Memang karena 700 juta Qinan menerima tawaran menikah dari pria bernama Satya. Tapi bukan karena itu alasan Qinan bertahan dalam pernikahan yang jelas-jelas Satya tak pernah menganggap Qinan ada. Cinta katanya. Jawabannya adalah karena Qinan cinta pada lelaki yang usianya terpaut jauh darinya bernama Satya itu. Entah berapa kali penolakan yang ia terima, bahkan diusir terang-terangan pun tak Qinan hiraukan. Selama kata cerai belum terucap dari bibir Satya, selama itu juga Qinan akan bertahan, bahkan biar Qinan tau sekalipun kalau dalam diamnya Satya begitu memuja Sofiana, pemilik separuh jiwanya. Lalu saat Sofiana datang ditengah mereka membawa cinta yang sama untuk Satya, apakah yang akan dilakukan Qinan untuk mempertahankan pernikahannya?
Lihat lebih banyakKrumpyaaangg!Suara sumbang dari kamar sebelah membuat Qinan berjingkat mundur dan segera melepaskan diri dari Satya. Ia canggung dan kikuk sendiri, untuk menatap Satya ia tak berani. Ia sendiri tak tau sejak kapan ia jadi seberani ini. Memulai lebih dulu? Ah, Qinan mendekati gila rupanya.Satya sendiri tercekat. Ia merasa telah melakukan hal yang salah. Tak seharusnya ia melakukan hal itu dengan Qinan. Dia dan seluruh hatinya adalah milik Sofiana. Melakukan hal itu membuatnya merasa telah mengkhianati belahan jiwanya itu."Urus Sean!" titah Satya segera karena yakin suara itu berasal dari kamar Sean. Setelahnya ia berlalu keluar kamar tanpa sepatah katapun lagi. Barang hanya menengok wajah Qinan yang sudah seperti orang cengo pun tidak.'Kamu benar-benar sudah memulai langkahmu Qinan? Nggak papa, itu nggak salah Qinan. Satya itu suamimu!'Qinan katakan itu pada dirinya sendiri sebab tak karuan sekali menahan gejolak di dalam sana. Berdebar, gemetar, dan ... juju
"Apa rencana kamu sebenarnya?" tanya Satya usai menutup pintu kamarnya."Nggak ada, aku cuma ngelakuin perintah kamu aja," jawab Qinan sambil berjalan menuju lemari. Menyiapkan baju kerja untuk suaminya. Jalannya sudah tak tertatih, Qinan itu strong. Kemarin juga tak terlalu sakit sebenarnya. Hanya saja ia mengabulkan permintaan Sean. Mengulur waktu agar bocah itu menyiapkan mentalnya untuk bertemu Sofiana."Apa kamu sadar, dengan kamu mengajak Mama tinggal di sini, itu sama aja ngundang masalah baru." Satya mengekori langkah Qinan dan berhenti di dekatnya. Qinan hentikan gerakannya sebentar, lalu meraup udara banyak-banyak."Kamu itu ngomong apa si Mas? Dia itu Mama kamu loh, berarti selama ini kamu anggap Mama sebagai sumber masalah?" tanya Qinan pada Satya."Bisa-bisanya kamu bicara sesantai itu setelah melihat sendiri kelakuan Mama tadi pagi," ucap Satya. Ia mendecih, menatap remeh pada Qinan."Aku juga akan melakukan hal yang sama kalau aku punya anak kaya k
"Satya juga sudah memberikannya Ma. Sean itu cucu Mama!" Satya langsung terpancing emosi saat Iriana membahas cucu. Ya, dari dulu Iriana memang tak pernah menganggap Sean sebagai cucunya."Mama nggak yakin dia itu anakmu." Iriana mengucapkan itu dengan renyah, lalu dengan santainya duduk menyilangkan kaki."Ma!" Suara Satya meninggi. Wajah Satya memerah karena dikuasai marah. Sepatah kalimat yang diucapkan mamanya dengan santai itu begitu menyayat hati Satya. Gemuruh di dadanya meletup setiap kali membahas Sean dengan mamanya. "Sampai kapanpun Mama nggak akan anggap dia cucu Mama Sat!" Iriana tekankan lagi kalimatnya. Yang artinya sama saja mengobar bara api yang sudah menyala di dada Satya, Satya bergerak maju karena tak terima akan ucapan mamanya."Apa aku juga bukan anak Papa?!" Kata yang sejak lama ingin Satya lontarkan akhirnya terucap juga. Dengan sungguh-sungguh Satya tanyakan itu. "Jaga ucapanmu Sat! Jelas kamu ini anak Mama dan Papa!" Iriana yang tak t
