"Apakah kamu tahu dimana tiaraku?" Itu suara Monalisa yang kini seperti biasa sedang membuka lemari luasnya lebar-lebar dan menggeledahnya panik. Dia selalu melakukannya setiap Jumat malam karena itu jadwalnya berpesta dengan para gadis bangsawan.
"Apa anda tidak ingat milady? Kau menggantungnya di sini kemarin malam, anda bilang takut lupa jadi menaruhnya di sana," Ashley memberitahu sambil menyibak tirai jendela kamar luas sang putri Marquis itu- menunjukkan sebuah Tiara digantung di dekat teralisnya. "Oh ya ampun, kukira aku menghilangkannya. Pagi tadi hawanya cukup dingin jadi aku tidak membuka jendela. Kau tahu kan aku takut melihat pemandangan gelap. Seakan-akan monster atau mimpi buruk apapun bisa keluar dari sana dan menyergapku," Monalisa tampak bersyukur. "Milady, tidak ada monster di sana." Ashley menggeleng. "Ah iya, maksudnya hantu. Atau arwah gentayangan. Kalau monster sih, jika dia seorang werewolf aku bersedia saja diculik," Monalisa tertawa nakal. "Milady, hati-hati. Para peri bisa mendengarnya dan menganggap itu adalah doa. Kau tahu, kita belum bisa benar-benar percaya pada mereka," Ashley menasihatinya. "Astaga Ashley, kau lebih muda dariku tapi bicaramu seperti bibiku. Sudah dua puluh tahun sejak negeri ini dikuasai mereka. Kurasa mereka tidak semengerikan itu," Monalisa memprotes remeh. Ashley hanya tersenyum. Itu adalah hasil dari propaganda. Bangsa werewolf membiarkan segala buku romansa, pertunjukan drama serta literatur positif tentang kaum werewolf tersebar di seluruh wilayah yang mereka kuasai. Mereka berusaha membuat kesan kejam dan brutal yang melingkupi ras mereka sejak berabad-abad menjadi lebih baik. Walaupun para manusia belum bisa terlalu percaya-kini mereka tidak lagi lari atau bersembunyi ke dalam ruang bawah tanah layaknya kelinci pengecut yang bertemu rubah jika melihat mereka. Ashley malah pernah membaca Literatur erotis tentang kaum mereka yang banyak menjadi koleksi para gadis bangsawan. Monalisa-dan kebanyakan gadis bangsawan lain-memiliki banyak bacaan semacam itu. Itu menaikkan minat dan khayalan mereka tentang rasanya memiliki kekasih werewolf. Popularitas mereka sudah mengalahkan bangsa vampir yang sebenarnya tidak terlalu praktis untuk dijadikan kekasih. Para vampir terlalu pucat, hanya bisa diajak kencan pada malam hari dan para wanita terlalu cemas karena mereka selalu tidak tahan untuk tidak menggigit leher mereka. Sementara para werewolf-mereka lebih maskulin, bisa diandalkan siang dan malam serta tidak berminat makan daging manusia. Namun ada beberapa hari dimana para manusia harus waspada yaitu ketika bulan purnama. Itu adalah waktunya mereka bertransformasi menjadi setengah serigala dan mudah mengamuk jika diganggu. Selain itu, kabarnya-Ashley sendiri tidak tahu rasanya- jika pernah seranjang dengan bangsa werewolf, para gadis akan sulit lepas dari mereka dan tidak lagi berminat dengan kekasih manusia normal. Artinya, mereka sangat pandai menyenangkan wanita di ranjang. Mereka gemar merayu para manusia dan tidur dengan mereka. Sampai mereka bertemu mate-nya dan hidup monogami untuk seterusnya. "Bagaimana penampilanku, Ashley?" Monalisa bertanya, memamerkan riasannya yang sedikit terlalu mencolok dan gaun warna merah marunnya. Ashley mengernyitkan dahi, lalu menggeleng. "Biar aku yang mendandanimu, milady," Ashley menyukai fashion dan segala hal tentang tata rias. Dia pernah bekerja dengan