MADU KUJADIKAN BABUPart 39 B"Tan, aku mau nikah sama kamu.""What?" Lagi, aku terkejut sampai membuat langkah ibu mertua lagi-lagi terhenti di depan kami. Beliau lalu memutar badan ke arah kami."Kalian lagi pada ngapain sih? Lama amat jalannya. Ayo buruan, katanya takut keburu siang.""I-iya, Bu."Aku buru-buru melangkah mengejar ibu mertua. Ikram ikut di sampingku."Tan aku serius Tan, ucapanku tadi sama ibu mertuamu gak main-main. Aku emang mau nikah sama kamu," cecarnya sambil terus mengimbangi langkahku.Aku tak menjawab. Mendadak otakku ngeblank. Itu orang kenapa sih? Kesambet kali ah."Naik mobil Ikram aja ayo," ajak Ikram saat kami sampai di parkiran.Aku dan ibu mertua gegas naik ke mobilnya.Sampai resto yang tak jauh dari kantor Ikram, kami turun. Dan aku baru akan berputar menghampiri ibu mertua di pintu sebelah saat seseorang yang entah datang dari mana tiba-tiba menabrakku hingga ia sendiri jatuh ke dekat paving.Brak!"Eh ya ampun, hati-hati," ucapku sambil berjongkok
MADU KUJADIKAN BABUPart 40 A"Apa sih Ikram. Bercanda ah.""Aku serius Intan." Dia menatapku lekat-lekat.Ya ampun. Ini orang kenapa? Apa dia beneran ngajakin aku nikah?"Tan. Jangan diem aja, jawab Tan," katanya lagi.Aku baru saja membuka mulut saat ibu mertua masuk."Terima saja Tan," katanya.Ikram terkesiap dan cepat membetulkan posisi duduknya. Aku juga sama."Ibu. Nggak jadi tebus obat?""Udah, dibantu sama suster tadi.""Oh."Ikram lalu bangkit dan Ibu mertua duduk di bangku yang tadi diduduki Ikram."Ikram beli minum dulu ya, Bu, Tan," izin pria itu.Aku mengangguk. Syukurlah dia memilih keluar, aku gak enak kalau dia di sini soalnya. "Tan ....""Ya, Bu?""Maaf ya, tadi Ibu dengar obrolan kamu sama Nak Ikram."Aku mengulas senyum kecil."Hehe gak apa-apa, Bu." Aku cengengesan, pura-pura biasa saja padahal malu banget aslinya."Tadi itu sebetulnya kamu kenapa kok nggak langsung jawab mau aja? Apa kamu masih ragu sama Nak Ikram?""Emm ... itu Bu, sebetulnya ... gini loh, Inta
MADU KUJADIKAN BABU Part 40 B "Tadi tim kepolisian Tan, ngabarin kalau mereka baru aja dibawa ke rumah sakit. Kayaknya yang tadi didorong di atas hospital bed ke ruang IGD itu mereka. Makanya ayo kita lihat." Ikram pun memapahku menuju IGD. Sementara ibu yang melihat kami hendak pergi cepat menghampiri, "eh kalian mau pada kemana?" "Bibi sama si Nia, Bu. Mereka udah nggak ada katanya." Ibu terkejut. "Eh yang bener? Mereka meninggal maksudnya?" Aku mengangguk. "Ya ampun. Kok bisa?" tanya beliau sambil gegas mengekor kami menuju IGD. "Nggak tahu, Bu. Belum jelas kabarnya." "Astaga." Sesampainya kami di depan IGD kami diinformasikan bahwa jenazah si Nia dan Bi Kokom akan segera dipindah ke ruang jenazah setelah pemeriksaan selesai. Jadi kami baru bisa melihatnya saat mereka sudah ada di sana. "Maaf Pak, tapi ini gimana awalnya mereka bisa meninggal?" tanyaku pada petugas polisi yang masih berjaga di depan IGD. "Begini, Mbak. Menurut penuturan para Napi lainnya y
MADU KUJADIKAN BABUPart 1"Mas, masa Mbak Intan cuma ngasih aku 20 ribu buat belanja, mana cukup, aku 'kan mau beli beras hari ini," rengek Nia yang tak lain adalah maduku sendiri.Mas Iwan yang sedang menyelesaikan berkas kerjanya sebelum ke kantor langsung menoleh ke arahku yang tengah duduk santai sambil menonton acara televisi pagi."Duitnya gak ada lagi, udah tuh cukup-cukupin aja, udah syukur aku kasih duit tambahan buat belanja. Lagian boros amat, masa duit belanja buat sebulan udah habis aja, ini masih tanggal 27 loh, harusnya masih ada sisa buat 3 hari lagi," responku santai, sambil kugoyang-goyangkan kaki yang tengah bertumpang sebelah ini."Sekarang apa-apa serba mahal Mbak, jangankan jatah 20 ribu sehari, 50 ribu aja temenku masih suka ngeluh kurang. Segitu dia cuma belanja sayuran sama ikan doang, lah aku? Masa 20 ribu buat beli semuanya. Ya bumbulah, minyaklah, gas, galon, sayuran dan lainnya juga. Ngira-ngira dong Mbak, Mas Iwan 'kan ngasih duit itu nggak sedikit," pro