"Kamu nggak perlu khawatir Sayang, aku hanya perlu dukunganmu. Aku akan tetap meluangkan waktu untukmu, juga Sean. Datang ke sini setiap kamu merindukanku, aku akan selalu siap menemanimu." Sofiana kalungkan lengannya di leher Satya, sementara tangan satunya menari di rahang tegas Satya. Jambang tipis milik lelaki matang itu masih menjadi favoritnya. Berhenti dibenda kenyal kemerahan milik Satya, Sofiana usap lembut kemudian mendaratkan bibirnya di sana, singkat."Asal itu bukan di jam kerja. Datanglah kapanpun kamu mau," sambungnya lagi. Tangan Sofiana mulai bergerak turun dan berhenti pada dada bidang Satya."Keputusanmu membuatku kecewa Sof,""Iya aku tau. Aku siap mendapat hukuman darimu."Sofiana bergerak mundur dengan tangannya tetap berada di posisi semula. Sofiana menjatuhkan diri ke ranjang yang artinya juga Satya ikut terbawa bersamanya. Tatapan mereka saling mengunci. Hingga setelahnya mereka tak bisa lagi terkendali. Di saat rindu itu sendiri belum terbayar tuntas, emosi,
Qinan menghela nafasnya panjang. Ia hanya bisa menatap kepergian Satya tanpa menahannya dengan sepatah katapun. Sepertinya bicarapun untuk apa, Qinan siapa bagi Satya saat ini?Ya, walaupun sebenarnya ingin ia berteriak meminta Satya agar tak perlu mengejar Sofiana. Lalu membeberkan kelakuan wanita pujaan Satya yang sesungguhnya. Tapi mana bisa?Lagi-lagi Qinan itu siapa bagi Satya? Punya posisi apa ia di hati Satya? Dan yang jelas, punya bukti apa?Baiklah, untuk saat ini biar Qinan tahan dan perpanjang stok kesabarannya dulu. "Perjalananmu baru akan dimulai, Qinandra Larasati. Bermainlah dengan cantik kalau perlu lebih cantik dari permainan Sofiana itu," lirih Qinan. Ia tersenyum smirk kemudian. "Cih, airmata buaya." Rasanya Qinan ingin tertawa saat melihat akting Sofiana tadi, menangis? Wow.Ya, mungkin Qinan juga nantinya harus belajar demikian.°°°Sementara Qinan melewati malamnya sendirian di Rumah Sakit. Satya dan Sofiana kini tengah berdua di apartemen milik Satya, yang saat i
"Sean sudah mau pulang Om?" tanya Qinan kini sambil memakan jatah makan malamnya. Tentu makan sendiri, Satya mana mau menyuapi. Mau menemani Qinan di Rumah Sakit saja sudah untung. Walau sebenarnya Qinan bertanya-tanya, kok mau orang itu menyelakan waktunya untuk menunggui Qinan?"Sudah," jawab Satya acuh. Dia kemudian duduk di kursi tunggu sambil menyandarkan punggungnya. Persis seperti yang dilakukan Sean siang tadi, mata Satya juga memejam setelahnya."Jangan lupa makan Om. Om beli aja keluar, aku nggak apa-apa kok ditinggal.""Iya. Buruan dimakan obatnya, habis itu tidur. Jangan berisik, kupingku capek dengerin kamu ngomong dari tadi," jawab Satya jujur. Pasalnya memang betul, Qinan hari ini banyak sekali bicara."Oh, jadi Om dengerin aku ngomong dari tadi? Kirain enggak, abisnya Om diem aja,"Satya hanya melirik Qinan sekilas, lalu kembali memejamkan matanya. Sementara itu Qinan menuruti titah Satya dengan segera meminum obatnya, tapi karena letaknya agak jauh Qinan jadi susah me
