MADU KUJADIKAN BABUPart 40 A"Apa sih Ikram. Bercanda ah.""Aku serius Intan." Dia menatapku lekat-lekat.Ya ampun. Ini orang kenapa? Apa dia beneran ngajakin aku nikah?"Tan. Jangan diem aja, jawab Tan," katanya lagi.Aku baru saja membuka mulut saat ibu mertua masuk."Terima saja Tan," katanya.Ikram terkesiap dan cepat membetulkan posisi duduknya. Aku juga sama."Ibu. Nggak jadi tebus obat?""Udah, dibantu sama suster tadi.""Oh."Ikram lalu bangkit dan Ibu mertua duduk di bangku yang tadi diduduki Ikram."Ikram beli minum dulu ya, Bu, Tan," izin pria itu.Aku mengangguk. Syukurlah dia memilih keluar, aku gak enak kalau dia di sini soalnya. "Tan ....""Ya, Bu?""Maaf ya, tadi Ibu dengar obrolan kamu sama Nak Ikram."Aku mengulas senyum kecil."Hehe gak apa-apa, Bu." Aku cengengesan, pura-pura biasa saja padahal malu banget aslinya."Tadi itu sebetulnya kamu kenapa kok nggak langsung jawab mau aja? Apa kamu masih ragu sama Nak Ikram?""Emm ... itu Bu, sebetulnya ... gini loh, Inta
MADU KUJADIKAN BABU Part 40 B "Tadi tim kepolisian Tan, ngabarin kalau mereka baru aja dibawa ke rumah sakit. Kayaknya yang tadi didorong di atas hospital bed ke ruang IGD itu mereka. Makanya ayo kita lihat." Ikram pun memapahku menuju IGD. Sementara ibu yang melihat kami hendak pergi cepat menghampiri, "eh kalian mau pada kemana?" "Bibi sama si Nia, Bu. Mereka udah nggak ada katanya." Ibu terkejut. "Eh yang bener? Mereka meninggal maksudnya?" Aku mengangguk. "Ya ampun. Kok bisa?" tanya beliau sambil gegas mengekor kami menuju IGD. "Nggak tahu, Bu. Belum jelas kabarnya." "Astaga." Sesampainya kami di depan IGD kami diinformasikan bahwa jenazah si Nia dan Bi Kokom akan segera dipindah ke ruang jenazah setelah pemeriksaan selesai. Jadi kami baru bisa melihatnya saat mereka sudah ada di sana. "Maaf Pak, tapi ini gimana awalnya mereka bisa meninggal?" tanyaku pada petugas polisi yang masih berjaga di depan IGD. "Begini, Mbak. Menurut penuturan para Napi lainnya y
MADU KUJADIKAN BABUPart 1"Mas, masa Mbak Intan cuma ngasih aku 20 ribu buat belanja, mana cukup, aku 'kan mau beli beras hari ini," rengek Nia yang tak lain adalah maduku sendiri.Mas Iwan yang sedang menyelesaikan berkas kerjanya sebelum ke kantor langsung menoleh ke arahku yang tengah duduk santai sambil menonton acara televisi pagi."Duitnya gak ada lagi, udah tuh cukup-cukupin aja, udah syukur aku kasih duit tambahan buat belanja. Lagian boros amat, masa duit belanja buat sebulan udah habis aja, ini masih tanggal 27 loh, harusnya masih ada sisa buat 3 hari lagi," responku santai, sambil kugoyang-goyangkan kaki yang tengah bertumpang sebelah ini."Sekarang apa-apa serba mahal Mbak, jangankan jatah 20 ribu sehari, 50 ribu aja temenku masih suka ngeluh kurang. Segitu dia cuma belanja sayuran sama ikan doang, lah aku? Masa 20 ribu buat beli semuanya. Ya bumbulah, minyaklah, gas, galon, sayuran dan lainnya juga. Ngira-ngira dong Mbak, Mas Iwan 'kan ngasih duit itu nggak sedikit," pro
