Rambutnya kusut dan lembab. Noda bekas makanan dan air mata juga mengotori gaun putihnya, membuatnya lusuh dan sedikit kecokelatan. Dia tidak berpikir untuk menyisiri rambutnya atau mengganti pakaiannya. Ashley berada di titik terburuk dalam hidupnya. Dia akan diadili untuk sesuatu yang tidak dia lakukan.
Matanya nanar, bibirnya kering dan gemetar. Hidungnya merah dengan pipi yang sedikit cekung karena terlalu banyak menangis. Dia kini berlutut di hadapan Lawrence suaminya yang duduk di atas singgasananya yang terhormat. Dia merasa tidak berharga dan dipermalukan. Padahal sebelumnya dia dielu-elukan sebagai Luna yang dicintai oleh rakyatnya. Ashley memberanikan diri menatap wajah suaminya yang tidak kalah berduka darinya. Dia marah, sangat marah. Namun kemarahan itu tidak membuatnya bertransformasi menjadi wujud setengah serigalanya. Dia menelan semua kesedihan itu sampai membuat tubuhnya kian melemah. Ashley menangis memandangnya tanpa bicara apapun. Sementara Lawrence memandangnya antara perasaan duka dan marah. "Apakah kau mengakui kesalahanmu?" Katanya dingin sambil menatapnya. "Itu semua fitnah yang mulia," Ashley merintih. Tenggorokannya sakit karena lelah membantah. "Walaupun banyak saksi yang melihatmu beberapa kali menyelinap pergi bersama Elf itu dan menginap bersama ketika aku tidak ada?" Lawrence menuduh. "Mereka berbohong, Lawrence!" Ashley berteriak dengan mengalirkan air mata yang masih tersisa. "Jangan panggil namaku! Para werewolf tidak akan berbohong padaku!" Lawrence membentak, tubuhnya bergetar. Kemudian para pasukan werewolf membawa sesosok pria yang dalam keadaan berantakan. Dia memiliki telinga yang meruncing, fisik yang atraktif dan rambut panjang yang masih tetap indah walaupun dia mungkin disiksa selama beberapa hari ini. "Ini semua omong kosong, Lawrence. Lady Ashley adalah perempuan terhormat dan aku pun tidak akan menodai kesuciannya," kata Elf itu dingin dan menatapnya tajam. Dia tidak kehilangan rasa gentar dan terlihat sejajar dengan sang raja. "Apapun yang kau katakan, aku tidak akan mempercayainya. Karena kalian jelas menyembunyikan sesuatu dariku." Manusia elf itu tertawa percaya diri walau tidak terdengar terlalu intimidatif. "Kau akan menyesali semua ini, Lawrence. Kau dan kesombonganmu serta kelemahanmu yang begitu mudah diatur oleh wanita itu. Kau menuduh Ashley pengkhianat sementara kau pun melakukan hal serupa," katanya geram. "Aku tidak mau menerima alasan apapun, kalian tidak bisa membuktikan kalau kalian tidak bersalah. Aranath Draugluin, pangeran kedua Allandur. Dengan ini aku mengusirmu dari Drakela! Kau akan dipulangkan ke negeri para Elf dengan rasa malu! Aku tidak akan mengajukan perang kecuali kalian menginginkannya," Lawrence memutuskan. "Kau hanya bocah di mata kami, Lawrence. Bangsaku dengan mudah akan tahu kalau aku tidak bersalah. Ini adalah kesalahan besar dan kau akan menyesalinya," ujar Aranath puas dia pun berdiri dan melangkah keluar ruangan dengan langkah percaya diri. Dia tidak membiarkan keagungan bangsa Elf runtuh hanya karena kebodohan seorang raja. Ashley masih bersimpuh di lantai dengan kepala menunduk. Dia kehabisan kata-kata. Semua yang diucapkannya sia-sia. Segala bukti itu begitu terencana sampai dia putus asa untuk membantahnya. "Bagaimana bisa, kau, Luna yang kukasihi, melakukan ini padaku?" Kata Lawrence lembut dengan air mata mengenang di wajahnya. Dia terlihat sangat sakit hati mengetahui kekasihnya berkhianat. "Aku tidak tahu, aku