Beranda / Romansa / Mahar 700 juta dari Tuan Satya / Bab 4 : Aku akan menaklukannya

Share

Bab 4 : Aku akan menaklukannya

Penulis: BintangFajar
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Tidak! Aku sudah menunggumu sejak lama, mereka biar menjadi urusanku. Kamu tetaplah di situ, jangan kemana-mana! Aku akan menjemputmu sekarang!"

Dengan tergesa-gesa Satya memakai jaketnya, semetara telponnya masih ia apit di telinganya. Terus meyakinkan lawan bicaranya kalau dia akan menemuinya. Qinan memperhatikan hal itu dibalik pintu kamar Sean. Ada wajah tak biasa yang tak pernah Qinan lihat saat bersamanya.

Binar bahagia itu terpancar dari sorot matanya juga bibirnya yang sejak sambungan telpon itu terhubung terus saja melengkungkan senyum.

"Lima belas menit. Ah tidak, tidak. Sepuluh menit lagi aku sampai, tunggu aku, mengerti!"

Satya berlari kecil menuruni anak tangga dengan sesekali bersiul ria. Sementara Qinan, entah mengapa jadi tinggi rasa ingin taunya. Melihat Sean juga sedang tertidur membuatnya berinisiatif membuntuti Satya diam-diam.

"Pak Devan, saya pakai motornya. Jangan bilang siapa-siapa kalau saya pergi." Qinan gegas merebut kontak motor Pak Devan yang baru saja pulang dari warung. Qinan kenakan helmnya lalu langsung melesat sebelum pagar ditutup kembali.

"Ta-Tapi Non-"

"Ini urgent. Soal Satya!" Teriak Qinan sambil berlalu.

Sepertinya memang orang itu amat penting, terbukti dari Satya yang melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Untung saja Qinan bisa mengimbangi walau terseok-seok laju motornya. Tepatnya, Satya berhenti di salah satu cafe ternama. Satya masuk pun dengan terburu, lalu segera menuju seseorang yang tengah menunduk sambil bermain gawai.

Wanita itu tanggap menyadari kedatangan Satya, langsung ia bangkit dan memberikan senyum terbaiknya. Perempuan cantik dengan rambut curly dan dress maroon itu tujuan Satya. Yang membuat Satya begitu bersemangat menemuinya.

"Kemana saja? Kenapa baru kembali? Apa kamu berniat meninggalkanku selamanya, hm?"

Satya langsung saja merengkuh bahu wanita itu seolah memang Satya begitu merindukannya. Wanita itu tersenyum penuh arti. Dilihat dari sisi manapun wanita itu memang cantik. Anggun dan berkelas.

"Apa kamu begitu merindukanku Sayang? Sampai kamu memelukku seerat ini? Aku bisa mati sesak nafas kalau kamu peluk begini terus-terusan,"

Satya lalu melepaskan pelukannya sejenak. "Maaf, salahmu pergi terlalu lama. Kemana saja dua tahun ini? Kenapa tak memberi kabar apapun?"

"Kemana lagi memangnya, aku pergi agar bisa memantaskan diri bersanding denganmu. Aku fokus belajar agar punya gelar, dan tak terus dihina oleh keluargamu."

"Jangan bahas itu. Kita baru saja bertemu."

"Itu fakta Sayang. Aku berjuang untuk setara denganmu agar tak dipandang sebelah mata. Maaf jika membuatmu menunggu lama, tapi lihatkan? Aku tak ingkar janji, aku kembali. Kembali untukmu dan Sean."

Wanita itu, dia kembali tersenyum maut dengan tangannya yang bergelayut di leher Satya. Sedang tangan satunya sudah menari di wajah Satya yang sedang dimabuk rindu. Adegan berikutnya, dengan sedikit menjinjit wanita itu memaksakan diri mempertemukan bibir mereka. Singkat.

Cup!

"Aku sangat merindukanmu." bisiknya tepat di rungu Satya.

Merasa terpancing Satya balas menautkan keduanya hingga wanita itu menabok Satya karena kehabisan nafas. "Kamu masih sama seperti dulu, Sayang. Agresif!" kata wanita itu diikuti kekehan kecil. Sepertinya dua insan itu lupa jika ini adalah tempat umum. Dan lagi, mereka pasti tak tau kalau ditengah keasikan mereka beromantis-romantis ria dalam melepas rindu. Ada sepasang mata dan telinga yang mengintai awas setiap pergerakan mereka.

"Kamu tak sabar menungguku sampai harus menikahi perempuan lain Sat?" wanita itu tertunduk lesu, kecewa dengan pernyataan Satya soal pernikahannya.

"Jangan salah paham. Aku tak mencintainya, setelah kamu kembali aku akan segera menceraikannya."

"Kalau tak mencintainya kenapa sampai menikahinya Sat? Empat bulan kamu bersamanya, pasti kamu sud-."

"Aku tak melakukan apapun dengannya. Hubungan suami istri kita hanya sebatas drama di depan orang karena aku lelah ditanyai soal menikah lalu berujung mereka menjelekkanmu. Di kamar kita hanya sebatas Tuan dan babunya, tak lebih." Satya segera menangkup kedua pipi wanita itu dan menatapnya dalam-dalam.

"Benarkah?"

"Tentu! Mana mungkin aku bisa melakukannya dengan orang lain, saat semua hati dan pikiranku tertawan bersamamu."

"Aku mencintaimu Sofiana, sangat mencintaimu. Dari dulu hingga sekarang, tak ada yang berubah apalagi berkurang sedikitpun!"

Pipi Sofiana bersemu merah mendegar rayuan Satya. Adegan berikutnya Qinan tak mau tau. Meski ia tak mencintai Satya lebih dari dia menyukai paras dan hartanya, nyatanya melihatnya begitu memuja wanita lain rasanya sakit jua. Bahkan apa itu, buku menu di tangannya sampai basah terkena tetesan apa? Menangiskah Qinan?

'Bodoh Qinan, bodoh! Apa yang kamu pikirkan selama ini? Bukannya sudah jelas kalau memang nama wanita itu yang selalu Satya igaukan saat tidur, yang fotonya terpampang besar-besar di kamar rahasianya. Lagipula kenapa juga kamu menangis? Justru dengan kembalinya Sofiana adalah kabar baik untukmu, tugasmu selesai dalam waktu singkat! Dan kamu bisa kembali bebas dari Satya yang arogan juga Sean yang terlampau menyebalkan. Selamat Qinan, selamat!'

'Harusnya kamu senang kan? Tertawalah Qinan, tertawa. Kenapa menangis ...?'

°°°

"Aku berangkat. Kamu baik-baik di rumah," ujar Satya ketika mereka sampai di depan pintu.

"Iya. Sudah, tidak usah dilanjutkan lagi dramanya. Sudah tak ada yang memperhatikan kita," putus Qinan saat melihat Satya hampir mengecup keningnya. Satya edarkan pandang ke sekeliling dan rupanya yang dikatakan Qinan benar adanya. Satya pun bernafas lega, lalu melenggang ke mobil tanpa sepatah katapun lagi.

"Cih, dasar aktor kelas kakap!"

Sejak malam itu, Qinan jadi malas sendiri. Dulu ia begitu menikmati hari-harinya, biar lelah dan membosankan tapi ia menyukainya. Tapi sekarang, semuanya terasa memuakkan bagi Qinan. Hari-harinya berjalan lamban, dan semua perintah baik Satya maupun Sean menyusahkan semua. Berat semua dijalaninya.

Tapi herannya, kenapa juga Satya tak kunjung memberhentikannya? Bahkan masih bersikap seolah-olah tak terjadi apapun. Strategi apa yang kiranya sedang ia susun?

"Pak Devan, hari ini aku ikut jemput Sean ya," kata Qinan saat melewati supirnya. Setidaknya dengan keluar sangkar, Qinan berharap bisa merasakan angin segar yang menyejukkan. Dan memberi amunisi untuk hari-hati berat yang akan ia jalani ke depannya.

Tepat pukul 10 siang Qinan sampai di sekolah Sean. Dia memilih menunggu di dalam mobil, karena jika dia keluar dan menampakan diri, takutnya Sean akan kabur lagi naik taksi seperti tempo dulu. Diam-diam pula kaburnya, membuat Qinan kewalahan mencarinya.

Riuh anak-anak menghambur keluar gerbang. Qinan perhatikan baik-baik wajah Sean agar tak luput dari pengawasannya. Sampai trotoar langkahnya tetap menuju mobil, tapi sedetik kemudian Sean nampak membelokkan arah tujuannya. Bahkan nampak tergesa jalannya sampai akhirnya sedikit berlari.

"Mau kemana bocah itu?" Qinan segera turun mengikuti langkah Sean. "Sean kamu ngap-" ucapan Qinan terpotong karena Sean mengisyaratkan agar Qinan diam dan bersembunyi di belakangnya.

"Jangan kekanakan Dim, kita bisa ketauan." ujar seoarang wanita yang sedang dihimpit di balik tembok, Qinan kenal suaranya.

"Tidak akan. Anakmu kan tidak tau kalau kamu sudah kembali. Sebentar saja, aku hanya ingin memastikan kalau kamu tak ingkar janji."

"Kamu tenang saja, aku akan bergerak cepat sekarang. Karena itu kamu jangan memperlambat kerjaku dengan kamu yang posesif seperti ini."

"Aku hanya tak mau kamu betulan jatuh cinta dengan pria kaku itu. Lalu aku dibuang begitu saja. Awas saja kalau sampai itu terjadi, kamu dan anakmu akan ku gantung hidup-hidup!"

"Iya iya. Sudah jangan bicara seperti itu. Aku selalu mengingatmu, bahkan dua tahun lebih aku memilih bersamamu dari pada dengan mereka kan. Aku rasa itu cukup jadi bukti kalau aku akan selalu kembali padamu."

"Baiklah. Bergeraklah dengan cepat, jangan buatku terlalu lama menunggu."

"Sabarlah Sayang, untuk urusan Satya memang hal yang mudah. Dia begitu mencintaiku jadi dia begitu percaya padaku, apapun yang aku katakan. Tapi soal Sean, dia anak yang sangat cerdas, dia pasti akan mencecarku dengan banyak sekali pertanyaan yang membuatku pusing atas kepergianku."

Sean memundurkan langkahnya dengan bergetar dan airmata yang sudah menggenang penuh di pelupuk. Dia segera berlari tanpa arah, tanpa diketahui oleh Sofiana. Qinan langsung menyusul Sean, ikut berlari. "Sean, tunggu Sean!" teriak Qinan yang menyadari kalau anak nakal itu sedang hancur akibat kelakuan ibunya.

Sean tak hiraukan teriakan Qinan, ia berlari sekonyong-konyong. Susah payah ia bertahan dalam kerinduan yang mendalam dengan ibunya, menepis semua persepsi buruk orang-orang tentang ibunya, sampai ia sendiri rela mengurung diri dan memilih menikmati rindunya dengan menyendiri. Tapi nyatanya apa? Ibunya melakukan semua itu dengan sengaja!

'Jahat! Mama jahat! Mama keterlaluan! Mama tega sama Sean! Sama Papa!'

"Sean, AWAS!"

Braaak!

Bugh!

"T-Tante ...?! Tante, bangun Tante!"

°°°

"Dasar payah! Lama sekali si sadarnya," gerutu Sean saat Qinan membuka mata. Qinan hanya tersenyum kecil, anak itu memang selalu lucu. Marah pun tetap saja lucu. "Kamu baik-baik saja?"

"Kamu yang tertabrak mobil bodoh! Bagaimana si?"

"Bukan itu, soal Mamamu? Kamu tak apa?"

Sean langsung memicingkan matanya. Itu tatapan yang sama seperti saat Qinan tak marah dikerjai habis-habisan oleh Sean. "Apa kamu mencintai Papa?"

"Kenapa bertanya seperti itu?"

"Huh, apa susahnya sih kalau ditanya langsung saja dijawab, bukan malah balik tanya. Dasar orang dewasa menyusahkan!"

Qinan tertawa melihat ekspresi Sean. Dia memang bukan bocah 6 tahun sepertinya. "Kalau iya, kenapa? Apa kamu akan menyuruhku pergi, karena Mamamu telah kembali?"

"Tidak. Tetaplah di sini, aku hanya ingin tau apa kamu bisa mengalahkan Mama."

"Tante tak ingin mengalahkan Mamamu! Tapi untuk soal Papamu-Satya, jangan panggil aku Qinandra Larasati jika aku tak bisa menaklukannya!"

Bab terkait

  • Mahar 700 juta dari Tuan Satya   Bab 5 : Khawatirkah?

    "Ck, belum apa-apa sudah sombong. Buktikan saja kalau memang bisa!" tantang Sean. Bocah itu memicingkan matanya, lalu melenggang menuju kursi tunggu. Lagaknya sudah seperti pria dewasa saja bocah itu."Yak?! Kamu menantangku bocah kecil?!" Qinan jadi ikut tersulut emosinya dikatai begitu oleh Sean. Tapi tak dalam arti sebenarnya, Qinan tau Sean hanya sedang menyalakan semangatnya saja. "Tidak. Aku tau kamu tidak akan bisa. Kamu itu payah dalam segala hal." Sean menaruh ranselnya di lalu duduk menyender sambil bersedekap. "Tapi ya, coba saja. Aku hanya ingin melihatnya.""Itu sama aja, dasar anaknya Satya," gerutu Qinan."Ya. Aku memang anaknya suamimu," balas Sean. Padahal jika Qinan lihat, mata anak itu memejam. Tapi masih sempat-sempatnya membalas ucapan Qinan tadi."Ck, bicara dan bertingkahlah seperti bocah 6 tahun, Sean. Kamu ini lebih mirip kakek-kakek kalau terus seperti itu,""Kamu akan melihat Sean yang sesungguhnya kalau bisa membuktikan ucapanmu y

  • Mahar 700 juta dari Tuan Satya   Bab 6 Terluka

    "Tapi nggak di sini juga kan Om? Bisa kan Om bilangnya di rumah, nanti. Ini Rumah Sakit, Om."Jujur saja, Qinan memang sempat salah terka. Tapi sebisa mungkin ia tutupi dengan seolah-olah tak baper akan perhatian kecil Satya. Qinan itu kenapa juga lemah begini jika dihadapkan dengan Satya. Perhatian sekecil itu saja sudah membuat Qinan merasa spesial."Aku tau! Tak usah mengajariku!"Satya tarik nafasnya dalam-dalam, selaan dari Qinan membuatnya lupa akan banyak hal yang ingin ia sampaikan pada Sean.Sekali lagi Satya ingin tegaskan, ini bukan karena ia merasa khawatir atau menaruh perhatian lebih pada Qinan. Ini semua murni karena Satya ingin mendidik Sean menjadi lelaki yang sesungguhnya, bertanggung jawab dan gentle. Tidak seperti Sean yang di hadapannya saat ini. Bocah pembuat ulah, tempramen dan semaunya. Padahal jika Satya ingat-ingat, Sean dulunya tak begitu.Satya turunkan badannya menjadi setengah berdiri, hingga tingginya selaras dengan Sean kini. Satya tatap dalam diam kedu

  • Mahar 700 juta dari Tuan Satya   Bab 7 : Senyum-Senyum Sendiri

    "Sean! Apa lagi yang kamu lakukan?!"Satya yang sedang telpon segera mengakhiri sambungan telponnya. Buru-buru ia masuk dan mendapati Qinan berada di lantai sedang memegangi lututnya sambil meringis kesakitan. Tatapan tajamnya langsung tertuju pada Sean yang sedang berdiri di samping Qinan."Bukan Om. Ini bukan salah Sean, aku cuma mau ke kamar mandi tapi ternyata kakiku sakit banget. Sshh," segera Qinan mencari alasan. Padahal ia sendiri kesal bukan main karena tendangan Sean benar-benar membuat lututnya terasa bengkok. "Jangan bohong. Aku denger sendiri kamu teriakan nama Sean tadi," ucap Satya. Ia melihat ke arah Qinan dan Sean secara bergantian."Oh, itu. Ehm, aku jatuh dan yang ada Sean. Jadi aku reflek panggil nama Sean. Mau minta tolong, tapi ya Sean mana kuat menopang tubuhku yang besar ini, Sean kan hanya bocah 6 tahun," kilah Qinan sambil berdiri dibantu oleh Satya."Benar begitu, Sean?""Apa perlu Sean jawab, padahal Tante itu sudah menjelaskannya sendiri?" Sean memutar bo

  • Mahar 700 juta dari Tuan Satya   Bab 8 : Alasan

    "Sean sudah mau pulang Om?" tanya Qinan kini sambil memakan jatah makan malamnya. Tentu makan sendiri, Satya mana mau menyuapi. Mau menemani Qinan di Rumah Sakit saja sudah untung. Walau sebenarnya Qinan bertanya-tanya, kok mau orang itu menyelakan waktunya untuk menunggui Qinan?"Sudah," jawab Satya acuh. Dia kemudian duduk di kursi tunggu sambil menyandarkan punggungnya. Persis seperti yang dilakukan Sean siang tadi, mata Satya juga memejam setelahnya."Jangan lupa makan Om. Om beli aja keluar, aku nggak apa-apa kok ditinggal.""Iya. Buruan dimakan obatnya, habis itu tidur. Jangan berisik, kupingku capek dengerin kamu ngomong dari tadi," jawab Satya jujur. Pasalnya memang betul, Qinan hari ini banyak sekali bicara."Oh, jadi Om dengerin aku ngomong dari tadi? Kirain enggak, abisnya Om diem aja,"Satya hanya melirik Qinan sekilas, lalu kembali memejamkan matanya. Sementara itu Qinan menuruti titah Satya dengan segera meminum obatnya, tapi karena letaknya agak jauh Qinan jadi susah me

  • Mahar 700 juta dari Tuan Satya   Bab 9 : Jangan Salahkan Aku

    Qinan menghela nafasnya panjang. Ia hanya bisa menatap kepergian Satya tanpa menahannya dengan sepatah katapun. Sepertinya bicarapun untuk apa, Qinan siapa bagi Satya saat ini?Ya, walaupun sebenarnya ingin ia berteriak meminta Satya agar tak perlu mengejar Sofiana. Lalu membeberkan kelakuan wanita pujaan Satya yang sesungguhnya. Tapi mana bisa?Lagi-lagi Qinan itu siapa bagi Satya? Punya posisi apa ia di hati Satya? Dan yang jelas, punya bukti apa?Baiklah, untuk saat ini biar Qinan tahan dan perpanjang stok kesabarannya dulu. "Perjalananmu baru akan dimulai, Qinandra Larasati. Bermainlah dengan cantik kalau perlu lebih cantik dari permainan Sofiana itu," lirih Qinan. Ia tersenyum smirk kemudian. "Cih, airmata buaya." Rasanya Qinan ingin tertawa saat melihat akting Sofiana tadi, menangis? Wow.Ya, mungkin Qinan juga nantinya harus belajar demikian.°°°Sementara Qinan melewati malamnya sendirian di Rumah Sakit. Satya dan Sofiana kini tengah berdua di apartemen milik Satya, yang saat i

  • Mahar 700 juta dari Tuan Satya   Bab 10 : Semua Aman

    "Kamu nggak perlu khawatir Sayang, aku hanya perlu dukunganmu. Aku akan tetap meluangkan waktu untukmu, juga Sean. Datang ke sini setiap kamu merindukanku, aku akan selalu siap menemanimu." Sofiana kalungkan lengannya di leher Satya, sementara tangan satunya menari di rahang tegas Satya. Jambang tipis milik lelaki matang itu masih menjadi favoritnya. Berhenti dibenda kenyal kemerahan milik Satya, Sofiana usap lembut kemudian mendaratkan bibirnya di sana, singkat."Asal itu bukan di jam kerja. Datanglah kapanpun kamu mau," sambungnya lagi. Tangan Sofiana mulai bergerak turun dan berhenti pada dada bidang Satya."Keputusanmu membuatku kecewa Sof,""Iya aku tau. Aku siap mendapat hukuman darimu."Sofiana bergerak mundur dengan tangannya tetap berada di posisi semula. Sofiana menjatuhkan diri ke ranjang yang artinya juga Satya ikut terbawa bersamanya. Tatapan mereka saling mengunci. Hingga setelahnya mereka tak bisa lagi terkendali. Di saat rindu itu sendiri belum terbayar tuntas, emosi,

  • Mahar 700 juta dari Tuan Satya   Bab 11 : Rahasia

    "Satya juga sudah memberikannya Ma. Sean itu cucu Mama!" Satya langsung terpancing emosi saat Iriana membahas cucu. Ya, dari dulu Iriana memang tak pernah menganggap Sean sebagai cucunya."Mama nggak yakin dia itu anakmu." Iriana mengucapkan itu dengan renyah, lalu dengan santainya duduk menyilangkan kaki."Ma!" Suara Satya meninggi. Wajah Satya memerah karena dikuasai marah. Sepatah kalimat yang diucapkan mamanya dengan santai itu begitu menyayat hati Satya. Gemuruh di dadanya meletup setiap kali membahas Sean dengan mamanya. "Sampai kapanpun Mama nggak akan anggap dia cucu Mama Sat!" Iriana tekankan lagi kalimatnya. Yang artinya sama saja mengobar bara api yang sudah menyala di dada Satya, Satya bergerak maju karena tak terima akan ucapan mamanya."Apa aku juga bukan anak Papa?!" Kata yang sejak lama ingin Satya lontarkan akhirnya terucap juga. Dengan sungguh-sungguh Satya tanyakan itu. "Jaga ucapanmu Sat! Jelas kamu ini anak Mama dan Papa!" Iriana yang tak t

  • Mahar 700 juta dari Tuan Satya   Bab 12 : Ada apa denganmu Sat?

    "Apa rencana kamu sebenarnya?" tanya Satya usai menutup pintu kamarnya."Nggak ada, aku cuma ngelakuin perintah kamu aja," jawab Qinan sambil berjalan menuju lemari. Menyiapkan baju kerja untuk suaminya. Jalannya sudah tak tertatih, Qinan itu strong. Kemarin juga tak terlalu sakit sebenarnya. Hanya saja ia mengabulkan permintaan Sean. Mengulur waktu agar bocah itu menyiapkan mentalnya untuk bertemu Sofiana."Apa kamu sadar, dengan kamu mengajak Mama tinggal di sini, itu sama aja ngundang masalah baru." Satya mengekori langkah Qinan dan berhenti di dekatnya. Qinan hentikan gerakannya sebentar, lalu meraup udara banyak-banyak."Kamu itu ngomong apa si Mas? Dia itu Mama kamu loh, berarti selama ini kamu anggap Mama sebagai sumber masalah?" tanya Qinan pada Satya."Bisa-bisanya kamu bicara sesantai itu setelah melihat sendiri kelakuan Mama tadi pagi," ucap Satya. Ia mendecih, menatap remeh pada Qinan."Aku juga akan melakukan hal yang sama kalau aku punya anak kaya k

Bab terbaru

  • Mahar 700 juta dari Tuan Satya   Bab 13 : Apa Om pernah tanya?

    Krumpyaaangg!Suara sumbang dari kamar sebelah membuat Qinan berjingkat mundur dan segera melepaskan diri dari Satya. Ia canggung dan kikuk sendiri, untuk menatap Satya ia tak berani. Ia sendiri tak tau sejak kapan ia jadi seberani ini. Memulai lebih dulu? Ah, Qinan mendekati gila rupanya.Satya sendiri tercekat. Ia merasa telah melakukan hal yang salah. Tak seharusnya ia melakukan hal itu dengan Qinan. Dia dan seluruh hatinya adalah milik Sofiana. Melakukan hal itu membuatnya merasa telah mengkhianati belahan jiwanya itu."Urus Sean!" titah Satya segera karena yakin suara itu berasal dari kamar Sean. Setelahnya ia berlalu keluar kamar tanpa sepatah katapun lagi. Barang hanya menengok wajah Qinan yang sudah seperti orang cengo pun tidak.'Kamu benar-benar sudah memulai langkahmu Qinan? Nggak papa, itu nggak salah Qinan. Satya itu suamimu!'Qinan katakan itu pada dirinya sendiri sebab tak karuan sekali menahan gejolak di dalam sana. Berdebar, gemetar, dan ... juju

  • Mahar 700 juta dari Tuan Satya   Bab 12 : Ada apa denganmu Sat?

    "Apa rencana kamu sebenarnya?" tanya Satya usai menutup pintu kamarnya."Nggak ada, aku cuma ngelakuin perintah kamu aja," jawab Qinan sambil berjalan menuju lemari. Menyiapkan baju kerja untuk suaminya. Jalannya sudah tak tertatih, Qinan itu strong. Kemarin juga tak terlalu sakit sebenarnya. Hanya saja ia mengabulkan permintaan Sean. Mengulur waktu agar bocah itu menyiapkan mentalnya untuk bertemu Sofiana."Apa kamu sadar, dengan kamu mengajak Mama tinggal di sini, itu sama aja ngundang masalah baru." Satya mengekori langkah Qinan dan berhenti di dekatnya. Qinan hentikan gerakannya sebentar, lalu meraup udara banyak-banyak."Kamu itu ngomong apa si Mas? Dia itu Mama kamu loh, berarti selama ini kamu anggap Mama sebagai sumber masalah?" tanya Qinan pada Satya."Bisa-bisanya kamu bicara sesantai itu setelah melihat sendiri kelakuan Mama tadi pagi," ucap Satya. Ia mendecih, menatap remeh pada Qinan."Aku juga akan melakukan hal yang sama kalau aku punya anak kaya k

  • Mahar 700 juta dari Tuan Satya   Bab 11 : Rahasia

    "Satya juga sudah memberikannya Ma. Sean itu cucu Mama!" Satya langsung terpancing emosi saat Iriana membahas cucu. Ya, dari dulu Iriana memang tak pernah menganggap Sean sebagai cucunya."Mama nggak yakin dia itu anakmu." Iriana mengucapkan itu dengan renyah, lalu dengan santainya duduk menyilangkan kaki."Ma!" Suara Satya meninggi. Wajah Satya memerah karena dikuasai marah. Sepatah kalimat yang diucapkan mamanya dengan santai itu begitu menyayat hati Satya. Gemuruh di dadanya meletup setiap kali membahas Sean dengan mamanya. "Sampai kapanpun Mama nggak akan anggap dia cucu Mama Sat!" Iriana tekankan lagi kalimatnya. Yang artinya sama saja mengobar bara api yang sudah menyala di dada Satya, Satya bergerak maju karena tak terima akan ucapan mamanya."Apa aku juga bukan anak Papa?!" Kata yang sejak lama ingin Satya lontarkan akhirnya terucap juga. Dengan sungguh-sungguh Satya tanyakan itu. "Jaga ucapanmu Sat! Jelas kamu ini anak Mama dan Papa!" Iriana yang tak t

  • Mahar 700 juta dari Tuan Satya   Bab 10 : Semua Aman

    "Kamu nggak perlu khawatir Sayang, aku hanya perlu dukunganmu. Aku akan tetap meluangkan waktu untukmu, juga Sean. Datang ke sini setiap kamu merindukanku, aku akan selalu siap menemanimu." Sofiana kalungkan lengannya di leher Satya, sementara tangan satunya menari di rahang tegas Satya. Jambang tipis milik lelaki matang itu masih menjadi favoritnya. Berhenti dibenda kenyal kemerahan milik Satya, Sofiana usap lembut kemudian mendaratkan bibirnya di sana, singkat."Asal itu bukan di jam kerja. Datanglah kapanpun kamu mau," sambungnya lagi. Tangan Sofiana mulai bergerak turun dan berhenti pada dada bidang Satya."Keputusanmu membuatku kecewa Sof,""Iya aku tau. Aku siap mendapat hukuman darimu."Sofiana bergerak mundur dengan tangannya tetap berada di posisi semula. Sofiana menjatuhkan diri ke ranjang yang artinya juga Satya ikut terbawa bersamanya. Tatapan mereka saling mengunci. Hingga setelahnya mereka tak bisa lagi terkendali. Di saat rindu itu sendiri belum terbayar tuntas, emosi,

  • Mahar 700 juta dari Tuan Satya   Bab 9 : Jangan Salahkan Aku

    Qinan menghela nafasnya panjang. Ia hanya bisa menatap kepergian Satya tanpa menahannya dengan sepatah katapun. Sepertinya bicarapun untuk apa, Qinan siapa bagi Satya saat ini?Ya, walaupun sebenarnya ingin ia berteriak meminta Satya agar tak perlu mengejar Sofiana. Lalu membeberkan kelakuan wanita pujaan Satya yang sesungguhnya. Tapi mana bisa?Lagi-lagi Qinan itu siapa bagi Satya? Punya posisi apa ia di hati Satya? Dan yang jelas, punya bukti apa?Baiklah, untuk saat ini biar Qinan tahan dan perpanjang stok kesabarannya dulu. "Perjalananmu baru akan dimulai, Qinandra Larasati. Bermainlah dengan cantik kalau perlu lebih cantik dari permainan Sofiana itu," lirih Qinan. Ia tersenyum smirk kemudian. "Cih, airmata buaya." Rasanya Qinan ingin tertawa saat melihat akting Sofiana tadi, menangis? Wow.Ya, mungkin Qinan juga nantinya harus belajar demikian.°°°Sementara Qinan melewati malamnya sendirian di Rumah Sakit. Satya dan Sofiana kini tengah berdua di apartemen milik Satya, yang saat i

  • Mahar 700 juta dari Tuan Satya   Bab 8 : Alasan

    "Sean sudah mau pulang Om?" tanya Qinan kini sambil memakan jatah makan malamnya. Tentu makan sendiri, Satya mana mau menyuapi. Mau menemani Qinan di Rumah Sakit saja sudah untung. Walau sebenarnya Qinan bertanya-tanya, kok mau orang itu menyelakan waktunya untuk menunggui Qinan?"Sudah," jawab Satya acuh. Dia kemudian duduk di kursi tunggu sambil menyandarkan punggungnya. Persis seperti yang dilakukan Sean siang tadi, mata Satya juga memejam setelahnya."Jangan lupa makan Om. Om beli aja keluar, aku nggak apa-apa kok ditinggal.""Iya. Buruan dimakan obatnya, habis itu tidur. Jangan berisik, kupingku capek dengerin kamu ngomong dari tadi," jawab Satya jujur. Pasalnya memang betul, Qinan hari ini banyak sekali bicara."Oh, jadi Om dengerin aku ngomong dari tadi? Kirain enggak, abisnya Om diem aja,"Satya hanya melirik Qinan sekilas, lalu kembali memejamkan matanya. Sementara itu Qinan menuruti titah Satya dengan segera meminum obatnya, tapi karena letaknya agak jauh Qinan jadi susah me

  • Mahar 700 juta dari Tuan Satya   Bab 7 : Senyum-Senyum Sendiri

    "Sean! Apa lagi yang kamu lakukan?!"Satya yang sedang telpon segera mengakhiri sambungan telponnya. Buru-buru ia masuk dan mendapati Qinan berada di lantai sedang memegangi lututnya sambil meringis kesakitan. Tatapan tajamnya langsung tertuju pada Sean yang sedang berdiri di samping Qinan."Bukan Om. Ini bukan salah Sean, aku cuma mau ke kamar mandi tapi ternyata kakiku sakit banget. Sshh," segera Qinan mencari alasan. Padahal ia sendiri kesal bukan main karena tendangan Sean benar-benar membuat lututnya terasa bengkok. "Jangan bohong. Aku denger sendiri kamu teriakan nama Sean tadi," ucap Satya. Ia melihat ke arah Qinan dan Sean secara bergantian."Oh, itu. Ehm, aku jatuh dan yang ada Sean. Jadi aku reflek panggil nama Sean. Mau minta tolong, tapi ya Sean mana kuat menopang tubuhku yang besar ini, Sean kan hanya bocah 6 tahun," kilah Qinan sambil berdiri dibantu oleh Satya."Benar begitu, Sean?""Apa perlu Sean jawab, padahal Tante itu sudah menjelaskannya sendiri?" Sean memutar bo

  • Mahar 700 juta dari Tuan Satya   Bab 6 Terluka

    "Tapi nggak di sini juga kan Om? Bisa kan Om bilangnya di rumah, nanti. Ini Rumah Sakit, Om."Jujur saja, Qinan memang sempat salah terka. Tapi sebisa mungkin ia tutupi dengan seolah-olah tak baper akan perhatian kecil Satya. Qinan itu kenapa juga lemah begini jika dihadapkan dengan Satya. Perhatian sekecil itu saja sudah membuat Qinan merasa spesial."Aku tau! Tak usah mengajariku!"Satya tarik nafasnya dalam-dalam, selaan dari Qinan membuatnya lupa akan banyak hal yang ingin ia sampaikan pada Sean.Sekali lagi Satya ingin tegaskan, ini bukan karena ia merasa khawatir atau menaruh perhatian lebih pada Qinan. Ini semua murni karena Satya ingin mendidik Sean menjadi lelaki yang sesungguhnya, bertanggung jawab dan gentle. Tidak seperti Sean yang di hadapannya saat ini. Bocah pembuat ulah, tempramen dan semaunya. Padahal jika Satya ingat-ingat, Sean dulunya tak begitu.Satya turunkan badannya menjadi setengah berdiri, hingga tingginya selaras dengan Sean kini. Satya tatap dalam diam kedu

  • Mahar 700 juta dari Tuan Satya   Bab 5 : Khawatirkah?

    "Ck, belum apa-apa sudah sombong. Buktikan saja kalau memang bisa!" tantang Sean. Bocah itu memicingkan matanya, lalu melenggang menuju kursi tunggu. Lagaknya sudah seperti pria dewasa saja bocah itu."Yak?! Kamu menantangku bocah kecil?!" Qinan jadi ikut tersulut emosinya dikatai begitu oleh Sean. Tapi tak dalam arti sebenarnya, Qinan tau Sean hanya sedang menyalakan semangatnya saja. "Tidak. Aku tau kamu tidak akan bisa. Kamu itu payah dalam segala hal." Sean menaruh ranselnya di lalu duduk menyender sambil bersedekap. "Tapi ya, coba saja. Aku hanya ingin melihatnya.""Itu sama aja, dasar anaknya Satya," gerutu Qinan."Ya. Aku memang anaknya suamimu," balas Sean. Padahal jika Qinan lihat, mata anak itu memejam. Tapi masih sempat-sempatnya membalas ucapan Qinan tadi."Ck, bicara dan bertingkahlah seperti bocah 6 tahun, Sean. Kamu ini lebih mirip kakek-kakek kalau terus seperti itu,""Kamu akan melihat Sean yang sesungguhnya kalau bisa membuktikan ucapanmu y

DMCA.com Protection Status