beberapa bangsawan yang juga desainer serta memiliki butik. Dia tahu tren fashion terbaru dan beberapa kali terlibat dalam proyek mereka. Ashley sering mendandani para wanita dan pria bangsawan serta memastikan mereka tampil sempurna. Sayangnya Ashley tidak pernah lama bekerja di sana, karena ada kalanya dia tanpa sengaja bertemu seorang pangeran. Dan di sanalah semuanya jadi memburuk. Pekerjaannya terganggu karena para pangeran itu mendatanginya dan memintanya ikut dengan mereka. Akhirnya Ashley tidak bisa melakukan pekerjaannya dengan baik dan mengundurkan diri. Ashley sudah berkali-kali pindah pekerjaan. Dia tidak punya pilihan lain. Bagi wanita dengan gelar bangsawan rendah sepertinya-dia harus bekerja. Apalagi dia tidak punya kerabat dekat yang bersedia membantunya lagi sejak kesialan tragis yang menimpa dirinya lima tahun silam. Keluarga besarnya menjauhinya dan pura-pura tidak mengenalnya, sejak Ashley menerima gelar sebagai "wanita perayu" atau "wanita gipsi pengguna sihir". Itu semua sebenarnya tidak pernah dia lakukan. Sayangnya tidak ada yang percaya padanya. Karena tidak ada yang menjadi saksi dari "pemberkatan" yang dilakukan oleh kaum peri pada dirinya. Selain ibunya-yang kini sudah tiada dan pernah bilang kalau dia bermimpi Ashley Riviere diberkahi peri ketika dia lahir. Ashley membawa sihir pemikat pada dirinya. Yang bisa membuat pangeran lajang manapun jatuh cinta kepadanya. Dia tidak mau lagi mengingatnya dan berusaha menjauh dari berkat yang ternyata kutukan itu. Ashley memastikan tidak akan lagi berpapasan dengan pangeran manapun untuk melindungi dirinya. Walaupun tetap saja, kutukan yang ada padanya akan membawanya pada situasi yang membuatnya sering berpapasan dengan para pangeran. Ashley meminta Monalisa memakai gaun yang dia pilih. Gaun warna oranye redup dengan ornamen yang tidak terlalu menonjol. Itu akan membuat penampilannya lebih cerah di tengah malam yang sedikit mendung tanpa bintang. Namun juga tidak akan berlebihan karena Ashley hanya mengizinkannya mengenakan giwang dan riasan bersahaja yang membuatnya lebih muda. Sang pelayan juga memberikan corcasse di atas dada Monalisa sebagai pengganti perhiasan. Dia juga tidak lupa memasang Tiara di rambutnya dengan hati-hati. Itu semacam dresscode pesta malam ini yang harus dipakai oleh Monalisa dan teman-temannya. Kini Monalisa terlihat sesuai umurnya yang baru awal dua puluhan. Namun Ashley masih belum puas. Dia mengikat rambutnya ke atas seperti kuncir kuda dan menyanggulnya. Namun dia tetap menyisakan beberapa helai rambut yang menjuntai turun di wajahnya. Mengekspos leher akan membuat para pemuda penasaran. "Astaga! Ini cantik sekali! Gaun ini membuatku lebih ramping!" Monalisa berputar di depan cermin untuk mengagumi dirinya. "Aku akan membawakanmu sesuatu yang enak, Ashley. Jangan tidur terlalu cepat ya!" Monalisa berkata riang sebelum mengambil mantelnya dan berlari meninggalkan kamarnya yang berantakan. Ashley menghela nafas, dia tersenyum. Menyaksikan kamar penuh baju berantakan dan kapas bekas riasan dimana-mana akan membuat siapapun frustasi. Tapi tidak dengan dirinya. Dia seorang pelayan. Itu pekerjaannya. Profesi yang dia pilih untuk jalani sejak lima tahun silam. Ashley pun duduk di lantai dan memunguti pakaian itu. Peri itu bilang pada ibunya, kalau Ashley akan menerima hidup layaknya cerita fairytale. Tapi dia kurang spesifik. Apakah Ashley akan hidup menderita seperti Cinderella yang tersiksa oleh keluarga tirinya? Atau seperti putri duyung yang patah hati dan mati di lautan karena ditinggal pangerannya? Peri itu sepertinya lupa kalau dongeng tidak semuanya berakhir bahagia. Ashley dicampakkan oleh pangerannya, tiga hari sebelum hari pernikahannya. Awalnya Ashley mengira mereka saling mencintai. Walaupun dia hanya dari keluarga Baron yang sederhana, sang pangeran berlutut meminta cintanya. Mereka tidak peduli akan status dan menentang dunia. Tapi takdir seolah enggan melihat Ashley bahagia. Karena suatu peristiwa membuat sang pangeran kehilangan statusnya, berganti dengan gelar Duke. Dia bukan lagi pangeran dan rasa cintanya mencair seperti es di musim semi. Dia menuduh Ashley memberinya mantra cinta. Keluarganya menuduhnya sebagai penyihir. Namun Ashley tidak merasa melakukannya. Dia menghiba mengharap cinta sang pangeran kembali. Namun hanya hinaan yang dia terima. Ashley mengangkat gaun berwarna peach dari lantai. Dia menghadap cermin dan berpura-pura memakainya. Dia berputar membiarkan gaun indah itu melambai menunjukkan pesonanya. Dulu, dia pikir dia akan menjalani hidup layaknya ningrat yang dikelilingi pakaian mewah. Dia bersenandung sambil membenahi pakaian-pakaian Monalisa. Setidaknya dia kini masih bisa hidup senang. Dikelilingi orang-orang baik serta majikan yang juga tidak pernah jahat padanya. Kadang Monalisa memberinya pakaian atau parfum dan mengajaknya berjalan-jalan. "Ashley, kau di sini? Astaga berantakan sekali," Frida, kepala pelayan menggelengkan kepala. "Milady sudah pergi, apa kau mencarinya?" "Pesan dari marquiss, dia harus membaca ini sebelum malam. Astaga apakah kau bisa menyusulnya?" Kata Frida cemas sambil menyodorkan sepucuk surat padanya. "Kurasa dia belum terlalu jauh, tapi-" "Kenapa?" "Tidak, aku akan mengantarnya." Ashley menggeleng dan memasukkan surat itu di balik pakaiannya. "Serahkan padaku soal kamarnya, aku yang akan membereskannya. Kau pastikan saja surat itu dibaca oleh milady," kata Frida lagi pada Ashley. "Aku mengerti," Bukan kamar berantakan yang Ashley khawatirkan. Dia harus mengantar surat itu pada majikannya yang sedang berpesta. Itu adalah pesta untuk kalangan atas. Artinya mungkin akan ada beberapa pangeran di sana. Tapi Ashley tidak punya pilihan lain. Ini pekerjaannya."Anda tidak diizinkan masuk, nona. Pelayan harus datang bersama tuannya," seorang ksatria penjaga pintu menggeleng menyesal menolak Ashley masuk. Dia berada di sebuah bangunan besar, pusat komunitas kelas atas negara bagian Kailon. Dia bisa mendengar musik mengalun merdu dengan irama bersemangat dari beberapa daun jendela yang setengah terbuka. Selain itu ada para pelayan berpakaian formal yang mondar-mandir membawa nampan berisi minuman. Monalisa memang berpesta setiap Minggu. Tapi sepertinya level pesta hari ini sedikit lebih spesial dari hari lainnya. Karena biasanya penjagaannya tidak terlalu ketat. Ashley menggigit bibirnya ragu. Apakah itu artinya ada pangeran di sana? Dia tidak ingin ada kericuhan yang tidak perlu. Bukan berarti dia merasa percaya diri atau apa. Masalahnya adalah kutukan yang dibawanya—selalu berusaha membuatnya bertemu dengan pangeran. Tapi Ashley sudah dua puluh dua tahun hidup dengan kutukan itu dan terbiasa mengatasinya. Dia cukup menghindar dan tida
Lawrence mengetukkan jarinya setengah sabar sambil memegang gelas bergagang tingginya gelisah. Sepertinya rekan-rekan werewolfnya juga merasakan hal yang serupa. Terlalu banyak manusia, dia mungkin tidak pernah melakukan ini sebelumnya. Tapi dia tahu kalau harus beradaptasi dan merelakan beberapa hal demi kepentingan negaranya. Di hadapannya ada beberapa orang manusia yang masih berbincang dengannya. Dia salah satu orang penting di Kailon yang punya kuasa untuk menentukan apakah mereka bersedia atau tidak bersumbangsih untuk kerajaan para werewolf. Cakar dan pedang sudah jarang digunakan. Itu hanya akan membuat para manusia takut dan balik melawan mereka. Bangsa werewolf mungkin kuat dan cukup cerdas tapi tidak cukup banyak untuk mengontrol manusia. Mereka pun mencoba mengalah dan mendekati para manusia dengan cara yang mereka sukai: bernegosiasi. Sudah berabad-abad bangsa werewolf hidup dalam keterasingan di pegunungan dan menghindari manusia. Akibatnya tidak banyak pencapaian y
Pangeran Edward dari Kailon, kini bersimpuh di hadapan si pelayan sambil memegang tangannya. Tatapannya memuja seolah tidak ada gadis lain di sana. Edward menanggalkan segala harga diri, gelar dan keangkuhannya saat ini. Ashley tersenyum pucat. Dia berada dalam masalah lagi. Kali ini, dia dikerumuni banyak orang. Lebih buruk lagi — mereka adalah para ningrat yang biasanya kerap memandang rendah pelayan sepertinya.Ashley melihat ke arah Monalisa Winthrop yang juga balas menatapnya bingung. Dia merasa iri sekaligus dikhianati tapi Ashley merasakan simpati darinya.Walaupun badannya kurus karena tidak pernah olahraga—pangeran Edward punya paras tampan. Statusnya sebagai putra mahkota Kailon juga adalah magnet ribuan gadis di negara kecil yang bersahaja itu.Padahal Ashley sudah merasa betah bekerja pada keluarga Winthrop. Tapi kenapa kutukan itu sekali lagi memaksanya terlibat dalam situasi canggung ini?"Mona, bukankah dia pelayanmu?" Salah seorang
"Aku tidak bisa mengatakannya, seperti yang tadi kubilang. Tidak akan ada yang mempercayainya," Ashley tampak lebih santai. Dia sudah diculik, apa yang bisa lebih buruk dari itu? Pria di hadapannya saat ini— mungkin benar seorang werewolf. Tapi dia tidak akan melukainya di istana raja Kailon. Walaupun mereka werewolf yang sudah menjajah setengah benua—bukan berarti mereka bebas berbuat onar di kerajaan manusia.Lawrence menjaga jaraknya. Dia berdiri sambil menggaruk dagunya dan menatap gadis itu tajam. Ashley memiliki rambut pirang keperakan yang indah dengan kulit putih yang tidak terlalu pucat.Garis wajahnya jelita, mungkin melebihi manusia lain yang pernah lawrence temui dalam hidupnya. Dia mengenakan gaun yang sedikit kebesaran yang mungkin diberikan oleh seseorang. Dia tidak terlihat seperti gadis bangsawan, walau aura dan kecantikannya mengalahkan perempuan lain di pesta tadi.Tetap saja, pangeran yang jatuh cinta pada pandangan pertama dan melamar
"Law membawa perempuan!""Benarkah? Dari klan mana?""Bukan, dia-manusia!"Lawrence tidak bisa menutup kupingnya dari obrolan antusias para werewolf. Bahkan walaupun dia tidak menggunakan kemampuan membaca pikiran-dia sudah paham akan apa yang mereka pikirkan tentang dirinya. Tapi dia tidak punya waktu untuk marah. Dia sedang sibuk mengurusi mate yang baru ditemukannya.Ashley kini duduk di hadapannya membuang wajahnya ke kiri dengan sedikit menunduk. Dia membiarkan beberapa helai rambutnya jatuh untuk menutupi wajah cantiknya yang riasannya mulai luntur. Dia berantakan saat ini serta tidak berdaya.Lawrence, menggendongnya sambil berlari. Ya, berlari. Ashley tidak salah. Kaum werewolf dibenci oleh para herbivora, mereka tidak bisa menunggang kuda dengan gagah layaknya bangsa vampir. Pria di hadapannya membawanya seakan dia seringan kapas di lengannya tanpa bicara apapun selama beberapa jam.Dia tidak menanggapi apapun protes dan pertanyaan yang Ashley lontarkan. Sesekali gadis itu me
Dragomir adalah Alpha di klannya, namun dalam tatanan kekaisaran Drakela-negara yang dibentuk oleh kaum werewolf-dia adalah seorang Beta yang selalu berada di sisi Lawrence sang raja. Sistem pemerintahan Drakela saat ini belum terlalu berbeda dengan lima puluh tahun lalu - yaitu ketika kaum werewolf masih tersebar di banyak negara dan cenderung enggan berbaur.Revolusi yang dilakukan Seorang Alpha yang memimpin Crimson Claw Pack-kelompok serigala terbesar kala itu-telah memaksa para werewolf untuk meninggalkan kenyamanan mereka dan bersatu. Tidak ada lagi pertempuran antar pack, atau perselisihan perebutan wilayah.Bangsa werewolf yang dikenal buas dan tidak suka diatur kini mulai bergerak dan membuat takut setiap negara. Namun mereka masih pemula dan menjalankan kerajaan dengan amatir. Tidak butuh waktu lama-sejak revolusi kaum werewolf-bangsa mereka menguasai hampir setengah benua. Kebanyakan adalah negara yang sengaja menentang mereka.Werewolf mahir berkelahi dan memiliki kekuatan
Ashley merasa ingin segera merendam tubuhnya dalam bak mandi air hangat untuk merontokkan segala debu yang menempel, keringat yang mengering serta tubuh yang pegal. Dia merasa kalau dia lebih lama lagi seperti ini—dia akan berubah selezat dendeng daging rusa yang diawetkan oleh garam.Ditambah lagi, mereka berada di dermaga saat ini dimana angin kencang membawa garam dan membuat seluruh tubuhnya semakin lengket. Dia tidak tahu, apakah dia bisa mendapatkan kemewahan itu. Karena di kediaman Winthrop — asal mereka menyiapkannya sendiri— pelayan sepertinya pun bisa mandi air hangat.Tapi ini adalah sebuah kapal. Kapal yang sangat besar dan masih baru, karena Ashley melihat catnya belum terkelupas dan tidak ada lumut terlihat menempel memakan kayunya secara perlahan. Rasa risihnya bertambah karena pada akhirnya Dragomir terpaksa harus menggendongnya karena hari mulai gelap.Ashley memeluk lehernya dari belakang dan Dragomir membawanya seakan dia seringan bantal bulu angsa. Dia berlari sang
Rambutnya kusut dan lembab. Noda bekas makanan dan air mata juga mengotori gaun putihnya, membuatnya lusuh dan sedikit kecokelatan. Dia tidak berpikir untuk menyisiri rambutnya atau mengganti pakaiannya. Ashley berada di titik terburuk dalam hidupnya. Dia akan diadili untuk sesuatu yang tidak dia lakukan. Matanya nanar, bibirnya kering dan gemetar. Hidungnya merah dengan pipi yang sedikit cekung karena terlalu banyak menangis. Dia kini berlutut di hadapan Lawrence suaminya yang duduk di atas singgasananya yang terhormat.Dia merasa tidak berharga dan dipermalukan. Padahal sebelumnya dia dielu-elukan sebagai Luna yang dicintai oleh rakyatnya. Ashley memberanikan diri menatap wajah suaminya yang tidak kalah berduka darinya. Dia marah, sangat marah. Namun kemarahan itu tidak membuatnya bertransformasi menjadi wujud setengah serigalanya. Dia menelan semua kesedihan itu sampai membuat tubuhnya kian melemah.Ashley menangis memandangnya tanpa bicara apapun. Sementara Lawrence memandangnya