Ashley merasa ingin segera merendam tubuhnya dalam bak mandi air hangat untuk merontokkan segala debu yang menempel, keringat yang mengering serta tubuh yang pegal. Dia merasa kalau dia lebih lama lagi seperti ini—dia akan berubah selezat dendeng daging rusa yang diawetkan oleh garam.
Ditambah lagi, mereka berada di dermaga saat ini dimana angin kencang membawa garam dan membuat seluruh tubuhnya semakin lengket. Dia tidak tahu, apakah dia bisa mendapatkan kemewahan itu. Karena di kediaman Winthrop — asal mereka menyiapkannya sendiri— pelayan sepertinya pun bisa mandi air hangat. Tapi ini adalah sebuah kapal. Kapal yang sangat besar dan masih baru, karena Ashley melihat catnya belum terkelupas dan tidak ada lumut terlihat menempel memakan kayunya secara perlahan. Rasa risihnya bertambah karena pada akhirnya Dragomir terpaksa harus menggendongnya karena hari mulai gelap. Ashley memeluk lehernya dari belakang dan Dragomir membawanya seakan dia seringan bantal bulu angsa. Dia berlari sangat cepat dan tanpa dia sadari, hari sudah hampir gelap. "Kita akan menaiki kapal itu?" Ashley bertanya. "Ya, nona Ashley. Kemarilah, kita akan segera makan malam nanti." "Oh, kalau begitu aku harus segera bersiap-siap." "Untuk apa?" "Membantu koki menyiapkan makan malam tentunya, aku seorang pelayan dan dapur biasanya menjadi tujuan utama pelayan baru. Mungkin aku harus mulai dari mencuci piring atau mengupas kentang," Ashley menyahut lugu. "Mencuci piring? Kurasa tidak. Dan mengupas kentang? Kami tidak makan itu. Lawrence—maksudku, Raja memintaku untuk membawamu langsung ke area kabin utama." "Apa? Tapi penampilanku buruk, aku harus berganti pakaian. Apakah kalian punya seragam khusus pelayan?" Tanyanya lagi. "Seragam? Entahlah. Mungkin kau bisa pakai apapun yang sudah kau miliki saat ini. Raja tidak akan keberatan," Dragomir berpikir. "Nona Ashley, ke sini," Ashley tertegun ketika mendengar suara wanita memanggilnya. Dia wanita atraktif bertubuh jangkung. Mungkin lebih tinggi dari Dragomir. "Katya," Dragomir merentangkan tangannya untuk memeluknya. Wanita itu mengelak dan menatapnya benci. Kemudian matanya beralih pada Ashley. Dia pun berbisik pada Dragomir geram. "Bau manusia itu, masih menempel padamu," kata Katya. "Aku terpaksa menggendongnya, karena hampir terlambat." "Aku tahu, tapi aku tetap tidak suka," Katya membuang muka. "Maafkan saya nona Katya! Saya tidak bermaksud tidak sopan—" Ashley menyadari situasi itu dan segera membungkuk meminta maafnya. "Aku tahu, kau tidak bersalah. Karena kalau kau benar menggoda priaku, aku akan mencabikmu saat ini juga," kata Katya dengan sorot mata tajam sambil melipat tangannya. "Ashley, dia Katya. Mate-ku, werewolf terseksi di Drakela. Dia sedikit pencemburu jadi maafkan dia kalau membuatmu takut," "Oh, saya mengerti." Ashley menunduk. "Dia yang selama ini mengatur jadwal Lawrence. Bisa dibilang, dia asistennya. Kau bisa bertanya apa saja padanya, ya. Nah tugasku sudah selesai. Aku akan menunggumu di kamar, Katya," Dragomir memberikan seringai genit pada pasangannya. Ashley memutar matanya. Sepeninggal Dragomir, Katya menggaruk lengannya yang pucat dan menggigit bibirnya sedikit. Wajahnya memerah karena rayuan mate-nya. Mereka pasangan yang