Share

Part 3

BABU KUJADIKAN BABU

Part 3

Arghh. Niat hati mau bersantai ria sambil nunggu waktunya yoga, eeh pria gak tahu diri itu malah bikin kesel aja. Akhirnya aku turun lagi saja ke bawah untuk nonton televisi. Sementara di dapur kudengar si madu babu itu sedang sibuk masak nasi goreng.

Tring!

"Argh, Ibu lagi, mau apa sih neleponin mulu, udah tahu aku sibuk kalau pagi gini," gerutunya saat mendengar ponselnya dering.

"Hallo Bu, apa lagi sih? Nia tuh sibuk kalau pagi, neleponnya agak siang aja bisa 'kan?" cecarnya sambil meloudspeaker sambungan telepon. Mungkin dia belum sadar kalau aku ada di ruang tv yang letaknya tak jauh dari dapur.

"Iya iya maaf, Ibu cuma mau ingetin kamu aja tadi lupa, kamu mau dapet duit 'kan ntar sore? Jangan lupa kalau masih ada sisa beliin Ibu baju baru juga. Oke."

"Ssstt Ibu, apaan sih malah ngomongin soal itu? Kalau Mbak Intan denger gimana? Ini teleponnya diloudspeak tahu, Nia lagi bikin sarapan soalnya, repot."

"Oh gitu, ya udah deh ntar aja Ibu telepon lagi kalau kamu udah gak sibuk."

"Iya."

Tut.

Sambungan telepon diputus. Tak lama Mas Iwan turun dan gegas menuju dapur.

"Nia, ambilin kemeja Dongker Mas, di mana kamu simpennya?"

"Di tempat setrikaanlah Mas, di mana lagi? Sana cari sendiri, aku masih repot ini."

"Arghh." Mas Iwan yang tampak kesal menggosok kepalanya sambil gegas pergi ke tempat setrikaan.

"Nia, apa ini? Masa kemejanya belum disetrika gini? Gimana Mas mau pake coba?" katanya lagi setelah dia kembali.

"Apa sih, Mas? Ya udah pake aja sih, orang gak kusut-kusut amat, itu baru dicuci kemaren jadi masih wangi juga," respon si madu babu sambil terus membolak-balik nasi dalam kwali.

"Gak kusut gimana sih? Orang parah banget gini. Sana setrika dulu, Mas mau pake buru-buru nih, udah siang takut telat."

"Ck Mas, kamu gak lihat apa aku lagi repot gini? Kamu setrika sendiri sana, atau kalau enggak kamu suruh dong itu Mbak Intan setrikain, dia juga 'kan istrimu, wajib layanin kamu, bukan cuma aku terus yang harus ngerjain semuanya," tolak si madu babu.

"Ogah." Refleks aku menyahut. Mereka langsung melirik ke arahku.

"Tuh, kamu lihat kan Mas, Mbak Intan lagi santai, sana minta setrikain."

"Tapi Ni-"

Mas Iwan tak melanjutkan ucapannya saat si madu babu itu buru-buru menghampiriku.

"Mbak, Mbak lagi santai 'kan? Tuh tolong setrikain dong," titahnya sambil melemparkan kemeja tersebut.

Ekor mataku melirik tajam, "kamu gak lihat aku lagi sibuk nonton tv, hah? Lagian ogah banget aku ngerjain tugas kamu, mening aku pergi olah raga," tandasku seraya gegas bangkit dan pergi menaiki anak tangga.

"Mbaaak! Mbaaak! Heuuuh." Si Nia teriak kesal. Tak kuhiraukan, aku buru-buru masuk kamar untuk mengganti baju.

Selesai mengganti baju aku turun lagi. Mereka tengah asik sarapan rupanya.

"Sini Tan, sarapan bareng," ajak Mas Iwan.

Kutengok semangkuk nasi goreng yang teronggok di depan mereka. Nasi goreng kecap tapi warnanya pucat, mana nggak ada acar atau kerupuknya pula. Aku jadi malas, akhirnya aku memilih langsung pergi saja dan memutuskan untuk sarapan di dekat tempat yoga.

"Sorry Mas, aku gak bisa makan makanan berlemak terus tiap hari, perutku yang rata ini bisa-bisa bergelambir dan jelek," sinisku sambil melirik ke arah si madu babu sekilas.

Aku ingat betul bagaimana dulu dia menghinaku jelek hanya karena aku jarang dandan dan tak suka merawat diri. Sekarang aku ingin menunjukan padanya bahwa hinaan itu sudah berbalik pada dirinya sendiri. Dia bahkan bukan hanya terlihat jelek sekarang, tapi juga mirip gelandangan yang wajahnya penuh dengan minyak dan bau asap. Hmh, kasihan.

"Maksud Mbak Intan apa? Mbak Intan nyindir aku hanya karena sekarang aku gendut gitu?"

Aku yang sudah melangkah ke dekat ruang tv kembali menoleh.

"Aku gak ngerasa nyindir kamu. Tapi kalau kamu kesindir berarti kamu emang ngerasa jelek," tandasku sebelum akhirnya aku benar-benar pergi keluar.

"Heuuuh, lihat tuh Mas, makin belagu aja istri tua kamu itu."

-

-

Siang hari aku baru pulang. Tadi selesai yoga aku sengaja shopping dulu. Beli baju baru dan hadiah buat Putri.

Setelah kupikir-pikir mungkin seru kali ya kalau aku tiba-tiba datang ke sana membawa hadiah yang agak wow, walau harus merogoh kocek yang lumayan, tapi sepertinya aku akan puas saat nanti melihat ekspresi Bibi alias ibu si madu babu itu.

Wanita tua itu berpikir aku akan menderita setelah suamiku menikahi anaknya 'kan? Bagaimana kalau kutunjukan kebalikannya? Dia pasti akan sangat terkejut.

"Baru pulang kamu, Mbak?" tanya si madu babu saat aku baru akan naik ke atas.

"Iya, kenapa? Masalah?"

Dia tak langsung menjawab, malah menelitiku dari bawah sampai atas.

"Ck ck ck enak ya kamu Mbak, duit Mas Iwan kamu hambur-hamburin terus buat belanja, sementara buat jatah makan kamu irit-irit sampe aku pusing ngaturnya," celetuknya sambil geleng-geleng kepala.

Aku menyeringai, "apa katamu? Duit Mas Iwan? Enak aja, emangnya aku ini kamu yang mau beli baju aja mesti minta duit sama laki? Heeei, asal kamu tahu ya, duit yang kupakai buat belanja ini adalah duitku sendiri, hasil dari usaha kedai bakso, bukan duit Mas Iwan yang nggak seberapa itu. Lupa kamu kalau aku ini punya usaha? Gak kayak kamu, mau hidup enak aja mesti rebut laki orang," pekikku tajam, hingga membuat wajahnya pias seketika.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status