tidak pernah mengkhianatimu Lawrence," Ashley tersenyum tulus kepadanya. Dia ingin menunjukkan kalau semua akan baik-baik saja. Lawrence adalah seorang raja, dia harus tegas walaupun itu menyangkut mate-nya sendiri. Ashley tidak punya bukti yang menyanggah perbuatannya. "Ashley Riviere, dengan ini, aku mengasingkanmu... Sampai batas waktu yang tidak kutentukan ....," Lawrence mengatakannya dengan terbata. Dia membiarkan dirinya yang tangguh meneteskan air mata penyesalan yang terasa perih menyayat hatinya. *** Sudah dua hari berlayar, kapal para werewolf masih menuju Allandur. Ashley tidak banyak bicara. Dia tidak punya tujuan apapun. Segala usaha dan niatnya yang mulia untuk menjadi Luna yang sempurna telah runtuh dalam hitungan hari. Aranath sang elf tampak tenang menghadapi drama itu. Dia adalah makhluk abadi dan semua itu seperti lelucon remeh yang sesekali akan singgah di hidupnya dan terlupakan dalam beberapa tahun. Namun berbeda dengan Ashley, dia sudah bersiap untuk bergantung pada Lawrence seumur hidupnya. Dia bahkan belajar banyak hal demi berusaha menjadi Luna yang baik. Lawrence berjanji akan melindunginya dari para pangeran yang jatuh cinta padanya, karena kutukan yang dibawanya. Tapi kini dia mengusir dan menelantarkan mate-nya. "Dia pasti sangat menderita," Ashley bergumam. "Siapa?" "Lawrence," "Karena aku adalah mate-nya, aku merasakan emosinya. Dia menderita dan sangat sedih karena hal ini," Ashley merasa air matanya sudah kering, dia bicara dengan tatapan kosong. "Kau akan baik-baik saja, Ashley." Kata Aranath yang setengahnya hanya basa-basi. Dia tahu ikatan mate. Baik Lawrence maupun Ashley keduanya menderita karena perpisahan ini. "Aku ingin melepaskannya dari penderitaan," kata Ashley lirih. "Kalau kau mati, itu hanya akan membuat semuanya lebih buruk. Dia akan menjadi gila dan bunuh diri. Menurutku itu pantas untuknya, tapi aku tidak mau kau mati, Ash," "Aku tahu, tapi kau pernah bilang padaku, ikatan mate bisa dihilangkan." Ashley mengingatkan. Aranath diam sejenak. "Bagi bangsa werewolf itu nyaris tidak mungkin Ash, tapi ada satu cara. Kau harus memohonnya sendiri pada Dewi Bulan. Karena dia yang mengaturnya. Tapi ada ritual rumit yang harus kau lakukan. Itu juga belum tentu berhasil." "Aku ingin melakukan ritualnya. Aku akan melakukan apa saja untuk membebaskan kami berdua dari ikatan mate ini. Tidak ada gunanya aku mengharapkan cinta darinya. Ini semua hanya akan menyiksanya. Karena dia mencintai wanita lain," ujar Ashley lirih, menyesali nasibnya."Apakah kamu tahu dimana tiaraku?" Itu suara Monalisa yang kini seperti biasa sedang membuka lemari luasnya lebar-lebar dan menggeledahnya panik. Dia selalu melakukannya setiap Jumat malam karena itu jadwalnya berpesta dengan para gadis bangsawan. "Apa anda tidak ingat milady? Kau menggantungnya di sini kemarin malam, anda bilang takut lupa jadi menaruhnya di sana," Ashley memberitahu sambil menyibak tirai jendela kamar luas sang putri Marquis itu- menunjukkan sebuah Tiara digantung di dekat teralisnya. "Oh ya ampun, kukira aku menghilangkannya. Pagi tadi hawanya cukup dingin jadi aku tidak membuka jendela. Kau tahu kan aku takut melihat pemandangan gelap. Seakan-akan monster atau mimpi buruk apapun bisa keluar dari sana dan menyergapku," Monalisa tampak bersyukur. "Milady, tidak ada monster di sana." Ashley menggeleng. "Ah iya, maksudnya hantu. Atau arwah gentayangan. Kalau monster sih, jika dia seorang werewolf aku bersedia saja diculik," Monalisa tertawa nakal. "Milady, hati-h
"Anda tidak diizinkan masuk, nona. Pelayan harus datang bersama tuannya," seorang ksatria penjaga pintu menggeleng menyesal menolak Ashley masuk. Dia berada di sebuah bangunan besar, pusat komunitas kelas atas negara bagian Kailon. Dia bisa mendengar musik mengalun merdu dengan irama bersemangat dari beberapa daun jendela yang setengah terbuka. Selain itu ada para pelayan berpakaian formal yang mondar-mandir membawa nampan berisi minuman. Monalisa memang berpesta setiap Minggu. Tapi sepertinya level pesta hari ini sedikit lebih spesial dari hari lainnya. Karena biasanya penjagaannya tidak terlalu ketat. Ashley menggigit bibirnya ragu. Apakah itu artinya ada pangeran di sana? Dia tidak ingin ada kericuhan yang tidak perlu. Bukan berarti dia merasa percaya diri atau apa. Masalahnya adalah kutukan yang dibawanya—selalu berusaha membuatnya bertemu dengan pangeran. Tapi Ashley sudah dua puluh dua tahun hidup dengan kutukan itu dan terbiasa mengatasinya. Dia cukup menghindar dan tida
Lawrence mengetukkan jarinya setengah sabar sambil memegang gelas bergagang tingginya gelisah. Sepertinya rekan-rekan werewolfnya juga merasakan hal yang serupa. Terlalu banyak manusia, dia mungkin tidak pernah melakukan ini sebelumnya. Tapi dia tahu kalau harus beradaptasi dan merelakan beberapa hal demi kepentingan negaranya. Di hadapannya ada beberapa orang manusia yang masih berbincang dengannya. Dia salah satu orang penting di Kailon yang punya kuasa untuk menentukan apakah mereka bersedia atau tidak bersumbangsih untuk kerajaan para werewolf. Cakar dan pedang sudah jarang digunakan. Itu hanya akan membuat para manusia takut dan balik melawan mereka. Bangsa werewolf mungkin kuat dan cukup cerdas tapi tidak cukup banyak untuk mengontrol manusia. Mereka pun mencoba mengalah dan mendekati para manusia dengan cara yang mereka sukai: bernegosiasi. Sudah berabad-abad bangsa werewolf hidup dalam keterasingan di pegunungan dan menghindari manusia. Akibatnya tidak banyak pencapaian y
Pangeran Edward dari Kailon, kini bersimpuh di hadapan si pelayan sambil memegang tangannya. Tatapannya memuja seolah tidak ada gadis lain di sana. Edward menanggalkan segala harga diri, gelar dan keangkuhannya saat ini. Ashley tersenyum pucat. Dia berada dalam masalah lagi. Kali ini, dia dikerumuni banyak orang. Lebih buruk lagi — mereka adalah para ningrat yang biasanya kerap memandang rendah pelayan sepertinya.Ashley melihat ke arah Monalisa Winthrop yang juga balas menatapnya bingung. Dia merasa iri sekaligus dikhianati tapi Ashley merasakan simpati darinya.Walaupun badannya kurus karena tidak pernah olahraga—pangeran Edward punya paras tampan. Statusnya sebagai putra mahkota Kailon juga adalah magnet ribuan gadis di negara kecil yang bersahaja itu.Padahal Ashley sudah merasa betah bekerja pada keluarga Winthrop. Tapi kenapa kutukan itu sekali lagi memaksanya terlibat dalam situasi canggung ini?"Mona, bukankah dia pelayanmu?" Salah seorang