menarik, Ashley tersenyum sendiri dalam hatinya. Dia tahu kalau biasanya para werewolf memiliki soulmate yang dijodohkan oleh Dewi bulan Artemis. Para manusia seperti Monalisa dan gadis bangsawan lainnya menganggap itu takdir yang romantis. Mengetahui ada seseorang yang terobsesi dan terus menerus menginginkan sentuhan dari pasangannya—terdengar seperti hubungan yang sempurna. Namun tidak begitu bagi Ashley. Dia punya kutukan dalam dirinya yang membuat banyak pangeran jatuh cinta sampai terobsesi dengannya. menurutnya itu mirip dengan konsep soulmate kaum werewolf. Mereka tersihir oleh mantra. Serupa dengan para werewolf yang akan memiliki ketertarikan luar biasa terhadap orang yang ditentukan oleh Dewi Artemis. Dewi bulan mungkin bermaksud baik. Namun para werewolf itu mungkin tidak benar-benar saling mencintai. Mereka hanya menuruti nafsu dan ikatan yang sudah ditentukan oleh sang Dewi. Mereka tidak bisa lepas dari itu dan harus menerimanya seumur hidup. Dalam beberapa kasus, Ashley pernah mendengar para werewolf yang bunuh diri ketika kehilangan kekasihnya. Itu adalah perasaan yang diciptakan oleh Dewi Artemis, bukan kenyataan. Sebenarnya para werewolf mungkin bisa membangun hubungan romansa yang normal tanpa harus memiliki seorang mate. "Maaf karena kamu harus melihat yang tadi," sahut Katya dengan ekspresi malu. "Tidak apa, saya merasa kalian pasangan yang serasi," "Benarkah? Aku selalu khawatir karena aku lebih tinggi darinya, benarkah kami terlihat serasi?" Katya menanggapi pelan, sambil mengajak Ashley mengikutinya. "Tapi anda memiliki lekuk tubuh yang indah, tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Nona Katya," "Ehem," Katya kembali serius, dia tidak menyangka bisa bicara hal pribadi dengan orang yang baru ditemuinya selama beberapa menit. "Raja memintamu untuk tinggal di kamar ini," kata Katya lagi. Ashley sedikit ragu, dia sudah melihat beberapa bagian kapal dan sepertinya tidak ada yang aneh. Dia masih teringat dengan perasaan horor ketika dia tiba di markas kaum werewolf yang ada di Kailon kemarin. Ruangannya berantakan dan tidak terawat. Namun kapal ini sepertinya dibuat oleh manusia dan dia menebak ada beberapa orang yang bertugas merawat isinya. Ketika mereka berdua membuka kamar—Ashley merasa lega. Tidak ada yang aneh. Mungkin sedikit terlalu mewah bagi Ashley yang pelayan namun terlalu sederhana bagi gadis ningrat. Dia punya sebuah ranjang yang dilapisi seprai putih, perabot kayu yang bersahaja, Tempat lilin dengan lilin lebah yang masih utuh belum di bakar di dekatnya, serta lemari pakaian yang menunggu untuk diisi. "Lalu, apa tugas saya di sini, nona Katya?" "Tugas? Aku tidak tahu. Kau bisa langsung bertanya pada raja Lawrence," "Langsung bertanya? Tapi dia itu raja," "Kaum kami tidak terlalu memikirkan itu. Ya, dia raja. Tapi kami tidak memanggilnya yang mulia atau apa. Hanya namanya. Asalkan dia sedang tidak sibuk, kau bisa bicara padanya." "Baiklah, aku akan memikirkannya. Lalu, dimana aku bisa mandi?" "Kamar ini punya satu kamar mandi, tidak ada air hangat tapi kau bisa menghangatkan diri di perapian setelahnya," "Perapian? Di mana?" "Ashley, Lawrence bilang kalau kau adalah pelayan pribadinya. Kau boleh memakai fasilitas manapun