MADU KUJADIKAN BABUPart 2"Loh Mbak, Mbak. Ini gimana duitnya kurang buat belanja!" teriaknya."Terserah.""Heuh dasar Mak Lampir, aku racun baru tahu rasa kamu," dengusnya sambil kulihat dia buru-buru pergi keluar."Mas, kamu kok gitu sih?! Setiap aku minta dibela kenapa kamu selalu berakhir marah-marah dan seolah gak peduli gini? Aku tuh capek dan stres Mas, tiap hari cuma dijadiin babu dan cuma dijatah 20 ribu sehari. Kamu gak kasihan apa sama aku? Aku ini istrimu Mas, istrimu, bukan babu! Kamu jangan diem aja dong."Aku yang berniat menghirup udara segar di balkon atas mendengar wanita itu tengah mengomel di teras rumah."Ya terus Mas harus gimana Nia? Kamu 'kan tahu sendiri kalau Mas gak diem, membantah atau andai Mas ngebela kamu di depan Intan, itu malah ribet urusannya. Dia bisa depak kita dari rumah ini, kamu paham?" respon Mas Iwan.Suaranya terdengar kesal. Ya bagaimana tidak kesal? Kerjaan kantornya masih menumpuk, ditambah lagi si Nia yang mulai bawel nuntut ini itu."Te
BABU KUJADIKAN BABUPart 3Arghh. Niat hati mau bersantai ria sambil nunggu waktunya yoga, eeh pria gak tahu diri itu malah bikin kesel aja. Akhirnya aku turun lagi saja ke bawah untuk nonton televisi. Sementara di dapur kudengar si madu babu itu sedang sibuk masak nasi goreng.Tring!"Argh, Ibu lagi, mau apa sih neleponin mulu, udah tahu aku sibuk kalau pagi gini," gerutunya saat mendengar ponselnya dering."Hallo Bu, apa lagi sih? Nia tuh sibuk kalau pagi, neleponnya agak siang aja bisa 'kan?" cecarnya sambil meloudspeaker sambungan telepon. Mungkin dia belum sadar kalau aku ada di ruang tv yang letaknya tak jauh dari dapur."Iya iya maaf, Ibu cuma mau ingetin kamu aja tadi lupa, kamu mau dapet duit 'kan ntar sore? Jangan lupa kalau masih ada sisa beliin Ibu baju baru juga. Oke.""Ssstt Ibu, apaan sih malah ngomongin soal itu? Kalau Mbak Intan denger gimana? Ini teleponnya diloudspeak tahu, Nia lagi bikin sarapan soalnya, repot.""Oh gitu, ya udah deh ntar aja Ibu telepon lagi kalau
MADU KUJADIKAN BABUPart 4Aku lalu gegas naik ke atas."Argggh beneran bisa gila aku lama-lama di sini," dengusnya kesal.Aku cekikikan di balkon. Rasain kau madu babu, emang enak hidup di rumahku? Setahun ke belakang mungkin dia masih ngerasa biasa saja karena masih merasa cinta buta dan semangat-semangatnya ngurusin Mas Iwan. Tapi sekarang, setelah satu tahun kucekoki dia terus menerus dengan berbagai pekerjaan dan tugas yang berat, mungkin dia akan mulai sadar kalau semua ini sudah membuatnya gila secara perlahan-lahan.--Tidur siang sampai sore, aku turun ketika bangun karena ingin mengambil air ke dapur. Pas saja kulihat Mas Iwan juga baru pulang kerja, dan seperti biasa dia pergi ke dapur menemui istri keduanya."Mas, mana?" tagih si madu babu."Maaf Ni, tapi Mas gak berhasil. Bos Mas gak bisa minjemin.""Hah gak berhasil katamu? Terus aku gimana dong? Besok 'kan aku mau ke rumah Ibu Mas, aku malu kalau cuma pakai daster begini, terus aku juga 'kan mesti bawa oleh-oleh, apa
MADU KUJADIKAN BABUPart 5Mas Iwan menyeringai. Dia baru akan bicara saat aku kembali menyelanya."Enak aja main minta, makanya suruh dong istri kamu itu nyari duit sendiri. Jangan bisanya cuma minta-minta, modal lobang doang mah kambing juga bisa," pungkasku sebelum akhirnya aku masuk ke kamar mandi.Bikin gedeg aja emang. Aku yang belanja masa si madu babu yang harus pake bajunya. Idih amit-amit, walau andai semua baju si babu itu kebakar dan cuma ada bajuku di dunia ini yang tersisa, gak akan sudi aku minjemin dia bajuku, apalagi ngasih.Lagipula gak peduli bajuku dibeli sama duit siapa, yang jelas duit yang udah masuk ke rekeningku haram hukumnya dikeluarkan untuk mereka berdua.Tega? Biarin aja, salah siapa mereka berani mengkhianatiku? Bar-bar? Biarin, yang pernah merasakan bagaimana sakitnya dikhianati tentu paham dengan kondisiku saat ini.***Esok hari."Panjang umurnya ... panjang umurnya ... panjang umurnya serta mulia, serta muuuliiiaaa serta muuuliiiaaa."Kudengar dari
