit bibirnya ragu. Apakah itu artinya ada pangeran di sana? Dia tidak ingin ada kericuhan yang tidak perlu. Bukan berarti dia merasa percaya diri atau apa. Masalahnya adalah kutukan yang dibawanya—selalu berusaha membuatnya bertemu dengan pangeran. Tapi Ashley sudah dua puluh dua tahun hidup dengan kutukan itu dan terbiasa mengatasinya. Dia cukup menghindar dan tida
"Apakah kamu tahu dimana tiaraku?" Itu suara Monalisa yang kini seperti biasa sedang membuka lemari luasnya lebar-lebar dan menggeledahnya panik. Dia selalu melakukannya setiap Jumat malam karena itu jadwalnya berpesta dengan para gadis bangsawan. "Apa anda tidak ingat milady? Kau menggantungnya di sini kemarin malam, anda bilang takut lupa jadi menaruhnya di sana," Ashley memberitahu sambil menyibak tirai jendela kamar luas sang putri Marquis itu- menunjukkan sebuah Tiara digantung di dekat teralisnya. "Oh ya ampun, kukira aku menghilangkannya. Pagi tadi hawanya cukup dingin jadi aku tidak membuka jendela. Kau tahu kan aku takut melihat pemandangan gelap. Seakan-akan monster atau mimpi buruk apapun bisa keluar dari sana dan menyergapku," Monalisa tampak bersyukur. "Milady, tidak ada monster di sana." Ashley menggeleng. "Ah iya, maksudnya hantu. Atau arwah gentayangan. Kalau monster sih, jika dia seorang werewolf aku bersedia saja diculik," Monalisa tertawa nakal. "Milady, hati-h
Rambutnya kusut dan lembab. Noda bekas makanan dan air mata juga mengotori gaun putihnya, membuatnya lusuh dan sedikit kecokelatan. Dia tidak berpikir untuk menyisiri rambutnya atau mengganti pakaiannya. Ashley berada di titik terburuk dalam hidupnya. Dia akan diadili untuk sesuatu yang tidak dia lakukan. Matanya nanar, bibirnya kering dan gemetar. Hidungnya merah dengan pipi yang sedikit cekung karena terlalu banyak menangis. Dia kini berlutut di hadapan Lawrence suaminya yang duduk di atas singgasananya yang terhormat.Dia merasa tidak berharga dan dipermalukan. Padahal sebelumnya dia dielu-elukan sebagai Luna yang dicintai oleh rakyatnya. Ashley memberanikan diri menatap wajah suaminya yang tidak kalah berduka darinya. Dia marah, sangat marah. Namun kemarahan itu tidak membuatnya bertransformasi menjadi wujud setengah serigalanya. Dia menelan semua kesedihan itu sampai membuat tubuhnya kian melemah.Ashley menangis memandangnya tanpa bicara apapun. Sementara Lawrence memandangnya