di area ini. Artinya, kau boleh duduk di ruangan santai di depan kamarnya. Kau memiliki akses penuh, kecuali kamar raja." "Yang benar? Tapi—" Ini lompatan karir yang terlalu luar biasa. Menjadi pelayan pribadi raja werewolf dan tinggal di satu area kabin yang sama dengannya? Sepertinya itu terlalu berlebihan. Ashley mungkin akan minta Katya memindahkannya ke kamar lain. Tapi untuk saat ini, dia sangat butuh mandi. "Istirahatlah Ashley, kau akan mulai bekerja besok," Katya menutup pintu kamarnya. Ashley pun berkeliling ruangannya, dia membuka satu persatu lacinya dan meyakini kalau kamar ini tidak pernah dihuni oleh siapapun. Namun lemarinya penuh dengan pakaian. Ashley melihat dan memilahnya. Dia takjub karena semua pakaian itu sesuai dengan ukuran tubuhnya. Apakah raja Lawrence yang memilihkannya? Dia pernah menggendongnya dan beberapa kali memeluk pinggangnya. Jadi dia bisa tahu ukuran tubuhnya. Raja itu terlalu murah hati pada pelayan sepertinya. Pakaian itu sangat mahal, melebihi gaji Ashley di rumah winthrop. Tapi tidak ada gaun pesta di sana. Hanya gaun bergaya minimalis yang cocok dipakai di segala situasi. Ashley pun memilih beberapa pakaian dan membawanya ke kamar mandi. Dia sudah sangat gerah saat ini. Ashley pun bersenandung riang dan membuka pintu kamar mandinya tanpa mengetuk pintu. Dia pun terpaku mematung di lantai. Ketika dia melihat seseorang ternyata sudah berada di sana. Raja Lawrence sedang berada di bak mandi. Tidak ada busa di tubuhnya sehingga mata Ashley bisa melihat apapun itu yang berada di dalam air yang jernih. Ashley ingin mengutuk matanya yang kurang ajar. Kenapa dia langsung melihat ke arah itu?? Lawrence menyeka rambutnya yang basah dan balas memandangi Ashley yang sudah terlanjur melepas pakaiannya dan menyisakan korset serta gaun tipis yang biasa digunakan di balik gaun. Ashley antara takut, takjub dan kagum akan pemandangan di depan matanya pun segera tersadar akan realita. Dia harus melakukan sesuatu agar ini semua tidak menjadi terlalu canggung. Dia pun membungkuk dan menunjukkan mimik serius di wajahnya. "Maafkan saya, yang mulia. Saya pikir kamar mandi ini kosong. Saya permisi," kata Ashley dengan logat pelayan yang formal dan sempurna. Kemudian dia mundur kembali ke arah pintu. "Tunggu, bukankah kau ini pelayan pribadiku?" "Ya, yang mulia," "Jangan pergi, bantu aku menggosok punggungku." Lawrence memerintah. Ashley tersenyum, batinnya berperang saat ini. Tidak ada yang pernah bilang padanya kalau menjadi pelayan pribadi artinya dia perlu menggosok punggung majikannya!Rambutnya kusut dan lembab. Noda bekas makanan dan air mata juga mengotori gaun putihnya, membuatnya lusuh dan sedikit kecokelatan. Dia tidak berpikir untuk menyisiri rambutnya atau mengganti pakaiannya. Ashley berada di titik terburuk dalam hidupnya. Dia akan diadili untuk sesuatu yang tidak dia lakukan. Matanya nanar, bibirnya kering dan gemetar. Hidungnya merah dengan pipi yang sedikit cekung karena terlalu banyak menangis. Dia kini berlutut di hadapan Lawrence suaminya yang duduk di atas singgasananya yang terhormat.Dia merasa tidak berharga dan dipermalukan. Padahal sebelumnya dia dielu-elukan sebagai Luna yang dicintai oleh rakyatnya. Ashley memberanikan diri menatap wajah suaminya yang tidak kalah berduka darinya. Dia marah, sangat marah. Namun kemarahan itu tidak membuatnya bertransformasi menjadi wujud setengah serigalanya. Dia menelan semua kesedihan itu sampai membuat tubuhnya kian melemah.Ashley menangis memandangnya tanpa bicara apapun. Sementara Lawrence memandangnya
"Apakah kamu tahu dimana tiaraku?" Itu suara Monalisa yang kini seperti biasa sedang membuka lemari luasnya lebar-lebar dan menggeledahnya panik. Dia selalu melakukannya setiap Jumat malam karena itu jadwalnya berpesta dengan para gadis bangsawan. "Apa anda tidak ingat milady? Kau menggantungnya di sini kemarin malam, anda bilang takut lupa jadi menaruhnya di sana," Ashley memberitahu sambil menyibak tirai jendela kamar luas sang putri Marquis itu- menunjukkan sebuah Tiara digantung di dekat teralisnya. "Oh ya ampun, kukira aku menghilangkannya. Pagi tadi hawanya cukup dingin jadi aku tidak membuka jendela. Kau tahu kan aku takut melihat pemandangan gelap. Seakan-akan monster atau mimpi buruk apapun bisa keluar dari sana dan menyergapku," Monalisa tampak bersyukur. "Milady, tidak ada monster di sana." Ashley menggeleng. "Ah iya, maksudnya hantu. Atau arwah gentayangan. Kalau monster sih, jika dia seorang werewolf aku bersedia saja diculik," Monalisa tertawa nakal. "Milady, hati-h
"Anda tidak diizinkan masuk, nona. Pelayan harus datang bersama tuannya," seorang ksatria penjaga pintu menggeleng menyesal menolak Ashley masuk. Dia berada di sebuah bangunan besar, pusat komunitas kelas atas negara bagian Kailon. Dia bisa mendengar musik mengalun merdu dengan irama bersemangat dari beberapa daun jendela yang setengah terbuka. Selain itu ada para pelayan berpakaian formal yang mondar-mandir membawa nampan berisi minuman. Monalisa memang berpesta setiap Minggu. Tapi sepertinya level pesta hari ini sedikit lebih spesial dari hari lainnya. Karena biasanya penjagaannya tidak terlalu ketat. Ashley menggigit bibirnya ragu. Apakah itu artinya ada pangeran di sana? Dia tidak ingin ada kericuhan yang tidak perlu. Bukan berarti dia merasa percaya diri atau apa. Masalahnya adalah kutukan yang dibawanya—selalu berusaha membuatnya bertemu dengan pangeran. Tapi Ashley sudah dua puluh dua tahun hidup dengan kutukan itu dan terbiasa mengatasinya. Dia cukup menghindar dan tida
Lawrence mengetukkan jarinya setengah sabar sambil memegang gelas bergagang tingginya gelisah. Sepertinya rekan-rekan werewolfnya juga merasakan hal yang serupa. Terlalu banyak manusia, dia mungkin tidak pernah melakukan ini sebelumnya. Tapi dia tahu kalau harus beradaptasi dan merelakan beberapa hal demi kepentingan negaranya. Di hadapannya ada beberapa orang manusia yang masih berbincang dengannya. Dia salah satu orang penting di Kailon yang punya kuasa untuk menentukan apakah mereka bersedia atau tidak bersumbangsih untuk kerajaan para werewolf. Cakar dan pedang sudah jarang digunakan. Itu hanya akan membuat para manusia takut dan balik melawan mereka. Bangsa werewolf mungkin kuat dan cukup cerdas tapi tidak cukup banyak untuk mengontrol manusia. Mereka pun mencoba mengalah dan mendekati para manusia dengan cara yang mereka sukai: bernegosiasi. Sudah berabad-abad bangsa werewolf hidup dalam keterasingan di pegunungan dan menghindari manusia. Akibatnya tidak banyak pencapaian y
Pangeran Edward dari Kailon, kini bersimpuh di hadapan si pelayan sambil memegang tangannya. Tatapannya memuja seolah tidak ada gadis lain di sana. Edward menanggalkan segala harga diri, gelar dan keangkuhannya saat ini. Ashley tersenyum pucat. Dia berada dalam masalah lagi. Kali ini, dia dikerumuni banyak orang. Lebih buruk lagi — mereka adalah para ningrat yang biasanya kerap memandang rendah pelayan sepertinya.Ashley melihat ke arah Monalisa Winthrop yang juga balas menatapnya bingung. Dia merasa iri sekaligus dikhianati tapi Ashley merasakan simpati darinya.Walaupun badannya kurus karena tidak pernah olahraga—pangeran Edward punya paras tampan. Statusnya sebagai putra mahkota Kailon juga adalah magnet ribuan gadis di negara kecil yang bersahaja itu.Padahal Ashley sudah merasa betah bekerja pada keluarga Winthrop. Tapi kenapa kutukan itu sekali lagi memaksanya terlibat dalam situasi canggung ini?"Mona, bukankah dia pelayanmu?" Salah seorang
"Aku tidak bisa mengatakannya, seperti yang tadi kubilang. Tidak akan ada yang mempercayainya," Ashley tampak lebih santai. Dia sudah diculik, apa yang bisa lebih buruk dari itu? Pria di hadapannya saat ini— mungkin benar seorang werewolf. Tapi dia tidak akan melukainya di istana raja Kailon. Walaupun mereka werewolf yang sudah menjajah setengah benua—bukan berarti mereka bebas berbuat onar di kerajaan manusia.Lawrence menjaga jaraknya. Dia berdiri sambil menggaruk dagunya dan menatap gadis itu tajam. Ashley memiliki rambut pirang keperakan yang indah dengan kulit putih yang tidak terlalu pucat.Garis wajahnya jelita, mungkin melebihi manusia lain yang pernah lawrence temui dalam hidupnya. Dia mengenakan gaun yang sedikit kebesaran yang mungkin diberikan oleh seseorang. Dia tidak terlihat seperti gadis bangsawan, walau aura dan kecantikannya mengalahkan perempuan lain di pesta tadi.Tetap saja, pangeran yang jatuh cinta pada pandangan pertama dan melamar
"Law membawa perempuan!""Benarkah? Dari klan mana?""Bukan, dia-manusia!"Lawrence tidak bisa menutup kupingnya dari obrolan antusias para werewolf. Bahkan walaupun dia tidak menggunakan kemampuan membaca pikiran-dia sudah paham akan apa yang mereka pikirkan tentang dirinya. Tapi dia tidak punya waktu untuk marah. Dia sedang sibuk mengurusi mate yang baru ditemukannya.Ashley kini duduk di hadapannya membuang wajahnya ke kiri dengan sedikit menunduk. Dia membiarkan beberapa helai rambutnya jatuh untuk menutupi wajah cantiknya yang riasannya mulai luntur. Dia berantakan saat ini serta tidak berdaya.Lawrence, menggendongnya sambil berlari. Ya, berlari. Ashley tidak salah. Kaum werewolf dibenci oleh para herbivora, mereka tidak bisa menunggang kuda dengan gagah layaknya bangsa vampir. Pria di hadapannya membawanya seakan dia seringan kapas di lengannya tanpa bicara apapun selama beberapa jam.Dia tidak menanggapi apapun protes dan pertanyaan yang Ashley lontarkan. Sesekali gadis itu me
Dragomir adalah Alpha di klannya, namun dalam tatanan kekaisaran Drakela-negara yang dibentuk oleh kaum werewolf-dia adalah seorang Beta yang selalu berada di sisi Lawrence sang raja. Sistem pemerintahan Drakela saat ini belum terlalu berbeda dengan lima puluh tahun lalu - yaitu ketika kaum werewolf masih tersebar di banyak negara dan cenderung enggan berbaur.Revolusi yang dilakukan Seorang Alpha yang memimpin Crimson Claw Pack-kelompok serigala terbesar kala itu-telah memaksa para werewolf untuk meninggalkan kenyamanan mereka dan bersatu. Tidak ada lagi pertempuran antar pack, atau perselisihan perebutan wilayah.Bangsa werewolf yang dikenal buas dan tidak suka diatur kini mulai bergerak dan membuat takut setiap negara. Namun mereka masih pemula dan menjalankan kerajaan dengan amatir. Tidak butuh waktu lama-sejak revolusi kaum werewolf-bangsa mereka menguasai hampir setengah benua. Kebanyakan adalah negara yang sengaja menentang mereka.Werewolf mahir berkelahi dan memiliki kekuatan
Ashley merasa ingin segera merendam tubuhnya dalam bak mandi air hangat untuk merontokkan segala debu yang menempel, keringat yang mengering serta tubuh yang pegal. Dia merasa kalau dia lebih lama lagi seperti ini—dia akan berubah selezat dendeng daging rusa yang diawetkan oleh garam.Ditambah lagi, mereka berada di dermaga saat ini dimana angin kencang membawa garam dan membuat seluruh tubuhnya semakin lengket. Dia tidak tahu, apakah dia bisa mendapatkan kemewahan itu. Karena di kediaman Winthrop — asal mereka menyiapkannya sendiri— pelayan sepertinya pun bisa mandi air hangat.Tapi ini adalah sebuah kapal. Kapal yang sangat besar dan masih baru, karena Ashley melihat catnya belum terkelupas dan tidak ada lumut terlihat menempel memakan kayunya secara perlahan. Rasa risihnya bertambah karena pada akhirnya Dragomir terpaksa harus menggendongnya karena hari mulai gelap.Ashley memeluk lehernya dari belakang dan Dragomir membawanya seakan dia seringan bantal bulu angsa. Dia berlari sang
Dragomir adalah Alpha di klannya, namun dalam tatanan kekaisaran Drakela-negara yang dibentuk oleh kaum werewolf-dia adalah seorang Beta yang selalu berada di sisi Lawrence sang raja. Sistem pemerintahan Drakela saat ini belum terlalu berbeda dengan lima puluh tahun lalu - yaitu ketika kaum werewolf masih tersebar di banyak negara dan cenderung enggan berbaur.Revolusi yang dilakukan Seorang Alpha yang memimpin Crimson Claw Pack-kelompok serigala terbesar kala itu-telah memaksa para werewolf untuk meninggalkan kenyamanan mereka dan bersatu. Tidak ada lagi pertempuran antar pack, atau perselisihan perebutan wilayah.Bangsa werewolf yang dikenal buas dan tidak suka diatur kini mulai bergerak dan membuat takut setiap negara. Namun mereka masih pemula dan menjalankan kerajaan dengan amatir. Tidak butuh waktu lama-sejak revolusi kaum werewolf-bangsa mereka menguasai hampir setengah benua. Kebanyakan adalah negara yang sengaja menentang mereka.Werewolf mahir berkelahi dan memiliki kekuatan
"Law membawa perempuan!""Benarkah? Dari klan mana?""Bukan, dia-manusia!"Lawrence tidak bisa menutup kupingnya dari obrolan antusias para werewolf. Bahkan walaupun dia tidak menggunakan kemampuan membaca pikiran-dia sudah paham akan apa yang mereka pikirkan tentang dirinya. Tapi dia tidak punya waktu untuk marah. Dia sedang sibuk mengurusi mate yang baru ditemukannya.Ashley kini duduk di hadapannya membuang wajahnya ke kiri dengan sedikit menunduk. Dia membiarkan beberapa helai rambutnya jatuh untuk menutupi wajah cantiknya yang riasannya mulai luntur. Dia berantakan saat ini serta tidak berdaya.Lawrence, menggendongnya sambil berlari. Ya, berlari. Ashley tidak salah. Kaum werewolf dibenci oleh para herbivora, mereka tidak bisa menunggang kuda dengan gagah layaknya bangsa vampir. Pria di hadapannya membawanya seakan dia seringan kapas di lengannya tanpa bicara apapun selama beberapa jam.Dia tidak menanggapi apapun protes dan pertanyaan yang Ashley lontarkan. Sesekali gadis itu me
"Aku tidak bisa mengatakannya, seperti yang tadi kubilang. Tidak akan ada yang mempercayainya," Ashley tampak lebih santai. Dia sudah diculik, apa yang bisa lebih buruk dari itu? Pria di hadapannya saat ini— mungkin benar seorang werewolf. Tapi dia tidak akan melukainya di istana raja Kailon. Walaupun mereka werewolf yang sudah menjajah setengah benua—bukan berarti mereka bebas berbuat onar di kerajaan manusia.Lawrence menjaga jaraknya. Dia berdiri sambil menggaruk dagunya dan menatap gadis itu tajam. Ashley memiliki rambut pirang keperakan yang indah dengan kulit putih yang tidak terlalu pucat.Garis wajahnya jelita, mungkin melebihi manusia lain yang pernah lawrence temui dalam hidupnya. Dia mengenakan gaun yang sedikit kebesaran yang mungkin diberikan oleh seseorang. Dia tidak terlihat seperti gadis bangsawan, walau aura dan kecantikannya mengalahkan perempuan lain di pesta tadi.Tetap saja, pangeran yang jatuh cinta pada pandangan pertama dan melamar
Pangeran Edward dari Kailon, kini bersimpuh di hadapan si pelayan sambil memegang tangannya. Tatapannya memuja seolah tidak ada gadis lain di sana. Edward menanggalkan segala harga diri, gelar dan keangkuhannya saat ini. Ashley tersenyum pucat. Dia berada dalam masalah lagi. Kali ini, dia dikerumuni banyak orang. Lebih buruk lagi — mereka adalah para ningrat yang biasanya kerap memandang rendah pelayan sepertinya.Ashley melihat ke arah Monalisa Winthrop yang juga balas menatapnya bingung. Dia merasa iri sekaligus dikhianati tapi Ashley merasakan simpati darinya.Walaupun badannya kurus karena tidak pernah olahraga—pangeran Edward punya paras tampan. Statusnya sebagai putra mahkota Kailon juga adalah magnet ribuan gadis di negara kecil yang bersahaja itu.Padahal Ashley sudah merasa betah bekerja pada keluarga Winthrop. Tapi kenapa kutukan itu sekali lagi memaksanya terlibat dalam situasi canggung ini?"Mona, bukankah dia pelayanmu?" Salah seorang
Lawrence mengetukkan jarinya setengah sabar sambil memegang gelas bergagang tingginya gelisah. Sepertinya rekan-rekan werewolfnya juga merasakan hal yang serupa. Terlalu banyak manusia, dia mungkin tidak pernah melakukan ini sebelumnya. Tapi dia tahu kalau harus beradaptasi dan merelakan beberapa hal demi kepentingan negaranya. Di hadapannya ada beberapa orang manusia yang masih berbincang dengannya. Dia salah satu orang penting di Kailon yang punya kuasa untuk menentukan apakah mereka bersedia atau tidak bersumbangsih untuk kerajaan para werewolf. Cakar dan pedang sudah jarang digunakan. Itu hanya akan membuat para manusia takut dan balik melawan mereka. Bangsa werewolf mungkin kuat dan cukup cerdas tapi tidak cukup banyak untuk mengontrol manusia. Mereka pun mencoba mengalah dan mendekati para manusia dengan cara yang mereka sukai: bernegosiasi. Sudah berabad-abad bangsa werewolf hidup dalam keterasingan di pegunungan dan menghindari manusia. Akibatnya tidak banyak pencapaian y
