Home / Romansa / Mahar 700 juta dari Tuan Satya / Bab 2 : Mahar 700 juta

Share

Bab 2 : Mahar 700 juta

Author: BintangFajar
last update Last Updated: 2023-08-24 17:42:59

"Saya tidak berminat bercanda denganmu Om." balas Qinan dengan raut datar. Sebenarnya ia sedang menyadarkan dirinya sendiri yang mungkin saat ini sedang berkhayal terlalu tinggi. Bukannya apa ia hanya takut saking tingginya sampai melampaui batas yang seharusnya lalu akhirnya sakit karena jatuhnya terlalu dalam jika sadar.

"Saya serius! Ikut saya ke mobil."

Qinan coba telisik wajah Satya, barangkali ia memang bercanda tingkat dewa dan Qinan sebagai pihak penonton yang tak paham. Tapi ternyata tak seperti itu. Satya memang serius.

"Tak selalu harus terjun ke jurang saat kamu menemui jalan buntu. Putar balik pun tidak apa. Kadang solusimu terlewat tanpa kamu sadari," ucap Satya lagi yang menyadari jika Qinan meragukannya. "Dan untuk kali ini, bukan terlewat. Tapi saya yang menghalangimu menemukan solusi. Masuklah ke mobil sebelum mereka melihatmu."

Qinan angguki tawaran Satya. Ia melangkah menuju mobil dengan Satya memapahnya. Tak ingin salah paham dan gagal fokus. Tapi Qinan akui ia sedikit trenyuh, entah hatinya yang seperti lilin atau karena memang sepantasnya begitu. Satya itu ... selain baik, ia tampan sekali, Tuhan.

Qinan prediksi, usia Satya mungkin 5 tahun lebih tua darinya. Ya dari wajah dan tampilannya sepertinya seperti itu. Kalau tidak salah sih, Qinan bukan cenayang soalnya.

"Saya Satya Aditama, 35 tahun dan ... ini adalah anak saya. Harta saya yang paling berharga setelah wanita ini." Satya tunjukan sebuah foto di ponselnya. Foto bertiga ala keluarga cemara.

Ctaaass!

Telinga Qinan lebih dari tersambar petir rasanya mendengar penjelasan singkat dari pria tadi, Satya ya? Qinan sempat berpikir kalau lelaki itu masih single dan ia akan menjadi cinderella untuknya. Gadis miskin yang dipilih pangeran menjadi permaisurinya. MIMPI!

Sekali lagi, Satya telah beristri dan punya anak. Wanita yang Satya sebut tadi, tentu saja istrinya kan? Siapa lagi memangnya. Cantik dan berkelas penampilannya.

"Hallo ... Bisa saya lanjutkan?"

"E-Eh iya O-Om Satya. Lanjutkan saja, saya dengarkan. Maaf tadi melamun."

Satya menggelengkan kepalanya, tanpa senyum. Sejak pertama bertemu, Qinan belum melihatnya tersenyum barang satu milipun.

"Jadi nanti kamu akan bekerja dirumah saya."

"Baik Om, saya bisa semuanya. Masak, nyuci, ngepel, nyetrika, bahkan saya bisa nyupir Om. Katakan saja tugas saya dan dalam waktu berapa lama saya harus bekerja untuk Om?" Qinan bertanya dengan panjang lebar, bahkan sebenarnya itu sudah Qinan singkat. Lalu Qinan melipat bibirnya ke dalam saat Satya bukan menjawabnya melainkan menatapnya tajam dengan tatapan tak suka.

"Makanya jangan menyela. Saya belum selesai bicara."

Qinan mengangguk lalu menunduk. Ia berjanji akan tetap dalam posisi seperti itu. Pun tak akan berucap dan bertanya banyak hal lagi, hanya akan mendengarkan penjelasan dari Satya saja.

"Saya tidak butuh semua yang kamu sebutkan tadi. Semua sudah ada yang mengerjakan."

Qinan ber'oh ria. "Lalu?"

"Saya dan Sean anak saya adalah tugasmu. Pekerjaanmu!"

"A-APA???"