"Aku tidak bisa mengatakannya, seperti yang tadi kubilang. Tidak akan ada yang mempercayainya," Ashley tampak lebih santai. Dia sudah diculik, apa yang bisa lebih buruk dari itu? Pria di hadapannya saat ini— mungkin benar seorang werewolf. Tapi dia tidak akan melukainya di istana raja Kailon. Walaupun mereka werewolf yang sudah menjajah setengah benua—bukan berarti mereka bebas berbuat onar di kerajaan manusia.Lawrence menjaga jaraknya. Dia berdiri sambil menggaruk dagunya dan menatap gadis itu tajam. Ashley memiliki rambut pirang keperakan yang indah dengan kulit putih yang tidak terlalu pucat.Garis wajahnya jelita, mungkin melebihi manusia lain yang pernah lawrence temui dalam hidupnya. Dia mengenakan gaun yang sedikit kebesaran yang mungkin diberikan oleh seseorang. Dia tidak terlihat seperti gadis bangsawan, walau aura dan kecantikannya mengalahkan perempuan lain di pesta tadi.Tetap saja, pangeran yang jatuh cinta pada pandangan pertama dan melamar
"Law membawa perempuan!""Benarkah? Dari klan mana?""Bukan, dia-manusia!"Lawrence tidak bisa menutup kupingnya dari obrolan antusias para werewolf. Bahkan walaupun dia tidak menggunakan kemampuan membaca pikiran-dia sudah paham akan apa yang mereka pikirkan tentang dirinya. Tapi dia tidak punya waktu untuk marah. Dia sedang sibuk mengurusi mate yang baru ditemukannya.Ashley kini duduk di hadapannya membuang wajahnya ke kiri dengan sedikit menunduk. Dia membiarkan beberapa helai rambutnya jatuh untuk menutupi wajah cantiknya yang riasannya mulai luntur. Dia berantakan saat ini serta tidak berdaya.Lawrence, menggendongnya sambil berlari. Ya, berlari. Ashley tidak salah. Kaum werewolf dibenci oleh para herbivora, mereka tidak bisa menunggang kuda dengan gagah layaknya bangsa vampir. Pria di hadapannya membawanya seakan dia seringan kapas di lengannya tanpa bicara apapun selama beberapa jam.Dia tidak menanggapi apapun protes dan pertanyaan yang Ashley lontarkan. Sesekali gadis itu me
Dragomir adalah Alpha di klannya, namun dalam tatanan kekaisaran Drakela-negara yang dibentuk oleh kaum werewolf-dia adalah seorang Beta yang selalu berada di sisi Lawrence sang raja. Sistem pemerintahan Drakela saat ini belum terlalu berbeda dengan lima puluh tahun lalu - yaitu ketika kaum werewolf masih tersebar di banyak negara dan cenderung enggan berbaur.Revolusi yang dilakukan Seorang Alpha yang memimpin Crimson Claw Pack-kelompok serigala terbesar kala itu-telah memaksa para werewolf untuk meninggalkan kenyamanan mereka dan bersatu. Tidak ada lagi pertempuran antar pack, atau perselisihan perebutan wilayah.Bangsa werewolf yang dikenal buas dan tidak suka diatur kini mulai bergerak dan membuat takut setiap negara. Namun mereka masih pemula dan menjalankan kerajaan dengan amatir. Tidak butuh waktu lama-sejak revolusi kaum werewolf-bangsa mereka menguasai hampir setengah benua. Kebanyakan adalah negara yang sengaja menentang mereka.Werewolf mahir berkelahi dan memiliki kekuatan
Ashley merasa ingin segera merendam tubuhnya dalam bak mandi air hangat untuk merontokkan segala debu yang menempel, keringat yang mengering serta tubuh yang pegal. Dia merasa kalau dia lebih lama lagi seperti ini—dia akan berubah selezat dendeng daging rusa yang diawetkan oleh garam.Ditambah lagi, mereka berada di dermaga saat ini dimana angin kencang membawa garam dan membuat seluruh tubuhnya semakin lengket. Dia tidak tahu, apakah dia bisa mendapatkan kemewahan itu. Karena di kediaman Winthrop — asal mereka menyiapkannya sendiri— pelayan sepertinya pun bisa mandi air hangat.Tapi ini adalah sebuah kapal. Kapal yang sangat besar dan masih baru, karena Ashley melihat catnya belum terkelupas dan tidak ada lumut terlihat menempel memakan kayunya secara perlahan. Rasa risihnya bertambah karena pada akhirnya Dragomir terpaksa harus menggendongnya karena hari mulai gelap.Ashley memeluk lehernya dari belakang dan Dragomir membawanya seakan dia seringan bantal bulu angsa. Dia berlari sang