"Aku tidak bisa mengatakannya, seperti yang tadi kubilang. Tidak akan ada yang mempercayainya," Ashley tampak lebih santai. Dia sudah diculik, apa yang bisa lebih buruk dari itu? Pria di hadapannya saat ini— mungkin benar seorang werewolf. Tapi dia tidak akan melukainya di istana raja Kailon. Walaupun mereka werewolf yang sudah menjajah setengah benua—bukan berarti mereka bebas berbuat onar di kerajaan manusia.
Lawrence menjaga jaraknya. Dia berdiri sambil menggaruk dagunya dan menatap gadis itu tajam. Ashley memiliki rambut pirang keperakan yang indah dengan kulit putih yang tidak terlalu pucat. Garis wajahnya jelita, mungkin melebihi manusia lain yang pernah lawrence temui dalam hidupnya. Dia mengenakan gaun yang sedikit kebesaran yang mungkin diberikan oleh seseorang. Dia tidak terlihat seperti gadis bangsawan, walau aura dan kecantikannya mengalahkan perempuan lain di pesta tadi. Tetap saja, pangeran yang jatuh cinta pada pandangan pertama dan melamar di detik pertama pertemuan mereka—bukan hal yang masuk di akal. Kecuali kalau pangeran Edward seorang werewolf. Reaksi semacam itu, bisa saja ditunjukkan oleh ras werewolf yang baru saja bertemu dengan soulmatenya. Ashley duduk di ranjang dengan kepala menunduk. Dia sudah terbiasa dalam situasi ini. Lawrence belum menanggapi apapun. Benaknya sedang berperang saat ini. Karena jiwa serigalanya meraung di otaknya mendesak Lawrence untuk bertindak. Gadis itu, mengikat rambutnya dan memperlihatkan lehernya yang jenjang. Bahunya sedikit terbuka, dan gaun yang sedikit kebesaran menciptakan kesan kalau sedikit tarikan saja akan mengekspos kemolekan tubuhnya. Ashley, memiliki lekuk tubuh yang membuat laki-laki manapun gila. Dia selama ini menyembunyikannya dengan baik. Namun situasi penculikan saat ini membuatnya lengah. Dia mengizinkan seorang werewolf memelototinya dari atas ke bawah. "Maaf? Apa yang anda lihat?" Ashley menegur seraya menarik gaunnya ke atas—berusaha menyembunyikan bahunya yang terbuka. Dia sedikit takut melihat tatapan Lawrence yang seakan ingin menelannya bulat-bulat. Werewolf tidak makan manusia. Ashley sudah mencari tahu soal itu, tapi kalau mereka sangat lapar bisa saja. "Kutukan itu, apakah ini bukan pertama kalinya terjadi?" Lawrence berdehem dan membuang pandangannya. "Ini sudah yang ketujuh kalinya," Ashley menyahut datar. "Maaf,saya belum setuju untuk berbagi masalah saya. Jadi, siapa anda?" Ashley melanjutkan. Lawrence tanpa sadar kembali memandangi gadis itu lekat sampai-sampai membuat Ashley tidak nyaman. Apakah dia sedang berpikir hal yang vulgar terhadapnya? Padahal Ashley merasa sudah cukup sopan dalam berpakaian. Berhenti jadi pengecut, Lawrence. Kita menginginkannya. Kau membutuhkannya. Lawrence menggeleng, sudah cukup lama dia tidak mendengar suara itu di benaknya. Jiwa serigala yang terkungkung pada raganya yang sesekali muncul untuk mengambil alih tubuhnya. Selama ini, Lawrence lebih dominan. Dia tidak membiarkan pemilik kekuatan transformasi yang bersemayam di tubuhnya itu mengaturnya. Hanya saja, selama beberapa jam terakhir—jiwa serigalanya menjadi cerewet dan berulang kali mendesak keluar. Lawrence menyadari kalau dia berkali-kali hampir bertransformasi menjadi monster. Kukunya meruncing, dan taringnya tumbuh diiringi nafas yang berubah berat. Hanya saja, bukan