Sumpah demi apa? Qinan tak salah dengar kan ini? Qinan langgar janjinya, ia mendongak sejadi-jadinya. Kedua netranya menatap penuh pada Satya yang kini di hadapannya.

"Oh, sepertinya saya salah dengar," kata Qinan yang melihat raut Satya nampak datar saja.

"Memangnya apa yang kamu dengar?"

"Tidak. Mm ... Itu, saya dengar pekerjaan saya adalah mengurus Om dan anak Om," ucap Qinan dengan terbata. Ia takut salah bicara lagi.

"Kamu masih muda. Tidak mungkin salah dengar. Jadi bagaimana, apa kamu bersedia?"

"Mengurus seperti apa yang Om maksud?"

"Semuanya yang berkaitan dengan saya dan Sean. Semua kebutuhan saya dan Sean luar dalam kamu yang urusi."

Qinan membulatkan matanya dengan sempurna. Sedang yang ditatap rupanya tak peka. Justru memundurkan diri, menyenderkan punggungnya pada jok motor dengan nafas berat keluar dari mulutnya.

"Sudahlah kalau tidak mau. Lupakan saja. Ganti saja uangnya nanti dengan uang berbunga," katanya kemudian. Ia sudah meraih kunci mobilnya, lalu cepat-cepat Qinan menahannya.

"Bukan begitu Om. Saya masih tidak mengerti, apa dengan memberi pekerjaan tadi artinya Om mengajak saya menikah?"

Satya kerutkan keningnya. "Apa seharusnya begitu?"

"Bagaimana saya bisa mengurus semuanya luar dan dalam jika status saya bukan siapa-siapanya Om Satya," terang Qinan.

"Kalau begitu ayo menikah! Di depan sana ada KUA. Mana tanda pengenalmu?"

°°°

Antara percaya dan tidak, nyatanya kini Qinan telah keluar dari gedung KUA terdekat dengan buku nikah hijau dan merah di tangannya. Ayahnya sedang sakit, jadi tak bisa menjadi wali nikah untuknya. Sedih sekali rasanya, tapi justru untuk itulah Qinan lakukan ini. Untuk kesembuhan ayahnya.

"Saya trima nikah dan kawinnya Qinandra Larasati binti Hadid Budianto dengan mas kawin uang sebesar tujuh ratus juta rupiah dibayar tunai!"

Suara lantang dan lancar Satya mengucap ijab qobul di depan penghulu masih terngiang jelas di rungu Qinan. Betapa semuanya berubah sejak kalimat itu di ikuti kata 'sah' dari dua saksi yang tak lain adalah asisten Satya tadi.

Qinan usap airmatanya yang membasahi pipi. Lalu di simpannya kedua buku itu dalam tasnya. Satya bilang, biar Qinan saja yang menyimpannya karena Satya sering lupa.

"Trimakasih Om. Sekarang saya pamit ke Rumah Sakit," pamit Qinan pada Satya yang tengah sibuk bermain ponselnya.

"Siapa yang mengijinkanmu ke Rumah Sakit?" Tanya Satya sambil menahan tangan Qinan.

"Saya harus segera ke sana untuk mengurus administrasi ayah saya Om. Supaya ayah saya bisa segera ditangani. Waktu saya tidak banyak, tinggal 3 jam lagi. Kalau saya tidak ke sana ayah saya akan dipulangkan secara paksa dalam kondisi yang masih kritis."

"Biasakan bertanya dulu, supaya kosakata panjang lebar yang keluar dari bibirmu itu tidak mubazir."

Skakmat. Qinan diam jadinya. Padahal Qinan tak merasa jika setiap katanya itu jatuhnya mubazir. Ikhlas lahir batin Qinan mengucapkannya, mengeluarkannya.

"Semua sudah diurus sama Rizal, asisten saya. Jangan khawatir. Ayahmu sudah masuk ruang operasi sekarang. Kalau tak percaya kamu boleh hubungi pihak keluargamu." Selalu seperti itu gaya bicara Satya, Qinan jadi susah mengelompokannya apa itu masuk kriteria serius atau bercanda.