MADU KUJADIKAN BABUPart 2"Loh Mbak, Mbak. Ini gimana duitnya kurang buat belanja!" teriaknya."Terserah.""Heuh dasar Mak Lampir, aku racun baru tahu rasa kamu," dengusnya sambil kulihat dia buru-buru pergi keluar."Mas, kamu kok gitu sih?! Setiap aku minta dibela kenapa kamu selalu berakhir marah-marah dan seolah gak peduli gini? Aku tuh capek dan stres Mas, tiap hari cuma dijadiin babu dan cuma dijatah 20 ribu sehari. Kamu gak kasihan apa sama aku? Aku ini istrimu Mas, istrimu, bukan babu! Kamu jangan diem aja dong."Aku yang berniat menghirup udara segar di balkon atas mendengar wanita itu tengah mengomel di teras rumah."Ya terus Mas harus gimana Nia? Kamu 'kan tahu sendiri kalau Mas gak diem, membantah atau andai Mas ngebela kamu di depan Intan, itu malah ribet urusannya. Dia bisa depak kita dari rumah ini, kamu paham?" respon Mas Iwan.Suaranya terdengar kesal. Ya bagaimana tidak kesal? Kerjaan kantornya masih menumpuk, ditambah lagi si Nia yang mulai bawel nuntut ini itu."Te
BABU KUJADIKAN BABUPart 3Arghh. Niat hati mau bersantai ria sambil nunggu waktunya yoga, eeh pria gak tahu diri itu malah bikin kesel aja. Akhirnya aku turun lagi saja ke bawah untuk nonton televisi. Sementara di dapur kudengar si madu babu itu sedang sibuk masak nasi goreng.Tring!"Argh, Ibu lagi, mau apa sih neleponin mulu, udah tahu aku sibuk kalau pagi gini," gerutunya saat mendengar ponselnya dering."Hallo Bu, apa lagi sih? Nia tuh sibuk kalau pagi, neleponnya agak siang aja bisa 'kan?" cecarnya sambil meloudspeaker sambungan telepon. Mungkin dia belum sadar kalau aku ada di ruang tv yang letaknya tak jauh dari dapur."Iya iya maaf, Ibu cuma mau ingetin kamu aja tadi lupa, kamu mau dapet duit 'kan ntar sore? Jangan lupa kalau masih ada sisa beliin Ibu baju baru juga. Oke.""Ssstt Ibu, apaan sih malah ngomongin soal itu? Kalau Mbak Intan denger gimana? Ini teleponnya diloudspeak tahu, Nia lagi bikin sarapan soalnya, repot.""Oh gitu, ya udah deh ntar aja Ibu telepon lagi kalau
MADU KUJADIKAN BABUPart 4Aku lalu gegas naik ke atas."Argggh beneran bisa gila aku lama-lama di sini," dengusnya kesal.Aku cekikikan di balkon. Rasain kau madu babu, emang enak hidup di rumahku? Setahun ke belakang mungkin dia masih ngerasa biasa saja karena masih merasa cinta buta dan semangat-semangatnya ngurusin Mas Iwan. Tapi sekarang, setelah satu tahun kucekoki dia terus menerus dengan berbagai pekerjaan dan tugas yang berat, mungkin dia akan mulai sadar kalau semua ini sudah membuatnya gila secara perlahan-lahan.--Tidur siang sampai sore, aku turun ketika bangun karena ingin mengambil air ke dapur. Pas saja kulihat Mas Iwan juga baru pulang kerja, dan seperti biasa dia pergi ke dapur menemui istri keduanya."Mas, mana?" tagih si madu babu."Maaf Ni, tapi Mas gak berhasil. Bos Mas gak bisa minjemin.""Hah gak berhasil katamu? Terus aku gimana dong? Besok 'kan aku mau ke rumah Ibu Mas, aku malu kalau cuma pakai daster begini, terus aku juga 'kan mesti bawa oleh-oleh, apa
MADU KUJADIKAN BABUPart 5Mas Iwan menyeringai. Dia baru akan bicara saat aku kembali menyelanya."Enak aja main minta, makanya suruh dong istri kamu itu nyari duit sendiri. Jangan bisanya cuma minta-minta, modal lobang doang mah kambing juga bisa," pungkasku sebelum akhirnya aku masuk ke kamar mandi.Bikin gedeg aja emang. Aku yang belanja masa si madu babu yang harus pake bajunya. Idih amit-amit, walau andai semua baju si babu itu kebakar dan cuma ada bajuku di dunia ini yang tersisa, gak akan sudi aku minjemin dia bajuku, apalagi ngasih.Lagipula gak peduli bajuku dibeli sama duit siapa, yang jelas duit yang udah masuk ke rekeningku haram hukumnya dikeluarkan untuk mereka berdua.Tega? Biarin aja, salah siapa mereka berani mengkhianatiku? Bar-bar? Biarin, yang pernah merasakan bagaimana sakitnya dikhianati tentu paham dengan kondisiku saat ini.***Esok hari."Panjang umurnya ... panjang umurnya ... panjang umurnya serta mulia, serta muuuliiiaaa serta muuuliiiaaa."Kudengar dari