MADU KUJADIKAN BABUPart 6Aku ngikik sampe nyeri kulit perut. Apa dia kata? Biasanya istri pertama yang menderita? Ya itu 'kan biasanya, kalau dalam ceritaku ini nggak ada yang namanya istri pertama menderita. Yang ada istri kedua akan selalu tersiksa sampai gila. Hahaha."Apaan sih Ibu, Mas Iwan itu suami Nia, masa Ibu ngomongnya gitu." Si Nia protes."Ck susah emang ya ngomong sama kamu. Percuma. Dikasih tahu malah ngeyel, entar kalau kamu gila baru deh tuh nyesel."Bi Kokom yang sedang kesal akhirnya bangkit. Aku buru-buru balik ke depan sebelum Ni Kokom lewat."Bi, kalau gitu Intan permisi dulu ya," pamitku pada Bi Lina."Oh iya Tan, hati-hati. Kamu yang kuat ya, gak usah banyak pikiran." Bi Lina menepuk pundakku.Aku paham maksud ucapannya. Memang itu yang selalu Bi Lina ucapkan padaku tiap kali kami bertemu. Dia selalu menyuruhku sabar dan kuat karena Bi Lina paham, walau bagaimanapun tak ada yang namanya pernikahan poligami baik-baik saja. Salah satunya entah itu siapa pasti a
MADU KUJADIKAN BABU Part 40 B "Tadi tim kepolisian Tan, ngabarin kalau mereka baru aja dibawa ke rumah sakit. Kayaknya yang tadi didorong di atas hospital bed ke ruang IGD itu mereka. Makanya ayo kita lihat." Ikram pun memapahku menuju IGD. Sementara ibu yang melihat kami hendak pergi cepat menghampiri, "eh kalian mau pada kemana?" "Bibi sama si Nia, Bu. Mereka udah nggak ada katanya." Ibu terkejut. "Eh yang bener? Mereka meninggal maksudnya?" Aku mengangguk. "Ya ampun. Kok bisa?" tanya beliau sambil gegas mengekor kami menuju IGD. "Nggak tahu, Bu. Belum jelas kabarnya." "Astaga." Sesampainya kami di depan IGD kami diinformasikan bahwa jenazah si Nia dan Bi Kokom akan segera dipindah ke ruang jenazah setelah pemeriksaan selesai. Jadi kami baru bisa melihatnya saat mereka sudah ada di sana. "Maaf Pak, tapi ini gimana awalnya mereka bisa meninggal?" tanyaku pada petugas polisi yang masih berjaga di depan IGD. "Begini, Mbak. Menurut penuturan para Napi lainnya y
MADU KUJADIKAN BABUPart 40 A"Apa sih Ikram. Bercanda ah.""Aku serius Intan." Dia menatapku lekat-lekat.Ya ampun. Ini orang kenapa? Apa dia beneran ngajakin aku nikah?"Tan. Jangan diem aja, jawab Tan," katanya lagi.Aku baru saja membuka mulut saat ibu mertua masuk."Terima saja Tan," katanya.Ikram terkesiap dan cepat membetulkan posisi duduknya. Aku juga sama."Ibu. Nggak jadi tebus obat?""Udah, dibantu sama suster tadi.""Oh."Ikram lalu bangkit dan Ibu mertua duduk di bangku yang tadi diduduki Ikram."Ikram beli minum dulu ya, Bu, Tan," izin pria itu.Aku mengangguk. Syukurlah dia memilih keluar, aku gak enak kalau dia di sini soalnya. "Tan ....""Ya, Bu?""Maaf ya, tadi Ibu dengar obrolan kamu sama Nak Ikram."Aku mengulas senyum kecil."Hehe gak apa-apa, Bu." Aku cengengesan, pura-pura biasa saja padahal malu banget aslinya."Tadi itu sebetulnya kamu kenapa kok nggak langsung jawab mau aja? Apa kamu masih ragu sama Nak Ikram?""Emm ... itu Bu, sebetulnya ... gini loh, Inta