"Sean! Apa lagi yang kamu lakukan?!"Satya yang sedang telpon segera mengakhiri sambungan telponnya. Buru-buru ia masuk dan mendapati Qinan berada di lantai sedang memegangi lututnya sambil meringis kesakitan. Tatapan tajamnya langsung tertuju pada Sean yang sedang berdiri di samping Qinan."Bukan Om. Ini bukan salah Sean, aku cuma mau ke kamar mandi tapi ternyata kakiku sakit banget. Sshh," segera Qinan mencari alasan. Padahal ia sendiri kesal bukan main karena tendangan Sean benar-benar membuat lututnya terasa bengkok. "Jangan bohong. Aku denger sendiri kamu teriakan nama Sean tadi," ucap Satya. Ia melihat ke arah Qinan dan Sean secara bergantian."Oh, itu. Ehm, aku jatuh dan yang ada Sean. Jadi aku reflek panggil nama Sean. Mau minta tolong, tapi ya Sean mana kuat menopang tubuhku yang besar ini, Sean kan hanya bocah 6 tahun," kilah Qinan sambil berdiri dibantu oleh Satya."Benar begitu, Sean?""Apa perlu Sean jawab, padahal Tante itu sudah menjelaskannya sendiri?" Sean memutar bo
"Tapi nggak di sini juga kan Om? Bisa kan Om bilangnya di rumah, nanti. Ini Rumah Sakit, Om."Jujur saja, Qinan memang sempat salah terka. Tapi sebisa mungkin ia tutupi dengan seolah-olah tak baper akan perhatian kecil Satya. Qinan itu kenapa juga lemah begini jika dihadapkan dengan Satya. Perhatian sekecil itu saja sudah membuat Qinan merasa spesial."Aku tau! Tak usah mengajariku!"Satya tarik nafasnya dalam-dalam, selaan dari Qinan membuatnya lupa akan banyak hal yang ingin ia sampaikan pada Sean.Sekali lagi Satya ingin tegaskan, ini bukan karena ia merasa khawatir atau menaruh perhatian lebih pada Qinan. Ini semua murni karena Satya ingin mendidik Sean menjadi lelaki yang sesungguhnya, bertanggung jawab dan gentle. Tidak seperti Sean yang di hadapannya saat ini. Bocah pembuat ulah, tempramen dan semaunya. Padahal jika Satya ingat-ingat, Sean dulunya tak begitu.Satya turunkan badannya menjadi setengah berdiri, hingga tingginya selaras dengan Sean kini. Satya tatap dalam diam kedu
"Ck, belum apa-apa sudah sombong. Buktikan saja kalau memang bisa!" tantang Sean. Bocah itu memicingkan matanya, lalu melenggang menuju kursi tunggu. Lagaknya sudah seperti pria dewasa saja bocah itu."Yak?! Kamu menantangku bocah kecil?!" Qinan jadi ikut tersulut emosinya dikatai begitu oleh Sean. Tapi tak dalam arti sebenarnya, Qinan tau Sean hanya sedang menyalakan semangatnya saja. "Tidak. Aku tau kamu tidak akan bisa. Kamu itu payah dalam segala hal." Sean menaruh ranselnya di lalu duduk menyender sambil bersedekap. "Tapi ya, coba saja. Aku hanya ingin melihatnya.""Itu sama aja, dasar anaknya Satya," gerutu Qinan."Ya. Aku memang anaknya suamimu," balas Sean. Padahal jika Qinan lihat, mata anak itu memejam. Tapi masih sempat-sempatnya membalas ucapan Qinan tadi."Ck, bicara dan bertingkahlah seperti bocah 6 tahun, Sean. Kamu ini lebih mirip kakek-kakek kalau terus seperti itu,""Kamu akan melihat Sean yang sesungguhnya kalau bisa membuktikan ucapanmu y
"Haarggghhh ... !" Qinan acak-acak rambutnya frustasi. Penampilannya saat ini hampir tak layak. Wajah pucat, kantung mata menghitam, wajah penuh peluh dan rambut yang baru saja ia buat berantakan.Dipikir sampai gila pun jawabannya akan tetap sama. Tak ketemu! Tak ada! Tak akan dapat! Bagaimana pula dalam waktu yang hanya tersisa tujuh jam ia akan menemukan malaikat yang akan memberinya uang sebesar tujuh ratus juta.Salahnya memang diberi waktu 3 hari dari pihak Rumah Sakit tapi tak ia gunakan dengan baik. Dengan percaya diri Qinan mengira akan mendapatkan uang itu dengan cara yang benar dan elegan. Bekerja atau meminjam di bank bank misalnya. Hasilnya? Sudah jelas sekarang bahwa semuanya adalah NIHIL! NOL BESAR yang ia dapat, tanpa angka tujuh sebagai pembuka."Apa aku terima saja tawaran dari Tante Esma?"Sebuah ide gila muncul dengan silaunya di otak Qinan yang sudah mulai keruh, sangat keruh. Ia tak menemukan cara lain yang lebih mustajab dibanding ide gila itu. Qinan yakin sekar
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen