Share

Anggur Merah

Penulis: Call Me Ans
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-08 23:00:00

            Waktu yang membeku mendobrak batas tebal yang selama ini terpasang di antara Hana dan Pak Robert. Batas tak kasat mata yang membedakan mereka. Atasan dan bawahan, laki-laki paruh baya dan wanita kemarin sore, Hana yang egois tapi cengeng, Pak Robert yang kesepian di balik pribadinya yang serba mandiri.

            Dua detik rasanya seperti dua jam, Hana terjebak di dalam teduh tatap mata Pak Robert. Pria dewasa yang hanya dengan menatapnya saja bisa merasakan rasa aman, jauh dari semua hal yang mengkhawatirkan.

            Dua detik yang juga rasanya seperti dua jam untuk Pak Robert sebab tersesat di bening nan biru bola mata Hana. Parasnya yang cantik meski tanpa make up. Bibirnya yang tipis, bulu matanya yang lentik serta deretan gigi yang rapi. Tingkah menyebalkannya sanggup jadi pelipur sepi

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Makin Tua Makin Cinta   Dipecat

    “Kalau ditanya kenapa, jawabannya cuma satu, Han.” Suara berat Pak Robert menarik perhatian Hana. Sudah, lupakan soal kejadian memalukan barusan. Toh apa istimewanya juga? Cuma mengelap sisa anggur doang. Hana berharap kejadian memalukan tadi tidak terulang lagi. Sebab hubungannya dengan Arya yang sebelumnya memanas baru saja dingin. “Karena… ??” Hana mengerutkan dahi, sedikit menyipitkan matanya saat angin kering Perairan Dumadi menerbangkan rambutnya, menjuntai hingga mata. “Ya karena profesionalitas. Apa ya bahasanya, formalitas mungkin.” Tangan Pak Robert bergerak lagi. Kali ini bukan untuk menyentuh wajah Hana tapi un

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-09
  • Makin Tua Makin Cinta   Kesepian

    “P-Pak Robert??” tergagap suara Hana terbata. “Pak Robert pecat Krisna? Ke-kenapa, Pak?” Helaan napas panjang Pak Robert terlihat dari dadanya yang mengembang. Ponsel canggih berpindah tangan, menyelinap di antara mulut sakunya sebelum diam di dalam sana. “Huh…. Emang masih belum jelas apa yang dilakuin Krisna sampai kamu masih tanya kenapa?” Pertanyaan balik Pak Robert mencekat tenggorokan Hana. Membuat perempuan satu ini refleks menelan ludah. “Dia menyepelekan tempat kerjanya, Han.” Kalimat yang keluar dari mulut Pak Robert selanjutnya bernada beda. Dingin, kaku, tajam

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-12
  • Makin Tua Makin Cinta   Tak Ada yang Bisa Hana Sembunyikan

    Jarum pendek jam dinding berwarna serba emas masih berhenti di angka 8. Jarum panjangnya pelan-pelan merambat tak terasa mengikuti detik demi detik yang terlewat. Masih jam 8 lewat lima belas menut. Jelas belum bisa dikatakan malam untuk ukuran Hana yang sering keluar dugem. Malam ini ia resah, bukan karena tidak bisa dugem, melainkan karena tawaran Pak Robert terakhir tadi. “M-ma-maksudnya, Pak?” Ludah Hana menggumpal, terpaksa ia telan bulat-bulat demi menyeka tenggorokannya yang mendadak tercekat. “Iya ke sini.” Pak Robert menepuk-nepuk ranjangnya lagi. “Masa masih belum jelas sih?” Jelas? Oh tentu jelas, Hana tahu kalau Pak Robert mau dia pindah jadi satu ranj

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-13
  • Makin Tua Makin Cinta   Cuma Bisa Menangis

    Hangat kasur dan kamar mewah Hotel Mahakarya mendadak lenyap. Angin Perairan Dumadi yang sebelumnya terdengar di kejauhan disekat tembok besar dan dinding kaca tebal tiba-tiba terasa mencengkeram seisi ruangan dengan sepinya. Sepi yang mendobrak masuk mencekik leher Hana. Membelalakkan matanya, terkunci menatap Pak Robert tak percaya. “K-Kok… Kok Pak Rob—” “Bisa tahu?” Pria bertubuh kekar itu memotong. Tersenyum menyeringai menyeramkan memamerkan gigi rapinya namun dengan sorot mata yang tajam. Kegeraman tak lagi bisa disembunyikan Pak Robert, atau mungkin sengaja ia tunjukkan untuk menggetarkan hati Hana. Terbukti lawan bicaranya cuma bisa termangu, tenggorokan

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-14
  • Makin Tua Makin Cinta   Tangis dan Peluk

    Akhirnya permintaan yang terasa sungguh ganjil itu keluar juga dari mulut Hana. Ia bingung, Hana kalut sampai tak lagi bisa membendung semua kekacauan di dalam hatinya. Ia butuh tempat bersandar. Di saat-saat seperti ini seharusnya Arya yang ada di sini. Kalau tidak ada Arya, Hana akan langsung mencari sang ibu. Menangis pijar sampai lega sembari mendengarkan omelan ibunya soal kesalahan-kesalahan Hana. Namun malam ini malam yang tak pernah Hana rasakan sebelumnya. Tak ada Arya, jauh dari kedua orang tuanya. Hanya ada Pak Robert di depannya. Orang yang tadinya Hana merasa jijik jadi pilihan orang terakhir. “Bo-boleh kan, Pak?” tanya Hana di sela-sela desis tangisnya yang semakin menjadi.

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-15
  • Makin Tua Makin Cinta   Di Pengujung Ciuman

    Hana tak mengira kejadian di antara dirinya dan Pak Robert akan sejauh ini. Lebih dari itu, Hana bahkan sebelumnya tak sadar kalau yang hinggap di bibirnya adalah bibir Pak Robert. Matanya tertutup, cahaya lampu terhalang bayang-bayang kepala Pak Robert. Hana baru sadar apa yang hinggap di bibirnya adalah bibir Pak Robert saat dengus napas lembut terasa meniup hidungnya. Sontak Hana membuka matanya lebar-lebar. Ia menemukan wajah Pak Robert berada di depan mukanya persis. Berselimut bayang-bayang hitam dan rambut yang biasanya disisr rapi. Awalnya semua terasa membingungkan. Ya, Hana cuma bisa diam terpaku tak tahu harus berbuat apa. Tubuhnya terkunci, untuk beberapa detik mulutnya tak terbuka atau mengatup. Diam kaku seperti patung manekin di depan pintu toko paka

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-17
  • Makin Tua Makin Cinta   Dinas Pagi

    Padahal sebelumnya hubungan antara Hana dan Pak Robert baik-baik saja. Mereka berdua sudah akrab, tidak lagi kaku seperti bos dan anak buah di kantor. Sebelumnya baik Pak Robert maupun Hana bersyukur hubungan mereka bisa cair tidak seperti saat mereka bertemu beberapa hari yang lalu. Tapi lihat sekarang, malam yang sudah jalan setengah mereka habiskan dengan saling mendiamkan. Hana tidur membelakangi, sedang Pak Robert hampir sampai subuh datang tak bisa memejamkan matanya. “Aku salah, Han. Harusnya aku bisa mengendalikan egoku sendiri,” gumam Pak Robert dalam hati, merasa geram pada dirinya sendiri.Pak kecewa karena gara-gara tak bisa mengendalikan dirinya sendiri. Rasa yang semakin kuat seiring matanya terkunci menatap punggung Hana. Di l

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-18
  • Makin Tua Makin Cinta   Di Persimpangan

    Sekarang hanya tinggal Hana sendirian lagi. Hari masih terlalu pagi untuk bangun dan beranjak dari ranjang. Tapi di saat yang sama Hana juga tak bisa tidur lagi. Dia terlanjur dikagetkan suara Pak Robert, mustahil rasanya bisa tidur lagi. Sambil rebahan di atas kasur, Hana mulai berselancar dengan ponselnya. Menggulirkan layar digital selebar telapak tangannya itu naik turun, melihat kabar berita yang kebetulan atau memang sengaja lewat di berandanya. Berita tentang kompetisi basket nasional di Pulau Reklamasi sedang naik daun. Tidak cuma di instagram, tapi juga lama facebook hingga twitter. Potret keseruan acara pembukaan tadi malam tersebar di mana-mana. Kembang api yang meledak indah di atas langit. Panggung yang megah menghias sambutan Gubernur baru pulau reklamasi.

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-19

Bab terbaru

  • Makin Tua Makin Cinta   Akhir

    Genderang perang tak kasat mata ditabuh. Suaranya terdengar di telinga semua orang. Pintu yang digebrak paksa masih lebih sopan dari meledakkan pintu apartemen. Tapi sekarang, aroma kengeriannya tercium sama pekat. Semua orang memasang posisi siaga. “AAAAAA….. LEPASINNN… !!!” Intan lebih dulu berlari menarik dan mengevakuasi Hana. Sementara Pak Wahyu menerajang masuk, ke arah 8 orang yang sudah bersiaga. ‘Baaakkkk… Bukkk… Sraaakkk….!!!’ Satu tendangan di dada dan satu pukulan telak di belakang leher cukup menggelaprkan satu orang preman. Pak Wahyu mendarat manis, kaki memasang kuda-kuda, tangannya bersilang-silang layaknya pendekar. Tujuh orang membuka diri. Dengan cepat membentuk lingkaran dengan Pak Wakyu dan Pak Robert ada di tengah-tengahnya. ‘Plokkk… plok… plokkk…. !!!!’ Pak Hartono tersnyum licik. “Jadi ada yang mau jadi pahlawan sekarang.” Tenang ia melangkah menghampiri koper yang

  • Makin Tua Makin Cinta   Pertarungan Terakhir

    Mobil Ford hitam terus melaju meski hanya berisi dua orang, Pak Robert dan seorang sopir pribadi yang juga sekaligus paman Intan. Kemacetan yang menumpuk hampir setiap lampu merah dan sengatan matahari tak mengurutkan niat mereka. “Semua harus selesai hari ini. Harus.” Sejenak Pak Robert terpejam. Dingin udara dalam mobil tak berhasil mengusir atmosfer panas dan ambisinya yang membara. Sejenak kepalanya menoleh ke belakang. Memastikan brangkas hitam berisi surat-surat penting miliknya masih di bangku tengah. Satu-satunya senjata terakhir yang Pak Robert punya hanya itu. Kalau saja negosiasi ini gagal, maka yang terakhir harus ia pertahurkan adalah PT. Cakra.Ia yakin seratus perse

  • Makin Tua Makin Cinta   Yang Terjadi di Jakarta

    Gemetaran, tangan Hana tak lagi kuasa memegangnya. Ponsel barunya tergeletak begitu saja di atas meja. Hana ganti menggigiti ujung kuku jarinya. ‘Tinggg…. Tinggg…. !!!’ Mata Hana terbelalak, panggilan masuk ganti mendarat di ponselnya. Pak Robert menghubunginya balik. Jujur Hana bingung. Menoleh ke kanan kiri tapi tak ada satu pun orang. Hana menarik napas panjang mengurai sesak di dadanya. Tidak-tidak… Ia tidak boleh mengabaikannya. Orang ini yang dari tadi ia cari. Hatinya langsung bergetar begitu nama itu muncul di atas layar ponselnya. Dengan napas yang tertahan di tenggorokan, tangan Hana be

  • Makin Tua Makin Cinta   Mereka Datang

    “Kupikir-pikir memang sudah dari dulu aku harusnya pisah sama dia.” Suaranya layu, wajahnya tercenung kosong. Sudah setengah jam lamanya ia sama sekali tak menyinggung semangkuk bibir di depannya. Dari sejak bubur itu masih mengepulkan asap tipis dan aroma beras bercampur bumbu kacang sampai dingin. Sudah setengah jam juga Juni membiarkan kakaknya diam. Sampai lama-lama ia tidak tahan sendiri. “Sudahlah, Kak Feb.” Tak tahan, tangannya bergerak memeluk lengan kakaknya. “Dua bulan sudah Kak Febri kayak gini.” Api di matanya ikut padam. “Mau sampai kapan, Kak? Udah dong. Mending Kaka sekarang makan buburnya dulu deh. Enak kok. Nggak kayak dulu pas aku masih belajar masak.”

  • Makin Tua Makin Cinta   Apa Masih Sama?

    “Cie HP baru nih yee….” Usil tangan Dinda tahu-tahu menjumput ujung dagu Hana dari belakang. Tiba-tiba muncul sampai Hana melonjak kaget hampir terjatuh dari kursi kasir. Refleks menepis tangan Dinda yang justru terpingkal-pingkal melihat mimik kaget Hana yang menggemaskan. “Ishhhh…. Dinda setan… !!!” umpatnya. Telapak tangannya sudah diangkat hampir melayangkan tabokan tapi urung. Melihat Dinda terpingkal ia jadi ikut terpingkal. “Nyebelin ih….” “Lagian HP baru tuh harusnya traktiran kek. Ini anyep-anyep bae…” imbuh Dinda dengan bahasa jawanya yang medok. me “Eh, gue beli HP juga gara-gara Bos Steven ya. Enak a

  • Makin Tua Makin Cinta   Cara lain

    “Whatt???” Dahi Intan mengerut sampai mencetak sepasang jurang kecil di antara ujung alisnya. “Seriously?” Mulutnya terperangah tak percaya. Raut kagetnya bukan tanpa alasan, Intan adalah salah satu orang yang tahu masa lalu Pak Robeert dengan Helena. “Ja-jadi? Jadi setelah selingkuh dengan kakaknya sekarang dia?” Intan sampai tak bisa merampungkan kalimatnya. Tapi baik David maupun Pak Robert tahu apa yang ia pikirkan. Apa yang membuat ekspresi tak percaya di wajahnya masih bertahan sampai sekarang. “Oh my god…” Kepala Intan menggeleng. “Sumpah nggak habis pikir aku.” “Sudahlah, Tan.” Suara Pak Robert t

  • Makin Tua Makin Cinta   Dalang

    Ada yang membuat kantor PT. Cakra siang ini terasa lebih panas dari biasanya bagi Pak Robert. Bukan karena pendingin ruangan yang di mana-mana banyak bocor. Tapi akhirnya kasus yang sudah 3 bulan lebih mengendap menemukan benang merahnya. Pak Robert tak mau urusan ini jadi arang dalam sekam. Ia mau Intan mengurus sampai akar. Sampai sang dalang dari dua puluh lima orang IT yang ingin melarikan diri diketahui. ‘Klekkkk….’ Gagang pintu ruangan Hana yang skarang difungsikan untuk Intan berputar. Lembaran kaca tebal yang buram melambai terbuka. Pak Robert muncul dengan setela kemeja biru telur asin dibalut taxedo hitam dengan celana khaki berwarna senada.&

  • Makin Tua Makin Cinta   Hidup sendiri-sendiri

    “APA KAMU BILANG?!!” Benar saja, bahkan Bu Febri belum sampai merampungkan kalimatnya. “AKU?” Telunjuk Pak menuding mukanya yang sudah memerah padam. “AKU DISURUH MINTA MAAF SAMA LAKI-LAKI BANGSAT SATU ITU? NGGAK!!” “Pakkk… Tapi ini demi Hana…” Bu Febri bergelayut di lengan suaminya. “Tolong sekali ini saja, Pak. Demi Hana. Demi anak kita satu-satunya, Pak.” Suara rintihan Bu Febri terdengar begitu menyakitkan. Entah apa yang sebenarnya dipikirkan Pak Hartono sampai-sampai ia tega membiarkan sang istri mengemis. “SEKALI ENGGAK YA ENGGAK!!” Pak Hartono makin melotot, menarik lepas tangannya yang digelayuti sang istr

  • Makin Tua Makin Cinta   Satu Syarat

    Setengah hari satu malam waktu terlewat. Bu Febri telah sampai kenyataan mau sebanyak apa waktu yang ia punya tak akan cukup. Ia tak akan berhasil membawa Hana pulang. Bukan karena usahanya membujuk Hana kurang. Bukan karena air mata yang jatuh masih kurang banyak. Hana sudah memberikan syarat padanya. Gadis itu berjanji mau pulang kembali ke rumah di Jakarta bersama-sama mereka setelah satu syaratnya terpenuhi. “Ibu hati-hati ya sampai di Jakarta,” bisik Hana di pintu terakhir dermaga tempat pengantar dan penumpang kapal penyeberangan harus berpisah. Dalam dekapa putrinya, susah payah Bu Febri menahan air mata. Hangat tubuh Hana. Aroma shampo yang masih sama di rambutnya. Suara centil y

DMCA.com Protection Status