MADU KUJADIKAN BABUPart 39 B"Tan, aku mau nikah sama kamu.""What?" Lagi, aku terkejut sampai membuat langkah ibu mertua lagi-lagi terhenti di depan kami. Beliau lalu memutar badan ke arah kami."Kalian lagi pada ngapain sih? Lama amat jalannya. Ayo buruan, katanya takut keburu siang.""I-iya, Bu."Aku buru-buru melangkah mengejar ibu mertua. Ikram ikut di sampingku."Tan aku serius Tan, ucapanku tadi sama ibu mertuamu gak main-main. Aku emang mau nikah sama kamu," cecarnya sambil terus mengimbangi langkahku.Aku tak menjawab. Mendadak otakku ngeblank. Itu orang kenapa sih? Kesambet kali ah."Naik mobil Ikram aja ayo," ajak Ikram saat kami sampai di parkiran.Aku dan ibu mertua gegas naik ke mobilnya.Sampai resto yang tak jauh dari kantor Ikram, kami turun. Dan aku baru akan berputar menghampiri ibu mertua di pintu sebelah saat seseorang yang entah datang dari mana tiba-tiba menabrakku hingga ia sendiri jatuh ke dekat paving.Brak!"Eh ya ampun, hati-hati," ucapku sambil berjongkok
MADU KUJADIKAN BABUPart 39 APoV Intan"Saya benar-benar berterimakasih karena Nak Ikram sudah membantu menantu saya bebas dari tuduhan waktu itu. Sekaligus saya juga ingin menyampaikan terimakasih karena selama ini Nak Ikram sudah jadi bos yang baik untuk almarhum anak saya. Dan maaf karena saya baru bisa menemui Nak Iwan sekarang, kemarin-kemarin saya langsung ngedrop dan harus dirawat beberapa hari," ujar Ibu mertua pada Ikram. Hari ini beliau sengaja mengajakku mendatangi kantornya Ikram untuk mengucapkan rasa terimakasihnya. "Tidak apa-apa, Bu. Sudah jadi kewajiban saya memang membela orang yang tak bersalah. Intan ini teman SMA saya dulu, jadi saya tahu betul Intan nggak mungkin melakukan itu," jawab Ikram penuh wibawa."Oh ya? Jadi kalian ini temen lama toh? Wah saya baru tahu.""Iya, Bu. Intan ini teman dekat saya sejak lama. Dan dulunya menantu Ibu ini cewek populer seantero sekolah loh Bu, pokoknya siapa pun yang dapatkan dia, waaah beruntung banget deh pokoknya. Termasuk
MADU KUJADIKAN BABU Part 38 BMbak Intan, dia datang dengan wajah puas dan senyuman miring. Cepat saja, aku yang tengah terisak-isak itu bangkit."Mbak Intan, Mbak aku gak bersalah Mbak. Tolong bebaskan aku, Mbak. Aku bersumpah, ide racun itu bukan ideku Mbak.""Ya ya ya aku udah tahu Nia. Lupa kamu kalau tadi kita sidang semuanya dibuka dengan jelas? Racun itu bukan idemu, tapi ide ibumu 'kan?""Mbak aku mohon Mbak, tolong bebasin aku, Mbak. Aku gak salah. Aku janji kalau aku dibebaskan kamu boleh menjadikanku apa saja. Bahkan aku siap kalau harus jadi pembantu selamanya. Aku janji Mbak, aku janji," cecarku.Mbak Intan menyipit, "bebaskan? Lalu kalau kamu dibebaskan siapa yang akan menanggung hukumanmu Nia?""Ibu. Ibu adalah satu-satunya orang yang pantas dihukum, Mbak," jawabku asal.Sontak saja hal itu membuat ibuku geram. Lalu bangkit menarikku menjauh dari besi sel."Nia cukup! Apa-apaan ini? Kamu gila apa? Buat apa kamu memohon sama perempuan itu sampai harus bicara begitu soal
MADU KUJADIKAN BABUPart 38 A"Kau mau mengakui sekarang atau nggak?""Ng-ngaku apa, Pak?""Ya ngaku kalau kamu pelakunya. Kamu 'kan yang meracun suamimu sendiri?""Nggak, Pak. Sumpah saya bukan pelakunya. Yang meracun suami saya itu istri pertamanya.""Bohong kamu! Mengaku atau saya tambah hukumannya," ancamnya."T-tapi saya memang gak melakukan apa-apa, Pak.""Ah bohong!"Brak!Dia menggebrak meja dengan mengangkat satu kakinya ke atas meja tersebut. Aku sampai terperanjat. Tubuhku jangan ditanya, bergetar hebat sudah bagai orang yang menggigil kedinginan."Ngaku sekarang juga!""Saya nggak mau mengakui apa-apa, Pak. Saya gak salah!" ***Hari berlalu. Untunglah aku bisa lewati walau hampir gila dan menyerah. Hampir saja aku mengakui semuanya, karena mereka yang terus menerus mendesakku untuk mengakui semuanya.Untunglah ada ibu yang tak pernah berhenti mengingatkanku, seberat apapun mereka menyiksa kami, jangan sampai pengakuan itu terucap. Sidang pun digelar kembali. "Keberatan