hasrat bertarung yang mendominasinya saat ini. Tetapi sesuatu yang lain. "Kau tapi tidak seperti gadis ningrat." Lawrence bicara. "Aku hanya pelayan biasa yang bekerja pada keluarga Winthrop," Ashley menyahut. "Nama?" "Bukankah seharusnya kau yang lebih dulu memperkenalkan diri?" Ashley berkata sedikit sinis. "Lawrence," Mata indah gadis itu membulat. Itu bukan nama yang asing di telinganya. Dia hanya tahu satu orang werewolf yang memiliki nama itu. Tapi dia tidak yakin. "Aku pemimpin kaum werewolf, dan juga rajamu," Lawrence mengungkapnya. "Oh," Ashley membuang wajah. Dia bingung bagaimana menanggapinya. "Kau seorang raja tapi mengendap-endap seperti pencuri?" Ashley memicingkan matanya curiga. Dia tidak sepenuhnya salah. Lawrence memang hanya berniat menguntitnya untuk memastikan apakah Ashley sumber dari aroma menyenangkan yang dia cium di pesta tadi. Namun dia tidak tahan untuk tidak menunjukkan dirinya dan akhirnya terjebak dalam situasi canggung ini. "Aku tidak menyalahkanmu kalau kau tidak percaya," "Ya, aku tidak percaya," Ashley langsung berkata tegas. "Baiklah, tapi kau tetap harus menjelaskan soal kutukan itu," "Kenapa kau ingin tahu?" "Aku rasa aku berhak tahu, bukankah kau butuh kuselamatkan?" "Ya, tapi. Aku tidak yakin, kalau kau menolongku. Apakah itu artinya aku berutang padamu?" "Ya, bisa saja. Ini cukup menyita waktuku yang berharga," tanggap Lawrence. "Kurasa tidak, kau tidak sedang membuang waktumu. Kau sedang mencari hiburan kan? Dan kebetulan kau menganggap situasiku menarik dan memutuskan mencari tahu lebih jauh. Menurutku kau lebih penasaran ketimbang wanita tukang gosip di negeri ini. Karena mereka tidak akan sampai menerobos masuk istana hanya untuk membuktikan sebuah rumor," kata Ashley sedikit meledek. "Kalau kau raja, apa urusanmu mengurusi pelayan sepertiku? Pria bangsawan biasa memaksa gadis-gadis menjadi istrinya. Apa yang aneh dengan situasiku?" Lanjut Ashley lagi. "Aku melihat ketidakadilan, bukankah kau tidak suka bersama pangeran itu?" "Ya, aku tidak suka. Apakah kini kau berusaha menjadi pahlawan?" "Kau boleh anggap seperti itu," "Kalau begitu, selamatkan juga wanita-wanita lain di negeri ini. Bukan hanya satu atau dua kaum kami yang direnggut kebebasannya dan dipaksa menikah," Ashley berkata lagi. "Saat ini, aku hanya bisa menolongmu," "Berarti kau bukan ingin menjadi pahlawan. Katakan, kenapa kau tertarik padaku? Karena kalau kau sama seperti Edward yang hendak memaksakan cintanya kepadaku dan menyekapku— aku akan menggigit lidahku sendiri dan membiarkanku mati kehabisan darah." Ashley menegaskan dengan suara bergetar. Dia sudah terlalu muak menghadapi kutukan ini. Dia tidak lagi peduli dengan dirinya, karena pria yang sempat dia kira bisa menolongnya mungkin juga mengincar sesuatu darinya. Bisa saja dia pangeran lain yang sama-sama tersihir dengan kutukan. Ashley sudah lelah. Lawrence merasa sesuatu menusuk jantungnya tiba-tiba. Membayangkan gadis yang baru ditemuinya ini meninggalkannya terasa sangat menyakitkan. Memiliki seorang mate tidak pernah menjadi hal yang dia sukai sebagai werewolf. Lawrence tahu kalau dia akan sama seperti para rekannya. Ketika dia bertemu mate-nya dia tidak akan bisa jauh darinya dan terus menerus menginginkannya. Tapi kenapa mate-nya harus seorang manusia? Selain itu wanita yang rumit