"Anda tidak diizinkan masuk, nona. Pelayan harus datang bersama tuannya," seorang ksatria penjaga pintu menggeleng menyesal menolak Ashley masuk. Dia berada di sebuah bangunan besar, pusat komunitas kelas atas negara bagian Kailon. Dia bisa mendengar musik mengalun merdu dengan irama bersemangat dari beberapa daun jendela yang setengah terbuka. Selain itu ada para pelayan berpakaian formal yang mondar-mandir membawa nampan berisi minuman. Monalisa memang berpesta setiap Minggu. Tapi sepertinya level pesta hari ini sedikit lebih spesial dari hari lainnya. Karena biasanya penjagaannya tidak terlalu ketat. Ashley menggigit bibirnya ragu. Apakah itu artinya ada pangeran di sana? Dia tidak ingin ada kericuhan yang tidak perlu. Bukan berarti dia merasa percaya diri atau apa. Masalahnya adalah kutukan yang dibawanya—selalu berusaha membuatnya bertemu dengan pangeran. Tapi Ashley sudah dua puluh dua tahun hidup dengan kutukan itu dan terbiasa mengatasinya. Dia cukup menghindar dan tida
"Apakah kamu tahu dimana tiaraku?" Itu suara Monalisa yang kini seperti biasa sedang membuka lemari luasnya lebar-lebar dan menggeledahnya panik. Dia selalu melakukannya setiap Jumat malam karena itu jadwalnya berpesta dengan para gadis bangsawan. "Apa anda tidak ingat milady? Kau menggantungnya di sini kemarin malam, anda bilang takut lupa jadi menaruhnya di sana," Ashley memberitahu sambil menyibak tirai jendela kamar luas sang putri Marquis itu- menunjukkan sebuah Tiara digantung di dekat teralisnya. "Oh ya ampun, kukira aku menghilangkannya. Pagi tadi hawanya cukup dingin jadi aku tidak membuka jendela. Kau tahu kan aku takut melihat pemandangan gelap. Seakan-akan monster atau mimpi buruk apapun bisa keluar dari sana dan menyergapku," Monalisa tampak bersyukur. "Milady, tidak ada monster di sana." Ashley menggeleng. "Ah iya, maksudnya hantu. Atau arwah gentayangan. Kalau monster sih, jika dia seorang werewolf aku bersedia saja diculik," Monalisa tertawa nakal. "Milady, hati-h
Rambutnya kusut dan lembab. Noda bekas makanan dan air mata juga mengotori gaun putihnya, membuatnya lusuh dan sedikit kecokelatan. Dia tidak berpikir untuk menyisiri rambutnya atau mengganti pakaiannya. Ashley berada di titik terburuk dalam hidupnya. Dia akan diadili untuk sesuatu yang tidak dia lakukan. Matanya nanar, bibirnya kering dan gemetar. Hidungnya merah dengan pipi yang sedikit cekung karena terlalu banyak menangis. Dia kini berlutut di hadapan Lawrence suaminya yang duduk di atas singgasananya yang terhormat.Dia merasa tidak berharga dan dipermalukan. Padahal sebelumnya dia dielu-elukan sebagai Luna yang dicintai oleh rakyatnya. Ashley memberanikan diri menatap wajah suaminya yang tidak kalah berduka darinya. Dia marah, sangat marah. Namun kemarahan itu tidak membuatnya bertransformasi menjadi wujud setengah serigalanya. Dia menelan semua kesedihan itu sampai membuat tubuhnya kian melemah.Ashley menangis memandangnya tanpa bicara apapun. Sementara Lawrence memandangnya