"Law membawa perempuan!"
"Benarkah? Dari klan mana?" "Bukan, dia-manusia!" Lawrence tidak bisa menutup kupingnya dari obrolan antusias para werewolf. Bahkan walaupun dia tidak menggunakan kemampuan membaca pikiran-dia sudah paham akan apa yang mereka pikirkan tentang dirinya. Tapi dia tidak punya waktu untuk marah. Dia sedang sibuk mengurusi mate yang baru ditemukannya. Ashley kini duduk di hadapannya membuang wajahnya ke kiri dengan sedikit menunduk. Dia membiarkan beberapa helai rambutnya jatuh untuk menutupi wajah cantiknya yang riasannya mulai luntur. Dia berantakan saat ini serta tidak berdaya. Lawrence, menggendongnya sambil berlari. Ya, berlari. Ashley tidak salah. Kaum werewolf dibenci oleh para herbivora, mereka tidak bisa menunggang kuda dengan gagah layaknya bangsa vampir. Pria di hadapannya membawanya seakan dia seringan kapas di lengannya tanpa bicara apapun selama beberapa jam. Dia tidak menanggapi apapun protes dan pertanyaan yang Ashley lontarkan. Sesekali gadis itu menjerit karena merasa Lawrence mungkin hampir menyentuh beberapa bagian tubuh yang seharusnya hanya boleh dijamah oleh suaminya di masa depan. Tapi Ashley berpikir bangsa werewolf memang tidak tahu sopan santun dan tidak mengerti artinya keramahtamahan. Jadi setelah puluhan kali protes sampai hampir menangis-Ashley menyerah. Lawrence bersikeras kalau dia menyelamatkan Ashley tapi kenyataannya dia menculiknya. Pria itu juga sepertinya tidak terlihat berniat membiarkannya pergi. Mereka berada di markas kaum werewolf, semacam gedung perwakilan dari Lycan Nation-nama kekaisaran mereka-yang terletak di perbatasan kailon. Dari luar, bangunan itu mirip kastil yang biasa dihuni manusia. Namun di dalamnya-Ashley nyaris tidak melihat ada sentuhan manusia. Bangunan itu tidak memiliki interior yang cukup. Kebanyakan werewolf duduk di lantai dan menumpuk barang bawaan mereka di atas meja. Hanya ada satu ruangan yang sepertinya cukup layak karena memiliki meja, tempat lilin dan sofa berbulu angsa. Itu satu-satunya ruangan yang digunakan bangsa werewolf untuk menerima tamu manusianya. Ashley menduga, gaya hidup werewolf yang kerap mengembara adalah alasan kenapa mereka enggan mempercantik isi bangunan mereka. Pelayan itu melihat dari sudut matanya, ada daging-daging yang diawetkan, paha rusa yang dikubur dengan garam serta sosis asap di tumpuk di atas meja yang ada di hadapannya. Apa maksudnya ini? Apakah Lawrence sedang menawarinya makan atau karena para werewolf tidak punya tempat lain untuk menyimpan makanannya? "Apakah kau mau bicara sesuatu?" Lawrence bertanya, dia akhirnya bisa membuka mulutnya setelah berjam-jam hanya bisa bungkam karena sekuat tenaga bertahan untuk menahan diri. "Memangnya anda mau mendengarkan?" Tanggap Ashley sinis. "Ketika aku berlari membawamu, aku harus menghemat nafasku. Jadi aku tidak bisa bicara," Law beralasan. "Apakah aku diizinkan pergi?" "Tidak," "Sudah kuduga, ini penculikan. Keluar dari mulut buaya, masuk ke mulut harimau. Setidaknya di istana Kailon aku mungkin bisa lebih nyaman. Tempat ini-lebih seperti sarang bagiku." Ashley menanggapi. "Markas ini jarang disinggahi, jadi tidak terlihat terawat. percayalah istana utama kami di Utara lebih baik dari ini." "Apakah kau sedang berpromosi agar aku bersedia ikut?" "Mungkin, tidak ada salahnya mencoba. Ingat, aku menyelamatkanmu," kata Lawrence lagi. "Kalau kau menyelamatkanku-kau akan membiarkanku pergi," "Aku akan melakukannya, setelah memastikan keamananmu," "Maksudnya? Aku tidak tahu kenapa aku harus percaya kalau aku akan lebih aman berada di tengah-tengah sekumpulan werewolf." "Ashley, mari kita ulangi pembicaraan kita dari awal. Coba pikirkan lagi semuanya dengan logika. Aku tahu soal kutukanmu," "Kau tidak tahu apa-apa," "Salah. Aku mendengarmu berdoa dengan Dewi Artemis dan beberapa pengakuan telah cukup untuk membuat kesimpulan. Kau terjebak oleh kutukan yang akan membuat pangeran manapun jatuh cinta padamu dan memaksamu menikah dengan mereka. Aku benar kan?" "Ketika kau mengatakannya-terdengar remeh dan tidak berbahaya, tapi sesungguhnya-" "Aku mengerti. Dikejar-kejar oleh seseorang dan menjadikanmu obyek obsesi mereka adalah hal yang menyebalkan kan?" "Bukan menyebalkan. Itu mengerikan. Aku pernah mengalami yang lebih buruk. Jatuh cinta lalu dikhianati kemudian sadar kalau mereka yang mencintaiku tidak mungkin benar-benar menginginkanku. Otak mereka diperdaya oleh sihir yang aku tidak kunjung bisa enyahkan. Kemudian tidak hanya itu, kutukan itu terus menerus akan memaksaku terlibat dan bertemu dengan para pangeran. Kemanapun aku pergi," Ashley menjelaskan. "Astaga, aku tidak tahu kenapa aku bisa bercerita tentang semua itu pada orang yang baru kutemui," Ashley menggeleng. Mungkin dia sudah terlalu lelah. "Aku rajamu, kau boleh mengadukan masalahmu padaku," Lawrence berusaha terdengar bijaksana. "Ah iya, aku lupa. Jadi kau-benar-benar raja Lawrence?" Ashley terdengar ragu. "Ya, Ashley," law tersenyum. "Kalau begitu, aku akan memanggilmu yang mulia," Ashley menundukkan kepalanya. Lawrence mengepalkan tangannya di atas meja. Panggilan 'yang mulia' terasa membuatnya berjarak dengan Ashley. Dia tidak menyukainya. Dia ingin bibir ranum dengan warna pink alami itu menyebutkan namanya. Lebih bagus lagi ketika mereka sedang berada di ranjang dan- Aku mendengar pikiranmu, Law. Lanjutkan. Tidak usah membohongi dirimu sendiri. Kau bisa menandainya dan membawanya ke ranjang sekarang juga. Jiwa serigalanya berbicara. Dia akan bunuh diri kalau aku melakukannya, luka mentalnya terlalu dalam. Lawrence mendebat. Pengecut! Tanyakan pada dirimu sendiri, Law. Apa kau pantas menjadi seorang Alpha? Bahkan raja? Menyentuh mate-nya sendiri saja tidak bisa. "Yang mulia?" Ashley memanggil. "Ya, Ashley?" Sahut Lawrence gugup. "Saya sedikit haus, apakah saya bisa minta air? Setidaknya itu saja pasti ada kan di sini?" "Ah, iya, tentu saja. Maafkan ketidaksopananku," Lawrence bangkit dari duduknya dan beranjak ke sebuah almari. Dia mengambil sebuah cangkir dan menuangkan air dari dalam guci untuk gadis itu. "Aku tidak tahu kalau dalam hidupku bisa mengalami ini, disuguhkan minuman oleh seorang raja. Wow," Ashley terdengar sedikit riang. Lawrence mengetukkan jarinya, sambil memandangi Ashley meneguk airnya perlahan. Dia menyaksikan ketika beberapa air menetes membasahi bibirnya dan bergerak turun ke lehernya. Selain itu, fakta kalau cangkir yang dia gunakan pernah menyentuh bibirnya membuat tubuhnya kembali menghangat karena serbuan fantasi yang tidak bisa dia pendam. Sekuat inikah pengaruh seorang mate?! Bahkan seorang Lawrence pun harus menderita seperti ini hanya di hari pertama dia bertemu dengan mate-nya? Aku tarik kembali kata-kataku, Law. Tentang kau yang mungkin tidak layak menjadi Alpha. Aku mengakui daya tahan dan tekadmu yang luar biasa. Werewolf lain biasanya tidak sanggup untuk tidak langsung melakukan ritual di hari pertama bertemu mate-nya. Lawrence tersenyum. Mungkin kutukan yang mendera dirinya lebih berat ketimbang yang dialami Ashley. Dia takut dan trauma menjadi obyek obsesi para pangeran. Law tidak mau mengecilkannya. Gadis itu sudah mengalaminya sebanyak tujuh kali dan harus berpindah-pindah kota untuk melarikan diri. Itu pasti sangat sulit. Tapi Lawrence juga tengah mengalami rasa haus yang tidak tertahankan. Rasa haus yang tidak bisa diatasi dengan minuman keras serta pertarungan brutal dengan monster di hutan. Dia juga mungkin tidak bisa mengatasinya dengan melampiaskannya dengan para she-wolf (werewolf perempuan). Karena dia harus melakukannya dengan mate-nya. Lawrence tahu, setidaknya dia harus menjaga agar gadis itu tetap di sisinya. Tapi dia harus membuat Ashley percaya kalau dia tidak sedang berusaha menidurinya. "Terima kasih untuk airnya," Ashley menggeser cangkir yang telah kosong dan kembali menatap Lawrence. "Aku punya solusi untuk masalah kutukanmu, Ashley," "Bagaimana?" "Kau bilang kutukan itu akan terus membuatmu bertemu dengan pangeran dan mereka akan terus jatuh cinta kepadamu. Tapi kini kau tidak perlu lari." "Mereka akan memburuku," "Aku tahu, karena itu aku akan melindungimu. Mereka tidak akan bisa menyentuhmu karena aku seorang raja. Sebuah mantra biasanya tidak akan permanen, berapa lama sihirnya akan pudar?" "Sihir?" Ashley merasa aneh. Dia tidak pernah menganggap semua kutukan itu adalah sihir. Karena ibunya bilang, seorang peri yang melakukannya. "Setelah tiga bulan-jika aku tidak bertemu mata dengan mereka-kutukan itu akan pudar dengan sendirinya." Ashley menjelaskan. Dia tidak mau pusing memikirkan soal sihir yang dibahas oleh Lawrence. Dia hanya ingin fokus pada kehidupannya sekarang. "Kau tidak perlu lagi melarikan diri, aku juga akan membantumu mencari cara untuk mengenyahkan kutukanmu, kau bisa fokus mengembangkan hidupmu dan mandiri." Lawrence menjelaskan lagi. Ashley tahu sekarang musim gugur. Tapi dia merasa sedang melangkah lebih cepat ke musim panas. Dia seperti mendapatkan pencerahan. Punya seseorang yang berkuasa seperti Lawrence untuk melindunginya adalah keuntungan. "Dan apa yang anda inginkan dari saya?" "Maksudnya?" "Tawaran itu terlalu baik untuk pelayan miskin sebatang kara seperti saya, yang mulia. Saya perlu tahu, apa yang perlu saya bayar untuk menerima semua itu?" "Aku membutuhkanmu untuk kerajaanku. Kutukanmu bisa berguna untuk urusan politik dan banyak hal." "Oh," Ashley berpikir. "Apakah anda meminta saya tersenyum pada para pangeran itu demi keuntungan kaum werewolf? Membuat mereka tunduk kepada anda?" Ashley menatapnya tajam. Lawrence bungkam. Dia cemas kalau Ashley akan membencinya karena itu. Dia hanya berusaha memikirkan alasan agar gadis itu bersedia berada di sisinya cukup lama. "Menarik, saya akan menjadi senjata?" Ashley tersenyum. Reaksinya membuat sang raja lega. "Tidak hanya itu, Ashley," Lawrence melanjutkan. "Untuk menerima perlindunganku, kau harus bersedia menjadi pelayan pribadiku, dan ikut tinggal di istana bersamaku." kata Lawrence lagi.Dragomir adalah Alpha di klannya, namun dalam tatanan kekaisaran Drakela-negara yang dibentuk oleh kaum werewolf-dia adalah seorang Beta yang selalu berada di sisi Lawrence sang raja. Sistem pemerintahan Drakela saat ini belum terlalu berbeda dengan lima puluh tahun lalu - yaitu ketika kaum werewolf masih tersebar di banyak negara dan cenderung enggan berbaur.Revolusi yang dilakukan Seorang Alpha yang memimpin Crimson Claw Pack-kelompok serigala terbesar kala itu-telah memaksa para werewolf untuk meninggalkan kenyamanan mereka dan bersatu. Tidak ada lagi pertempuran antar pack, atau perselisihan perebutan wilayah.Bangsa werewolf yang dikenal buas dan tidak suka diatur kini mulai bergerak dan membuat takut setiap negara. Namun mereka masih pemula dan menjalankan kerajaan dengan amatir. Tidak butuh waktu lama-sejak revolusi kaum werewolf-bangsa mereka menguasai hampir setengah benua. Kebanyakan adalah negara yang sengaja menentang mereka.Werewolf mahir berkelahi dan memiliki kekuatan
Ashley merasa ingin segera merendam tubuhnya dalam bak mandi air hangat untuk merontokkan segala debu yang menempel, keringat yang mengering serta tubuh yang pegal. Dia merasa kalau dia lebih lama lagi seperti ini—dia akan berubah selezat dendeng daging rusa yang diawetkan oleh garam.Ditambah lagi, mereka berada di dermaga saat ini dimana angin kencang membawa garam dan membuat seluruh tubuhnya semakin lengket. Dia tidak tahu, apakah dia bisa mendapatkan kemewahan itu. Karena di kediaman Winthrop — asal mereka menyiapkannya sendiri— pelayan sepertinya pun bisa mandi air hangat.Tapi ini adalah sebuah kapal. Kapal yang sangat besar dan masih baru, karena Ashley melihat catnya belum terkelupas dan tidak ada lumut terlihat menempel memakan kayunya secara perlahan. Rasa risihnya bertambah karena pada akhirnya Dragomir terpaksa harus menggendongnya karena hari mulai gelap.Ashley memeluk lehernya dari belakang dan Dragomir membawanya seakan dia seringan bantal bulu angsa. Dia berlari sang
Rambutnya kusut dan lembab. Noda bekas makanan dan air mata juga mengotori gaun putihnya, membuatnya lusuh dan sedikit kecokelatan. Dia tidak berpikir untuk menyisiri rambutnya atau mengganti pakaiannya. Ashley berada di titik terburuk dalam hidupnya. Dia akan diadili untuk sesuatu yang tidak dia lakukan. Matanya nanar, bibirnya kering dan gemetar. Hidungnya merah dengan pipi yang sedikit cekung karena terlalu banyak menangis. Dia kini berlutut di hadapan Lawrence suaminya yang duduk di atas singgasananya yang terhormat.Dia merasa tidak berharga dan dipermalukan. Padahal sebelumnya dia dielu-elukan sebagai Luna yang dicintai oleh rakyatnya. Ashley memberanikan diri menatap wajah suaminya yang tidak kalah berduka darinya. Dia marah, sangat marah. Namun kemarahan itu tidak membuatnya bertransformasi menjadi wujud setengah serigalanya. Dia menelan semua kesedihan itu sampai membuat tubuhnya kian melemah.Ashley menangis memandangnya tanpa bicara apapun. Sementara Lawrence memandangnya
"Apakah kamu tahu dimana tiaraku?" Itu suara Monalisa yang kini seperti biasa sedang membuka lemari luasnya lebar-lebar dan menggeledahnya panik. Dia selalu melakukannya setiap Jumat malam karena itu jadwalnya berpesta dengan para gadis bangsawan. "Apa anda tidak ingat milady? Kau menggantungnya di sini kemarin malam, anda bilang takut lupa jadi menaruhnya di sana," Ashley memberitahu sambil menyibak tirai jendela kamar luas sang putri Marquis itu- menunjukkan sebuah Tiara digantung di dekat teralisnya. "Oh ya ampun, kukira aku menghilangkannya. Pagi tadi hawanya cukup dingin jadi aku tidak membuka jendela. Kau tahu kan aku takut melihat pemandangan gelap. Seakan-akan monster atau mimpi buruk apapun bisa keluar dari sana dan menyergapku," Monalisa tampak bersyukur. "Milady, tidak ada monster di sana." Ashley menggeleng. "Ah iya, maksudnya hantu. Atau arwah gentayangan. Kalau monster sih, jika dia seorang werewolf aku bersedia saja diculik," Monalisa tertawa nakal. "Milady, hati-h
"Anda tidak diizinkan masuk, nona. Pelayan harus datang bersama tuannya," seorang ksatria penjaga pintu menggeleng menyesal menolak Ashley masuk. Dia berada di sebuah bangunan besar, pusat komunitas kelas atas negara bagian Kailon. Dia bisa mendengar musik mengalun merdu dengan irama bersemangat dari beberapa daun jendela yang setengah terbuka. Selain itu ada para pelayan berpakaian formal yang mondar-mandir membawa nampan berisi minuman. Monalisa memang berpesta setiap Minggu. Tapi sepertinya level pesta hari ini sedikit lebih spesial dari hari lainnya. Karena biasanya penjagaannya tidak terlalu ketat. Ashley menggigit bibirnya ragu. Apakah itu artinya ada pangeran di sana? Dia tidak ingin ada kericuhan yang tidak perlu. Bukan berarti dia merasa percaya diri atau apa. Masalahnya adalah kutukan yang dibawanya—selalu berusaha membuatnya bertemu dengan pangeran. Tapi Ashley sudah dua puluh dua tahun hidup dengan kutukan itu dan terbiasa mengatasinya. Dia cukup menghindar dan tida
Lawrence mengetukkan jarinya setengah sabar sambil memegang gelas bergagang tingginya gelisah. Sepertinya rekan-rekan werewolfnya juga merasakan hal yang serupa. Terlalu banyak manusia, dia mungkin tidak pernah melakukan ini sebelumnya. Tapi dia tahu kalau harus beradaptasi dan merelakan beberapa hal demi kepentingan negaranya. Di hadapannya ada beberapa orang manusia yang masih berbincang dengannya. Dia salah satu orang penting di Kailon yang punya kuasa untuk menentukan apakah mereka bersedia atau tidak bersumbangsih untuk kerajaan para werewolf. Cakar dan pedang sudah jarang digunakan. Itu hanya akan membuat para manusia takut dan balik melawan mereka. Bangsa werewolf mungkin kuat dan cukup cerdas tapi tidak cukup banyak untuk mengontrol manusia. Mereka pun mencoba mengalah dan mendekati para manusia dengan cara yang mereka sukai: bernegosiasi. Sudah berabad-abad bangsa werewolf hidup dalam keterasingan di pegunungan dan menghindari manusia. Akibatnya tidak banyak pencapaian y
Pangeran Edward dari Kailon, kini bersimpuh di hadapan si pelayan sambil memegang tangannya. Tatapannya memuja seolah tidak ada gadis lain di sana. Edward menanggalkan segala harga diri, gelar dan keangkuhannya saat ini. Ashley tersenyum pucat. Dia berada dalam masalah lagi. Kali ini, dia dikerumuni banyak orang. Lebih buruk lagi — mereka adalah para ningrat yang biasanya kerap memandang rendah pelayan sepertinya.Ashley melihat ke arah Monalisa Winthrop yang juga balas menatapnya bingung. Dia merasa iri sekaligus dikhianati tapi Ashley merasakan simpati darinya.Walaupun badannya kurus karena tidak pernah olahraga—pangeran Edward punya paras tampan. Statusnya sebagai putra mahkota Kailon juga adalah magnet ribuan gadis di negara kecil yang bersahaja itu.Padahal Ashley sudah merasa betah bekerja pada keluarga Winthrop. Tapi kenapa kutukan itu sekali lagi memaksanya terlibat dalam situasi canggung ini?"Mona, bukankah dia pelayanmu?" Salah seorang
"Aku tidak bisa mengatakannya, seperti yang tadi kubilang. Tidak akan ada yang mempercayainya," Ashley tampak lebih santai. Dia sudah diculik, apa yang bisa lebih buruk dari itu? Pria di hadapannya saat ini— mungkin benar seorang werewolf. Tapi dia tidak akan melukainya di istana raja Kailon. Walaupun mereka werewolf yang sudah menjajah setengah benua—bukan berarti mereka bebas berbuat onar di kerajaan manusia.Lawrence menjaga jaraknya. Dia berdiri sambil menggaruk dagunya dan menatap gadis itu tajam. Ashley memiliki rambut pirang keperakan yang indah dengan kulit putih yang tidak terlalu pucat.Garis wajahnya jelita, mungkin melebihi manusia lain yang pernah lawrence temui dalam hidupnya. Dia mengenakan gaun yang sedikit kebesaran yang mungkin diberikan oleh seseorang. Dia tidak terlihat seperti gadis bangsawan, walau aura dan kecantikannya mengalahkan perempuan lain di pesta tadi.Tetap saja, pangeran yang jatuh cinta pada pandangan pertama dan melamar