MADU KUJADIKAN BABU Part 37 BSebuah video rekaman cctv pun diputar di persidangan itu.Aku terkejut bukan main. Tentu saja, cafe itu? Cafe Alviar tempat aku dan ibu bertemu? Bagaimana bisa Ikram punya rekaman cctv di cafe itu? Tubuhku mendadak panas dingin saat Ikram mulai bicara menjelaskan soal keadaan yang ada di dalam rekaman tersebut. Berkali-kali kuremas tangan ibuku dengan telapak tangan yang sudah basah ini."Gimana ini, Bu? Mati kita. Kita pasti akan ditangkap, Bu," bisikku pada Ibu."Tenang Nia. Kamu harus tenang supaya gak ada yang curiga.""Tapi, B-""Keberatan Yang Mulia!" Aku terkejut saat ibu teriak sambil kontan bangkit dari kursinya. Dia mengajukan keberatan rupanya. Entah apa yang ibu ucapakan saat itu, aku sampai tak bisa mendengar dan menyimak dengan baik karena saking sudah ngeblank dan ketakutan kejahatan kami terbongkar.Yang jelas, saat Ikram meminta Hakim agar aku dan ibuku juga diperiksa aku refleks teriak, "nggak! Nggaaaak!" Setelah itu aku lari ke luar
MADU KUJADIKAN BABUPart 37 AAku bengong sebentar. Lalu melemparkan senyuman pada ibu sebelum akhirnya aku berhambur dan mulai memainkan akting terbaikku."Mas Iwaaan! Maaas, kamu kenapa, Mas? Kamu kenapa? Bangun, Mas. Maaas!""Tolong tenang ya Bu, saya mengerti perasaan Anda. Tapi ini rumah sakit takutnya menganggu yang lain," ucap seorang dokter yang baru saja masuk bersama seorang perawat."Suami saya kenapa ini, Dok? Suami saya kenapa gak gerak gini? Dia kenapa?" Aku mengguncang kedua lengan dokter tersebut sambil berpura-pura nangis histeris.Ah untungnya aku jago kalau hanya untuk akting nangis seperti ini."Maaf Bu, saya harap kalian bisa ikhlas dan menerima takdir Tuhan. Pasien sudah berpulang akibat racun yang masuk ke dalam tubuhnya sudah menyebar pada aliran darah," terang Dokter tersebut."Apa? Mas Iwaaan!" Aku teriak sekencang-kencangnya agar mereka semakin yakin bahwa aku benar-benar terpukul juga kehilangan.Proses pengurusan jenazah di rumah sakit pun selesai. Jenazah
MADU KUJADIKAN BABU Part 36 BDokter itu menarik napas panjang, "kami sedang berusaha memberinya pertolongan pertama Mbak, tapi sepertinya untuk sadar hari ini kemungkinannya sangat kecil. Mari saya permisi," jawabnya sambil kemudian pergi dengan terburu-buru.Aku mengembuskan napas lega. Aaah syukurlah kalau Mas Iwan gak akan sadar hari ini. Aku jadi punya waktu untuk menyusun rencana berikutnya.Aku kembali ke dekat ibu mertua dan Mbak Intan yang tengah duduk resah di kursi tunggu."Sabar Bu, semoga Mas Iwan baik-baik saja." Mbak Intan terus menerus menguatkan mertuanya.Tak heran jika hal itu membuatku makin tak menyukainya.Awas saja kau, Mbak. Setelah ini aku pastikan, ibu mertua sendiri yang akan menyeretmu ke dalam penjara. Batinku.--Beberapa saat setelah Mas Iwan ditangani. Seorang suster keluar menyuruh salah seorang keluarga Mas Iwan untuk masuk ke dalam. Dan aku baru akan masuk saat Mbak Intan dengan cepat menyerobot."Minggir. Aku lebih berhak," desisnya seraya gegas m