Dengan tetap memastikan wajah Satya tak berubah tertawa, Qinan mencari-cari ponselnya dalam tas lalu segera menelpon sang adik yang tengah menunggu di Rumah Sakit. Sambungan terhubung, Qinan dengar suara sang adik setengah bergetar.

[Alhamdulillah Kak, alhamdulillah. Ayah sudah masuk ruang operasi sekarang, nggak papa Rian tunggu di sini sendiri Kak. Kakak pasti capek sampai dapetin uang sebanyak itu untuk operasi Ayah. Kak Qinan istirahat saja. Kakak memang hebat.]

Qinan tak sanggup menjawabnya. Bahkan saat melihat video yang ditunjukan sang adik kalau ayahnya benar-benar di ruang operasi sekarang, juga bukti pembayaran berikut perawatan sang ayah selama dua bulan kedepan, bening dimatanya luruh. Tumpah ruah membanjiri pipi.

Ia lihat ke samping pada sosok malaikatnya yang nyata. Sama, kepadanyapun Qinan tak sanggup berkata. Bibirnya bergetar hebat, sibuk sendiri menahan isak. Qinan tubrukan dirinya pada pria itu, Satya. Masih dengan mengisak.

"Makasih Om, makasih."

Satya sendiri hanya mematung, bahkan tangannya tak bergerak sedikitpun. Sekedar membalas pelukan pun tidak.

"Iya. Sudah lepaskan saya. Jangan kekanakan! Saya malu ada banyak orang. Sekarang ikut saya ke Rumah. Tanggungjawabmu sudah menunggu."

Related chapters

  • Mahar 700 juta dari Tuan Satya   Bab 3 : Sof?

    "I-Ini rumah Om?" tanya Qinan. Ia menatap takjub pada bangunan rumah lantai 3 beserta beberapa mobil berbaris rapi di garasi. Halamannya juga luas dan terdapat air mancur sebagai pusatnya."Tutup mulutmu atau nanti semua lalat akan masuk," Satya berucap tanpa ekspresi."Kekagumanmu akan bertambah-tambah nanti saat masuk. Jadi jangan perlihatkan semuanya di sini!" sambungnya lagi.'Ck, sombong juga kalau sudah masuk kandangnya,' batin Qinan.Benar kata Satya, begitu manapakan kaki dalam hunian itu, decak kagum tak bisa Qinan sembunyikan dari wajahnya. Mimpi apa Qinan semalam, sampai ia begitu beruntung hari ini, bertubi-tubi keberuntungannya. Sudah beres soal ayahnya saja Qinan lebih dari bersyukur. Lebih-lebih kini ia dalam waktu singkat sudah menjadi istri seorang rupawan dan hartawan macam Satya. Istri sah pula. Bukankah ini lebih dari ekspetasinya.Dan, jika ini mimpi Qinan berharap agar tidak bangun saja. Terlalu sayang untuk dilewatkan. Ataukah mungkin ini adalah penawar dari get

    Last Updated : 2023-08-26
  • Mahar 700 juta dari Tuan Satya   Bab 4 : Aku akan menaklukannya

    "Tidak! Aku sudah menunggumu sejak lama, mereka biar menjadi urusanku. Kamu tetaplah di situ, jangan kemana-mana! Aku akan menjemputmu sekarang!"Dengan tergesa-gesa Satya memakai jaketnya, semetara telponnya masih ia apit di telinganya. Terus meyakinkan lawan bicaranya kalau dia akan menemuinya. Qinan memperhatikan hal itu dibalik pintu kamar Sean. Ada wajah tak biasa yang tak pernah Qinan lihat saat bersamanya.Binar bahagia itu terpancar dari sorot matanya juga bibirnya yang sejak sambungan telpon itu terhubung terus saja melengkungkan senyum. "Lima belas menit. Ah tidak, tidak. Sepuluh menit lagi aku sampai, tunggu aku, mengerti!"Satya berlari kecil menuruni anak tangga dengan sesekali bersiul ria. Sementara Qinan, entah mengapa jadi tinggi rasa ingin taunya. Melihat Sean juga sedang tertidur membuatnya berinisiatif membuntuti Satya diam-diam."Pak Devan, saya pakai motornya. Jangan bilang siapa-siapa kalau saya pergi." Qinan gegas merebut kontak motor Pak Devan yang baru saja p

    Last Updated : 2023-08-26
  • Mahar 700 juta dari Tuan Satya   Bab 5 : Khawatirkah?

    "Ck, belum apa-apa sudah sombong. Buktikan saja kalau memang bisa!" tantang Sean. Bocah itu memicingkan matanya, lalu melenggang menuju kursi tunggu. Lagaknya sudah seperti pria dewasa saja bocah itu."Yak?! Kamu menantangku bocah kecil?!" Qinan jadi ikut tersulut emosinya dikatai begitu oleh Sean. Tapi tak dalam arti sebenarnya, Qinan tau Sean hanya sedang menyalakan semangatnya saja. "Tidak. Aku tau kamu tidak akan bisa. Kamu itu payah dalam segala hal." Sean menaruh ranselnya di lalu duduk menyender sambil bersedekap. "Tapi ya, coba saja. Aku hanya ingin melihatnya.""Itu sama aja, dasar anaknya Satya," gerutu Qinan."Ya. Aku memang anaknya suamimu," balas Sean. Padahal jika Qinan lihat, mata anak itu memejam. Tapi masih sempat-sempatnya membalas ucapan Qinan tadi."Ck, bicara dan bertingkahlah seperti bocah 6 tahun, Sean. Kamu ini lebih mirip kakek-kakek kalau terus seperti itu,""Kamu akan melihat Sean yang sesungguhnya kalau bisa membuktikan ucapanmu y

    Last Updated : 2023-09-18
  • Mahar 700 juta dari Tuan Satya   Bab 6 Terluka

    "Tapi nggak di sini juga kan Om? Bisa kan Om bilangnya di rumah, nanti. Ini Rumah Sakit, Om."Jujur saja, Qinan memang sempat salah terka. Tapi sebisa mungkin ia tutupi dengan seolah-olah tak baper akan perhatian kecil Satya. Qinan itu kenapa juga lemah begini jika dihadapkan dengan Satya. Perhatian sekecil itu saja sudah membuat Qinan merasa spesial."Aku tau! Tak usah mengajariku!"Satya tarik nafasnya dalam-dalam, selaan dari Qinan membuatnya lupa akan banyak hal yang ingin ia sampaikan pada Sean.Sekali lagi Satya ingin tegaskan, ini bukan karena ia merasa khawatir atau menaruh perhatian lebih pada Qinan. Ini semua murni karena Satya ingin mendidik Sean menjadi lelaki yang sesungguhnya, bertanggung jawab dan gentle. Tidak seperti Sean yang di hadapannya saat ini. Bocah pembuat ulah, tempramen dan semaunya. Padahal jika Satya ingat-ingat, Sean dulunya tak begitu.Satya turunkan badannya menjadi setengah berdiri, hingga tingginya selaras dengan Sean kini. Satya tatap dalam diam kedu

    Last Updated : 2023-09-18
  • Mahar 700 juta dari Tuan Satya   Bab 7 : Senyum-Senyum Sendiri

    "Sean! Apa lagi yang kamu lakukan?!"Satya yang sedang telpon segera mengakhiri sambungan telponnya. Buru-buru ia masuk dan mendapati Qinan berada di lantai sedang memegangi lututnya sambil meringis kesakitan. Tatapan tajamnya langsung tertuju pada Sean yang sedang berdiri di samping Qinan."Bukan Om. Ini bukan salah Sean, aku cuma mau ke kamar mandi tapi ternyata kakiku sakit banget. Sshh," segera Qinan mencari alasan. Padahal ia sendiri kesal bukan main karena tendangan Sean benar-benar membuat lututnya terasa bengkok. "Jangan bohong. Aku denger sendiri kamu teriakan nama Sean tadi," ucap Satya. Ia melihat ke arah Qinan dan Sean secara bergantian."Oh, itu. Ehm, aku jatuh dan yang ada Sean. Jadi aku reflek panggil nama Sean. Mau minta tolong, tapi ya Sean mana kuat menopang tubuhku yang besar ini, Sean kan hanya bocah 6 tahun," kilah Qinan sambil berdiri dibantu oleh Satya."Benar begitu, Sean?""Apa perlu Sean jawab, padahal Tante itu sudah menjelaskannya sendiri?" Sean memutar bo

    Last Updated : 2023-09-18
  • Mahar 700 juta dari Tuan Satya   Bab 8 : Alasan

    "Sean sudah mau pulang Om?" tanya Qinan kini sambil memakan jatah makan malamnya. Tentu makan sendiri, Satya mana mau menyuapi. Mau menemani Qinan di Rumah Sakit saja sudah untung. Walau sebenarnya Qinan bertanya-tanya, kok mau orang itu menyelakan waktunya untuk menunggui Qinan?"Sudah," jawab Satya acuh. Dia kemudian duduk di kursi tunggu sambil menyandarkan punggungnya. Persis seperti yang dilakukan Sean siang tadi, mata Satya juga memejam setelahnya."Jangan lupa makan Om. Om beli aja keluar, aku nggak apa-apa kok ditinggal.""Iya. Buruan dimakan obatnya, habis itu tidur. Jangan berisik, kupingku capek dengerin kamu ngomong dari tadi," jawab Satya jujur. Pasalnya memang betul, Qinan hari ini banyak sekali bicara."Oh, jadi Om dengerin aku ngomong dari tadi? Kirain enggak, abisnya Om diem aja,"Satya hanya melirik Qinan sekilas, lalu kembali memejamkan matanya. Sementara itu Qinan menuruti titah Satya dengan segera meminum obatnya, tapi karena letaknya agak jauh Qinan jadi susah me

    Last Updated : 2023-09-19
  • Mahar 700 juta dari Tuan Satya   Bab 9 : Jangan Salahkan Aku

    Qinan menghela nafasnya panjang. Ia hanya bisa menatap kepergian Satya tanpa menahannya dengan sepatah katapun. Sepertinya bicarapun untuk apa, Qinan siapa bagi Satya saat ini?Ya, walaupun sebenarnya ingin ia berteriak meminta Satya agar tak perlu mengejar Sofiana. Lalu membeberkan kelakuan wanita pujaan Satya yang sesungguhnya. Tapi mana bisa?Lagi-lagi Qinan itu siapa bagi Satya? Punya posisi apa ia di hati Satya? Dan yang jelas, punya bukti apa?Baiklah, untuk saat ini biar Qinan tahan dan perpanjang stok kesabarannya dulu. "Perjalananmu baru akan dimulai, Qinandra Larasati. Bermainlah dengan cantik kalau perlu lebih cantik dari permainan Sofiana itu," lirih Qinan. Ia tersenyum smirk kemudian. "Cih, airmata buaya." Rasanya Qinan ingin tertawa saat melihat akting Sofiana tadi, menangis? Wow.Ya, mungkin Qinan juga nantinya harus belajar demikian.°°°Sementara Qinan melewati malamnya sendirian di Rumah Sakit. Satya dan Sofiana kini tengah berdua di apartemen milik Satya, yang saat i

    Last Updated : 2023-09-19
  • Mahar 700 juta dari Tuan Satya   Bab 10 : Semua Aman

    "Kamu nggak perlu khawatir Sayang, aku hanya perlu dukunganmu. Aku akan tetap meluangkan waktu untukmu, juga Sean. Datang ke sini setiap kamu merindukanku, aku akan selalu siap menemanimu." Sofiana kalungkan lengannya di leher Satya, sementara tangan satunya menari di rahang tegas Satya. Jambang tipis milik lelaki matang itu masih menjadi favoritnya. Berhenti dibenda kenyal kemerahan milik Satya, Sofiana usap lembut kemudian mendaratkan bibirnya di sana, singkat."Asal itu bukan di jam kerja. Datanglah kapanpun kamu mau," sambungnya lagi. Tangan Sofiana mulai bergerak turun dan berhenti pada dada bidang Satya."Keputusanmu membuatku kecewa Sof,""Iya aku tau. Aku siap mendapat hukuman darimu."Sofiana bergerak mundur dengan tangannya tetap berada di posisi semula. Sofiana menjatuhkan diri ke ranjang yang artinya juga Satya ikut terbawa bersamanya. Tatapan mereka saling mengunci. Hingga setelahnya mereka tak bisa lagi terkendali. Di saat rindu itu sendiri belum terbayar tuntas, emosi,

    Last Updated : 2023-09-20

Latest chapter

  • Mahar 700 juta dari Tuan Satya   Bab 13 : Apa Om pernah tanya?

    Krumpyaaangg!Suara sumbang dari kamar sebelah membuat Qinan berjingkat mundur dan segera melepaskan diri dari Satya. Ia canggung dan kikuk sendiri, untuk menatap Satya ia tak berani. Ia sendiri tak tau sejak kapan ia jadi seberani ini. Memulai lebih dulu? Ah, Qinan mendekati gila rupanya.Satya sendiri tercekat. Ia merasa telah melakukan hal yang salah. Tak seharusnya ia melakukan hal itu dengan Qinan. Dia dan seluruh hatinya adalah milik Sofiana. Melakukan hal itu membuatnya merasa telah mengkhianati belahan jiwanya itu."Urus Sean!" titah Satya segera karena yakin suara itu berasal dari kamar Sean. Setelahnya ia berlalu keluar kamar tanpa sepatah katapun lagi. Barang hanya menengok wajah Qinan yang sudah seperti orang cengo pun tidak.'Kamu benar-benar sudah memulai langkahmu Qinan? Nggak papa, itu nggak salah Qinan. Satya itu suamimu!'Qinan katakan itu pada dirinya sendiri sebab tak karuan sekali menahan gejolak di dalam sana. Berdebar, gemetar, dan ... juju

  • Mahar 700 juta dari Tuan Satya   Bab 12 : Ada apa denganmu Sat?

    "Apa rencana kamu sebenarnya?" tanya Satya usai menutup pintu kamarnya."Nggak ada, aku cuma ngelakuin perintah kamu aja," jawab Qinan sambil berjalan menuju lemari. Menyiapkan baju kerja untuk suaminya. Jalannya sudah tak tertatih, Qinan itu strong. Kemarin juga tak terlalu sakit sebenarnya. Hanya saja ia mengabulkan permintaan Sean. Mengulur waktu agar bocah itu menyiapkan mentalnya untuk bertemu Sofiana."Apa kamu sadar, dengan kamu mengajak Mama tinggal di sini, itu sama aja ngundang masalah baru." Satya mengekori langkah Qinan dan berhenti di dekatnya. Qinan hentikan gerakannya sebentar, lalu meraup udara banyak-banyak."Kamu itu ngomong apa si Mas? Dia itu Mama kamu loh, berarti selama ini kamu anggap Mama sebagai sumber masalah?" tanya Qinan pada Satya."Bisa-bisanya kamu bicara sesantai itu setelah melihat sendiri kelakuan Mama tadi pagi," ucap Satya. Ia mendecih, menatap remeh pada Qinan."Aku juga akan melakukan hal yang sama kalau aku punya anak kaya k

  • Mahar 700 juta dari Tuan Satya   Bab 11 : Rahasia

    "Satya juga sudah memberikannya Ma. Sean itu cucu Mama!" Satya langsung terpancing emosi saat Iriana membahas cucu. Ya, dari dulu Iriana memang tak pernah menganggap Sean sebagai cucunya."Mama nggak yakin dia itu anakmu." Iriana mengucapkan itu dengan renyah, lalu dengan santainya duduk menyilangkan kaki."Ma!" Suara Satya meninggi. Wajah Satya memerah karena dikuasai marah. Sepatah kalimat yang diucapkan mamanya dengan santai itu begitu menyayat hati Satya. Gemuruh di dadanya meletup setiap kali membahas Sean dengan mamanya. "Sampai kapanpun Mama nggak akan anggap dia cucu Mama Sat!" Iriana tekankan lagi kalimatnya. Yang artinya sama saja mengobar bara api yang sudah menyala di dada Satya, Satya bergerak maju karena tak terima akan ucapan mamanya."Apa aku juga bukan anak Papa?!" Kata yang sejak lama ingin Satya lontarkan akhirnya terucap juga. Dengan sungguh-sungguh Satya tanyakan itu. "Jaga ucapanmu Sat! Jelas kamu ini anak Mama dan Papa!" Iriana yang tak t

  • Mahar 700 juta dari Tuan Satya   Bab 10 : Semua Aman

    "Kamu nggak perlu khawatir Sayang, aku hanya perlu dukunganmu. Aku akan tetap meluangkan waktu untukmu, juga Sean. Datang ke sini setiap kamu merindukanku, aku akan selalu siap menemanimu." Sofiana kalungkan lengannya di leher Satya, sementara tangan satunya menari di rahang tegas Satya. Jambang tipis milik lelaki matang itu masih menjadi favoritnya. Berhenti dibenda kenyal kemerahan milik Satya, Sofiana usap lembut kemudian mendaratkan bibirnya di sana, singkat."Asal itu bukan di jam kerja. Datanglah kapanpun kamu mau," sambungnya lagi. Tangan Sofiana mulai bergerak turun dan berhenti pada dada bidang Satya."Keputusanmu membuatku kecewa Sof,""Iya aku tau. Aku siap mendapat hukuman darimu."Sofiana bergerak mundur dengan tangannya tetap berada di posisi semula. Sofiana menjatuhkan diri ke ranjang yang artinya juga Satya ikut terbawa bersamanya. Tatapan mereka saling mengunci. Hingga setelahnya mereka tak bisa lagi terkendali. Di saat rindu itu sendiri belum terbayar tuntas, emosi,

  • Mahar 700 juta dari Tuan Satya   Bab 9 : Jangan Salahkan Aku

    Qinan menghela nafasnya panjang. Ia hanya bisa menatap kepergian Satya tanpa menahannya dengan sepatah katapun. Sepertinya bicarapun untuk apa, Qinan siapa bagi Satya saat ini?Ya, walaupun sebenarnya ingin ia berteriak meminta Satya agar tak perlu mengejar Sofiana. Lalu membeberkan kelakuan wanita pujaan Satya yang sesungguhnya. Tapi mana bisa?Lagi-lagi Qinan itu siapa bagi Satya? Punya posisi apa ia di hati Satya? Dan yang jelas, punya bukti apa?Baiklah, untuk saat ini biar Qinan tahan dan perpanjang stok kesabarannya dulu. "Perjalananmu baru akan dimulai, Qinandra Larasati. Bermainlah dengan cantik kalau perlu lebih cantik dari permainan Sofiana itu," lirih Qinan. Ia tersenyum smirk kemudian. "Cih, airmata buaya." Rasanya Qinan ingin tertawa saat melihat akting Sofiana tadi, menangis? Wow.Ya, mungkin Qinan juga nantinya harus belajar demikian.°°°Sementara Qinan melewati malamnya sendirian di Rumah Sakit. Satya dan Sofiana kini tengah berdua di apartemen milik Satya, yang saat i

  • Mahar 700 juta dari Tuan Satya   Bab 8 : Alasan

    "Sean sudah mau pulang Om?" tanya Qinan kini sambil memakan jatah makan malamnya. Tentu makan sendiri, Satya mana mau menyuapi. Mau menemani Qinan di Rumah Sakit saja sudah untung. Walau sebenarnya Qinan bertanya-tanya, kok mau orang itu menyelakan waktunya untuk menunggui Qinan?"Sudah," jawab Satya acuh. Dia kemudian duduk di kursi tunggu sambil menyandarkan punggungnya. Persis seperti yang dilakukan Sean siang tadi, mata Satya juga memejam setelahnya."Jangan lupa makan Om. Om beli aja keluar, aku nggak apa-apa kok ditinggal.""Iya. Buruan dimakan obatnya, habis itu tidur. Jangan berisik, kupingku capek dengerin kamu ngomong dari tadi," jawab Satya jujur. Pasalnya memang betul, Qinan hari ini banyak sekali bicara."Oh, jadi Om dengerin aku ngomong dari tadi? Kirain enggak, abisnya Om diem aja,"Satya hanya melirik Qinan sekilas, lalu kembali memejamkan matanya. Sementara itu Qinan menuruti titah Satya dengan segera meminum obatnya, tapi karena letaknya agak jauh Qinan jadi susah me

  • Mahar 700 juta dari Tuan Satya   Bab 7 : Senyum-Senyum Sendiri

    "Sean! Apa lagi yang kamu lakukan?!"Satya yang sedang telpon segera mengakhiri sambungan telponnya. Buru-buru ia masuk dan mendapati Qinan berada di lantai sedang memegangi lututnya sambil meringis kesakitan. Tatapan tajamnya langsung tertuju pada Sean yang sedang berdiri di samping Qinan."Bukan Om. Ini bukan salah Sean, aku cuma mau ke kamar mandi tapi ternyata kakiku sakit banget. Sshh," segera Qinan mencari alasan. Padahal ia sendiri kesal bukan main karena tendangan Sean benar-benar membuat lututnya terasa bengkok. "Jangan bohong. Aku denger sendiri kamu teriakan nama Sean tadi," ucap Satya. Ia melihat ke arah Qinan dan Sean secara bergantian."Oh, itu. Ehm, aku jatuh dan yang ada Sean. Jadi aku reflek panggil nama Sean. Mau minta tolong, tapi ya Sean mana kuat menopang tubuhku yang besar ini, Sean kan hanya bocah 6 tahun," kilah Qinan sambil berdiri dibantu oleh Satya."Benar begitu, Sean?""Apa perlu Sean jawab, padahal Tante itu sudah menjelaskannya sendiri?" Sean memutar bo

  • Mahar 700 juta dari Tuan Satya   Bab 6 Terluka

    "Tapi nggak di sini juga kan Om? Bisa kan Om bilangnya di rumah, nanti. Ini Rumah Sakit, Om."Jujur saja, Qinan memang sempat salah terka. Tapi sebisa mungkin ia tutupi dengan seolah-olah tak baper akan perhatian kecil Satya. Qinan itu kenapa juga lemah begini jika dihadapkan dengan Satya. Perhatian sekecil itu saja sudah membuat Qinan merasa spesial."Aku tau! Tak usah mengajariku!"Satya tarik nafasnya dalam-dalam, selaan dari Qinan membuatnya lupa akan banyak hal yang ingin ia sampaikan pada Sean.Sekali lagi Satya ingin tegaskan, ini bukan karena ia merasa khawatir atau menaruh perhatian lebih pada Qinan. Ini semua murni karena Satya ingin mendidik Sean menjadi lelaki yang sesungguhnya, bertanggung jawab dan gentle. Tidak seperti Sean yang di hadapannya saat ini. Bocah pembuat ulah, tempramen dan semaunya. Padahal jika Satya ingat-ingat, Sean dulunya tak begitu.Satya turunkan badannya menjadi setengah berdiri, hingga tingginya selaras dengan Sean kini. Satya tatap dalam diam kedu

  • Mahar 700 juta dari Tuan Satya   Bab 5 : Khawatirkah?

    "Ck, belum apa-apa sudah sombong. Buktikan saja kalau memang bisa!" tantang Sean. Bocah itu memicingkan matanya, lalu melenggang menuju kursi tunggu. Lagaknya sudah seperti pria dewasa saja bocah itu."Yak?! Kamu menantangku bocah kecil?!" Qinan jadi ikut tersulut emosinya dikatai begitu oleh Sean. Tapi tak dalam arti sebenarnya, Qinan tau Sean hanya sedang menyalakan semangatnya saja. "Tidak. Aku tau kamu tidak akan bisa. Kamu itu payah dalam segala hal." Sean menaruh ranselnya di lalu duduk menyender sambil bersedekap. "Tapi ya, coba saja. Aku hanya ingin melihatnya.""Itu sama aja, dasar anaknya Satya," gerutu Qinan."Ya. Aku memang anaknya suamimu," balas Sean. Padahal jika Qinan lihat, mata anak itu memejam. Tapi masih sempat-sempatnya membalas ucapan Qinan tadi."Ck, bicara dan bertingkahlah seperti bocah 6 tahun, Sean. Kamu ini lebih mirip kakek-kakek kalau terus seperti itu,""Kamu akan melihat Sean yang sesungguhnya kalau bisa membuktikan ucapanmu y

DMCA.com Protection Status