dan punya masalah dengan kutukan? Apakah Dewi artemis tengah mengujinya sebagai pemimpin? Dengan memberikannya mate seperti Ashley? "Tidak, anggap saja kau beruntung. Ya aku menyaksikan ketika Edward menculikmu tadi dan aku ingin melakukan investigasi. Ini untuk kepentingan kerajaan, kaum werewolf enggan bekerjasama dengan pangeran sakit jiwa. Aku tidak akan menyakitimu dan tidak ada niat terselubung, milady." Ashley memicingkan matanya ragu. Dia tidak bisa serta merta percaya pada pria asing yang cara bicaranya sedikit kikuk terhadapnya. "Aku tidak bisa kembali bekerja di keluarga Winthrop. Pangeran Kailon akan mencariku ke sana." "Ya, kau memang tidak akan kembali ke sana," "Kalau aku bebas dari sini, apakah kau akan membiarkanku menghilang?" "Menghilang?" "Pindah ke kota lain, kembali mencari pekerjaan baru dan menjauhi para pangeran lagi," Ashley menjelaskan. "Aku akan membawamu ke tempat yang aman, nona—" "Namaku Ashley," "Aku tidak membutuhkan perlindungan, aku sudah sering melakukan ini," Ashley tersenyum menunjukkan determinasinya. "Ashley," Lawrence mengeja namanya lembut dan rasanya menyenangkan. "Aneh, kau aneh," Ashley berkomentar. Merasa merinding mendengar Lawrence menyebut namanya seperti itu. Dia berpikir sudah membuat keputusan yang salah. Melibatkan kaum werewolf untuk urusan hidup dan matinya terasa berbahaya. Ashley seharusnya tidak boleh meninggalkan nalarnya—sekritis apapun situasinya saat ini. Dia belum mencoba trik lamanya. Yaitu berpura-pura jatuh cinta dengan pangeran Edward dan menunggu dia lengah. "Kau tahu, sebaiknya kau pergi," "Apa? "Aku akan tetap di sini, kau ada di sini dan pembicaraan kita adalah kesalahan," Ashley menggeleng. "Tidak bisa," Lawrence menggeleng kuat. Dia sudah menemukan mate-nya. Apapun yang akan terjadi antara mereka berdua nanti—naluri alamiahnya sebagai werewolf tidak akan bisa bertahan jika mereka menjauh. "Ini bukan urusan anda, sir," Ashley kembali menggunakan nada bicara formal dan menegakkan kepalanya. Dia bangkit dari duduknya dan menyibak tirai jendela kamarnya. "Silahkan, pintu keluarnya di sini, sir. Lupakan pernah melihat saya, abaikan saya dan jangan pernah kembali," Ashley memerintah. Dia jelas tidak percaya kalau Lawrence adalah seorang raja. Sudah cukup bermainnya, Law! Tandai dia! Dia akan tunduk kepadamu dan menginginkanmu! Lawrence berjuang mengenyahkan pikiran itu namun dia sedikit melemah mendengar Ashley berpikir untuk menghilang darinya. Lawrence pun meraih tangan sang gadis dan menggendongnya dengan sedikit memaksa. "Hei!" Ashley berteriak. "Aku akan menyelamatkanmu!" Kata Lawrence sambil membuka daun jendela. Angin pagi dini hari yang dingin menerpa wajah Ashley membuatnya menggigil. "Kau pikir aku idiot? Kau bukan akan menyelamatkanku! Apakah kau seorang pangeran?! Sadarlah! Apapun yang kau rasakan terhadapku—hanyalah ilusi!!" Ashley menuduh. "Aku bukan pangeran!" "Dengar! Kalau kau menyentuhku—tidak! Bahkan walaupun kau baru berpikir akan menyentuhku, aku akan membunuh diriku sendiri!" Ashley mengancamnya."Law membawa perempuan!""Benarkah? Dari klan mana?""Bukan, dia-manusia!"Lawrence tidak bisa menutup kupingnya dari obrolan antusias para werewolf. Bahkan walaupun dia tidak menggunakan kemampuan membaca pikiran-dia sudah paham akan apa yang mereka pikirkan tentang dirinya. Tapi dia tidak punya waktu untuk marah. Dia sedang sibuk mengurusi mate yang baru ditemukannya.Ashley kini duduk di hadapannya membuang wajahnya ke kiri dengan sedikit menunduk. Dia membiarkan beberapa helai rambutnya jatuh untuk menutupi wajah cantiknya yang riasannya mulai luntur. Dia berantakan saat ini serta tidak berdaya.Lawrence, menggendongnya sambil berlari. Ya, berlari. Ashley tidak salah. Kaum werewolf dibenci oleh para herbivora, mereka tidak bisa menunggang kuda dengan gagah layaknya bangsa vampir. Pria di hadapannya membawanya seakan dia seringan kapas di lengannya tanpa bicara apapun selama beberapa jam.Dia tidak menanggapi apapun protes dan pertanyaan yang Ashley lontarkan. Sesekali gadis itu me
Dragomir adalah Alpha di klannya, namun dalam tatanan kekaisaran Drakela-negara yang dibentuk oleh kaum werewolf-dia adalah seorang Beta yang selalu berada di sisi Lawrence sang raja. Sistem pemerintahan Drakela saat ini belum terlalu berbeda dengan lima puluh tahun lalu - yaitu ketika kaum werewolf masih tersebar di banyak negara dan cenderung enggan berbaur.Revolusi yang dilakukan Seorang Alpha yang memimpin Crimson Claw Pack-kelompok serigala terbesar kala itu-telah memaksa para werewolf untuk meninggalkan kenyamanan mereka dan bersatu. Tidak ada lagi pertempuran antar pack, atau perselisihan perebutan wilayah.Bangsa werewolf yang dikenal buas dan tidak suka diatur kini mulai bergerak dan membuat takut setiap negara. Namun mereka masih pemula dan menjalankan kerajaan dengan amatir. Tidak butuh waktu lama-sejak revolusi kaum werewolf-bangsa mereka menguasai hampir setengah benua. Kebanyakan adalah negara yang sengaja menentang mereka.Werewolf mahir berkelahi dan memiliki kekuatan
Ashley merasa ingin segera merendam tubuhnya dalam bak mandi air hangat untuk merontokkan segala debu yang menempel, keringat yang mengering serta tubuh yang pegal. Dia merasa kalau dia lebih lama lagi seperti ini—dia akan berubah selezat dendeng daging rusa yang diawetkan oleh garam.Ditambah lagi, mereka berada di dermaga saat ini dimana angin kencang membawa garam dan membuat seluruh tubuhnya semakin lengket. Dia tidak tahu, apakah dia bisa mendapatkan kemewahan itu. Karena di kediaman Winthrop — asal mereka menyiapkannya sendiri— pelayan sepertinya pun bisa mandi air hangat.Tapi ini adalah sebuah kapal. Kapal yang sangat besar dan masih baru, karena Ashley melihat catnya belum terkelupas dan tidak ada lumut terlihat menempel memakan kayunya secara perlahan. Rasa risihnya bertambah karena pada akhirnya Dragomir terpaksa harus menggendongnya karena hari mulai gelap.Ashley memeluk lehernya dari belakang dan Dragomir membawanya seakan dia seringan bantal bulu angsa. Dia berlari sang
Rambutnya kusut dan lembab. Noda bekas makanan dan air mata juga mengotori gaun putihnya, membuatnya lusuh dan sedikit kecokelatan. Dia tidak berpikir untuk menyisiri rambutnya atau mengganti pakaiannya. Ashley berada di titik terburuk dalam hidupnya. Dia akan diadili untuk sesuatu yang tidak dia lakukan. Matanya nanar, bibirnya kering dan gemetar. Hidungnya merah dengan pipi yang sedikit cekung karena terlalu banyak menangis. Dia kini berlutut di hadapan Lawrence suaminya yang duduk di atas singgasananya yang terhormat.Dia merasa tidak berharga dan dipermalukan. Padahal sebelumnya dia dielu-elukan sebagai Luna yang dicintai oleh rakyatnya. Ashley memberanikan diri menatap wajah suaminya yang tidak kalah berduka darinya. Dia marah, sangat marah. Namun kemarahan itu tidak membuatnya bertransformasi menjadi wujud setengah serigalanya. Dia menelan semua kesedihan itu sampai membuat tubuhnya kian melemah.Ashley menangis memandangnya tanpa bicara apapun. Sementara Lawrence memandangnya
"Apakah kamu tahu dimana tiaraku?" Itu suara Monalisa yang kini seperti biasa sedang membuka lemari luasnya lebar-lebar dan menggeledahnya panik. Dia selalu melakukannya setiap Jumat malam karena itu jadwalnya berpesta dengan para gadis bangsawan. "Apa anda tidak ingat milady? Kau menggantungnya di sini kemarin malam, anda bilang takut lupa jadi menaruhnya di sana," Ashley memberitahu sambil menyibak tirai jendela kamar luas sang putri Marquis itu- menunjukkan sebuah Tiara digantung di dekat teralisnya. "Oh ya ampun, kukira aku menghilangkannya. Pagi tadi hawanya cukup dingin jadi aku tidak membuka jendela. Kau tahu kan aku takut melihat pemandangan gelap. Seakan-akan monster atau mimpi buruk apapun bisa keluar dari sana dan menyergapku," Monalisa tampak bersyukur. "Milady, tidak ada monster di sana." Ashley menggeleng. "Ah iya, maksudnya hantu. Atau arwah gentayangan. Kalau monster sih, jika dia seorang werewolf aku bersedia saja diculik," Monalisa tertawa nakal. "Milady, hati-h
"Anda tidak diizinkan masuk, nona. Pelayan harus datang bersama tuannya," seorang ksatria penjaga pintu menggeleng menyesal menolak Ashley masuk. Dia berada di sebuah bangunan besar, pusat komunitas kelas atas negara bagian Kailon. Dia bisa mendengar musik mengalun merdu dengan irama bersemangat dari beberapa daun jendela yang setengah terbuka. Selain itu ada para pelayan berpakaian formal yang mondar-mandir membawa nampan berisi minuman. Monalisa memang berpesta setiap Minggu. Tapi sepertinya level pesta hari ini sedikit lebih spesial dari hari lainnya. Karena biasanya penjagaannya tidak terlalu ketat. Ashley menggigit bibirnya ragu. Apakah itu artinya ada pangeran di sana? Dia tidak ingin ada kericuhan yang tidak perlu. Bukan berarti dia merasa percaya diri atau apa. Masalahnya adalah kutukan yang dibawanya—selalu berusaha membuatnya bertemu dengan pangeran. Tapi Ashley sudah dua puluh dua tahun hidup dengan kutukan itu dan terbiasa mengatasinya. Dia cukup menghindar dan tida
Lawrence mengetukkan jarinya setengah sabar sambil memegang gelas bergagang tingginya gelisah. Sepertinya rekan-rekan werewolfnya juga merasakan hal yang serupa. Terlalu banyak manusia, dia mungkin tidak pernah melakukan ini sebelumnya. Tapi dia tahu kalau harus beradaptasi dan merelakan beberapa hal demi kepentingan negaranya. Di hadapannya ada beberapa orang manusia yang masih berbincang dengannya. Dia salah satu orang penting di Kailon yang punya kuasa untuk menentukan apakah mereka bersedia atau tidak bersumbangsih untuk kerajaan para werewolf. Cakar dan pedang sudah jarang digunakan. Itu hanya akan membuat para manusia takut dan balik melawan mereka. Bangsa werewolf mungkin kuat dan cukup cerdas tapi tidak cukup banyak untuk mengontrol manusia. Mereka pun mencoba mengalah dan mendekati para manusia dengan cara yang mereka sukai: bernegosiasi. Sudah berabad-abad bangsa werewolf hidup dalam keterasingan di pegunungan dan menghindari manusia. Akibatnya tidak banyak pencapaian y
Pangeran Edward dari Kailon, kini bersimpuh di hadapan si pelayan sambil memegang tangannya. Tatapannya memuja seolah tidak ada gadis lain di sana. Edward menanggalkan segala harga diri, gelar dan keangkuhannya saat ini. Ashley tersenyum pucat. Dia berada dalam masalah lagi. Kali ini, dia dikerumuni banyak orang. Lebih buruk lagi — mereka adalah para ningrat yang biasanya kerap memandang rendah pelayan sepertinya.Ashley melihat ke arah Monalisa Winthrop yang juga balas menatapnya bingung. Dia merasa iri sekaligus dikhianati tapi Ashley merasakan simpati darinya.Walaupun badannya kurus karena tidak pernah olahraga—pangeran Edward punya paras tampan. Statusnya sebagai putra mahkota Kailon juga adalah magnet ribuan gadis di negara kecil yang bersahaja itu.Padahal Ashley sudah merasa betah bekerja pada keluarga Winthrop. Tapi kenapa kutukan itu sekali lagi memaksanya terlibat dalam situasi canggung ini?"Mona, bukankah dia pelayanmu?" Salah seorang
Ashley merasa ingin segera merendam tubuhnya dalam bak mandi air hangat untuk merontokkan segala debu yang menempel, keringat yang mengering serta tubuh yang pegal. Dia merasa kalau dia lebih lama lagi seperti ini—dia akan berubah selezat dendeng daging rusa yang diawetkan oleh garam.Ditambah lagi, mereka berada di dermaga saat ini dimana angin kencang membawa garam dan membuat seluruh tubuhnya semakin lengket. Dia tidak tahu, apakah dia bisa mendapatkan kemewahan itu. Karena di kediaman Winthrop — asal mereka menyiapkannya sendiri— pelayan sepertinya pun bisa mandi air hangat.Tapi ini adalah sebuah kapal. Kapal yang sangat besar dan masih baru, karena Ashley melihat catnya belum terkelupas dan tidak ada lumut terlihat menempel memakan kayunya secara perlahan. Rasa risihnya bertambah karena pada akhirnya Dragomir terpaksa harus menggendongnya karena hari mulai gelap.Ashley memeluk lehernya dari belakang dan Dragomir membawanya seakan dia seringan bantal bulu angsa. Dia berlari sang
Dragomir adalah Alpha di klannya, namun dalam tatanan kekaisaran Drakela-negara yang dibentuk oleh kaum werewolf-dia adalah seorang Beta yang selalu berada di sisi Lawrence sang raja. Sistem pemerintahan Drakela saat ini belum terlalu berbeda dengan lima puluh tahun lalu - yaitu ketika kaum werewolf masih tersebar di banyak negara dan cenderung enggan berbaur.Revolusi yang dilakukan Seorang Alpha yang memimpin Crimson Claw Pack-kelompok serigala terbesar kala itu-telah memaksa para werewolf untuk meninggalkan kenyamanan mereka dan bersatu. Tidak ada lagi pertempuran antar pack, atau perselisihan perebutan wilayah.Bangsa werewolf yang dikenal buas dan tidak suka diatur kini mulai bergerak dan membuat takut setiap negara. Namun mereka masih pemula dan menjalankan kerajaan dengan amatir. Tidak butuh waktu lama-sejak revolusi kaum werewolf-bangsa mereka menguasai hampir setengah benua. Kebanyakan adalah negara yang sengaja menentang mereka.Werewolf mahir berkelahi dan memiliki kekuatan
"Law membawa perempuan!""Benarkah? Dari klan mana?""Bukan, dia-manusia!"Lawrence tidak bisa menutup kupingnya dari obrolan antusias para werewolf. Bahkan walaupun dia tidak menggunakan kemampuan membaca pikiran-dia sudah paham akan apa yang mereka pikirkan tentang dirinya. Tapi dia tidak punya waktu untuk marah. Dia sedang sibuk mengurusi mate yang baru ditemukannya.Ashley kini duduk di hadapannya membuang wajahnya ke kiri dengan sedikit menunduk. Dia membiarkan beberapa helai rambutnya jatuh untuk menutupi wajah cantiknya yang riasannya mulai luntur. Dia berantakan saat ini serta tidak berdaya.Lawrence, menggendongnya sambil berlari. Ya, berlari. Ashley tidak salah. Kaum werewolf dibenci oleh para herbivora, mereka tidak bisa menunggang kuda dengan gagah layaknya bangsa vampir. Pria di hadapannya membawanya seakan dia seringan kapas di lengannya tanpa bicara apapun selama beberapa jam.Dia tidak menanggapi apapun protes dan pertanyaan yang Ashley lontarkan. Sesekali gadis itu me
"Aku tidak bisa mengatakannya, seperti yang tadi kubilang. Tidak akan ada yang mempercayainya," Ashley tampak lebih santai. Dia sudah diculik, apa yang bisa lebih buruk dari itu? Pria di hadapannya saat ini— mungkin benar seorang werewolf. Tapi dia tidak akan melukainya di istana raja Kailon. Walaupun mereka werewolf yang sudah menjajah setengah benua—bukan berarti mereka bebas berbuat onar di kerajaan manusia.Lawrence menjaga jaraknya. Dia berdiri sambil menggaruk dagunya dan menatap gadis itu tajam. Ashley memiliki rambut pirang keperakan yang indah dengan kulit putih yang tidak terlalu pucat.Garis wajahnya jelita, mungkin melebihi manusia lain yang pernah lawrence temui dalam hidupnya. Dia mengenakan gaun yang sedikit kebesaran yang mungkin diberikan oleh seseorang. Dia tidak terlihat seperti gadis bangsawan, walau aura dan kecantikannya mengalahkan perempuan lain di pesta tadi.Tetap saja, pangeran yang jatuh cinta pada pandangan pertama dan melamar
Pangeran Edward dari Kailon, kini bersimpuh di hadapan si pelayan sambil memegang tangannya. Tatapannya memuja seolah tidak ada gadis lain di sana. Edward menanggalkan segala harga diri, gelar dan keangkuhannya saat ini. Ashley tersenyum pucat. Dia berada dalam masalah lagi. Kali ini, dia dikerumuni banyak orang. Lebih buruk lagi — mereka adalah para ningrat yang biasanya kerap memandang rendah pelayan sepertinya.Ashley melihat ke arah Monalisa Winthrop yang juga balas menatapnya bingung. Dia merasa iri sekaligus dikhianati tapi Ashley merasakan simpati darinya.Walaupun badannya kurus karena tidak pernah olahraga—pangeran Edward punya paras tampan. Statusnya sebagai putra mahkota Kailon juga adalah magnet ribuan gadis di negara kecil yang bersahaja itu.Padahal Ashley sudah merasa betah bekerja pada keluarga Winthrop. Tapi kenapa kutukan itu sekali lagi memaksanya terlibat dalam situasi canggung ini?"Mona, bukankah dia pelayanmu?" Salah seorang
Lawrence mengetukkan jarinya setengah sabar sambil memegang gelas bergagang tingginya gelisah. Sepertinya rekan-rekan werewolfnya juga merasakan hal yang serupa. Terlalu banyak manusia, dia mungkin tidak pernah melakukan ini sebelumnya. Tapi dia tahu kalau harus beradaptasi dan merelakan beberapa hal demi kepentingan negaranya. Di hadapannya ada beberapa orang manusia yang masih berbincang dengannya. Dia salah satu orang penting di Kailon yang punya kuasa untuk menentukan apakah mereka bersedia atau tidak bersumbangsih untuk kerajaan para werewolf. Cakar dan pedang sudah jarang digunakan. Itu hanya akan membuat para manusia takut dan balik melawan mereka. Bangsa werewolf mungkin kuat dan cukup cerdas tapi tidak cukup banyak untuk mengontrol manusia. Mereka pun mencoba mengalah dan mendekati para manusia dengan cara yang mereka sukai: bernegosiasi. Sudah berabad-abad bangsa werewolf hidup dalam keterasingan di pegunungan dan menghindari manusia. Akibatnya tidak banyak pencapaian y
"Anda tidak diizinkan masuk, nona. Pelayan harus datang bersama tuannya," seorang ksatria penjaga pintu menggeleng menyesal menolak Ashley masuk. Dia berada di sebuah bangunan besar, pusat komunitas kelas atas negara bagian Kailon. Dia bisa mendengar musik mengalun merdu dengan irama bersemangat dari beberapa daun jendela yang setengah terbuka. Selain itu ada para pelayan berpakaian formal yang mondar-mandir membawa nampan berisi minuman. Monalisa memang berpesta setiap Minggu. Tapi sepertinya level pesta hari ini sedikit lebih spesial dari hari lainnya. Karena biasanya penjagaannya tidak terlalu ketat. Ashley menggigit bibirnya ragu. Apakah itu artinya ada pangeran di sana? Dia tidak ingin ada kericuhan yang tidak perlu. Bukan berarti dia merasa percaya diri atau apa. Masalahnya adalah kutukan yang dibawanya—selalu berusaha membuatnya bertemu dengan pangeran. Tapi Ashley sudah dua puluh dua tahun hidup dengan kutukan itu dan terbiasa mengatasinya. Dia cukup menghindar dan tida
"Apakah kamu tahu dimana tiaraku?" Itu suara Monalisa yang kini seperti biasa sedang membuka lemari luasnya lebar-lebar dan menggeledahnya panik. Dia selalu melakukannya setiap Jumat malam karena itu jadwalnya berpesta dengan para gadis bangsawan. "Apa anda tidak ingat milady? Kau menggantungnya di sini kemarin malam, anda bilang takut lupa jadi menaruhnya di sana," Ashley memberitahu sambil menyibak tirai jendela kamar luas sang putri Marquis itu- menunjukkan sebuah Tiara digantung di dekat teralisnya. "Oh ya ampun, kukira aku menghilangkannya. Pagi tadi hawanya cukup dingin jadi aku tidak membuka jendela. Kau tahu kan aku takut melihat pemandangan gelap. Seakan-akan monster atau mimpi buruk apapun bisa keluar dari sana dan menyergapku," Monalisa tampak bersyukur. "Milady, tidak ada monster di sana." Ashley menggeleng. "Ah iya, maksudnya hantu. Atau arwah gentayangan. Kalau monster sih, jika dia seorang werewolf aku bersedia saja diculik," Monalisa tertawa nakal. "Milady, hati-h
Rambutnya kusut dan lembab. Noda bekas makanan dan air mata juga mengotori gaun putihnya, membuatnya lusuh dan sedikit kecokelatan. Dia tidak berpikir untuk menyisiri rambutnya atau mengganti pakaiannya. Ashley berada di titik terburuk dalam hidupnya. Dia akan diadili untuk sesuatu yang tidak dia lakukan. Matanya nanar, bibirnya kering dan gemetar. Hidungnya merah dengan pipi yang sedikit cekung karena terlalu banyak menangis. Dia kini berlutut di hadapan Lawrence suaminya yang duduk di atas singgasananya yang terhormat.Dia merasa tidak berharga dan dipermalukan. Padahal sebelumnya dia dielu-elukan sebagai Luna yang dicintai oleh rakyatnya. Ashley memberanikan diri menatap wajah suaminya yang tidak kalah berduka darinya. Dia marah, sangat marah. Namun kemarahan itu tidak membuatnya bertransformasi menjadi wujud setengah serigalanya. Dia menelan semua kesedihan itu sampai membuat tubuhnya kian melemah.Ashley menangis memandangnya tanpa bicara apapun. Sementara Lawrence memandangnya